Anda di halaman 1dari 2

I.

LITERATUR REVIEW
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan berbagai bentuk korupsi dan kecurangan
terstruktur lainnya. Penelitian yang membahas aspek perilaku penipuan umumnya berfokus
pada berbagai teori manajemen, terutama agency theory yang mengasumsikan principal-
agent relationship yang dialami oleh pelaku awal (pencetus) adalah antara pemegang saham
dan manajemen. Di bawah agency theory, top managers bertindak sebagai "agen," yang
kepentingan pribadinya tidak secara alami sejalan dengan kepentingan perusahaan dan
pemegang saham. Agen berasumsi bahwa manajemen biasanya dimotivasi oleh kepentingan
diri sendiri dan kepuasan dirinya. Dengan demikian, eksekutif akan melakukan penipuan
karena hal tersebut merupakan kepentingan jangka pendek yang terbaik dan bersifat
personal.
A. Classical Fraud Theory
Dalam teori ini, telah lama dijelaskan alasan bahwa satu individu terlibat dalam
penipuan laporan keuangan (atau jenis penipuan apa pun). Teori ini menunjukkan bahwa
ada tiga persepsi utama atau kognisi yang mempengaruhi pilihan individu untuk terlibat
dalam penipuan dan menunjukkan bahwa penipuan kemungkinan besar terjadi ketika
ketiga elemen dirasakan oleh calon pelaku. Namun, ketiga faktor tersebut berinteraksi
secara bersama-sama, sehingga fraud terjadi apabila ketiga faktor tersebut ada. Faktor-
faktor tersebut adalah :
1. The pressure or motivation (tekanan dan motivasi), yang mengacu pada kekuatan
yang berasal dari eksternal maupun internal diri pelaku yang mempengaruhi
arah, intensitas, dan kegigihan perilakunya. Keinginan itu biasanya dimulai
dengan keinginan untuk memenuhi kebutuhan mendasar dan keinginan ini
mengarah pada perilaku yang diyakini individu akan mengakibatkan pemenuhan
kebutuhan tersebut. Dalam penipuan laporan keuangan, motivasi atau tekanan
yang dialami pelaku seringkali menghasilkan potensi yang negative dari
pelaporan kinerja keuangan perusahaan yang sebenarnya.
2. Opportunity (kesempatan), merupakan pelaku melakukan fraud dalam laporan
keuangan karena merasakan adanya kesempatan yang realistis untuk melakukan
penipuan tanpa menghadapi konsekuensi berat. Kesempatan sebagian besar tentang
melihat bahwa ada metode untuk melakukan penipuan yang tidak terdeteksi.
3. Rationalization (Rasionalisasi)
Menurut Aronson (1992) dan Festinger (1957), pada dasarnya kebanyakan orang
bersifat jujur dan memiliki niat untuk beretika (bersikap etis), sehingga
pertimbangan dalam melakukan tindakan penipuan menghasilkan disonansi kognitif
yang signifikan dan pengaruh negatif. Untuk mengatasi disonansi seperti itu, pelaku
penipuan umumnya mencoba untuk menemukan cara untuk mendamaikan kognisi
tidak etis mereka dengan nilai-nilai inti mereka. Akibatnya, mereka mencari alasan
untuk melakukan pembenaran yang logis atas pemikiran, niat, dan perilaku sehingga
mereka dapat meyakinkan diri bahwa mereka tidak melanggar standar moral mereka
(Tsang, 2002).
B. Collusion Between Perpetrators
Penelitian terkini mengenai fraud laporan keuangan menunjukkan bahwa hampir semua
penipuan laporan keuangan dilakukan oleh beberapa pemain yang bekerja sama dalam
sebuah organisasi / perusahaan. Sehingga, perlu dipahami hubungan yang terjadi anatara
pelaku utama dengan pelaku lainnya untuk berkonspirasi melakukan fraud. Namun,
belum dapat diketahui bagaimana proses satu individu merekrut individu lainnya untuk
berpartisipasi. Dalam fraud triangle hanya menjelaskan mengapa satu individu terlibat
dalam melakukan fraud terhadap laporan keuangan, namun tidak menjelaskan tentang
seberapa besar atau seberapa banyak individu yang terlibat dalam fraud tersebut, karena
hanya terbatas dalam memberikan pandangan psikologis mengenai persepsi satu orang
dan mengapa dia dapat memilih untuk berpartisipasi dalam perilaku penipuan melalui
tekanan, peluang, dan rasionalisasi di bawahan selama proses perekrutan.

Anda mungkin juga menyukai