Anda di halaman 1dari 10

KANDUNGAN MAKNA AL-QUR’AN DAN SUNNAH

“HARAM, MAKRUH, dan MUBAH


Dosen Pengampu: Abdul Ghofur S.Ag., M.A
makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Al-Qur’an Hadits

Disusun oleh:
Bhara Elang 11180183000067

SEMESTER 4
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan benar dan tepat waktu. Penulis menyusun
makalah yang berjudul tentang “ Haram, Makruh, dan Mubah ”.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW. Beserta keluarga dan para sahabatnya, yang telah memberdayakan umatnya
melalui dakwah dan pendidikan sehingga dapat melaksanakan pengabdiannya kepada Allah
SWT. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari dosen Pengampu mata kuliah Al-Qur’an Hadits dan rekan-rekan yang sekiranya dapat
memperbaiki kesalahan atau kekurangan makalah ini selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi
segala usaha kita, Aamiin.

Jakarta, 9 Juni 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………….……. i

DAFTAR ISI ……….................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………......... 1

A. Latar Belakang …………………………………………………………………………. 1

B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………………... 1

C. Tujuan ………………………………………………………………………………....... 1

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………………...... 2

A. Definis Haram, Makruh, dan Mubah ………………………………………………… 2

B. Indikator Haram, Makruh, dan Mubah ……………….……………………………... 4

C. Contoh Haram, Makruh dan Mubah …………............................................................ 4

BAB III PENUTUP ………………………………………………………………………...…... 6

A. Kesimpulan ………………………………………………………………………........... 6

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum bid’ah adalah segala sesuatu yang dilakukan tanpa ada contoh sebelumnya.
Pengertian ini didasarkan pada hadits Rasulullah ‫ ﷺ‬yang diriwayatkan dari
Abdullah bin Masúd radliyallahu ‘anhu sebagai berikut:

ٌ‫ضاللَة‬
َ ‫ َوإِ َّن ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬، ٌ‫ َوإِ َّن ُك َّل ُمحْ َدثَ ٍة بِ ْد َعة‬، ‫ور ُمحْ َدثَاتُهَا‬ ُ ُ ِ ‫َوإِيَّا ُك ْم َو ُمحْ َدثَا‬
ِ ‫ فَإ ِ َّن َش َّر األ ُم‬، ‫ور‬
ِ ‫ت األ ُم‬

Artinya: “Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru, karena sejelek-
jelek perkara adalah yang diada-adakan (baru) dan setiap yang baru adalah bid’ah, dan setiap
bid’ah adalah sesat.”
Tidak setiap bid’ah adalah dlalalah, maka secara fiqih bid’ah dapat dikategorikan menjadi
5 (lima), yakni: wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah. Kategorisasi ini berdasarkan
keterangan dari Syekh Izzuddin Abdul Aziz bin Abdussalam As-Salami, dalam kitab Al-
Qawaídu Al-Kubra, Al-Mausum bi Qawaidil Ahkam fi Ishlahil Anam, Darul Qalam, Damaskus,
Cetakan I, Tahun 2000, Juz II, Halaman 337, sebagai berikut:

َ - ِ ‫ْالبِ ْد َعةُ فِ ْع ُل َما لَ ْم يُ ْعهَ ْد فِي َعصْ ِر َرسُو ِل هَّللا‬


ِ ‫ بِ ْد َع ٍة َو‬:‫ َو ِه َي ُم ْنقَ ِس َمةٌ إلَى‬.- ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫ َوبِ ْد َع ٍة‬،‫ َوبِ ْد َع ٍة ُم َح َّر َم ٍة‬،‫اجبَ ٍة‬
‫ َوبِ ْد َع ٍة ُمبَا َح ٍة‬،‫ َوبِ ْد َع ٍة َم ْكرُوهَ ٍة‬،‫َم ْندُوبَ ٍة‬

Artinya, “Bid‘ah adalah melakukan apa yang tidak dijumpai di masa Rasulullah ‫ﷺ‬.
Hukum Bid‘ah terbagi menjadi: wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah.”

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Haram, Makruh dan Mubah?
2. Apa saja Indikator Haram, Makruh dan Mubah?
3. Bagaimana Contoh Haram, Makruh dan Mubah?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi Haram, Makruh dan Mubah.
2. Mengetahui Indikator Haram, Makruh dan Mubah.
3. Mengetahui Contoh haram, Makruh dan Mubah.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Haram, Makruh dan Mubah
1. Haram
Menurut ulama ushul fikih, terdapat dua definisi haram, yaitu dari segi batasan dan
esensinya, serta dari segi bentuk dan sifatnya.

Dari segi batasan dan esensinya, Imam al Ghazali merumuskan haram dengan sesuatu
yang dituntut syari' (Allah SWT dan Rasul-Nya) untuk ditinggalkan melalui tuntutan
secara pasti dan mengikat. Adapun dari segi bentuk dan sifatnya, Imam al Baidawi,
tokoh ushul fikih Mazhab Syafi'i, merumuskan haram dengan 'suatu perbuatan yang
pelakunya dicela'. Ada juga ulama ushul fikih yang menambahkan dalam rumusan
tersebut dengan kalimat '..dan orang yang meninggalkannya dipuji', sebagai lawan
dari pengertian wajib.

Istilah-istilah yang mirip dan semakna dengan haram dalam ushul fikih adalah al-
mahzur (yang dihindari), al-ma'siyah (maksiat), az-zanb (dosa), al-mamnu (yang
dilarang), al-qabih (yang buruk/jelek), as-sai'ah (jelek), al-fahisyah (yang keji), al-ism
(dosa) dan al-mazjur'anh (yang dicegah darinya).

Bagi ulama Mazhab Hanafi, suatu dalil yang menunjuk hukum haram kualitasnya
harus dalil yang qat'i (pasti). Jika dalil tersebut kualitasnya zanni (relatif), maka
mereka disebut makruh tahrim. Sedangkan jumhur ulama ushul fikih tidak
membedakan antara dalil yang qat'i dan yang zanni. Menurut mereka, asal dalil itu
mengacu kepada ungkapan-ungkapan yang mengacu pada keharaman, baik dalilnya
qat'i maupun zanni, maka hukumnya tetap haram.

Sementara itu, pembagian haram ada dua. Apabila keharaman itu terkait dengan
esensi perbuatan, maka disebut dengan haram li zatih (haram karena zatnya). Dan
apabila terkait dengan sesuatu yang di luar esensi yang diharamkan, tetapi berbentuk
ke-mafsadat-an, maka disebut haram li gairih (haram karena yang lain).

Lebih jelasnya, haram li zatih adalah suatu keharaman yang sejak semuka ditentukan
syar'i bahwa hal itu haram, misalnya, memakan bangkai, babi, minum minuman
keras, berzina, membunuh dan memakan harta anak yatim. Keharaman pada hal-hal
di atas adalah keharaman pada zat (esensi) pekerjaan itu sendiri.

Sedangkan haram li gairih yaitu sesuatu yang pada mulanya disyariatkan, akan tetapi
dibarengi oleh suatu yang bersifat mudharat bagi manusia, keharamannya disebabkan
adanya mudharat itu. Contohnya, melaksanakan shalat dengan pakaian yang di-gasab
2
(mengambil barang orang lain tanpa izin), bertransaksi jual beli saat kumandang
adzan shalat Jumatm, atau berpuasa di hari raya Idul Fitri.

Terdapat perbedaan pendapat ulama ushul fikih dalam menentukan hukum perbuatan
haram li zatih itu, apakah batal (batil) atau fasid. Ulama Mazhab Hanafi berpendapat,
dalam persoalan-persoalan muamalah, karena keharamannya bukan pada zatnya,
tetapi disebabkan faktor luar, maka hukumnya fasid (rusak), bukan batal. Akan tetapi,
jika haram li gairih yang menyangkut aspek ibadah, hukumnya adalah batal.

2. Makruh
Makruh (bahasa Arab: ‫ )المكروه‬sebuah istilah fikih tentang suatu amal atau
tindakan yang meskipun tidak haram namun meninggalkannya lebih baik daripada
melakukannya. Makruh atau kemakruhan, terkadang dalam peribadatan dan
terkadang dalam interaksi dan pergaulan, pekerjaan dan transaksi. Makruh dalam
peribadatan berarti berkurangnya pahala ibadah tersebut dibandingkan dengan
ibadah-ibadah yang serupa dengannya dan makruh dalam transaksi berarti
ketidaksukaan Tuhan terhadap pelaksanaannya. Mendirikan salat di sebagian tempat;
seperti kamar mandi dan dapur, dan atau di sebagian keadaan seperti dikuasai rasa
kantuk atau dengan memakai pakaian hitam termasuk peribadatan yang dimakruhkan.
Semua hal-hal yang dimakruhkan tidak dalam satu level dan kemakruhan sebagian
perbuatan lebih keras.
Makruh dalam bahasa diambil dari kata dasar “karaha” yang berarti keberatan
yang membebani seseorang. Dalam istilah fikih juga makruh adalah sebuah amal dan
perbuatan yang meskipun tidak haram namun meninggalkannya lebih baik daripada
melakukannya.
Selain wajib, haram, mustahab dan mubah, makruh merupakan bagian dari hukum
yang lima. Di dalam buku-buku Risalah Amaliyah dan buku-buku fikih yang lain,
selain mengutarakan hal-hal yang wajib dan haram, juga menyebutkan hal-hal yang
dimakruhkan dalam setiap bab fikih, misalnya hal-hal yang makruh di bab makan dan
minum (seperti makruhnya makan daging kuda dan keledai); atau hal-hal makruh
dalam bab istinjak (seperti makruhnya buang air kecil di dalam air atau dalam
keadaan berdiri); atau hal-hal makruh dalam menyembelih binatang (seperti
menyembelih binatang di depan binatang yang lain) dan lain sebagainya. Sayid
Muhammad Kazim Yazdi di dalam buku Urwah al-Wutsqa menuliskan, sebagaimana
hukum taklid dalam seluruh hukum yang lima adalah wajib, dalam hal-hal makruh
pun taqlid kepada mujtahid adalah wajib.

3
 Makruh Tahrimi، Tindakan atau amal makruh yang mana Tuhan sangat
membenci perbuatan tersebut. Seperti meninggalkan hal-hal mustahab
yang ditekankan.
 Makruh Tanzihi, Sebuah amal perbutan yang pelaksanaannya walaupun
ada pelarangan, namun pahala yang diberikan pada amalan tersebut paling
rendah dan sedikitnya pahala amalan-amalan semisalnya. Seperti salat di
tempat yang ada patungnya atau ada foto di dalamnya atau puasa di hari
Asyura. (tentunya dengan syarat bahwa tujuan puasanya adalah bukan
menghina hari tersebut atau mencari berkah dari hari tersebut karena jika
demikian maka hal itu menjadi haram.

3. Mubah

Mubah (bahasa Arab: ‫ )المباح‬adalah istilah fikih yang menunjukkan suatu perbuatan yang
mana seseorang tidak memiliki tugas khusus terkait dengannya, sehingga ketika
dikerjakan atau di tinggalkan hukumnya tetap sama dan tidak memiliki imbalan dan
ganjaran bagi pelaku perbuatan. Oleh karena itu, setiap perbuatan yang tidak memiliki
salah satu dari empat hukum: wajib, haram, mustahab dan makruh, maka perbuatan
tersebut adalah perbuatan yang mubah.

Dalam beberapa riwayat dan literatur, mubah juga dipakai untuk makna umum yaitu
boleh dan halal. Mubah juga memiliki makna lain dan digunakan pada makna yang lebih
khusus dalam hal fikih dan hak-hak perdata yaitu izin kepemilikan sesuatu atau izin
pemanfaatan sesuatu.

Mubah adalah hukum yang paling umum di antara lima hukum dan kebanyakan
tindakan manusia berkaitan dengan hukum ini. Kebanyakan Fukaha Syiah meyakini
keprinsipan hukum mubah (Ashalatul Ibahah); artinya bahwa hukum asli segala sesuatu
adalah mubah kecuali terdapat dalil yang menentangnya.

Makna Mubah
"Ibahah" berasal dari asal kata " ‫ " َب ْو ٌح‬dan "ٌ‫ " ُب وح‬yang berarti diberikan izin. [1]Dan
"Mubah" adalah perbuatan yang boleh (Mujaz) dilakukan.

Dalam istilah fikih, mubah termasuk bagian dari hukum yang lima dan digunakan untuk
perbuatan yang pelaksanaan dan peninggalannya ditinjau dari kaca mata fikih memiliki
dimensi yang sama dan tidak ada penjelasan tentang pahala,siksa, pujian dan celaan
dalam hal itu.[2] Dengan kata lain, mubah adalah perbuatan yang tidak dihukumi wajib,
haram, mustahab dan makruh. Mukallaf dalam melaksanakan atau meninggalkan
perbuatan itu memiliki kebebasan penuh, seperti perbuatan makan atau tidur yang

4
dalam kondisi biasa tidak memiliki hukum dan seseorang dapat melakukan apa saja yang
dikehendaki.

Atas dasar penjelasan diatas, maka mubah dalam ibadah tidak memiliki contoh konkret
(misdak)[3] dan semua perbuatan yang berkaitan dengan ibadah tercakup dalam salah
satu 4 hukum; wajib, mustahab, haram dan makruh.

B. Indikator Haram, Makruh dan Mubah


Hukum haram memiliki indikator bahwa jika kita melakukannya maka akan berdosa
dengan balasan yang sesuai dan jika kita meninggalkannya maka kita mendapatkan pahala.
Hukum makruh, maka akan lebih baik untuk meninggalkannya dan melakukan kegiatan lain
yang lebih bermanfaat untuk kehidupan. Serta, Hukum mubah yaitu boleh dilakukan selama
tidak keluar dari syariat yang sudah Allah perintahkan.
C. Contoh Haram, Makruh dan Mubah
1. Contoh Haram

Haram lighairihi adalah segala sesuatu yang halal tetapi menjadi haram karena
disebabkan oleh hal-hal lain. Jadi, sesuatu yang halal berubah menjadi haram oleh
penyebab lain. Contoh haram lighairihi adalah makanan yang disembelih tanpa
mengucapkan basmallah terlebih dahulu. Pembahasan Haram adalah segala sesuatu
yang dilarang untuk dilakukan karena tidak disukai oleh Allah Swt. Haram dibagi
menjadi dua, yaitu haram lidzatihi dan haram lighairihi. Haram lidzatihi adalah segala
sesuatu yang dari awalnya sudah haram dari dzatnya. Sedangkan haram lighairihi
adalah segala sesuatu yang awalnya halal tetapi berubah menjadi haram karena
penyebab lainnya. Contoh haram lighairihi adalah Daging hewan yang disembelih
atas nama selain Allah Swt. Hewan yang mati karena tercekik, dipukul, terjatuh,
ditanduk hewan lain, diterkam binantang buas. Hewan yang disembelih untuk
berhala,

2. Contoh Makruh
Contohnya ialah berkumur-kumur dan memasukan air ke hidung secara berlebihan
ketika berpuasa, karena dikhawatirkan akan tertelan sehingga membatalkan puasa.
Demikian juga melambat-lambatkan pelaksanaan shalat ashar sampai mendekati waktu
shalat maghrib. Secara garis besar, makruh dibagi menjadi dua bagian, yaitu : makruh
tahrim dan makruh tanzih.

 Makruh Tahrim

5
Contohnya ialah larangan mengkhitbah wanita yang sedang dalam khitbahan
orang lain. Perbuatan ini dimakruhkan karena akan menimbulkan sakit hati
diantara orang yang mengkhitbah.

 Makruh Tanzih

Contohnya ialah memakan daging kuda dan meminum susunya dikala sangat
butuh diwaktu peperangan.

3. Contoh Mubah

Mubah merupakan sesuatu yang boleh dilakukan tetapi jika dilakukan tidak berdosa. Contoh
perbuatan mubah: makan, minum, memilih warna baju, bercanda, tertawa, dan lain sebagainya.

6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hukum Haram (Arab: ‫ ح‡‡رام‬ḥarām) adalah sebuah status hukum terhadap suatu
aktivitas atau keadaan suatu benda (misalnya makanan). Aktivitas yang berstatus
hukum haram atau makanan yang dianggap haram adalah dilarang secara keras.
Orang yang melakukan tindakan haram atau makan binatang haram ini akan
mendapatkan konsekuensi berupa dosa.
2. Hukum Makruh adalah sebuah status hukum terhadap suatu aktivitas dalam dunia
Islam. Aktivitas yang berstatus hukum makruh dilarang namun tidak terdapat
konsekuensi bila melakukannya. Atau dengan kata lain perbuatan makruh dapat
diartikan sebagai perbuatan yang sebaiknya tidak dilakukan.
3. Hukum mubah yaitu boleh dilakukan selama tidak keluar dari syariat yang sudah
Allah perintahkan.

Anda mungkin juga menyukai