Anda di halaman 1dari 13

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Ambliopia

1. Pengertian ambliopia

Ambliopia adalah berkurangnya ketajaman penglihatan pada satu atau kedua

mata walaupun sudah dikoreksi dengan kacamata terbaik tanpa kelainan struktur

pada mata maupun lintasan penglihatan bagian belakang (Saputri, et al., 2016).

Gambar 2.1

Ambliopia : kejoraindonesia.com

6
7

2. Penyebab Ambliopia

Ambliopia dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan kelainan yang menjadi

penyebabnya :

a. Ambliopia Refraktif

Ambliopia yang terjadi pada mata dengan kelainan refraksi yang tidak dikoreksi

(ambliopia ametropik) atau terdapatnya kelainan refraksi antara kedua mata

(ambliopia anisometropik). Penglihatan dapat baik setelah beberapa bulan

memakai kacamata koreksi. Pengobatannya adalah dengan menutup mata yang

baik setelah mata yang ambliopia mendapatkan kacamata yang sesuai (FKUI,

2018).

b. Ambliopia anisometropik

Terjadi akibat kelainan refraksi kedua mata yang berbeda jauh atau terlalu besar

atau lebih dari 2.5 dioptri. Akibatnya bayangan benda pada kedua mata tidak sama

besar. Perbedaan refraksi yang besar antara kedua mata menyebabkan

terbentuknya bayangan kabur pada satu mata. Pengobatan dengan memberikan

kacamata dengan hasil pemeriksaan refraksi secara objektif disertai penutupan

mata yang baik (FKUI, 2018).

c. Ambliopia Deprivasi Visual

Penyebab umum adalah katarak kongenital, opasitas korneal, inflamasi intraokular

baik infeksius atau noninfeksius, perdarahan vitreous, dan ptosis. Ambliopia

deprivasi merupakan bentuk ambliopia yang paling jarang, tapi merupakan


8

ambliopia yang paling berat dan sulit untuk ditangani. Bayi baru lahir dengan

katarak memiliki prognosis lebih baik jika katarak diangkat dan diberikan koreksi

optikal (FKUI, 2018).

Tabel 2.1 Asosiasi ambliopia dengan strabismus dan atau ambliopia

Woodruff et all. Shaw et al.


Jumlah kasus 961 1531
Strabismus sebagai penyebab 57% 45%
Anisometropia sebagai penyebab 17% 17%
Kombinasi strabismus dan anisometropia 27% 35%

Persentase tepat bervariasi berdasarkan bagaimana ambliopia yang didefinisikan (Hoyt, 2012).

3. Pemeriksaan ambliopia

The American Academy Ophthalmology (2017), pemeriksaan mata terdiri dari

penilaian fungsi fisiologis, status anatomi mata dan sistem ketajaman penglihatan.

Jenis pemeriksaan ambliopia meliputi hal berikut ini : tes binocular red reflex

(Bruckner), test binokularitas/stereoakuitas, penilaian ketajaman penglihatan dan/atau

pola fiksasi, keselarasan binokular dan motilitas okular, sikloplegik

retinoskopi/refraksi dengan perbaikan subjektif saat diindikasikan, pemeriksaan

funduskopik.

4. Penatalaksanaan ambliopia

Terapi harus diberikan kepada anak usia berapapun hingga dewasa. Prognosis untuk

mencapai penglihatan normal tergantung pada banyak faktor seperti usia, penyebab,

respon terapi dan kepatuhan dari rekomendasi terapi. Terapi yang tepat waktu untuk

ambliopia adalah memperbaiki tajam penglihatan dan binokularitas. Beberapa strategi


9

digunakan untuk meningkatkan tajam penglihatan pada ambliopia; yang pertama

adalah melakukan koreksi penyebab deprivasi visual, kedua yaitu mengoreksi kelainan

refraksi yang mungkin menyebabkan penurunan tajam penglihatan dan yang ketiga

merekomendasikan penggunaan mata yang ambliopia dengan patching.

The American Academy Ophthalmology (2017), penatalaksanaan untuk ambliopia anak

meliputi:

a. Koreksi kacamata dari kelainan refraksi pada kedua mata yang perbedaannya

sangat signifikan.

Terapi kelainan refraksi merupakan langkah awal untuk perawatan anak usia 0-17 tahun

dengan ambliopia. Koreksi kelainan refraksi dapat meningkatkan ketajaman penglihatan.

Secara umum, kacamata ditoleransi baik oleh anak, terutama saat terdapat peningkatan

fungsi tajam penglihatan. Pediatric Eye Disease Investigator Group (PEDIG) melaporkan

bahwa ambliopia mengalami perbaikan dari sebelumnya pasien anisometropik yang tidak

diobati (n=84) dengan koreksi kacamata setidaknya sebesar 2 baris pada 77% pasien dan

terselesaikan pada 27%. Perbaikan memakan waktu hingga 30 minggu untuk stabilisasi

dan lebih memilih untuk meresepkan koreksi kacamata yang diperlukan dan kemudian

menunggu setidaknya 6 minggu untuk melakukan penilaian ketajaman penglihatan.

Pengukuran ketajaman penglihatan dengan trial frame dapat berguna untuk menilai status

penglihatan saat kunjungan pertama.


10

b. Terapi Oklusi (Patching)

Patching telah menjadi andalan terapi dan pilihan tepat yaitu dengan menggunakan

tambalan perekat langsung pada kulit yang mengelilingi matanya. Patching juga bisa

dipasang pada bingkai kacamata yang ada ukuran kaca mata anak. Patching biasanya

diberikan 1 - 6 jam per hari. Manfaat patching cukup stabil setidaknya hingga anak

berusia hingga 15 tahun. Ketidaksukaan anak akan patching telah umum diketahui.

Kurang pemahaman orang tua atau pengasuh memainkan peranan penting. Orang tua

atau pengasuh perlu diinformasikan bahwa anak yang memakai patching harus dipantau

untuk menghindari kecelakaan karena patching diberikan pada mata yang tidak

mengalami ambliopia atau mata yang sehat. Dibutuhkan komitmen dari orang tua dan

anak terhadap patching.

Efek samping patching jarang terjadi, umumnya iritasi kulit ringan atau stigma sosial dari

oklusi. Sensitivitas adhesive dapat terjadi. Iritasi kulit ringan dari perekat patching umum

terjadi dan dapat diminimalisasi dengan mengganti patching yang berbeda atau memakai

lotion pada area kulit yang teriritasi. Ambliopia tidak dapat sembuh dengan sendirinya

dan bila tidak diterapi dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen. Hampir

seluruh ambliopia dapat dicegah dan bersifat reversibel dengan deteksi dini dan intervensi

yang tepat.

Gambar 2.3
Patching : jec.co.id
11

c. Terapi Farmakologik

Terapi farmakologik yang biasa dipergunakan adalah pemberian sikloplegia Atropine 1%

pada mata yang tidak mengalami ambliopia. Atropin 1% diberikan pada dua hari berturut-

turut per minggu selama 4 bulan. Pemantauan tajam penglihatan pada anak saat diterapi

merupakan hal penting. Atropin solusi 1% menyebabkan fotosensitivitas pada anak dan

memiliki efek samping sistemik seperti mulut dan kulit kering, demam, delirium, dan

takikardia.

d. Pembedahan

Pembedahan dilakukan untuk menangani penyebab ambliopia yang diakibatkan oleh

kekeruhan media refraksi seperti katarak, kekeruhan vitreous dan kekeruhan kornea.

Bedah strabismus dapat memfasilitasi manajemen ambliopia pada kasus tertentu.

Gambar 2.4

Katarak pada balita : allaboutvision.com


12

5. Prognosis.

Menurut Siregar (2009) setelah 1 tahun, sekitar 73 % pasien menunjukkan

keberhasilan setelah patching pertama. Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5

tahun, tajam penglihatan normal dapat tercapai. Hanya kesembuhan parsial yang dapat

dicapai bila pemberian patching diberikan pada anak usia lebih dari 10 tahun.

The American Academy Ophthalmology (2017) faktor resiko gagalnya ambliopia

adalah sebagai berikut:

a. Jenis ambliopia : pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan kelainan

organik memiliki prognosis yang buruk. Pasien dengan ambliopia strabismik

prognosisnya paling baik.

b. Usia dimana penatalaksanaan dimulai : semakin muda pasien maka prognosis

lebih baik.Kondisi ambliopia pada saat terapi dimulai : semakin bagus tajam

penglihatan awal pada mata ambliopia maka prognosisnya juga semakin baik.

B. Dukungan Keluarga.

1. Pengertian

Keluarga adalah sekumpulan dua individu atau lebih yang terikat oleh hubungan

darah, perkawinan maupun adopsi yang tinggal dalam satu rumah, jika tempat tinggal

terpisah tetap saling memperhatikan saling memperhatikan (Muhlisin, 2012).

Dukungan keluarga merupakan bentuk pemberian dukungan terhadap anggota

keluarga lain yang mengalami permasalahan, yaitu memberikan dukungan

pemeliharaan, emosional untuk mencapai kesejahteraan anggota keluarga dan

memenuhi kebutuhan psikososial (Potter, 2009). Dukungan sosial keluarga


13

menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal,

sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi dalam kehidupan (Friedman,

2008).

2. Jenis dukungan keluarga.

Menurut Sutanto (2016), menjelaskan bahwa dukungan keluarga memiliki 4 jenis

antara lain :

a. Dukungan informasional, berupa informasi seperti pemberian nasihat, saran,

pengetahuan dan petunjuk.

b. Dukungan emosional, berupa ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap

orang yang bersangkutan.

c. Dukungan instrumental, berupa bantuan secara langsung yang diberikan pada

seseorang.

d. Dukungan penghargaan, berupa penghargaan positif untuk orang lain dan

dorongan untuk maju.

3. Mekanisme dukungan keluarga.

Menurut Sutanto (2016), mekanisme dukungan sosial berpengaruh terhadap kesehatan

seseorang. Tiga dukungan sosial adalah :

a. Mediator perilaku, dukungan yang mengajak individu untuk mengubah perilaku

yang jelek dan bersedia meniru perilaku yang baik.

b. Dukungan psikologis, bertujuan untuk meningkatkan harga diri dan menjembatani

suatu interaksi yang bermakna.


14

c. Dukungan fisiologis, membantu relaksasi terhadap sesuatu yang mengancam

dalam upaya meningkatkan sistem imun seseorang.

4. Faktor–faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga.

Menurut Purnawan (2009), faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga yaitu:

a. Faktor internal.

1) Tahap perkembangan, dukungan dapat ditentukan dengan pertumbuhan dan

perkembangan faktor usia, dengan demikian setiap rentang usia memiliki

pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda–beda.

2) Pendidikan atau tingkat pengetahuan, pengetahuan, dan pengalaman masa lalu

akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk keyakinan adanya penting

dukungan keluarga.

3) Faktor emosi, mempengaruhi setiap individu dalam memberikan respon

dukungan. Respon saat stres cenderung melakukan hal yang mengkhawatirkan

dan merugikan, tetapi saat respons emosionalnya kecil akan lebih tenang

dalam menanggapi.

4) Aspeks piritual, mencakup nilai dan keyakinan seseorang dalam menjalani

hubungan dengan keluarga, teman dan kemampuan mencari arti hidup.

b. Faktor eksternal.

1) Menerapkan fungsi keluarga, sejauh mana keluarga mempengaruhi pada

anggota keluarga lain saat mengalami masalah kesehatan serta membantu

dalam memenuhi kebutuhan.


15

2) Faktor sosial ekonomi, setiap individu membutuhkan dukungan terhadap

kelompok sosial untuk mempengaruhi keyakinan akan kesehatannya dan cara

pelaksanaanya. Biasanya individu dengan ekonomi diatas rata - rata akan lebih

cepat tanggap terhadap masalah kesehatan yang sedang dihadapi.

3) Latar belakang budaya, mempengaruhi nilai, keyakinan dan kebiasaan indvidu

dalam memberikan dukungan dan cara mengatasi masalah kesehatan.

5. Dampak penyakit pada peran keluarga.

Keluarga merupakan sistem, dimana jika salah satu anggota keluarga bermasalah, akan

mempengaruhi sistem dalam keluarga diselesaikan melalui intervensi keluarga dengan

keterlibatan aktif anggota keluarga lainnya. Dengan demikian, melalui intervensi

keluarga, yakni keluarga yang sehat maka akan membuat komunitas atau masyarakat

menjadi sehat karena keluarga merupakan subsistem anggota keluarga yang lain,

begitupun sebaliknya. Masalah individu dari komunitas (Stanhope et al., 2004).

C. Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku

sesuai aturan dan disiplin. Dalam konteks psikologi kesehatan, kepatuhan mengacu kepada

situasi ketika perilaku seseorang sesuai dengan tindakan yang dianjurkan oleh seorang

tenaga kesehatan atau informasi yang diperoleh dari suatu sumber informasi lainnya

seperti nasihat yang diberikan dalam suatu brosur promosi kesehatan (Ian & Marcus,

2011).
16

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan

Menurut Niven (2012), terdapat lima faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat

kepatuhan seseorang, yaitu:

a. Pendidikan, dapat mempengaruhi tinngkat kepatuhan, jika pendidikan tersebut

merupakan pendidikan yang aktif.

b. Akomodasi, suatu usaha yang harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian

seseorang yang dapat mempengaruhi kepatuhan.

c. Modifikasi faktor lingkungan dan social, yakni membangun dukungan sosial dari

keluarga dan teman-teman atau lingkungan. Kelompok-kelompok pendukung ini

dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan seseorang terhadap program-program

pengobatan seperti pengurangan berat badan dan berhenti merokok.

d. Perubahan model terapi, program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin

dan klien ikut terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut.

e. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien, memberikan umpan

balik pada klien setelah mendapatkan informasi tentang diagnosis. Suatu

penjelasan tentang penyebab penyakit dan bagaimana cara pengobatan dapat

meningkatkan kepatuhan seseorang.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan

a. Pemahaman tentang instruksi, tidak seorang pun dapat mematuhi suatu instruksi

apabila ia salah paham tentang instruksi yang diberikan kepadanya.


17

b. Kualitas interaksi, antara tenaga kesehatan dan pasien adalah bagian yang penting

dalam menentukan derajat kepatuhan. Faktor-faktor interpersonal yang

mempengaruhi kepatuhan terhadap pengobatan menunjukan pentingnya

sensitifitas tenaga kesehatan terhadap komunikasi verbal dan nonverbal pasien,

serta empati terhadap perasaan pasien akan menghasilkan suatu kepatuhan yang

akan menghasilkan suatu kepuasan.

c. Isolasi sosial dan keluarga, merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam

menentukan keyakinan dan nilai kesehatan seseorang dan juga dapat menentukan

tentang program pengobatan yang dapat seseorang terima. Keluarga juga

memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota

keluarga yang sakit. Derajat dimana seseorang terisolasi dari pendampingan

orang lain, secara negattif berhubungan dengan kepatuhan. Anggota-anggota

jaringan sosial seseorang seringkali mempengaruhi seseorang dalam mencari

pelayanan kesehatan. Jaringan kerja rujukan biasa terdiri atas sekelompok orang

yang biasanya keluarga atau teman yang menjadi tempat pertama kali seseorang

menceritakan keluhannya dan meminta nasihat.

d. Keyakinan, sikap, dan kepribadian, data kepribadian membedakan antara individu

yang patuh dengan yang gagal dalam program latihan. Individu yang tidak patuh

adalah individu yang lebih mengalami depresi, ansietas, sangat memperhatikan

kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang lebih lemah, serta yang kehidupan

sosialnya lebih memusatkan perhatian kepada diri sendiri.


18

3. Pendekatan praktis untuk meningkatkan kepatuhan

Menurut DiNicola dan DiMatteo (1984) dalam Niven (2012), terdapat beberapa

pendekatan praktis untuk meningkatkan kepatuhan seseorang, antara lain:

a. Buat instruksi tertulis yang jelas dan mudah ditafsirkan.

b. Berikan informasi tentang pengobatan sebelum menjelaskan hal lain.

c. Jika individu diberi sebuah daftar tertulis tentang hal-hal yang perlu diingat, maka

akan muncul “efek keunggulan”, yakni individu tersebut berusahan mengingat hal-

hal yang pertama kali tertulis.

d. Instruksi-instruksi harus ditulis dengan bahasa umum dan hal-hal yang penting

perlu ditekankan.

4. Pengukuran Tingkat Kepatuhan.

Keberhasilan pengobatan pada klien dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu peran

aktif pasien, kesediaanya untuk memeriksakan ke dokter sesuai dengan jadwal yang

ditentukan serta kepatuhan dalam menjalankan terapi. Kepatuhan pasien dalam

patching dapat diukur dengan menggunakan Kuesioner kepatuhan The Amblyopia

Treatment Index Parental Questionnaire (ATI) yang telah divalidasi melalui

penelitian Further Validation of the Amblyopia Treatment Index Parental

Questionnaire oleh Holmes, J.M., Strauber, S., Quinn, G.E., Cole, S.R., Felius, J.,

Kulp, M.(2008). Kuesioner kepatuhan The Amblyopia Treatment Index Parental

Questionnaire (ATI) terhadap responden didapat dari laporan dari keluarga dengan

menyebutkan kode (1): Tidak setuju, (2): Kadang-kadang, (3): Setuju dan (4): sangat

setuju.

Anda mungkin juga menyukai