Dosen Pengampu:
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Disusun Oleh:
Nama :DESI MAULINA
NIM :C1G020063
Prodi/Kelas :AGRIBISNIS / B
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………. 2
a) PENGERTIAN ISBD……………………………………………………………………………………. 3
b) KONSEP ISBD………...………………………………………………………………………………… 3
c) TUJUAN ISBD………...…………………………………………………………………………………. 4
a) PENGERTIAN………………………………………………………….……………………………….. 5
b) FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB……………………………………………………………….……… 6
a) TEORI KEBUDAYAAN………………………………………………………………………………….. 9
b) TEORI INTERAKSI……………………………………………………………………………………….10
Istilah ISBD pertama kali dikembangkan di Indonesia untuk menggantikan istilah basic
humanitiesm yang berasal dari istilah dalam bahasa Inggris yaitu “the Humanities”. Munculnya
istilah humanities itu sendiri asalnya yaitu dari bahasa latin humnus yang mempunyai arti
manusia, berbudaya dan halus.
Ketika belajar tentang the humanities seseorang diharapkan bisa menjadi orang yang lebih
manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa the
humanities memiliki kaitan erat dengan nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau
manusia berbudaya.
Oleh karena itulah Ilmu Sosial Budaya Dasar bukanlah suatu disiplin ilmu yang berdiri
sendiri, tapi merupakan suatu rangkaian pengetahuan yang berkaitan dengan aspek-aspek yang
paling mendasar dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang berbudaya, dan
masalah-masalah yang terwujud daripadanya.
Definisi ISBD (Ilmu Sosial Budaya Dasar) menurut para ahli, antara lain;
1. Kian Amboro, Definisi Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD) yaitu ilmu pengetahuan
yang dinilai bisa berkontribusi secara nyata dalam meningkatkan pengetahuan dasar
yang mampu melakukan kajian pada masalah-masalah sosial kemanusiaan dan
kebudayaan.
A. PENGERTIAN
2. Samuel Koening
Perubahan sosial menunjukkan pada modifikasi - modifikasi yang terjadi dalam pola-
pola kehidupan manusia. Modifikasi-modifikasi tersebut terjadi karena sebab-sebab
internal maupun eksternal.
3. Koentjaraningrat
Kebudayaan merupakan keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus
dibiasakan dengan belajar, serta keseluruhan hasil budi dan karya tersebut.
Kebudayaan memiliki tiga wujud yaitu :
a) Ide-ide, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang abstrak.
b) Kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat (sistem
sosial).
c) Benda-benda hasil karya manusia yang berupa fisik.
Perubahan sosial tidak dapat dilepaskan dari perubahan kebudayaan, Hal ini disebabkan
kebudayaan merupakan hasil dari adanya masyarakat, sehingga tidak akan ada kebudayaan
apabila tidak ada masyarakat yang mendukungnya dan tidak ada satu pun masyarakat yang
tidak memiliki kebudayaan,
➢ Faktor-faktor penyebab
• Faktor Internal
Pemicu Perubahan Sosial Budaya Faktor internal merupakan faktor-faktor yang
berasal dari dalam masyarakat itu sendiri, baik yang berupa kolektif ataupun individu.
Dalam faktor internal terdapat empat hal yang menjadi penyebab terjadinya
perubahan sosial budaya pada masyarakat.
Berikut sejumlah faktor penyebab perubahan sosial budaya dari kategori internal
faktor Eksternal
Pemicu Perubahan Sosial Budaya Faktor Eksternal ialah faktor-faktor penyebab
perubahan sosial yang berasal dari luar masyarakat.
1. Teori Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat (2000:181) kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari
bahasa sangsakerta ”buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau
“akal”. Jadi Koentjaraningrat, mendefinisikan budaya sebagai “daya budi” yang berupa cipta,
karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu.
Culture dari kata Latin colere “mengolah”, “mengerjakan”, dan berhubungan dengan
tanah atau bertani sama dengan “kebudayaan”, berkembang menjadi” “segala daya upaya serta
tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam”. (Koentjaraningrat. 2003:74)
Pada awalnya, konsep kebudayaan yang benar-benar jelas yang pertama kalinya di
perkenalkan oleh Sir Edward Brnett Taylor. Seorang ahli Antropologi Inggris pada tahun 1871,
mendefinisikan kebudayaan sebagai kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, hukum, mora, kebiasaan, dn lain-lain. Pada waktu itu, banyak sekali
definisi mengenai kebudayaan baik dari par ahli antropologi, sosiologi, filsafat, sejarah dan
kesusastraan. Bahkan pada tahun 1950, A.L. Kroeber dan Clyde Kluchkhon telah berhasil
mengumpulkan lebih dari serats definisi ( 176 definisi ) yang diterbitkan dalam buku
berjudul Culture : A Critical Review of Concept and Definition (1952).
Menurut Atmadja, teori kebudayaan adalah kebudayaan yang timbul sebagai suatu
usaha budi daya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan di daerah-daerah seluruh Indonesia,
terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuj kearah kemajuan adab,
budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang
dapat mengembangkan atau memperkaya kebudayaan itu sendiri, serta mempertinggi derajat
kemanusiaan bangsa Indonesia.
Secara garis besar hal yang dibahas dalam teori kebudayaan adalah memandang
kebudayaan sebagai, (a)Sistem adaptasi terhadap lingkungan.(b)Sistem tanda.(c) Teks, baik
memahami pola-pola perilaku budaya secara analogis dengan wacana tekstual, maupun
mengkaji hasil proses interpretasi teks sebagai produk kebudayaan.(d) Fenomena yang
mempunyai struktur dan fungsi. (e) Dipandang dari sudut filsafat.
Dalam mengkaji kebudayaan, unit analisa atau obyek dari kajiannya dapat
dikategorikan kedalam lima jenis data, yaitu, (a) artifak yang digarap dan diolah dari bahan-
bahan dalam linglkungan fisik dan hayati, (b) perilaku kinetis yang digerakkan oleh ot ot
manusia, (c) perilaku verbal yang mewujudkan diri ke dalam dua bentuk yaitu (d) tuturan yang
terdiri atas bunyi bahasa yang dihasilkan oleh pita suara dan otot-otot dalam rongga mulut dan
(e) teks yang terdiri atas tanda-tanda visual sebagai representasi bunyi bahasa atau perilaku
pada umumnya. Baik artifak, teks, maupun periaku manusia memperlihatkan tata susunan atau
pola keteraturan tertentu yang dijadikan dasar untuk memperlakukan hal-hal itu sebagai data
yang bermakna, karena merupakan hasil kegiatan manusia sebagai mahluk yang terikat pada
kelompok atau kolektiva, dan karena keterikatan itu mewujudkan kebermaknaan itu.
Sebelum lebih lanjut memahami teori kebudayaan ada baiknya kita meninjau terlebih
dahulu wilayah kajian kebudayaan, atau lebih tepatnya Ilmu Pengetahuan Budaya. Jika menilik
pembagian keilmuan seperti yang diungkapkan oleh Wilhelm Dilthey dan Heinrich Rickert,
mereka membagi ilmu pengetahuan ke dalam dua bagian, yaitu Naturwissenschaften (ilmu
pengetahuan alam) dimana dalam proses penelitiannya berupaya untuk menemukan hukum-
hukum alam sebagai sumber dari fenomena alam. Sekali hukum ditemukan, maka ia dianggap
berlaku secara universal untuk fenomena itu dan gejala-gejala yang berkaitan dengan fenomena
itu tanpa kecuali. Dalam Naturwissenschaften ini yang ingin dicari adalah penjelasan (erklär
en) suatu fenomena dengan menggunakan pendekatan nomotetis.
Hal lain adalah Geisteswissenschaften (ilmu pengetahuan batin)atau oleh Rickert disebut
dengan Kulturwissenschaften (ilmu pengetahuan budaya) dimana dalam tipe pengetahuan ini
lebih menekankan pada upaya mencari tahu apa yang ada dalam diri manusia baik sebagai
mahluk sosial maupun mahuk individu. Terutama yang berkaitan pada faktor-faktor yang
mendorong manusia untuk berperilaku dan bertindak menurut pola tertentu. Upaya
memperoleh pengetahuan berlangsung melalui empati dan simpati guna memperoleh
pemahaman (verstehen) suatu fenomena dengan menggunakan pendekatan ideografis.
Terlepas dari itu semua maka kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu fenomena sosial
dan tidak dapat dilepaskan dari perilaku dan tindakan warga masyarakat yang mendukung atau
menghayatinya. Sebaliknya, keteraturan, pola, atau konfigurasi yang tampak pada perilaku dan
tindakan warga suatu masyarakat tertentu dibandingkan perilaku dan tindakan warga
masyarakat yang lain, tidaklah dapat dipahami tanpa dikaitkan dengan kebudayaan.
Mengenai pembagian wilayah keilmuan ini terdapat kerancuan terutama yang berkenaan
dengan peristilahan human science dan humanities. Pada masa Yunani dan Romawi,
pendidikan yang berkaitan dengan humanities adalah yang berkaitan dengan pemberian
keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan agar seseorang mempunyai
kemampuan untuk mengembangkan potensi dirinya tentang kemanusian yang berbudi dan
bijaksana secara sempurna. Adapun mata pelajaran yang diberikan untuk mencapai hal itu
adalah filsafat, kesusastraan, bahasa (reotrika, gramatika), seni rupa dan sejarah. Maka dari
penjelasan ini, humanities atau humaniora lebih mendekati pada ilmu pengetahuan budaya.
Berbicara tentang kebudayaan maka tidak bisa terlapsa dari peradaban. Berikut ini
beberapa dimensi dari peradaban, diantaranya, pertama, Adanya kehidupan kota yang berada
pada tingkat perkembangan lebih „tinggi“ dibandingkan dengan keadaan perkembangan
didaerah pedesaan. Kedua, Adanya pengendalian oleh masyarakat dari dorongan-dorongan
elementer manusia dibandingkan dengan keadaan tidak terkendalinya atau pelampiasan dari
dorongan-dorongan itu.
Selain menganggap corak kehidupan kota sebagai lebih maju dan lebih tinggi
dibandingkan dengan corak kehidupan di desa, dalam pengertian peradaban terkandung pula
suatu unsur keaktifan yang menghendaki agar „kemajuan“ itu wajib disebarkan ke masyarakat
dengan tingkat perkembangan yang lebih rendah, yang berada di daerah-daerah pedesaan yang
terbelakang.
Peradaban sebenarnya muncul setelah adanya masa kolonialisasi dimana ada semangat
untuk menyebarkan dan menanamkan peradaban bangsa kolonial dalam masyarakat
jajahannya, sehingga pada masa itu antara masyarakat yang „beradab“ dan „kurang beradab“
dapat digeneralisasikan sebagai corak kehidupan barat versus coak kehidupan bukan
barat.Unsur lain yang terkandung dalam makna „peradaban adalah kemajuan sistem
kenegaraan yang jelas dapat dikaitkan dengan pengetian civitas. Implikasinya adalah bahwa
penyebaran sistem politik barat dapat merupakan sarana yang memungkinkan penyebaran
unsur-unsur peradaban lainnya. Corak kehidupan kota atau kehidupan yang beradab pada
hakikatnya berarti tata pergaulan sosial yang sopan dan halus, yang seakan-akan mengikis dan
melicinkan segi-segi kasar.
Dari penjelasan definisi peradaban diatas yang hampir merangkum semua unsur adalah
definisi yang diambil dari bahasa Belanda (beschaving) yang mengatakan bahwa peradaban
meliputi tatacara yang memungkinkan berlangsungnya pergaulan sosial yang lancar dan
sesuai dengan norma-norma kesopanan yang berlaku dalam masyarakat barat.
Keragaman teori kebudayaan dapat ditinjau dari dua perspektif, yaitu, (a) perspektif
perkembangan sejarah yang melihat bahwa keragaman itu muncul karena aspek-aspek
tertentu dari kebudayaan dianggap belum cukup memperoleh elaborasi. Dan (b) perspekif
konseptual yang melihat bahwa keragaman muncul karena pemecahan permasalahan
konseptual terjadi menurut pandangan yang berbeda-beda. Dalam memahami kebudayaan
kita tidak bisa terlepas dari prinsip-prinsip dasarnya. de Saussure merumuskan setidaknya ada
tiga prinsip dasar yang penting dalammemahami kebudayaan, yaitu:
1. Tanda (dalam bahasa) terdiri atas yang menandai (signifiant, signifier, penanda)
dan yang ditandai (signifié, signified, petanda). Penanda adalah citra bunyi
sedangkan petanda adalah gagasan atau konsep. Hal ini menunjukkan bahwa
setidaknya konsep bunyi terdiri atas tiga komponen (1) artikulasi kedua bibir, (2)
pelepasan udara yang keluar secara mendadak, dan (3) pita suara yang tidak
bergetar.
2. Gagasan penting yang berhubungan dengan tanda menurut Saussure adalah tidak
adanya acuan ke realitas obyektif. Tanda tidak mempunyai nomenclature. Untuk
memahami makna maka terdapat dua cara, yaitu, pertama, makna tanda ditentukan
oleh pertalian antara satu tanda dengan semua tanda lainnya yang digunakan dan
cara kedua karena merupakan unsur dari batin manusia, atau terekam sebagai kode
dalam ingatan manusia, menentukan bagaimana unsur-unsur realitas obyektif
diberikan signifikasi ataukebermaknaan sesuai dengan konsep yang terekam.
2. Teori Interaksi
Pembahasan terkait dengan interaksi sosial sudah dijelaskan oleh beberapa ahli
sosiologi pada era abad ke-19 dan awal 20. Di antaranya ialah George Herbert Mead
dan Erving Goffman.
Keduanya menjelaskan interaksi sosial sebagai suatu bentuk aktivitas individu yang
dapat menjadi faktor pembentuk kepribadian dari setiap orang. Kedua sosiolog itu juga
merumuskan teori tentang interaksi sosial, yakni Interaksionisme Simbolik dan
Dramaturgi.
Contoh interaksionisme simbolik dalam aktivitas sehari-hari yaitu ketika kita sedang
melakukan aktivitas berbelanja di mana terdapat pelayan yang menawarkan berbagai
produk. Oleh karena itu dalam hal ini kita akan menempatkan diri sebagai seorang
konsumen. Interaksionisme simbolik pada contoh ini memberikan makna atas suatu
peran dan juga aktivitas pada setiap individu.
• Teori Dramaturgi
Ada beragam jenis interaksi sosial yang dipelajari dalam sosiologi. Secara umum,
mengutip isi dari penjelasan di publikasi Kemdikbud, jenis interaksi sosial bisa
terbagi menjadi tiga, yakni hubungan orang per-orang, relasi individu dan kelompok,
serta hubungan antar-kelompok. Pembagian jadi 3 jenis ini didasari atas subyek yang
terlibat dalam interaksi.
➢ Komunikasi Non-Verbal
Proses komunikasi ini dilakukan tanpa adanya aktivitas verbal antar individu.
Jenis interaksi sosial seperti ini banyak ditemukan dewasa ini seperti dalam
aktivitas media sosial.
➢ Kerja sama Proses ini merupakan suatu kegiatan kerja atau melakukan
sesuatu secara bersamaan antara dua orang individu atau lebih. Kerja sama
bisa terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu dipaksakan, sukarela, dan tidak
disengaja.
➢ Konflik Dalam sosiologi, konflik dianggap sebagai hal yang normal yang ada
dalam suatu interaksi sosial
➢ . Hal tersebut dapat terjadi akibat adanya kepentingan pribadi atau perebutan
suatu kendali atas sumber daya yang langka.
➢ Kompetisi Kompetisi juga wajar dalam aktivitas interaksi sosial. Kompetisi
memicu terjadinya interaksi sosial satu sama lain dalam suatu kelompok,
yakni antar-individu, ataupun antarkelompok.
BAB IV
Membaca pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan, tidak bisa lepas dari teori
motivasi yang menjadi landasannya. Ada tujuh konsep dasar yang digunakan Maslow dalam
memahami manusia secara menyeluruh di antaranya adalah: Pertama, manusia adalah individu
yang terintegrasi penuh. Kedua, karakteristik dorongan atau kebutuhan yang muncul tidak bisa
dilokasikan pada satu jenis kebutuhan tertentu. Ketiga, kajian tentang motivasi harus menjadi
bagian dari studi tentang puncak tujuan manusia. Keempat, teori motivasi tidak dapat
mengabaikan tentang kehidupan bawah sadar. Kelima, keinginan yang mutlak dan fundamental
manusia adalah tidak jauh dari kehidupan sehari-harinya. Keenam, keinginan yang muncul dan
disadari, seringkali merupakan pencetus dari tujuan lain yang tersembunyi. Ketujuh, teori
motivasi harus mengasumsikan bahwa motivasi adalah konstan dan tidak pernah berakhir, dan
masih ada beberapa konsep dasar lainnya.
Teori motivasi Maslow ini berguna untuk memberikan argumen yang kuat dalam
penggunaan struktur kebutuhan sebagai penggerak motivasi manusia secara menyeluruh. Inilah
yang menjadi ciri khas pemikiran Maslow sebelum ada filsafat manusia sebelumnya. Yaitu
tentang kebutuhan manusia. Struktur teori Maslow yang menyeluruh dibangun atas landasan
hierarki kebutuhan yang lain.
Tidak bisa dimungkiri bahwa seluruh manusia pasti memiliki kebutuhan. Kebutuhan
muncul sebagai upaya manusia untuk mempertahankan hidupnya.
Kebutuhan manusia memang bermacam-macam, tapi ada satu teori terkenal yang bisa
menjelaskan konsep kebutuhan manusia. Teori tersebut adalah teori hierarki kebutuhan yang
dikemukakan oleh Abraham Maslow. Abraham Maslow sendiri merupakan tokoh psikologi
asal Amerika Serikat.
Menurut Maslow, kebutuhan manusia tersusun dalam suatu hierarki. Disebut hierarki karena
memang manusia memenuhi kebutuhannya secara berjenjang.
Manusia akan berusaha memenuhi satu jenjang kebutuhan terlebih dahulu. Setelah jenjang
pertama terpenuhi, maka manusia akan mencoba memenuhi kebutuhan yang ada di jenjang
berikutnya.
Dilansir dari buku Perilaku Organisasi (2008) karya Stephen P. Robbins dan Timothy A.
Judge, dijelaskan lima hierarki kebutuhan dari Abraham Maslow, yaitu:
Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan yang menempati posisi kedua dari hierarki
Maslow. Kebutuhan rasa aman ini meliputi kebutuhan keamanan dan perlindungan dari
bahaya fisik dan emosi.
Kebutuhan ini didapatkan setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi. Kebutuhan rasa aman
dipenuhi untuk mendukung pemenuhan kebutuhan lain agar bisa terus berjalan dengan baik.
• Kebutuhan sosial
Kebutuhan sosial merupakan kebutuhan yang menempati posisi ketiga dari hierarki Maslow.
Kebutuhan sosial ini meliputi kebutuhan kasih sayang, rasa memiliki, bersosialisasi,
penerimaan, dan persahabatan.
Manusia sejatinya adalah makhluk sosial, tidak mengherankan jika manusia membutuhkan
sosialisasi dalam menjalani hidupnya. Sebab dalam menjalani hidupnya, manusia senantiasa
membutuhkan bantuan dari orang lain.
• Kebutuhan penghargaan
Kebutuhan penghargaan merupakan kebutuhan yang menempati posisi keempat dari hierarki
Maslow. Dalam buku Perilaku Organisasi (2018) karya Timotius Duha, dijelaskan bahwa
kebutuhan penghargaan meliputi faktor-faktor internal seperti harga diri, otonomi, dan
prestasi serta faktor-faktor eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian. Kebutuhan
penghargaan atau disebut juga kebutuhan harga diri merupakan hak untuk memperoleh dan
kewajiban untuk meraih atau mempertahankan pengakuan dari orang lain.
Pengakuan akan diperoleh seseorang apabila telah sukses dalam memenuhi kebutuhan
sosialnya. Kebutuhan ini bisa menjadi sangat ambisius apabila yang memenuhi kebutuhan ini
adalah seseorang yang sering mencari status.
• Kebutuhan aktualisasi
Diri Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang menempati posisi tertinggi dari
hierarki Maslow. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk mengembangkan potensi yang
ada pada diri sendiri, kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan diri, serta kebutuhan untuk
menjadi orang yang lebih baik.
Kebutuhan ini umumnya jarang dipenuhi oleh seseorang. Sebagian besar orang-orang hanya
fokus pada kebutuhan fisik, rasa aman, sosial, dan harga diri.
Kebutuhan ini biasanya hanya dipenuhi oleh orang-orang yang ingin menaklukkan
kemampuan dirinya dan yang berani menerima tantangan dari luar.
Tujuan utama pemenuhannya adalah untuk memperoleh kepuasan batin dan meningkatkan
kepercayaan diri.
BAB V
SOLIDARITAS SOSIAL KOTA DAN DESA (MEKANIS-ORGANIS,
GEMEINSCHAFT-GESSELSCHAFT, PAGUYUBAN-PATEMBAYAN)
➢ Gemeinschaft.
Gemeinschaft dalam bahasa Inggris disebut communal society atau masyarakat komunal.
Dalam bahasa Indonesia disebut paguyuban.
Biasanya paguyuban lahir dari dalam diri individu ditandai dengan rasa solidaritas dan
identitas yang sama. Keinginan untuk berhubungan didasarkan atas kesamaan dalam
keinginan dan tindakan.
1. Gemeinschaft ikatan darah, hubungannya didasarkan pada ikatan darah atau keturunan
2. Gemeinschaft ikatan tempat, hubungannya didasarkan pada kedekatan tempat
tinggal atau kesamaan lokasi
3. Gemeinschaft ikatan ideologi/pemikiran, hubungannya didasarkan pada
kesamaan ideologi meskipun tidak memiliki ikatan darah maupun tempat tinggal yang
berdekatan
Hubungan gemeinschaft mudah ditemui pada masyarakat rural yang rata-rata masih
bekerja sebagai petani. Tipikal masyarakat ini masih tradisonal dengan sistem kekeluargaan
dan kekerabatan yang masih sangat kuat yang masih memegang tradisi yang mengedepankan
prinsip berdasarkan nilai bersama. Komposisi masyarakat bersifat homogen dengan interaksi
sosial bersifat emosional. Pembagian kerja masih sederhana dan tatanan sosial dibentuk oleh
tradisi. Peran agama dalam pengorganisasian sosial masih dominan dan hubungan
sosial didominasi oleh kerjasama.[3]
Sedangkan pada hubungan gesellschaft mudah ditemui pada masyarakat urban. Tipikal
masyarakat ini sudah mulai modern dan berorientasi ke industri yang ditandai dengan
melemahnya tradsi. Sistem kekeluargaan dan kekerabatan melemah, tindakan
sosial berdasarkan komando dan mengedepankan prinsip efisiensi. Komposisi masyarakat
bersifat heterogen, dengan interaksi sosial bersifat rasional. Pembagian kerja bersifat kompleks
dan tatanan sosial dibentuk oleh birokrasi. Pada masyarakat gesellschaft peran ilmu
pengetahuan ilmiah dalam pengorganisasian sosial lebih dominan. Hubungan sosial
masyarakat gesellscahft didominasi oleh kompetisi
DAFTAR PUSTAKA