GANGGUAN JIWA
SKRIPSI
17081337
FAKULTAS PSIKOLOGI
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
ternyata terjadi hampir di seluruh negara di dunia. Data WHO (2016), terdapat
sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena
Serikat tahun 2013, sekitar 61,5 juta penduduk yang berusia lebih dari 18 tahun
mengalami gangguan jiwa, 13,6 juta diantaranya mengalami gangguan jiwa berat
Gangguan jiwa dapat menyerang semua usia dan kapan saja. Berdasarkan data
mencapai sekitar 1,7 juta orang atau sebanyak 7 per mil penduduk. Sedangkan
prevalensi depresi 6,1 per mil pada penduduk berusia lebih dari 15 tahun. Data
rata tiap bulan menerima pasien Poli Jiwa sebanyak 129 pasien yang datang untuk
berobat.
peran dan tugas anggota keluarga untuk mendukung proses penyembuhan anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Berubahnya fungsi peran dan tugas
anggota keluarga dapat mempengaruhi beban yang dirasakan keluarga, baik itu
Dijelaskan dalam UU No. 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, bahwa Orang
Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan dalam
pikiran, perilaku, dan perasaan yang terwujud dalam bentuk gejala-gejala atau
hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia. Menurut Nuryati dan
(2018) sebagian gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang berkaitan dengan
gangguan tingkah laku yang berat seperti kekerasan, perilaku seksual yang tidak
pantas, seperti skizofrenia. Tetapi, banyak juga orang dengan gangguan jiwa yang
bertingkah laku dan tampak biasa saja, seperti depresi, kecemasan, gangguan
seksual, gangguan ketergantungan zat adiktif, alkohol, dan rokok. Gejala utama
gangguan jiwa meliputi: gejala fisik (somatik) yang mempengaruhi tubuh dan
persepsi.
Adanya dukungan dari keluarga dan dukungan sosial dari masyarakat akan
penting (Eny dan Herdiyanto, 2018). Hal ini sejalan dengan Larson dan Corrigan
ODGJ. Dengan adanya dukungan dari keluarga penting untuk kesembuhan ODGJ
interaksi yang baik antara anggota keluarga, dan saling memahami dan mengerti
satu sama lain. Dengan begitu, komunikasi antara keluarga terasa aman, nyaman
dan saling terbuka. Ketika ada masalah, keluarga bisa menjadi tempat yang baik
untuk bercerita dan menjadi pendengar yang baik serta memberikan solusi dari
lingkungan baik fisik, sosial maupun psikologis yang sehat, maka proses
pemulihan ODGJ akan lebih cepat. Keluarga perlu mempunyai sikap menerima
antara lain makan, minum, cukur rambut, berpakaian, eliminasi, istirahat/ tidur,
dan interaksi. Kemampuan keluarga dalam merawat ODGJ sangat penting bagi
kesembuhan ODGJ (Sulastri, 2018). Selain itu, pengalaman dan pengetahuan
rekan kerja, pemerintah maupun tenaga kesehatan. Peran sosial dalam mendukung
ODGJ. Pada perannya, masyarakat dapat memberikan saran dan dukungan kepada
keluarga ODGJ agar fokus merawat ODGJ. Selain itu, pemerintah dan tenaga
perlu diketahui oleh keluarga ODGJ. Dengan begitu beban keluarga ODGJ
bergantung satu sama lain dalam memenuhi kebutuhan hidup dan bagi
kelompok sosial dalam lingkungannya. Hal ini dapat memunculkan pola pikir
‘kita’ dan ‘mereka’. Seperti yang diungkapkan Baron dan Byrne (2003) sikap
yang cenderung negatif suatu kelompok terhadap anggota dari kelompok sosial
tertentu atau disebut prasangka. Prasangka merupakan wujud dari tidak ada
toleransi.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Baron dan Byrne (2003) bahwa diskriminasi adalah
perilaku negatif yang ditujukan anggota kelompok sosial yang mendapat
perilaku, baik itu dari penyedia layanan penanganan kesehatan jiwa maupun dari
masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa berat. Sedangkan teori yang dari
stigma yang terdiri dari isyarat, stereotipe (pengabaian), dan prasangka. Stereotipe
jiwa. Prasangka merupakan masalah sikap, baik sikap penderita terhadap diri
dan intim, dan diskriminasi di tempat kerja. Beberapa respon masyarakat terhadap
tidak suka. Sehingga keluarga dengan ODGJ merasa malu dan hubungan social
malu karena memiliki anggota keluarga ODGJ. Hasil penelitian Rosdiana (2018)
juga menemukan bahwa keluarga merasa marah dan merasa ODGJ menyusahkan
dan membuat malu keluarga. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara yang
dilakukan oleh peneliti bahwa U, MK, dan RS merasa malu memiliki salah satu
jiwa merupakan beban, yang mana merupakan beban psikologi seperti putus asa
dengan kondisi yang dialami ODGJ, rasa marah, takut terhadap perilaku ODGJ,
Penelitian menunjukkan keluarga itu anggota dan teman dipengaruhi oleh stigma
publik (Corrigan, 2005). Sampai saat ini, stigma masyarakat terhadap gangguan
jiwa masih dirasakan oleh keluarga. Hasil penelitian selanjutnya, Dewi, dkk.
dapat berefek secara negatif terhadap rerata kesembuhan penderita gangguan jiwa.
Depresi Berat oleh psikiater sejak 8 tahun yang lalu. MK merupakan ayah
kandung dari F yang selalu mengantar berobat. Ayahnya terkadang merasa berat
ibu kandungnya yang merawat F dalam hal kebersihan seperti mandi, pakaian
kalau dia merasa malu kepada teman-temannya karena keadaan kakaknya yang
dianggapnya tidak normal, R juga merasa kasihan karena dia dijauhi banyak orang
saat ini merupakan kesalahan orang tuanya yang terlalu memaksa F dan tidak
mendengarkan keinginan F.
menimbulkan beban tersendiri, baik beban tenaga, beban ekonomi, maupun beban
yang sakit merupakan pengalaman yang terbentuk karena adanya suatu interaksi
yang lama terhadap suatu kejadian. Pengalaman hidup seseorang yang buruk
dapat menjadi beban hidup untuk keluarga yang dapat menyebabkan stress
(Tololiu,dkk, 2019).
bahwa tingkat stress pada keluarga yang memiliki orang dengan gangguan jiwa di
oleh 30% keluarga dalam menghadapi anggota keluarga penderita gangguan jiwa
mengenai gangguan jiwa. Dimana masyarakat ada yang percaya bahwa gangguan
jiwa disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat
guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah
ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap gangguan
jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat (Lubis, Krisnani, &
Fedryansyah, 2014). Selain itu, adanya stigma negatif dari masyarakat terhadap
pembicaraan (Varamitha, Akbar, & Elyani 2014). Sehingga hal tersebut dapat
kesejahteraan, dan komunitas individu (Farreky, dkk., 2014). Dari uraian diatas,
beban sosial.
Disisi lain, ada juga masyarakat yang sudah mulai menerima dengan
keberadaan ODGJ. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulastri, Yoga,
terhadap orang dengan gangguan jiwa semakin baik. Saat ini, baik terhadap
ODGJ lemah dengan masyarakat yang peduli terhadap ODGJ sangat sedikit,
dengan nilai median 34 untuk masyarakat yang menganggap ODGJ lemah dan
dalam mengenai diskriminasi pada keluarga orang dengan gangguan jiwa. Peneliti
ODGJ dan apa saja bentuk diskriminasi yang didapatkan oleh keluarga ODGJ.
hal yang subjektif karena sesuai pengalaman pribadi, oleh sebab itu penelitian
kuantitatif-deskriptif diperlukan.
B. Tujuan Penelitian
C. Manfaat Penelitian
manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
pengetahuan, khususnya dibidang ilmu psikologi klinis dan menjadi salah satu
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi masyarakat. Agar
b. Bagi Profesi
c. Bagi Peneliti
Sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan bagi peneliti mengenai
memiliki ODGJ.