Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus Dengue yang

ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti yang banyak ditemukan di daerah

beriklim tropis dan subtropis. Penyakit DBD merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat yang sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB)

dengan kematian yang besar (Lestari, dkk. 2011).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah

tropis dan sub-tropis, dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Terhitung sejak tahun

1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara

Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit

DBD sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

yang utama di Indonesia, karena jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan

penduduk (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Penyakit DBD merupakan penyakit endemis di Indonesia, sejak pertama

kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, jumlah kasus terus

meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara

sporadik terjadi KLB setiap tahun, KLB yang terbesar terjadi pada tahun 1998

dilaporkan dari 16 propinsi dengan IR 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR
2,0%, kemudian menurun pada tahun 1999 dengan IR 10,17 per 100.000

penduduk, mengalami peningkatan kembali pada tahun 2000 dengan IR 15,99 per

100.000 penduduk dan kembali meningkat pada tahun 2001 dengan IR 21,66 per

100.000 penduduk, kembali menurun pada tahun 2002 yaitu IR 19, 24 per

100.000 penduduk dan meningkat tajam kembali pada tahun 2003 yaitu IR 23,87

per 100.000 penduduk . Data ini menunjukkan DBD di Indonesia menjadi

fenomena yang sangat sulit diatasi dimana kejadian DBD setiap tahunnya

berfluktuasi (Dahlia, 2012).

Pada tahun 2008 dijumpai kasus DBD di Indonesia sebanyak 137.469

kasus dengan CFR 0,86% dan IR sebesar 59,02 per 100.000 penduduk, dan

mengalami kenaikan pada tahun 2009 yaitu sebesar 154.855 kasus dengan CFR

0,89% dengan IR sebesar 66,48 per 100.000, dan pada tahun 2010 Indonesia

menempati urutan tertinggi kasus DBD di ASEAN yaitu sebanyak 156.086 kasus

dengan kematian 1.358 orang. Tahun 2011 kasus DBD mengalami penurunan

yaitu 49.486 kasus dengan kematian 403 orang (Dahlia, 2012).

Di puskesmas Antah di Kecamatan Berantah tepatnya di desa Pitutur

terdapat sebuah perusahan vulkanisir ban yang berjarak 2 km dari perkampungan

memiliki angka DBD yang cukup tinggi , di wilayah tersebut sudah ada 15 orang

tenaga kerja dirawat di puskesmas karena DBD. Hal ini disebabkan karena bahan

baku (ban bekas) melebihi kapasitas gudang , sampah berserakan,genangan air

hujan yang cukup banyak, dan hujan turun setiap hari sehingga berpotensi

menjadi sarang dari nyamuk Aedes aegypti.


B. RumusanMasalah

Bagaimana cara menanggulangi kejadian demam berdarah di perusahaan

vulkanisir ban di desaPitutur?

C. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum :

Menanggulangi kejadian demam berdarah di perusaan vulkanisir bandi

desa Pitutur

2. Tujuan khusus :

a. Penatalaksanaan pasien Demam Berdarah di perusahaan vulkanisir ban

di desa Pitutur

b. Pemberantasan sarang nyamuk di lingkungan kerja

c. Memperbaiki managemen perbaikan lingkungan kerja


BAB II

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Skenario

Penyakit Umum (Demam Berdarah Dengue) yang Mengenai Tenaga

Kerja

Anda seorang kepala puskesmas yaitu Puskesmas Antah di Kecamatan

Berantah. Wilayah kerja anda terdapat sebuah perusahaan yaitu perusahaan

vulkanisir ban berlokasi 2 km dari sebuah perkampungan, yang bernama Desa

Pitutur. Perusahaan tersebut memiliki 100 orang karyawan yang sebagian

besar tinggal di kampung tersebut. Saat ini Demam Berdarah Dengue

merebak di wilayah anda dengan kasus terbanyak di Desa Pitutur, bahkan 15

orang tenaga kerja perusahaan dirawat di puskesmas anda karena demam

berdarah dengue. Sebagai kepala Puskesmas anda melakukan survei

kewilayah tersebut dan menemukan sebagai berikut: bahan baku (ban bekas)

melebihi kapasitas gudang, sehingga ditumpuk di luar. Secara keseluruhan

kebersihan kurang diperhatikan, ruang produksi terdapat pakaian kerja yang

bergantungan karena tidak ada ruang ganti pakaian. Sampah berserakan dan

rumput-rumput liar banyak tumbuh di halaman perusahaan. Perusahaan

membangun tempat pengolahan limbah sehingga limbah tidak langsung

dibuang ke saluran air yang ada. Sementara saluran air yang mengalir ke arah

sungai dan melewati perkampungan. Saluran air tersebut tidak mengalir

dengan lancar. Saat ini musim hujan, hujan turun setiap hari. Akibatnya
genangan air cukup banyak di sekitar perusahaan dan perkampungan. Sebagai

kepala Puskesmas, apakah yang harus anda lakukan untuk menanggulangi hal

tersebut?

B. Analisis

Dari data pada skenario diatas dapat di identifikasi terdapat permasalahan

sebagai berikut :

1. Kejadian demam berdarah dengue pada 15 orang tenaga kerja di

perusahaan vulkanisir ban.

2. Kebersihan kurang diperhatikan dilingkungan perusahaan

3. Bahan baku melebihi kapasitas gudang dan ditumpuk diluar

4. Tidak ada ruang pakaian ganti

5. Sampah berserakan

6. Genangan air hujan

Faktor tersebut menjadi faktor resiko penyebab 15 tenaga kerja

perusahaan di rawat di puskesmas karena demam berdarah dengue. Hujan

yang turun setiap hari akan menyebabkan genangan air hujan dimana disekitar

perusahaan vulkanisir ban terdapat bahan baku perusahaan vulkanisir ban

yang ditumpuk diluar beserta sampah yang berserakan dapat menampung air

hujan yang turun sehingga menjadi tempat bersarangnya jentik-jentik nyamuk

Aedes aegypty. Dimana Aedes aegypty sebagai vector penyebab penyakit

demam berdarah dengue. Adapun penanganan perlu di dilakukan program dari

rencana program pemberantasan sarang nyamuk.


Dari permasalahan tersebut yang menjadi perhatian utama adalah

kejadian demam berdarah dengue. Kejadian ini dipengaruhi oleh factor-faktor

yang telah diidentifikasi dalam permasalahan sebagai berikut:

1. Kebersihan lingkungan kurang diperhatikan dilingkungan perusahaan

Kebersihan lingkungan adalah kegiatan menciptakan atau menjadikan

lingkungan yang bersih, indah, asri, dan nyaman. Kebersihan lingkungan

dibutuhkan dimana saja, misalnya di perusahaan. Umumnya, sebuah

perusahaan mempunyai sistem manajemen khusus untuk memperhatikan

kebersihan lingkungan sekitar perusahaan. Apabila pihak perusahaan tidak

memperhatikan dalam melakukan proses penanganan terhadap sistem

manajemen kebersihan, maka akan berakibat mengurangi etika dan standar

kesehatan saat tenaga kerja dalam perusahaan tersebut mengalami rasa

tidak nyaman dan terganggu kesehatannya. Kebersihan dapat

mempengaruhi kesehatan, banyak penyakit yang dapat menyerang tenaga

kerja dengan sistem manajemen kebersihan yang buruk, salah satunya

adalah demam berdarah dengue.

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus dengue

(anggota genus Flavivirus). Diketahui ada empat serotipe virus dengue

yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Nyamuk penular disebut

vektor, yaitu nyamuk Aedes (Ae) dari subgenus Stegomya. Vektor adalah

hewan arthropoda yang dapat berperan sebagai penular penyakit. Vektor

DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dan

Aedes albopictus sebagai vektor sekunder. Spesies tersebut merupakan

nyamuk pemukiman, stadium pradewasanya mempunyai habitat


perkembangbiakan di tempat penampungan air/wadah yang berada di

permukiman dengan air yang relatif jernih. Nyamuk Ae. aegypti lebih

banyak ditemukan berkembang biak di tempat-tempat penampungan air

buatan antara lain : bak mandi, ember, vas bunga, tempat minum burung,

kaleng bekas, ban bekas dan sejenisnya didalam rumah meskipun juga

ditemukan diluar rumah di wilayah perkotaan. Sedangkan, Ae. albopictus

lebih banyak ditemukan di penampungan air alami diluar rumah, seperti

axilla daun, lubang pohon, potongan bambu dan sejenisnya terutama di

wilayah pinggiran kota dan pedesaan, namun juga ditemukan di tempat

penampungan buatan didalam dan diluar rumah. Spesies nyamuk tersebut

mempunyai sifat anthropofilik, artinya lebih memilih menghisap darah

manusia, disamping itu juga bersifat multiple feeding artinya untuk

memenuhi kebutuhan darah sampai kenyang dalam satu periode siklus

gonotropik biasanya menghisap darah beberapa kali. Sifat tersebut

meningkatkan risiko penularan DBD di wilayah perumahan yang

penduduknya lebih padat, satu individu nyamuk yang infektif dalam satu

periode waktu menggigit akan mampu menularkan virus kepada lebih dari

satu orang.

Pengendalian berupa manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan

lingkungan untuk mengurangi bahkan menghilangkan habitat

perkembangbiakan nyamuk vektor sehingga akan mengurangi kepadatan

populasi. Manajemen lingkungan hanya akan berhasil dengan baik kalau

dilakukan oleh masyarakat, lintas sektor, para pemegang kebijakan dan

lembaga swadaya masyarakat melalui program kemitraan.


Pada kasus ini tampak manajemen perusahaan yang tidak

memperhatikan kebersihan lingkungan, dimana hal ini dapat

meningkatkan faktor resiko terjadinya demam berdarah dengue.

Penyelesaian: melakukan advokasi kepada manajemen perusahaan

dalam hal meningkatkan kebersihan lingkungan perusahaan.

2. Bahan baku melebihi kapasitas gudang dan ditumpuk di luar

Pabrik vulkanisir ban merupakan usaha/ bisnis perusahaan jasa

yang melakukan proses perbaikan (daur ulang) ban yang sudah aus

menjadi baru dengan cara memberi telapak / tread pada permukaan ban

(crown) tanpa merubah bentuk ataupun merk pada ban dasar dengan

jaminan kekuatan / daya tahan tingkat keausan 90% jika dibandingkan

dengan ban original, bahan baku pabrik ini merupakan ban yang sudah aus

atau tidak layak pakai. Ketersediaan tempat penampungan bahan baku

merupakan salah satu asset penting bagi suatu perusahaan supaya barang

baku tersebut tidak mengalami kerusakan, atau mengakibatkan hal lain

yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Seperti diketahui

penampang ban mempunyai cekungan yang dapat menjadi tempat

genangan air bila terjadi hujan oleh kren ban yang ditumpuk diluar

gedung. Genangan air tersebut dapat menjadi tempat perkembangbiakan

nyamuk Aedes aegypty yang merupakan vector dari penyakit demam

berdarah dengue.

Penyelesaian :
Dengan pengendalian administrative dilakukan pelebaran gudang

tempat penyimpanan barang baku atau dilakukan manajemen supaya

bahan baku tidak overload dan harus ditempatkan diluar, sehingga

mencegah bahan baku yang berupa ban tersebut tidak menjadi tempat

genangan air.

3. Pakaian kerja yang bergantungan

Tempat pakaian yang bergantungan mempunyai sifat lembab,

dimana tempat tersebut merupakan salah satu habitat (resting place) bagi

nyamuk Aedes aegypti, ruangan lembab, tempat yang berwarna gelap dan

lain – lain merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk berisitirahat.

Penyelesaian : Dengan pengendalian administrative dilakukan dengan

memperluas atau menambah jumlah ruangan ganti serta menyediakan

loker pakaian supaya pakaian tersebut tidak bergantungan.

4. Sampah yang berserakan

Sampah yang berserakan menyebabkan meningkatnya barang yang

dapat menampung air bila terjadi hujan. Seperti yang telah dijelaskan

maka sampah yang menampung air ini dapat menjadi tempat perindukan

sementara yang terdiri dari berbagai macam tempat penampungan air

(TPA), termasuk kaleng bekas, pecahan botol, pecahan gelas, vas bunga,

dan tempat yang dapat menampung genangan air bersih.

Penyelesaian : Menggunakan metode 3 M plus yaitu menutup

menguras dan mengubur barang atau tempat yang dapat menjadi tempat

tergenangnya air, sehingga tidak menjadi tempat berkembangbiaknya


nyamuk Aedes aegypti, dan juga melakukan fogging untuk memberantas

nyamuk dewasa yang ada di lingkungan.

5. Genangan air

Nyamuk hidup di daerah pemukiman, dan tempat perindukannya

pada genangan air bersih buatan manusia (man made breeding place).

Tempat perindukan Ae aegypti dapat dibedakan atas tempat perindukan

sementara, permanen, dan alamiah. Tempat perindukan sementara terdiri

dari berbagai macam tempat penampungan air (TPA), termasuk kaleng

bekas, ban mobil bekas, pecahan botol, pecahan gelas, vas bunga, dan

tempat yang dapat menampung genangan air bersih. Tempat perindukan

permanen adalah TPA untuk keperluan rumah tangga seperti bak

penampungan air, reservoar air, bakmandi, gentong air. Tempat

perindukan alamiah berupa genangan air pada pohon, seperti pohon

pisang, pohon kelapa, pohon aren, potongan pohon bambu, dan lubang

pohon. Secara teoritis nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembang biak

di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Namun

beberapa penelitian menunjukkan adanya perubahan perilaku berkembang

biak nyamuk Aedes aegypti dimana suka bertelur di air tercemar seperti

campuran air dengan kotoran sapi, campuran air dengan tanah dan

campuran air dengan kotoran kuda. Hal ini mengindikasikan adanya

perubahan perilaku nyamuk Aedes aegypti dalam beradaptasi dengan

lingkungannya sehingga jumlah hujan yang meningkat dapat

meningkatkan perkembangbiakan nyamuk.


Penyelesaian

Menggunakan metode 3 M plus yaitu menutup menguras dan

mengubur barang atau tempat yang dapat menjadi tempat tergenangnya

air, sehingga tidak menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes

aegypti, dan juga melakukan fogging untuk memberantas nyamuk dewasa

yang ada di lingkungan

Hasil analisis tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut: (lihat diagram fish

bone.)

C. Diagram Fish Bone

PROSES INPUT

Tidak ada ruang


Menumpuk ganti pakaian
bahan baku di Kebersihan
luar lingkungan
kurang
diperhatikan

Tingginya
kejadian
DBD

Bahan baku di tumpuk di


luar
Sampah
berserakan

Banyak genangan air (di


LINGKUNGAN container/wadah)
D. Pembahasan

Untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja dan penularan

Demam Berdarah Dengue di perlu dilakukan beberapa penyelesaian masalah.

Berdasarkan masalah yang telah dianalisis berikut beberapa penyelesaian

yang dapat dilakukan.

1. Tatalaksana pasien demam berdarah

a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue tanpa syok (WHO,2005)

1) Berikan banyak minuman larutan oralit atau jus buah, ,air tajin, air

sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran

plasma, demam, muntah, diare/diare.

2) Berikan paracetamol bila demam. Jangan berikan acetosal atau

ibuprofen karena obat- obat ini dapat merangsang terjadinya

pendarahan.

3) Berikan infus sesuai dengan dehidras sedang:

a) Berikan banyak larutan isotonic sperti ringer laktat/ asetat

b) Kebutuhan cairan parenteral

Berat badan <15kg : 7 ml/kgBB/jam

Berat badan 15- 40 kg : 5 ml/kgBB/jam

Berat badan >40kg : 3 ml/kgBB/jam

c) Pantau tanda vital dan dieresis setiap jam, serta pemeriksaan

laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit, dan hemogoblin)

tiap 6 jam.

12
d) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik,

turunkan jumlah cairan secara bertahan sampai keadaan stabil.

Cairan intravena biasanya memerlukan waktu 24- 48 jam sejak

kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.

4) Apabila terjadi perburukan kilnis berikan tatalaksana sesuai dengan

tatalaksana syok terkompensasi (Compensated syok).

b. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan syok (WHO,2005)

1) Perlakukan sebagai keadaan gawat darurat dengan memeberikan

oksigen 2-4L/menit secara nasal .

2) Berikan 20ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/acetat

secepat- cepatnya

3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian

kristaloid 20 ml/kg secepatnya (maksimal 30 menit) atau

pertimbangkan pemberian koloid 10-20mk/kgBB/jam maksimal

30ml/kgBB/24 jam.

4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin

menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi,

berikan tranfusi darah/komponen.

5) Jika terdapat perbaika klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer

ulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi

hingga 10ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap

diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium.

13
6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-

48 jam. Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberin cairan

yang terlalu banyak daripada cairan yang terlalu sedikit.

c. Tatalaksana komplikasi perdarahan (WHO, 2005)

Jika terjadi perdarahan berat segera beri darah bila mungkin. Bila

tidak, beri koloid dan segera rujuk.

2. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

a. Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (Depkes RI, 1992)

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) adalah memberantas

nyamuk dengan memberantas jentik - jentiknya di sarang tempat

berkembang biak yaitu tempat penampungan air dan barang - barang

yang memungkinkan air tergenang di rumah dan tempat umum

sekurang - kurangnya seminggu sekali. Kegiatan ini lebih lanjut

berkembang dengan metode menutup, menguras dan mengubur (3M).

PSN dimaksudkan untuk memotong daur hidup nyamuk dengan

menghilangkan telur dan jentik nyamuk sebelum siap beregenerasi

(telur nyamuk siap menetas dalam waktu 1 minggu).

Sasaran PSN  adalah di daerah dengan potensi penularan tinggi

(endemis, sporadis dan daerah dengan angka bebas jentik < 95 %)

tempat - tempat yang diduga menjadi sarang nyamuk Aedes aegypti  di

rumah ataupun di kantor - kantor dan tempat - tempat umum yaitu

semua tempat penampungan air, barang bekas, ember, ban, kaleng,

potongan bambu, talang air dan tempat di mana air tertampung yang

tidak berhubungan langsung dengan tanah.

14
Penyuluhan tentang upaya membatasi jentik nyamuk penularnya

dengan melakukan “3M” yaitu :

1) Menguras tempat-tempat penampungan air atau barang-barang

bekas yang dapat menampung air hujan secara teratur sekurang-

kurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate ke

dalamnya.

2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.

3) menimbun barang bekas yang dapat menampung air, dan intensif

saat penularan, pemeriksaan jentik berkala adalah 3 bulan sekali.

Jika kegiatan “3M” yang dikenal dengan istilah Pemberantasan

Sarang Nyamuk. (PSN) ini dapat dilakukan secara teratur oleh

keluarga di rumah dan lingkungan masing-masing maka, penyakit ini

akan dapat diberantas.

b. Abatisasi selektif (Depkes RI, 1992)

Abatisasi adalah penaburan bubuk insektisida  pembasmi jentik

berupa  bahan kimia larvasida / temephos sebagai salah satu satu cara

untuk menghentikan daur perkembangbiakan nyamuk dalam

penampungan air. Abatisasi dimaksudkan untuk memutus daur hidup

nyamuk / membunuh jentik nyamuk dengan memanfaatkan efek residu

pada larvasida.

Abatisasi dilakukan di daerah rawan I dan II khususnya diberikan

di wilayah yang sulit air bersih dan tidak memungkinkan untuk dikuras

secara berkala. Sedangkan untuk daerah cukup air bersih disarankan

untuk melakukan PSN 3M secara rutin dan berkesinambungan.

15
Efek residu larvasida selama 3 bulan sehingga dilakukan abatisasi

sebanyak 4 kali setahun. Permintaan masyarakat atas abate dilakukan

melalui Puskesmas dan hanya dapat dilayani oleh puskesmas setempat

sesuai seleksi prioritas di puskesmas.

Abatisasi selektif dilakukan berdasarkan hasil pemantauan jentik

berkala oleh kader jumantik atau untuk daerah yang termasuk dalam

kategori endemis. Dengan demikian diharapkan bahwa setiap kegiatan

abatisasi selalu didahului dengan kegiatan pemeriksaan jentik rutin.

Dosis abatisasi dengan perbandingan 1 ml (sendok makan)

terhadap 100 liter air sehingga setiap keluarga sasaran abatisasi

memerlukan minimal 1 ml abate. Dengan demikian alokasi akan

menjadi cukup besar dan mengingat mahalnya abate maka biaya yang

dialokasikan untuk pembelian abate juga besar. Mengingat

keterbatasan anggaran dari pemerintah maka kegiatan abatisasi perlu

dilakukan dengan selektif (seleksi prioritas ). Pertimbangan lain upaya

selektif adalah efek toksisitas bila diberikan terus - menerus dan demi

keamanan pemakaian, pemberian dosis abate harus memperhatikan

petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh produsen.

c. Fogging / Pengasapan (Depkes RI, 1992)

Fogging adalah penyemprotan menggunakan insektisida yang

dilakukan di sebagian atau seluruh wilayah desa rawan I untuk

membunuh nyamuk dewasa. dilaksanakan dalam mendukung

penanggulangan penyakit DBD dengan memutus rantai penularan

secara cepat pada daerah -daerah yang terjangkit penyakit DBD.

16
Dimaksudkan untuk mencegah penularan lebih lanjut dengan

membunuh nyamuk dewasa pembawa virus dengue atau populasi

nyamuk penular ditekan serendah - rendahnya.

Fogging dilakukan di desa rawan I, dengan sasaran di rumah

penderita dan sekitarnya dalam radius 200 meter. 2 siklus dengan

interval kira - kira 1 minggu. Fogging dilakukan sebelum musim

penularan dan dilaksanakan oleh pihak pemerintah dengan puskesmas

sebagai pelaksana teknisnya.

Menurut Kepmenkes 582/1992 penggunaan fogging untuk tujuan

penyemprotan massal sebelum musim penularan hanya dilakukan

dengan pertimbangan - pertimbangan khusus dapat

dipertanggungjawabkan hasilnya dari analisis Dinas Kesehatan

Kabupaten berdasarkan Penyelidikan Epidemiologis (PE). Fogging

dilaksanakan sebagai cara terakhir, jika cara lain telah diupayakan

tetapi hasilnya belum dapat memperbaiki keadaan dengan

memperhatikan efektivitas, azas kemanfaatan, efisiensi sumber daya,

minimalisasi dampak kesehatan bagi mereka yang terpapar zat kimia,

kemungkinan resistensi nyamuk, dan dampak psikososial masyarakat

dalam menghentikan penularan penyakit DBD.

3. Perbaikan manajemen lingkungan kerja

a. Membentuk unit tata kelola lingkungan kerja

Dalam suatu perusahaan pimpinan satuan kerja/unit perkantoran

bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan penyehatan lingkungan

kerja. Dalam melaksanakan tugas tersebut Pimpinan perusahaan dapat

17
menunjuk seorang petugas atau membentuk satuan kerja/unit organisasi

yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang kesehatan lingkungan

kerja.

Petugas atau satuan kerja/unit organisasi yang ditunjuk untuk

menyelenggarakan kesehatan lingkungan kerja perkantoran harus

melaksanakan tahap-tahap kegiatan, meliputi antara lain :

 Menyusun rencana/program kerja tahunan penyehatan lingkungan

kerja perkantoran yang merupakan bagian dari rencana/program

kerja perkantoran secara keseluruhan.

 Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan berdasarkan

rencana/program kerja tahunan yang meliputi :

1) Jenis kegiatan yang akan dilaksanakan

2) Sasaran/target tiap jenis kegiatan

3) Jadwal pelaksanaan kegiatan

4) Tenaga atau satuan kerja/unit organisasi yang akan

melaksanakan kegiatan.

5) Peralatan, bahan atau sarana yang diperlukan (jenis dan

jumlah)

6) Pembiayaan untuk tiap jenis kegiatan

7) Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan

8) Pencatatan dan pelaporan.

Petugas atau satuan kerja/unit organisasi yang ditunjuk untuk

menyelenggarakan penyehatan lingkungan kerja perkantoran wajib

melaksanakan penilaian/telaah hasil-hasil kegiatan penyehatan lingkungan

18
kerja dan merumuskan alternatif pemecahan masalah, apabila terdapat

hambatan atau terjadi penurunan mutu kesehatan lingkungan kerja.

b. Sosialisasi tentang kesehatan lingkungan kerja

Sosialisasi merupakan kegiatan mendiseminasikan pesan ke semua

arah (horizontal), yang dalam konteks tempat kerja adalah pada semua

pekerja di semua tingkatan, agar semua pekerja mengetahui, memahami

dan mengamalkan pesan yang diprogramkan oleh manajemen tempat

kerja. Jadi lebih jauh lagi agar semua pekerja berpartisipasi sesuai dengan

apa yang diharapkan melalui pesan tersebut.

c. Membuat SOP Pengaturan Kerja

Berikut beberapa pengertian SOP dari beberapa sumber buku:

1) Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan panduan yang

digunakan untuk memastikan kegiatan operasional organisasi atau

perusahaan berjalan dengan lancar (Sailendra, 2015:11).

2) Menurut Moekijat (2008), Standar Operasional Prosedur (SOP)

adalah urutan langkah-langkah (atau pelaksanaan-pelaksanaan

pekerjaan), di mana pekerjaan tersebut dilakukan, berhubungan

dengan apa yang dilakukan, bagaimana melakukannya, bilamana

melakukannya, di mana melakukannya, dan siapa yang

melakukannya.

3) Menurut Tjipto Atmoko (2011), Standar Operasional Prosedur

(SOP) merupakan suatu pedoman atau acuan untuk melaksanakan

tugas pekerjaan sesuai denga fungsi dan alat penilaian kinerja

instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis,

19
administratif dan prosedural sesuai tata kerja, prosedur kerja dan

sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan.

4) SOP atau standar operasional prosedur adalah dokumen yang berisi

serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai

proses penyelenggaraan administrasi perkantoran yang berisi cara

melakukan pekerjaan, waktu pelaksanaan, tempat penyelenggaraan

dan aktor yang berperan dalam kegiatan (Insani, 2010:1).

Salah satu tujuan dari Tujuan Standar Operasional Prosedur (SOP)

menurut Indah tahun 2014 salah satunya adalah untuk menjaga

konsistensi tingkat penampilan kinerja atau kondisi tertentu dan

keamanan petugas dan lingkungan dalam melaksanakan sesuatu

tugas atau pekerjaan tertentu. Sedangkan salah satu fungsi SOP

adalah memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim/unit kerja.

Dari pengertian diatas maka terjadinya kasus Demam Berdarah

Dengue yang menyebabkan 15 orang tenaga kerja perusahaan

dirawat di puskesmas dapat merugikan baik perusahaan maupun

pegawai. Berkurangnya tenaga kerja akan menyebabkan

terhambatnya produksi sehingga dapat merugikan perusahaan.

Bahan baku (ban bekas) yang melebihi kapasitas gudang, sehingga

ditumpuk di luar dapat menyebabkan sumber perkembangbiakan

nyamuk, tidak adanya loker penyimpan pakain menyebabkan

banyaknya pakaian kerja yang bergantungan juga merupakan

resting place dari nyamuk. Kebersihan yang kurang diperhatikan

dan sampah yang berserakan di halaman perusahaan juga

20
merupakan sumber yang potensial sebagai tempat

berkembangbiaknya nyamuk. Oleh karena itu perlu dibuat SOP

pengaturan kerja bagi perusahaan untuk menyusun program dan

penyelenggaraan kegiatan kerumahtanggaan. Berikut adalah

beberapa perbakan manajemen lingkungan kerja:

a) Advokasi terhadap perusahaan agar bahan baku (ban bekas)

tidak melebihi kapasitas gudang dengan memperluas gudang.

b) Mempersiapkan ruang ganti beserta loker untuk menaruh

pakaian agar tidak bergantungan.

c) Melakukan pembersihan secara berkala agar tidak ada sampah

yang berserakan.

21
BAB III

RENCANA PROGRAM

A. Rencana Kejadian

Untuk mempermudah penyelesaian masalah pada sekenario diatas

dapat menggunakan system scoring. Hal ini dilakukan untuk mempermudah

penyelesaian masalah berdasarkan skala prioritas yang dari yang tertinggi

sampai yang terendah.

Skala Prioritas Penyelesaian Masalah yang Ditemukan

Tabel III.1 Penentuan Prioritas Penyeselaian Masalah

No Kegiatan M I V C M × I ×V
P=
C
1 Penatalaksanaan pasien 4 3 3 3 12
DBD
2 PSN (Pemberantasan 4 4 3 3 16
Sarang Nyamuk)
3 Memperbaiki manajemen 4 2 3 1 24
lingkungan kerja

Keterangan :

P :Prioritas penyeselaian masalah

M :Magnitude, besarnya masalah yang bisa diatasi apabila solusi ini

dilaksanakan (turunnya prevalensi dan besarnya masalah lain)

I : Implementasi, kelanggengan selesai masalah

V : Vulnerability, sensitifnya dalam mengatasi masalah

C : Cost, Biaya yang diperlukan

22
Berdasarkan tabel perbaikan prioritas masalah yang dilakukan dengan

metode scorring, maka priotitas pertama penyelesaian masalah yang kami

lakukan adalah memperbaiki manajemen lingkungan kerja untuk dapat

meminimalisasi sumber penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

di Perusahaa Vulkanisir ban di Desa Pitutur.

Rencana program

Rencana program yang sesuai dengan prioritas masalah yang dipilih

dengan menggunakan metode Scoring, yaitu memperbaiki manajemen

lingkungan kerja dengan kegiatan sebagaimana tercantum dalam tabel berikut.

Tabel III.2 Rencana Kegiatan Perbaikan Manajemen Lingkungan Kerja di Perusahaan


Vulkanisir Ban di Desa Pitutur
No Kegiatan Sasaran target Volu Rincian Lokasi Tenaga jadwal Kebutuh
me kegiatan pelaksan Pelaksa an
Kegi aan na pelaksan
atan aan
1 Inventaris -ditemuk- 80% 1 -tinjauan Perusaha Petugas Minggu -check
asi an 5 sasaran kali ke an kesehat I list
masalah masalah dapat di inve lingkung- vulkanis- an kerja -ATK
manajem- di atasi ntari an kerja ir ban Puskes
en lingkung- sasi (lapangan) mas/
lingkung- an kerja -tinjauan dinkes
an kerja -1 manajem-
masalah en
organisasi
-1
masalah
sosialisasi
kesehatan
kerja
-1
masalah
SOP
-1
masalah
pengawas
an

23
2 Penyampa Seluruh 80% 1 1.Paparan Perusaha Petugas Minggu -LCD
ian staff dan memaha kali tentang an kesehat ke IV -Sound
rekomend pemimpin mi perte masalah vulkanis- an kerja system
asi perusahaa mu- higiene ir ban Puskes -ATK
perbaikan n an lingkung- mas/
manajem- an kerja dinkes
en 2.Alternat
lingkung- -if solusi
an kerja 3.
Membent-
uk satu
unit tata
kelola
lingkung-
an kerja
4.
Sosialisasi
tentang
lingkung-
an kerja
5.
Menyusun
SOP
6.
Pengawas
an K3

3 Evaluasi Seluruh 100% 1 - Mencatat Perusaha Petugas 4 bulan - Form


karyawan karyawa kali dan an kesehat kemudi- evaluasi
di n di melakuk- vulkanis- an kerja an -Sound
perusaha- perusaha an isr ban System
an -an checking -Form
vulkanisir - notulen
ban Mendoron
g
karyawan
untuk
melakuk-
an
bertanya,
serta
menyamp
aikan usul.

24
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus Dengue yang

ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti yang banyak ditemukan di

daerah beriklim tropis dan subtropis. Penyakit DBD merupakan salah satu

masalah kesehatan masyarakat yang sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa

(KLB) dengan kematian yang besar

Deman Berdarah di perusahaan vulkanisir ban desa pitutur disebabkan

oleh 5 faktor :

1. Kebersihan kurang diperhatikan dilingkungan perusahaan

2. Bahan baku melebihi kapasitas gudang dan ditumpuk diluar

3. Tidak ada ruang ganti pakaian

4. Sampah berserakan

5. Genangan air hujan

Faktor-faktor tersebut diatas ditambah lagi dengan hujan yang kerap

muncul hingga menimbulkan genangan air di wadah (container) yang

merupakan tempat tinggal vektor dari nyamuk penyebab demam berdarah yaitu

Aedes aegypti. Berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat.

25
Masyarakat yang kurang peduli kebersihan lingkungan dan ancaman penyakit

berbahaya merupakan lokasi yang sangat baik sebagai endemik DBD.

Beberapa penyelesaian yang dapat dilakukan yaitu:

1. Melakukan advokasi kepada manajemen perusahaan dalam hal

meningkatkan kebersihan lingkungan perusahaan

2. Pengendalian administratif (contohnya, melakukan pelebaran

gudang, membuat ruang ganti pakaian, menambah jumlah tempat

sampah)

3. Untuk sampah yang berserakan dapat dilakukan dengan penambahan

tempat sampah, 3M plus, maupun dengan memicu para karyawan

untuk buang sampah pada tempatnya.

4. Dapat pula dilakukan fogging (pengasapan) untuk membasmi

nyamuk vektor DBD

5. Melakukan penatalaksanaan DBD untuk kasus pasien dengan DBD

B. Saran

Masalah DBD merupakan masalah nasional, dimana bukan hanya

pemerintah saja yang turut berperan di dalam pemberantasan kasus DBD,

namun juga diperlukan kesadaran dan peran aktif dari masyarakat didalam

upaya pemberantasan DBD. Partisipasi dari tenaga kesehatan dapat berupa

kegiatan penyuluhan tentang pemberantasan sarang nyamuk (PNS) untuk

meminimalisir penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan lingkungan

sekitar tempat tinggalnya. Sedangkan partisipasi masyarakat dapat berupa

tindakan 3M dan tidak membuang sampah sembarangan.

Memperbaiki manajemen lingkungan kerja:

26
1. Membentuk unit tata kelola lingkungan kerja

2. Sosialisasi tentang kesehatan lingkungan kerja

3. Menyusun SOP

4. Pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Atmoko, Tjipto. 2012. Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Akuntabilitas


Kinerja Instansi Pemerintah. Skripsi Unpad. Jakarta.

Dahlia, P. 2012. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik dan Kebiasaan Keluarga


Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan
Binjai Timur Kota Binjai Tahun 2012

Depkes RI. 1992. Petunjuk Teknis Penyelidikan Epidemiologi (PE)


Penanggulangan Seperlunya dan Penyemprotan Massal dalam
Pemberantasan Penyakit DBD. Jakarta.

Depkes RI. 1992. Petunjuk Teknis Pemberantasan Nyamuk Penular Demam


Berdarah Dengue. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Buletin jendela epidemiologi: demam berdarah


dengue volume 2. Agustus 2010. Pusat Data dan Surveilens Epidemiologi

Lestari, D.B., Gama, Z.P., Rahardi, P. 2011. Identifikasi Nyamuk Di Kelurahan


Sawojajar Kota Malang.

Sailendra, Annie. 2015. Langkah-langkah Praktis Membuat SOP. Cetakan


Pertama. Trans Idea Publishing. Yogyakarta.

27
Tim Adaptasi Indonesia. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Pedoman Bagi Rumah Sakir Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota,
Jakarta: WHO Indonesia.

28

Anda mungkin juga menyukai