MAGISTER DALAM
ILMU LINGKUNGAN
JENJANG MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
JAKARTA, MEI, 2015
Penulis adalah penganut agama Islam dan saat ini bertempat tinggal di Taman
Buaran Indah III Blok B4/5 Klender, Duren Sawit, 13470. Penulis menyelesaikan
pendidikan dasar di SDNP IKIP Jakarta pada tahun 2000, pendidikan menengah
di SLTP Labschool Rawamangun Jakarta pada tahun 2003, dan kemudian di
SMAN 61 Jakarta pada tahun 2006. Penulis melanjutkan studi jenjang S1 di
Universitas Indonesia fakultas Ekonomi dan jurusan/program studi Ilmu Ekonomi
dan lulus pada tahun 2011.
Pengalaman kerja penulis diawali dengan bekerja sebagai penulis di media online
EnergiToday.com di tahun Juli 2012 di bawah naungan PT Balepoint di Jakarta.
Saat ini penulis masih aktif bekerja di PT Balepoint sebagai Kepala Bagian
Database.
Kendaraan beroperasi di DKI Jakarta yang semakin didominasi oleh kendaraan pribadi
menyebabkan pertumbuhan aktivitas kendaraan telah melampaui kapasitas jalan yang
tersedia, padahal kapasitas lingkungan tersebut tidak boleh dilampaui untuk menjaga sistem
lingkungan yang mendukungnya tetap berkelanjutan. Penelitian ini disusun untuk
menganalisis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan sistem transportasi serta
dampaknya pada lingkungan hidup, dengan membangun model sistem transportasi yang
berkelanjutan berdasarkan teori mengenai sustainable developement, sistem transportasi dan
system dynamics. Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data, maka dapat dapat ditarik
kesimpulan secara umum bahwa sistem transportasi yang ditandai oleh aktivitas dan emisi
kendaraan bermotor tidak mampan di masa yang akan datang yang ditandai dari kapasitas
jalan yang hampir mencapai batas maksimumnya. Skenario kebijakan yang dibangun di
dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa peningkatan peran transportasi publik sebesar
10% dapat menurunkan aktivitas kendaraan sebesar 7,14%.
Kata kunci: aktivitas kendaraan, emisi, sistem transportasi berkelanjutan, model system
dynamics, transportasi publik, pembangunan berkelanjutan
ABSTRACT
Active vehicle operated in DKI Jakarta that has been dominated by private vehicle is causing
vehicle activity growth exceeds available road capacity, which is vital for keeping the
environment well functioned. This research was conducted for analyzing relationship
beween economic growth and transportation system and its impact on environment
particularly road capacity and emission; achieved by building transportation system model
using system dynamics. Based on result of research, it is concluded that Jakarta’s current
system transportation is not sustained which is indicated by vehicle activity and emission
reached its environment capacity. This research proved that increasing in public
transportation role by 10% decrease vehicle activity by 7,14%.
Halaman
Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Indonesia
2009-2011 .............................................................. Error! Bookmark not defined.
Tabel 1.2 Nilai dan Struktur Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga
Berlaku DKI Jakarta Menurut Lapangan Usaha 2011-2012 Error! Bookmark not
defined.
Tabel 1.3 Jumlah Kendaraan Bermotor terdaftar di DKI Jakarta 2006–2010 Error!
Bookmark not defined.
Tabel 1.4 Jumlah dan Persentase Perjalanan Berdasarkan Moda Transportasi
............................................................................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 1.5 Level of Services dan Kapasitas Jalan ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 1.6 Kepadatan Jalan DKI Jakarta 2005-2013 .............Error! Bookmark not
defined.
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Riset ...... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Transportasi ...... Error!
Bookmark not defined.
4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia DKI Jakarta 2005-2010 ..... Error!
Bookmark not defined.
Tabel 4.3 Data Pola Referensi PDRB .................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.4 Persentase Penggunaan Moda Transportasi..........Error! Bookmark not
defined.
Tabel 4.5 Data Pola Referensi Kendaraan Bermotor Pribadi Beroperasi di DKI
Jakarta 2005-2010 .................................................. Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.6 Data Referensi Jumlah Transportasi publik Beroperasi di DKI Jakarta
Tahun 2005-2010 ................................................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.10 Data Pola Referensi Luas Jalan DKI Jakarta Tahun 2005-2009 . Error!
Bookmark not defined.
Tabel 4.9 Kepadatan Jalan DKI Jakarta Tahun 2005-2009 ..Error! Bookmark not
defined.
Tabel 4.11 Faktor Emisi Kendaraan Bermotor ...... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.12 Metode Pengukuran Daya Tampung Jalan .........Error! Bookmark not
defined.
Tabel 4.13 AME PDRB ADHB ............................. Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.14 AME Kendaraan Pribadi Beroperasi ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.15 AME Luas Jalan .................................. Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.16 Skenario BAU Kebutuhan Transportasi .............Error! Bookmark not
defined.
Tabel 4.17 Skenario BAU Kendaraan Pribadi Beroperasi ...Error! Bookmark not
defined.
Tabel 4.18 Skenario BAU Transportasi Publik Beroperasi ..Error! Bookmark not
defined.
Tabel 4.19 Skenario BAU Pengguna Transportasi Publik ...Error! Bookmark not
defined.
Tabel 4.20 Skenario BAU Beban Emisi Kendaraan Bermotor .. Error! Bookmark
not defined.
Tabel 4.21 Skenario BAU Rasio Penggunaan Transportasi Publik............... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 1.1 Grafik PDRB Atas Dasar Harga Berlaku DKI Jakarta 2005-2012
............................................................................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.1 Kerangka Teori .................................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir .............................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.3 Kerangka Konsep ............................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.1 Peta DKI Jakarta ................................ Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.2 Kondisi Kemacetan di Sekitar Bundaran HI Jakarta ................. Error!
Bookmark not defined.
Gambar 4.3 Contoh Kawasan 3-in-1 di Jakarta ..... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.4 Penerapan Yellow Box Junction di Jakarta ......Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4.5 Terminal Bus di Jakarta ..................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.6 Komposisi Penduduk DKI Jakarta ..... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.7 Grafik Komposisi Penduduk DKI Jakarta 2005-2010 ............... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 4.8 Grafik Data Pola Referensi PDRB ..... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.9 Grafik Kendaraan Bermotor yang Beroperasi di DKI Jakarta Tahun
2005-2010 .............................................................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.10 Grafik Jumlah Transportasi publik Beroperasi di DKI Jakarta Tahun
2005-2010 .............................................................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.11 Grafik Luas Jalan DKI Jakarta Tahun 2005-2009 Error! Bookmark
not defined.
Gambar 4.12 Causal Loop Diagram Model Pengelolaan Aktivitas Kendaraan
Bermotor Berkelanjutan di DKI Jakarta ................ Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.13 Grafik Simulasi Variabel Kendaraan Pribadi Beroperasi ........ Error!
Bookmark not defined.
Gambar 4.14 Grafik Simulasi Variabel Transportasi publik Beroperasi ....... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 4.15 Grafik Simulasi Variabel Jalan dan Aktivitas Kendaraan ....... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 4.16 Grafik Simulasi Variabel Kepadatan dan Daya Dukung Jalan Error!
Bookmark not defined.
Gambar 4.17 Grafik Simulasi Beban Emisi CO, HC, NOx, PM10 dan SO2 Error!
Bookmark not defined.
Gambar 4.18 Grafik Pola Referensi dan Simulasi PDRB ADHB ................. Error!
Bookmark not defined.
Gambar 4.20 Grafik Pola Referensi dan Simulasi Kendaraan Pribadi Beroperasi
............................................................................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.21 Grafik Pola Referensi dan Simulasi Luas Jalan .... Error! Bookmark
not defined.
Gambar 4.22 Grafik Skenario BAU Kebutuhan Transportasi .... Error! Bookmark
not defined.
Gambar 4.23 Grafik Skenario BAU Kendaraan Pribadi Beroperasi ............. Error!
Bookmark not defined.
DKI Jakarta sebagai ibukota negara Republik Indonesia adalah penyumbang Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar Indonesia. DKI Jakarta adalah provinsi
dengan pertumbuhan ekonomi yang paling pesat yaitu 6,5 persen di tahun 2012, lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan yang hanya
mencapai 6,23 persen (Badan Pusat Statistik, 2013). Pesatnya pertumbuhan ekonomi
menyebabkan alokasi pemakaian sumber daya alam dan pembangunan infrastruktur
DKI Jakarta tumbuh pesat sehingga menarik penduduk di daerah lain untuk
bermigrasi ke dalam ibukota. Pertumbuhan penduduk DKI Jakarta tahun 2000–2010
diperkirakan mencapai 1,42 persen per tahun, lebih tinggi dibandingkan tahun 1990–
2000 yaitu 0,78 persen per tahun.
Pertumbuhan sistem transportasi di sisi lain memiliki daya dukung dan daya tampung
lingkungan yaitu terbatasnya luas lahan yang dapat digunakan untuk membangun
jalan dan infrastruktur transportasi. Menurut Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta, ruas jalan yang optimal adalah 12% dari luas wilayah total atau setara
dengan 79,38 km2. Berdasarkan data BPS di tahun 2013 luas jalan di Jakarta adalah
51,34 km2 atau sudah mencapai 7,3% dari luas wilayah total. Kondisi jalan di DKI
Jakarta saat ini sudah masuk ke dalam kategori padat dan hampir mencapai kapasitas
Tujuan dari penelitian ini adalah membangun model aktivitas dan emisi kendaraan
bermotor di DKI Jakarta untuk memahami masalah yang dihadapi oleh sistem
transportasi di DKI Jakarta sekarang dan mencapai sistem transportasi yang
berkelanjutan di masa yang akan datang. Penelitian ini juga menganalis pengaruh
peningkatan peran transportasi publik pada keberlanjutan sistem transportasi di DKI
Jakarta.
Kapasitas
Jalan
-
+
B5 +
R2 Aktivitas
+ + Kendaraan
-
- Kendaraan
Pribadi
Beroperasi Transportasi +
Publik
Beroperasi Pembangunan
R4 + Jalan
+
R1
Kebutuhan +
Transportasi
R3
Panjang
+ Jalan
+
PDRB
Penduduk +
+
Aksesibilitas
Gambar 1 Causal Loop Diagram Model Pengelolaan Aktivitas Kendaraan Bermotor Berkelanjutan di
DKI Jakarta
Daya dukung lingkungan diukur dari kapasitas jalan, yaitu kemampuan jalan
menampung unit kendaraan yang beroperasi sehingga fungsinya tetap dapat berjalan
dengan baik. Peneliti menggunakan rumus kepadatan kendaraan yaitu perbandingan
antara jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi dengan panjang jalan yang
tersedia. Kepadatan jalan yang meningkat akan menyebabkan kecepatan rata-rata
turun dan waktu tempuh meningkat, sehingga penduduk yang menggunakan
kendaraan pribadi akan memilih kendaraan umum dengan biaya sosial ekonomi yang
lebih kecil. Hubungan variabel-variabel ini membentuk umpan balik (loop) negatif
(B5) atau balancing. Umpan balik ini akan membatasi pertumbuhan eksponensial
yang dihasilkan oleh dua umpan balik lainnya.
8.000.000
Kendaraan Pribadi Beroperasi
7.000.000
6.000.000
Motor
5.000.000
Mobil
4.000.000
3.000.000
2.000.000
unit
25.000
Transportasi Publik Beroperasi
20.000
Bus Ke cil
15.000
Bus Se dang
Bus Be sar
TransJak arta
Tak si
10.000
Bajaj
5.000
g/tahun
1.000.000.000
Be ban Em isi C O
Be ban Em isi HC
Be ban Em isi NO x
500.000.000 Be ban Em isi PM10
Be ban Em isi SO 2
Gambar 4 Grafik Simulasi Beban Emisi CO, HC, NOx, PM10 dan SO2
Variabel emisi kendaraan bermotor ini adalah indikator yang digunakan peneliti
untuk aspek lingkungan alam. Udara adalah salah satu komponen abiotik yang amat
penting peran dan fungsinya untuk perikehidupan makhluk hidup di suatu ekosistem.
Penggunaan alat transportasi yang didorong dari lingkungan binaan (PDRB) dan
sosial (Penduduk) membutuhkan energi yang menghasilkan zat sisa yang dibuang ke
lingkungan alam. Jika trend aktivitas kendaraan yang terus tumbuh ini berlanjut,
daya tampung lingkungan Jakarta akan melewati kapasitasnya. Kapasitas lingkungan
yang telah dilampaui ini dalam bentuk pencemaran udara akan menganggu fungsi
lingkungan hidup dan memiliki sifat yang akumulatif.
Pengalihan 10% secara gradual dari penggunaan kendaraan pribadi dari mobil dan
motor tersebut dibagi menjadi 5 moda kendaraan umum yang terdapat di dalam
model skenario BAU dengan rincian sebagai berikut: 30% untuk bis kecil, 30% untuk
bis sedang, 20% untuk bis besar, 15% untuk omprengan dan 5% untuk bajaj.
Perbandingan dari Hasil simulasi model BAU dan model kebijakan tersebut dapat
dilihat di tabel 14-16 dan gambar 12-17.
Kebijakan ini membutuhkan komitmen dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk
menyediakan transportasi publik yang mampu memenuhi 10% dari kebutuhan
transportasi yang dialihkan dari kendaraan pribadi. Tabel 21 memperlihatkan jumlah
bus tambahan yang harus disediakan untuk melakukan skenario kebijakan ini.
Pengalihan 10% kebutuhan transportasi dilakukan secara gradual sehingga tambahan
transportasi publik meningkat seiring dengan berjalannya tahun simulasi. Jumlah ini
berdasarkan asumsi yang digunakan saat membangun model skenario kebijakan.
The high economic and population growth in Jakarta increased the demand of various
goods and services. One of which is needed by the population is a reliable transport
system. Transportation systems is also one of the factors of production are especially
important to support the distribution of goods and services from the place of
production to the market and end consumers. This leads to the growth of the transport
system can also encourage economic growth, resulting in a positive feedback
relationship between economic growth and growth in the transportation system. The
relationship of these two variables generate exponential growth behavior is good for
economic growth and the growth of the transport system.
The growth of the transport system on the other hand has a carrying capacity and
environmental capacity is limited land area that can be used to build roads and
transport infrastructure. According to the Department of Transportation Government
of Jakarta, optimal road is 12% of the total land area, equivalent to 79.38 km2. Based
on BPS data in 2013 wide road in Jakarta is 51.34 km2 or has reached 7.3% of the
total land area. Condition of roads in Jakarta are now into the category of solid and
almost reached maximum capacity is 40-67 vehicles operate per mile (CBS, 2013). It
is caused by an imbalance between the growth of roads with vehicle operation and the
composition of the use of private vehicles and public transport. The problem of
congestion in Jakarta is caused by the imbalance of economic development with
The aim of this study is to develop a model activity and motor vehicle emissions in
Jakarta to understand the problems faced by the transportation system in Jakarta now
and achieve a sustainable transport system in the future. The study also analyzes the
effect of increasing the role of public transport in the sustainability of the
transportation system in Jakarta.
Models built with through the stages of System Dynamics modeling cycle. Simulation
results BAU done using System Dynamics and processed by the application
Powersim Studio 8. Data obtained serve for a model reference pattern Stock Flow
Diagram (SFD) has been created (Appendix 3). Variable stock (Population, GDP,
Total Vehicle, Private Vehicle, Commercial Vehicles, Roads Built) using the initial
value in accordance with the reference pattern data. Variable inflow and outflow is
calculated by a formula that is supported by theory and previous research. Variables
were categorized as Inflow will use a formula which is supported by theory, the
constants obtained from the average change in the variable data. Reference pattern
obtained from secondary data subsequently used in the model validation process.
Reference pattern and the simulation results are presented in graphical form overlay
so it looks resemblance slope and its trend visually. Validation is also performed by
the method of mathematical calculation that the formula Mean Absolute Error
(AME).
-
+
B5 +
R2 Aktivitas
+ + Kendaraan
-
- Kendaraan
Pribadi
Beroperasi Transportasi +
Publik
Beroperasi Pembangunan
R4 + Jalan
+
R1
Kebutuhan +
Transportasi
R3
Panjang
+ Jalan
+
PDRB
Penduduk +
+
Aksesibilitas
Figure 1 Causal Loop Diagram Model Sustainable Management Activity Vehicle in Jakarta
The rapid population growth and economic growth in Jakarta has a positive
correlation with increased transportation needs per day. The transportation needs
requires modes of transport, thus increasing transport needs positively related to the
number of vehicles that operate every day. Most residents use private vehicles namely
motorcycles and cars to meet the transportation needs, while other residents choose
public transport modes. The number of vehicles that operate positively related to the
activity of a motor vehicle, which is running kilometer aggregate value of all
motorists who conduct activities in the area of Jakarta. Activity vehicles increased
lead burden resulting emissions from the combustion process increases energy.
Increased vehicle activity also led to an increased need for transport infrastructure is
extensive road. Increased activity of the vehicle led to the need to build new roads.
The new road is awakened improve accessibility of the region with other regions so
that economic activity increased due to the use of a more efficient transport system.
Environmental carrying capacity is measured from the road capacity, ie the ability to
accommodate road vehicles operating unit so that its functions can still run well.
Researchers used a formula that vehicle density ratio between the number of vehicles
that operate with a path length available. Increased road density will cause the
average speed down and travel time increases, so that people who use private vehicles
would choose public transport to the socio-economic costs are smaller. The
relationship of these variables to form a feedback (loop) negative (B5) or balancing.
This feedback will limit exponential growth generated by two other feedback.
unit/tahun
8.000.000
Kendaraan Pribadi Beroperasi
7.000.000
6.000.000
Motor
5.000.000
Mobil
4.000.000
3.000.000
2.000.000
Bus Ke cil
15.000
Bus Se dang
Bus Be sar
TransJak arta
Tak si
10.000
Bajaj
5.000
Figure 4 shows the emissions generated by the activity of the motor vehicle. CO
emissions increase more rapidly relative to other emissions indicate the mode of
transportation that produces large emissions of CO, namely motors and petrol cars
more than other transportation modes. This is one result of the growing percentage of
the population who use motorcycles and private vehicles to meet the needs of daily
transportation.
1.000.000.000
Be ban Em isi C O
Be ban Em isi HC
Be ban Em isi NO x
500.000.000 Be ban Em isi PM10
Be ban Em isi SO 2
Figure 4 Load Simulation Graphics Emission CO, HC, NOx, PM10 and SO2
Variable motor vehicle emissions are the indicators used by researchers to aspects of
the natural environment. Air is one of the most important abiotic components of the
role and function for the life of living creatures in an ecosystem. The use of means of
transportation that is driven from the built environment (GDP) and social (population)
require energy which produces residual substances discharged into the natural
environment. If the trend continues to grow vehicular activity continues,
environmental capacity Jakarta will pass through capacity. Environmental capacity
has been exceeded in the form of air pollution will disturb the function of the
environment and have an accumulative nature.
The second objective of this study is to analyze how much influence the role of public
transport in an effort to decrease the trend of vehicle activity. Increasing the role of
public transport is expected to lower the trend of vehicle activity while maintaining
the demand side of the transport sector. Researchers designed a management policy
scenarios vehicle activity starting from the year 2016. This policy is done by seeking
an increase in the percentage of use of public transport by increasing the number of its
availability. Quality is also assumed to be improved so that people would switch from
private cars to public transport. The target to be achieved in this policy scenario is the
transfer of use of private vehicles by 10% to gradually use public transport until 2025.
The researchers concluded that the increased role of public transportation effectively
to manage the activities and emissions of motor vehicles so sustainable. Public
transportation modes that have a larger capacity and do not use the roads as BRT and
MRT are now about to be built by the government can result in a reduction in the
activity of larger vehicles. BRT and MRT in addition requires more funds than the
construction of new infrastructure that is different from the infrastructure used other
public transport.
Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Indonesia
2009-2011
PDRB
No Provinsi
2010 2011
1 Sumatera 1.223.125.853,69 1.417.063.262,40
2 DKI Jakarta 862.089.736,64 982.540.043,96
3 Jawa Barat 771.593.860,47 861.006.347,79
4 Jawa Tengah 444.692.014,59 498.614.636,36
5 D.I. Yogyakarta 45.625.589,50 51.782.092,43
6 Jawa Timur 778.565.772,46 884.143.574,81
7 Banten 171.690.413,57 192.218.910,27
8 Jawa 3.074.257.387,23 3.470.305.605,61
9 Bali 66.690.598,13 73.478.161,87
10 Jawa & Bali 3.140.947.985,37 3.543.783.767,48
11 Kalimantan 484.848.491,71 574.726.226,84
12 Sulawesi 239.505.256,70 277.294.378,27
13 Nusa Tenggara, Maluku & Papua 205.429.382,64 208.126.444,66
Total 5.293.856.970,11 6.020.994.079,64
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta (2012)
1
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Tabel 1.2 Nilai dan Struktur Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga
Berlaku DKI Jakarta Menurut Lapangan Usaha 2011-2012
Struktur
N Nilai (miliar Rp) (miliar Rp)
o
Lapangan Usaha 2011 2012 2011 2012
1 Pertanian 918,8 964,4 0,1 0,1
2 Pertambangan dan Penggalian 4.934,4 5.182,1 0,5 0,5
3 Industri Pengolahan 153.633,5 172317,2 15,6 15,6
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 9.588,0 10.244,2 1,0 0,9
5 Konstruksi 112.026,8 126.272,4 11,4 11,5
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 204.474,1 228.042,6 20,8 20,7
7 Pengangkutan dan Komunikasi 101.102,3 114.228,5 10,3 10,4
8 Keuangan, Real Estat dan Jasa 271.632,3 305.617,6 27,6 27,7
9 Jasa-jasa 124.211,2 140.810,5 12,6 12,8
Produk Domestik Regional Bruto 982.521,4 1.102.715,1 100,0 100,0
PDRB Tanpa Migas 977.587,1 1.098.555,5 100,0 100,0
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta (2012)
Istilah Service City yang melekat pada kota Jakarta terlihat dari struktur
perekonomiannya yang lebih banyak ditopang oleh sektor jasa. Tabel 1.2
memperlihatkan bahwa sekitar 71,5 persen PDRB DKI Jakarta berasal dari sektor
tersier (20,7% dari perdagangan, dam 50,8% dari dari keuangan, jasa, dan
pengangkutan), 28 persen berasal dari sektor sekunder (15,6% dari industri
pengolahan, 11,4% dari konstruksi, dan 1% dari listrik-gas-air bersih), dan hanya
sebesar 0,5 persen dari sektor primer (pertanian dan pertambangan). Sektor
sekunder dan tersier memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan sektor
primer sehingga menyebabkan tren pertumbuhan ekonomi terus memingkat.
Gambar 1.1 memperlihatkan tren pertumbuhan ekonomi tahun 2005 - 2012. DKI
Jakarta sebagai ibukota negara berkembang Indonesia memiliki angka
pertumbuhan ekonomi 6-7% per tahun. Pertumbuhan ini diperkirakan masih terus
meningkat.
2
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Rp PDRB ADHB
1,150,000,000.00
1,050,000,000.00
950,000,000.00
850,000,000.00
750,000,000.00
PDRB ADHB
650,000,000.00
550,000,000.00
450,000,000.00
350,000,000.00
Sumber: BPS (2006), BPS (2007), BPS (2008), BPS (2009), BPS (2010),
BPS (2011), BPS (2012), BPS (2013) (telah diolah)
Gambar 1.1 Grafik PDRB Atas Dasar Harga Berlaku DKI Jakarta 2005-2012
3
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
bermotor meningkat dari 7.967.489 di tahun 2006 menjadi 11.997.519 di tahun
2010 yang didominasi oleh peningkatan jumlah sepeda motor (65%) dan mobil
penumpang (51%).
Peningkatan pesat dari kendaraan pribadi yang beroperasi di DKI Jakarta juga
salah satunya dipengaruhi oleh preferensi masyarakat tentang moda transportasi.
Masyarakat di DKI Jakarta lebih banyak memilih kendaraan pribadi untuk
kegiatan sehari-hari akibat faktor kenyamanan. Terbatasnya ketersedian
transportasi publik (Gambar 1.3) dan manajemen yang buruk menyebabkan
persentase penggunaan kendaraan pribadi terus meningkat.
4
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Tabel 1.4 Jumlah dan Persentase Perjalanan Berdasarkan Moda Transportasi
Jakarta saat ini memiliki jalan tol yang menghubungkan jaringan jalan dalam kota
5 jalan tol yang memancar ke luar yaitu jalan tol Prof. Dr. Sedyatmo Toll
Road (yang menghubungkan ke Bandara Udara Internasional Soekarno-Hatta),
jalan tol Jakarta-Tangerang (yang menghubungkan ke jaringan jalan Tangerang
hingga Merak di barat), Jalan tol Jakarta-Serpong, Jalan tol Jagorawi (yang
menghubungkan ke jaringan jalan Bogor dan Ciawi di selatan), dan jalan tol
Cikampek (yang menghubungkan ke jaringan jalan Bekasi dan Cikampek di
timur). Panjang jalan tol di DKI Jakarta hingga tahun 2012 mencapai 123,48 km
5
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
dengan luas total hingga 3.040 km2. Jakarta juga memiliki jalan arteri primer yang
termasuk dalam jalan nasional dengan panjang 123,65 km dan luas 2.478 km2,
jalan kolektor primer dengan panjang 18,9 km dan luas 265 km2, jalan arteri
sekunder dengan panjang 563 km dan luas 8.798 km2, jalan kolektor sekunder
dengan panjang 1.057 km dan luas 7.327 km2, dan jalan administrasi dengan
panjang 5.045 km dan luas 26.401 km2. Salah satu alasan transportasi di DKI
Jakarta didominasi oleh kendaraan pribadi adalah kebijakan Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta, yang mengutamakan pembangunan jaringan jalan yang dirancang
untuk mengakomodasi pengguna kendaraan pribadi.
6
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
4.944 unit bus sedang dengan 85 rute (melayani jalan-jalan kolektor utama dan
kolektor sekunder), dan 14.183 unit bus kecil dengan 159 rute (melayani jalan-
jalan lokal) yang dikelola oleh 24 perusahaan penyedia transportasi publik.
Gambar 1.2 memperlihatkan peta trayek transportasi publik di DKI Jakarta.
Gambar tersebut memperlihatkan pembagian rute transportasi publik masih
tumpang tindih dan tidak seluruhnya mengikuti hirarki yang telah ditentukan.
Berbagai moda transportasi publik ini juga belum terintegrasi dengan baik baik
dari sisi jaringan maupun sistem pembayaran, walaupun telah ada upaya seperti
penggunaan e-money untuk layanan KRL dan TransJakarta.
7
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Gambar 1.3 Peta Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030
Pertumbuhan sistem transportasi di sisi lain memiliki daya dukung dan daya
tampung lingkungan (carrying capacity) yaitu terbatasnya luas lahan yang dapat
digunakan untuk membangun jalan dan infrastruktur transportasi. Sistem
transportasi adalah satu sektor yang membutuhkan lahan sebagai input utama
yang bersaing dengan penggunaan lahan lainnya. Menurut RTRW DKI Jakarta
hingga tahun 2030, luas jalan yang optimal adalah 12% dari luas wilayah total
atau setara dengan 79,38 km2. Berdasarkan data BPS di tahun 2013 luas jalan di
Jakarta adalah 51,34 km2 atau sudah mencapai 7,3% dari luas wilayah total.
Ketimpangan pertumbuhan jalan yang dibangun dan pertumbuhan jumlah
kendaraan bermotor yang beroperasi di DKI Jakarta mempengaruhi level of
services jalan.
8
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Tabel 1.5 Level of Services dan Kapasitas Jalan
Tabel 1.5 memperlihatkan metode perhitungan daya dukung jalan menurut Rijn
(2004) yang telah dikonversi dengan faktor penyesuaian kondisi jalan di DKI
Jakarta. Daya dukung sistem transportasi dapat dihitung dengan volume servis,
kecepatan rata-rata, atau kepadatan jalan. Kondisi jalan dikategorikan sebagai
lancar jika rasio penggunaan jalan adalah 0,35 dimana volume servis jalan tidak
mencapai 300 kendaraan per ruas jalan per jam, dengan kecepatan minimal 60
mil/jam dan kepadatan jalan tidak lebih dari 12 unit per mil. Kondisi jalan
dikategorikan sebagai stabil jika rasio penggunaan jalan adalah 0,54 dimana
volume servis jalan tidak mencapai 470 kendaraan per ruas jalan per jam, dengan
kecepatan minimal 57 mil/jam dan kepadatan jalan tidak lebih dari 15 unit per
mil. Kondisi jalan dikategorikan sebagai padat jika rasio penggunaan jalan adalah
1 atau mencapai kapasitas maksimalnya dimana volume servis jalan tidak
mencapai 920 kendaraan per ruas jalan per jam, dengan kecepatan minimal 47
mil/jam dan kepadatan jalan tidak lebih dari 33 unit per mil. Rasio penggunaan
melebihi ukuran tersebut dapat mengganggu fungsi sistem transportasi sehingga
menyebabkan kemacetan total. Penelitian ini menggunakan kepadatan jalan untuk
mengukur daya dukung sektor transportasi.
9
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Tabel 1.6 Kepadatan Jalan DKI Jakarta 2005-2013
Kepadatan Jalan
Tahun
(unit/mil)
2005 46,01
2006 47,72
2007 44,82
2008 46,25
2009 43,31
2010 40,00
2011 37,35
2012 34,10
Sumber: BPS (2011) (telah diolah)
Tabel 1.6 memperlihatkan kondisi kepadatan jalan di DKI Jakarta tahun 2005-
2013. Kepadatan jalan di tahun 2005 mencapai 46 kendaraan per mil dengan
kondisi jalan padat. Terjadi tren penurunan hingga 34 kendaraan per mil yang
diakibatkan oleh pembangunan jalan yang masih dilakukan oleh Pemerintah DKI
Jakarta. Level kepadatan jalan diperkirakan akan kembali meningkat saat luas
jalan yang terbangun telah mencapai 12% dari luas lahan DKI Jakarta seuai
dengan proyeksi Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta hingga tahun 2030.
Hal ini diakibatkan oleh jumlah kendaraan beroperasi yang terus tumbuh. Kondisi
ini di masa yang akan datang akan berakibat pada sistem transportasi yang tidak
berkelanjutan. Salah satu dampak yang dirasakan oleh penduduk DKI Jakarta saat
ini adalah kemacetan dan polusi kendaraan bermotor.
10
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
69% dari total NOx, 15% dari total pencemar SO2, dan 40% dari total pencemar
PM10. World Bank (2004) menyebutkan 73% dari notal NOx dan 15% dari total
PM10 dihasilkan dari sistem transportasi. Studi ini juga didukung oleh laporan
evaluasi kualitas udara kota yang dirilis oleh Kementrian Negara Lingkungan
Hidup (2007) yang menyebutkan bahwa di tahun 2002 sistem transportasi
menyumbang 65% dari total NOx, 17% dari SOx, dan 73% dari PM10.
Beberapa upaya telah dan akan dilakukan Pemerintah DKI Jakarta untuk
mengurai masalah transportasi di DKI Jakarta. Ada 3 strategi yang dikembangkan
oleh Pemerintah DKI Jakarta, yaitu pengembangan transportasi publik (BRT,
MRT, monorail), pembatasan lalu lintas (3 in 1, road pricing, kawasan parkir),
dan pengembangan jaringan dan kapasitas jalan. Pembangunan MRT telah
dimulai pada tanggal 10 Oktober 2013 dan diperkirakan selesai pada tahun 2018.
Jalur MRT Jakarta rencananya akan membentang kurang lebih 110.8 km, yang
terdiri dari Koridor Selatan – Utara (Koridor Lebak Bulus - Kampung Bandan)
sepanjang ±23.8 km dan Koridor Timur – Barat sepanjang 87 km. Pembangunan
transportasi publik berkapasitas besar tanpa menggunakan jaringan jalan ini
diharapkan dapat mengurai kemacetan di DKI Jakarta.
Riset ini disusun untuk menganalisis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan
pemilihan moda transportasi masyarakat serta dampaknya pada daya dukungnya
yaitu kepadatan jalan. Pemahaman mengenai faktor-faktor pendorong (driver)
pertumbuhan kebutuhan transportasi dapat dijadikan dasar untuk mengestimasi
beban emisi yang dihasilkan. Riset ini juga berupaya untuk mengukur efektivitas
kebijakan pengembangan transportasi publik sebagai salah satu solusi masalah
transportasi yang kini dihadapi oleh DKI Jakarta.
11
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
lingkungan hidup. Pembangunan ekonomi tanpa memperhatikan struktur sosial
masyarakat serta kemampuan lingkungan mendukung pembangunan tersebut
(carrying capacity) akan menyebabkan terganggunya fungsi lingkungan hidup
dengan dampak negatif yang terakumulasi dalam jangka panjang.
12
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
1.3. Tujuan Riset
Tujuan umum dari riset ini adalah membangun model keterkaitan antara
kendaraan bermotor yang beroperasi di DKI Jakarta dan daya dukung
lingkungannya untuk memahami masalah yang dihadapi oleh sistem transportasi
di DKI Jakarta sekarang dan mencapai sistem transportasi yang berkelanjutan di
masa yang akan datang.
13
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
14
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
15
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
menggunakan berbagai informasi yang didapat dari ilmu alam (biologi, kimia,
geologi) dan ilmu sosial (ekonomi, politik, etika) untuk mempelajari bagaimana
manusia berinteraksi dengan bumi, dan bagaimana menghadapi permasalahan
lingkungan yang kini muncul. Riset ini mendefinisikan ilmu lingkungan sebagai
studi interdisiplin dan multidisiplin dari berbagai disiplin ilmu alam dan sosial
yang mengkaji interaksi antara komponen lingkungan dengan makhluk hidup
yang berada di dalamnya, terutama manusia, untuk menemukan solusi bagi
berbagai masalah lingkungan hidup. Berdasarkan definisi para ahli mengenai ilmu
lingkungan, peneliti menyimpulkan ilmu lingkungan adalah studi multidisiplin
untuk memahami kegiatan manusia dan dampaknya pada lingkungan hidup
sebagai upaya menjaga kelestarian lingkungan sehingga lingkungan hidup tetap
dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
16
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
2. Interdependensi
Ilmu lingkungan menyadari bahwa setiap komponen yang ada di dalam suatu
lingkungan hidup, baik langsung maupun tidak, saling tergantung sama lain.
Setiap makhluk hidup yang mendiami suatu lingkungan saling bergantung
membentuk jaring-jaring makanan, mulai dari tumbuhan yang bergantung pada
sinar matahari untuk berfotosintesis hingga manusia sebagai puncak dari rantai
makanan. Ketergantungan antarkomponen lingkungan hidup ini yang akan
menyebabkan masalah lingkungan timbul secara sistemik jika salah satu
komponennya terganggu.
3. Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati (biodiversity) adalah keragaman bentuk makhluk hidup di
bumi mulai dari level gen hingga ekosistem (de Vere, 2008). Keragaman genetika,
organik, dan ekologis adalah elemen dari keanekaragaman hayati yang terdiri dari
berbagai komponen. Banyaknya elemen keanekaragaman hayati menyebabkan
berbagai definisi dan interpretasi dari kata tersebut. Menurut Delong (1996),
terdapat lebih dari 85 definisi berbeda dari kata keanekaragaman hayati. Definisi
yang paling sering digunakan dan menjadi acuan utama adalah menurut
Convention on Biological Diversity (CBD), yang ditandatangani oleh 150 negara
dalam konferensi United Nations Conference on Environment and Development
di Rio de J aneiro tahun 1992. CBD mendefinisikan keanekaragaman hayati
sebagai keanekaragaman di antara makhluk hidup dari berbagai sumber, termasuk
inter alia, terestrial, kelautan dan ekosistem akuatik lainnya dan kompleksitas
ekologis; termasuk di dalamnya keanekaragaman di dalam satu spesies,
antarspesies, dan ekosistem.
4. Harmoni
Keselarasan antara makluk hidup dengan lingkungannya penting untuk menjaga
sistem lingkungan tetap berfungsi dengan baik. Jika tidak tercipta keselarasan
lingkungan, maka akan terjadi konflik yang menyebabkan berbagai masalah
lingkungan. Pembangunan yang dilakukan oleh manusia sebaiknya menciptakan
keselarasan antara perkembangan demografis dengan potensi produktif ekosistem.
17
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
5. Sustainability
"Sustainability is the capacity of the earth’s natural systems and human cultural
systems to survive, flourish, and adapt to changing environmental conditions into the
very long-term future. It is about people caring enough to pass on a better world to
all the generations to come."
18
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
mempelajari mengenai kemampanan hubungan antara manusia dan pembangunan
dengan lingkungan hidup disekitarnya.
19
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
dalam kasus tertentu terancam punah akibat pola konsumsi berlebih yang tidak
dapat didukung lagi oleh lingkungannya. Kelangkaan sumber daya alam dan
penurunan kualitas fungsi lingkungan hidup diakibatkan oleh terlewatinya daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Konsep dasar ini yang kemudian
diturunkan ke dalam sebuah formula matematika untuk menghitung level
penggunaan barang dan jasa lingkungan optimal yang dapat digunakan di
lingkungan hidup.
20
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
kemiskinan. Pendekatan ini menekankan pada pentingnya pemerataan terhadap
hasil-hasil dari pertumbuhan ekonomi. Cara yang dilakukan dalam pendekatan ini
adalah dengan menggunakan indeks gini. Indeks ini diukur dengan angka antara
0-1. Bila indeks gini sama dengan satu maka terjadi ketimpangan maksimal,tapi
bila 0 maka ketimpangan tidak ada.
21
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
and Development (1987). WCED mendefinisikan pembangunan berkelanjutan
sebagai:
“Development that meets the needs of the present without compromising the
ability of future generations to meet their own needs.”
Salim (2008) dalam Aziz (2010) mengemukakan ada 5 hal yang harus diubah oleh
prinsip pembangunan berkelanjutan dalam paradigma pembangunan
konvensional. Pertama, pembangunan berkelanjutan harus mengubah perspektif
jangka pendek menjadi jangka panjang. Kedua, pembangunan berkelanjutan harus
mampu memperlemah dominasi aspek ekonomi dan meletakkannya sejajar
22
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
dengan aspek sosial dan lingkungan. Ketiga, pembangunan berkelanjutan harus
mengutamakan kepentingan publik diatas kepentingan kelompok. Keempat,
pembangunan berkelanjutan harus mampu mengoreksi kegagalan pasar dan
menginternalkan biaya eksternal yang berkaitan dengan pembangunan sosial dan
lingkungan. Kelima, pelaksanaan pembangunan berkelanjutan harus diikuti
dengan sistem check and balances yang didukung oleh kemitraan pemerintah,
korporasi dan masyarakat sipil yang memonitor dan mengoreksi kegagalan pasar.
23
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
dipikirkan tidak hanya terhadap lingkungan saja, tetapi terhadap ekonomi dan
sosial. Pembangunan berkelanjutan tidak menentang pembangunan ekonomi,
tetapi menempatkan pembangunan ekonomi sejajar dengan pembangunan
lingkungan hidup dan sosial.
2.1.5. Transportasi
Transportasi atau perangkutan secara umum adalah perpindahan dari suatu
tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang
digerakkan oleh tenaga manusia, hewan (kuda, sapi, kerbau), atau mesin (Sukarto,
2009). Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan (trip) antara asal
(origin) dengan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan orang dan/atau
barang antara dua tempat kegiatan yang terpisah untuk melakukan kegiatan
perorangan atau kelompok dalam masyarakat. Perjalanan dilakukan melalui suatu
lintasan tertentu yang menghubungkan asal dan tujuan, menggunakan alat angkut
atau kendaraan dengan kecepatan tertentu. Jadi perjalanan adalah proses
perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain.
24
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Pada dasarnya, kelima unsur diatas saling terkait yang membentuk suatu sistem
transportasi dengan fungsi menjamin penumpang dan/atau barang yang diangkut
akan sampai ke tempat tujuan dalam keadaan baik seperti pada saat awal
diangkut. Dalam hal ini perlu diketahui terlebih dahulu ciri penumpang dan
barang, kondisi sarana dan konstruksi prasarana, serta pelaksanaan transportasi.
25
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
tidak hanya untuk memperlancar arus barang dan mobilitas manusia, tetapi
transportasi juga membantu tercapainya pengalokasian sumbersumber ekonomi
secara optimal. Untuk itu jasa transportasi harus cukup tersedia secara merata dan
terjangkau oleh daya beli masyarakat. Transportasi berfungsi sebagai sektor
penunjang pembangunan dan pemberi jasa bagi perkembangan ekonomi.
26
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Untuk wilayah perkotaan, transportasi memegang peranan yang cukup
mementukan. Suatu kota yang baik dapat ditandai, antara lain dengan melihat
kondisi transportasinya. Transportasi yang baik, aman, dan lancar selain
mencerminkan keteraturan kota, juga memperlihatkan kelancaran kegiatan
perekonomian kota. Perwujudan kegiatan transportasi yang baik adalah dalam
bentuk tata jaringan jalan dengan segala kelengkapannya, berupa rambu-rambu
lalu lintas, marka jalan, penunjuk jalan, dan sebagainya. Selain kebutuhan jalan
untuk jalur jalan, masih banyak lagi kebutuhan lahan untuk tempat parkir,
terminal, dan fasilitas angkutan lainnya.
O2 terdapat sebanyak 21% sementara argon (Ar) hanya 1% dari total gas. Gas-gas
karbondioksida (CO2), helium (He), neon (Ne), xenon (Xe) dan kripton (Kr)
masing-masing hanya terdapat sebanyak 0.01% dari total gas. Sementara gas-gas
27
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
lain tersebut seperti Metana (CH4), karbon monoksida (CO), amoniak (NH3),
dinitrogen monoksida (N2O), dan hidrogen sulfida (H2S) memiliki potensi sebagai
Pencemaran udara dapat berbentuk campuran dari satu atau lebih bahan
pencemar, baik dalam bentuk padat, cair atau gas yang terdispersi ke udara.
Berdasarkan kejadian terbentuknya, bahan pencemar terdiri dari pencemar primer
(diemisikan langsung oleh sumber) dan pencemar sekunder (terbentuk karena
reaksi di udara antar berbagai zat).
28
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
(1) sumber tetap, yang berasal dari kegiatan proses industri pengolahan, konsumsi
bahan bakar dari industri dan rumah tangga
(2) sumber tetap spesifik, yang berasal dari kegiatan pembakaran hutan dan
pembakaran sampah
(3) sumber bergerak, yang berasal dari hasil pembakaran bahan bakar kendaraan
bermotor
(4) sumber bergerak spesifik yang berasal dari hasil pembakaran bahan bakar
kereta api, kapal laut, pesawat dan alat berat.
Emisi kendaraan bermotor adalah salah satu sumber pencemaran udara utama di
kawasan perkotaan. Tingkat emisi kendaraan bermotor dipengaruhi oleh
kandungan bahan bakar dan kondisi pembakaran di dalam mesin. Proses
pembakaran yang sempurna energi dihasilkan bersamaan dengan gas karbon
dioksida (CO2) dan uap air sebagai emisi, namun kondisi ini jarang terjadi.
Kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar minyak akan menghasilkan
emisi lainnya yaitu antara lain CO, HC, NO2, SO2, dan partikulat.
Hasil kajian Asian Developmen Bank (ADB) (2002), menyatakan bahwa tingginya
emisi kendaraan bermotor disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya adalah:
(1) sistem kontrol emisi kendaraan bermotor tidak diterapkan, (2) pelaksanaan
Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) berkala untuk transportasi publik tidak
berjalan efektif, (3) pemeriksaan emisi kendaraan di jalan sebagai bagian dari
penegakan hukum (terkait dengan pemenuhan persyaratan kelaikan jalan) belum
diterapkan, (4) kendaraan bermotor tidak diperlengkapi dengan teknologi
pereduksi emisi seperti katalis karena tidak tersedianya bahan bakar yang sesuai
untuk penggunaan katalis tersebut, (5) kualitas BBM yang rendah, (6) penggunaan
kendaraan berteknologi rendah emisi yang menggunakan bahan bakar alternatif
masih belum memadai, (7) pemahaman tentang manfaat perawatan kendaraan
secara berkala yang dapat menurunkan emisi dan meningkatkan efisiensi
penggunaan bahan bakar masih kurang, dan (8) disinsentif terhadapkendaraan-
kendaraan yang termasuk dalam kategori penghasil emisi terbesar belum
diperkenalkan.
29
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Peneliti berpendapat temuan ADB tersebut masih masih terbatas pada aspek
teknis. Riset tersebut mengimplikasikan kebijakan Comand and Control (CoC)
untuk sistem transportasi terutama untuk mengatur tingkat emisi kendaraan
bermotor. Kebijakan command and control (CoC) yang dilakukan untuk mengatur
tingkat emisi kendaraan walaupun dapat diimplementasikan secara efektif dengan
memiliki target yang jelas, tetapi kebijakan tersebut cenderung memiliki biaya
yang tinggi. Biaya tersebut harus dikeluarkan untuk terus menjaga peraturan
dilaksanakan oleh masyarakat. Jika aparat penegak peraturan tidak memiliki
sumber daya yang memadai, peraturan tersebut cenderung tidak efektif
diberlakukan. Hal ini yang menyebabkan berbagai temuan yang didapat oleh riset
ADB yaitu mengenai kurang baiknya penerapan sistem kontrol emisi.
Menurut Anderson & Johnson (1997), sebuah sistem memiliki lima karakteristik
yang spesifik. Pertama, seluruh bagian dari suatu sistem harus ada agar sistem
tersebut dapat melaksanakan tujuannya. Kedua, komponen-komponen suatu
sistem disusun dengan cara tertentu agar sistem tersebut bekerja. Ketiga, sistem
memiliki tujuan tertentu dalam sistem yang lebih besar. Keempat, sebuah sistem
menjaga stabilitas melalui fluktuasi dan penyesuaian. Kelima, sistem memiliki
umpan balik (feedback). Berdasarkan definisi-definisi tersebut, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa sistem adalah gabungan komponen-komponen yang
berinteraksi satu sama lain dan disusun secara khusus untuk menjalankan dan
menjaga sebuah fungsi. Masalah di dalam sistem tidak bisa diselesaikan dengan
pola berpikir linier, tetapi harus dengan berpikir sistemik.
30
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Menurut Cavana dan Maani (2000) ada 4 jenis pola berpikir yang diideologikan
sebagai gunung es: kejadian, pola, struktur, dan model mental. Pola berpikir yang
paling dangkal adalah dengan hanya menganalisis kejadian tanpa
menghubungkannya dengan kejadian lain. Pola berpikir selanjutnya adalah
dengan memperoleh pola yang terdapat pada sekumpulan kejadian. Tahap
selanjutnya adalah dengan mengenali struktur yang menyebabkan pola tersebut.
Dan yang terakhir adalah dengan mengembangkan model mental. System
dynamics mengembangkan model mental untuk menganalisis masalah di dalam
sebuah sistem yang menyebabkan fungsi sistem tersebut terganggu.
System Dynamics adalah sebuah metode ilmiah untuk mempelajari sistem yang
kompleks, dengan berlandaskan pada teori nonlinier dynamics dan feedback
control (Sterman, 2004). Secara khusus, System dynamics didefinisikan sebagai
metode untuk mempelajari sistem yang kompleks, dinamis, non linier melalui
pengelolaan feedback. System dynamics menggunakan pola berpikir sistem untuk
menyelesaikan sebuah masalah. Berdasarkan definisi tersebut, peneliti
menyimpulkan ada 4 ciri system dynamics: kompleksitas, dinamika, non-
linieritas, dan feedback.
Suatu sistem dapat dikatakan kompleks jika fenomena yang diamati terdiri dari
sejumlah besar elemen yang memiliki struktur hirarki multilevel (Kljajiæ, Škraba,
& Bernik, 1999). Kompleksitas dapat dinyatakan baik secara kuantitatif maupun
kualitatif, sehingga ciri kompleksitas suatu sistem dipengaruhi oleh banyaknya
unsur-unsur atau komponen sistem dan banyaknya keterkaitan antar unsur-unsur
atau komponen sistem. Detail complexity adalah kompleksitas sistem karena
banyaknya unsur-unsur atau komponen sistem, sehingga semakinbanyakunsur-
unsur atau komponennya, sistem yang dibentuk akan semakin kompleks. Dynamic
complexity adalah kompleksitas sistem karena banyaknya keterkaitan komponen
dalam sistem, yang artinya semakin banyak keterkaitan antara unsur-unsur atau
komponennya, maka sistem semakin kompleks.
31
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Ciri dinamika sistem menggambarkan bahwa kinerja sistem selalu mengalami
perubahan dengan berubahnya waktu. Menurut Ruina & Pratap (2014) ciri utama
dinamika yang membedakannya dengan statistik adalah analisis yang
dikembangkan berpusat pada pergerakannya, sementara statistik secara umum
menganalisis sesuatu yang tidak bergerak. Kekuatan pergeragan di dalam statistik
bergerak berlawanan, sementara di dalam dinamika pergerakan itu terakumulasi
bersama. Variabel waktu menjadi unsur utama dalam analisis dinamika sementara
statistik mengasumsikannya pengaruh waktu sebagai konstan.
Non-linieritas menjadi salah satu ciri System Dynamics, yaitu adanya perilaku
sistem yang non-linier. Fungsi linear adalah fungsi yang membuat garis lurus
ketika digambarkan ke dalam grafik. (Williams, 2015). Dengan demikian fungsi
non-linear secara sederhana dapat didefinisikan sebagai semua fungsi yang tidak
linier. Beberapa contoh fungsi nonlinier adalah polinomial dan eksponensial.
32
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
System Dynamics termasuk dalam kelompok model kuantitatif. Kompleksitas
sistem di dunia nyata tidak memungkinkan untuk digambarkan seluruhnya di
dalam sebuah model, sehingga pembatasan adalah konsep penting dalam
membangun sebuah model.
Simon (1957) menyatakan prinsip bounded rationality, yaitu kapasitas daya pikir
manusia untuk menformulasikan dan menyelesaikan masalah yang kompleks
sangat kecil jika dibandingkan dengan lingkup masalah itu sendiri. Rasionalitas
menunjukkan gaya perilaku yang sesuai dengan pencapaian tujuan tertentu, dalam
batas-batas yang ditentukan oleh kondisi tertentu dan kendala. Seseorang harus
memiliki pengetahuan yang sempurna tentang kendala ini untuk menemukan
solusi rasional dari suatu masalah. Simon (1957) menyatakan bahwa teori
bounded rationality dapat dibangun dengan memodifikasi asumsi ini dengan
berbagai cara. Salah satunya adalah dengan mengasumsikan parameter tertentu
dari satu atau kedua fungsi sebagai variabel acak dengan distribusi yang telah
diketahui. Cara lain di mana rasionalitas dapat dibatasi adalah dengan
mengasumsikan bahwa aktor hanya memiliki informasi yang terbatas tentang
alternatif solusi.
33
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Siklus permodelan System Dynamics adalah langkah-langkah proses pembuatan
model System Dynamics. Langkah-langkah siklus permodelan System Dynamics
meliputi pembuatan konsep atau struktur permasalahan, pembuatan model, input
data, uji konsistensi dimensi dan simulasi, serta validasi model, dan diakhiri
dengan uji sensitivitas dan analisis kebijakan. Model yang tidak valid, ditinjau
kembali dari tahap awal siklus permodelan System Dynamics.
34
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
2.1.7. Kerangka Teori
Ilmu Lingkungan
Ekonomi
Pembangunan
Ilmu System
Ekonomi Dynamics
Tujuan riset ini adalah membangun model analisis daya dukung kendaraan
bermotor untuk kemampanan sistem transportasi di DKI Jakarta. Pembangunan
berkelanjutan adalah teori yang diturunkan dari teori ekonomi pembangunan
konservatif di ilmu ekonomi dengan menambahkan teori kemampanan
(sustainability). Sustainability, salah satu dari lima teori utama dari ilmu
lingkungan, adalah kondisi dimana setiap komponen dalam suatu lingkungan
dapat terus menjaga fungsi lingkungan hidup tersebut. Pembangunan
berkelanjutan adalah upaya pembangunan ekonomi tanpa mengorbankan aspek
sosial dan lingkungan. Kondisi ini dapat tercapai jika pembangunan ekonomi
tidak melampaui kapasitas daya dukung lingkungan yang tersedia. Teori
transportasi dibutuhkan untuk menjelaskan hubungan masing-masing komponen
di dalam subsistem transportasi dan pengaruhnya pada kendaraan bermotor yang
beroperasi di DKI Jakarta. Teori system dynamics digunakan untuk membangun
pola berpikir sistemik dalam pembangunan model.
35
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
2.2. Kerangka Berpikir
Pola Konsistensi
referensi Validasi Dimensi &
Model Teori
Apakah Tidak
Valid?
Ya
Ya
36
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Gambar 2.2 memperlihatkan kerangka berpikir yang digunakan untuk mencapai
tujuan riset. Tujuan umum riset ini menganalisis daya dukung sistem transportasi
sebagai upaya mencapai transportasi yang berkelanjutan. Hal yang pertama
dilakukan di dalam riset ini adalah menentukan metode yang digunakan untuk
mengukur daya dukung. Riset ini menggunakan kepadatan jalan sebagai indikator
daya dukung. berdasarkan telaah literartur dari riset-riset sebelumnya Identifikasi
variabel yang mempengaruhi sistem transportasi adalah langkah selanjutnya untuk
mencapai tujuan tersebut. Sistem transportasi yang maju dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi, begitu pula sebaliknya. Sistem transportasi memiliki
carrying capacity dalam bentuk daya tampung lingkungan untuk menyerap emisi
yang dikeluarkan dari proses pembakaran kendaraan bermotor. Emisi yang
melewati carrying capacity, dapat menurunkan kualitas lingkungan sehingga
akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Hubungan
ini kemudian digunakan untuk membangun model system dynamics sistem
transportasi DKI Jakarta.
37
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
2.3. Kerangka Konsep
Beban Emisi
Kebutuhan Pembangunan
Transportasi Jalan
Penduduk
PDRB Jalan
Aksesibilitas
2.4. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep, hipotesis riset adalah:
(1) Kebutuhan transportasi dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan pertumbuhan
ekonomi (PDRB) dengan tren exponential growth akibat hubungan umpan
balik dari komponen sistem ekonomi dan sistem transportasi.
(2) Beban emisi kendaraan bemotor di DKI Jakarta dipengaruhi oleh aktivitas
kendaraan.
(3) yang beroperasi di DKI Jakarta dan luas wilayah total DKI Jakarta.
(4) Daya dukung sistem transportasi dipengaruhi oleh jumlah sumber daya yang
tersedia (jalan dan transportasi publik) dan penggunaannya (kendaraan
bermotor beroperasi dan penggunaan transportasi publik).
(5) Peningkatan peran transportasi publik untuk memenuhi kebutuhan
trnasportasi dapat menjadi solusi pengelolaan sistem transportasi yang
berkelanjutan di masa yang akan datang dengan menurunkan aktivitas
kendaraan tanpa mengorbankan pertumbuhan perekonomian.
38
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
BAB 3 METODE RISET
METODE RISET
39
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Riset
Nama Variabel
No Definisi Operasional Variabel Satuan
Riset
40
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
3.5. Data Riset
Data yang digunakan dalam riset ini adalah data sekunder. Data sekunder tersebut
bersumber dari berbagai lembaga dan instansi terkaityaitu Badan Pusat Statistik
(BPS), Dinas Tata Kota Provinsi DKI Jakarta, Dinas Perhubungan Provinsi DKI
Jakarta, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD), hasil riset dari
Japan International Cooperation Agency (JICA), dan riset-riset yang telah
dilakukan sebelumnya.
Daya dukung jalan dihitung dengan menggunakan variabel rasio kepadatan jalan
dengan rumus:
(3.1)
Dimana daya dukung jalan maksimum adalah 28 unit kendaraan bermotor per mil
panjang jalan yang didapatkan dari riset sebelumnya (Rijn, 2004) setelah
disesuikan dengan kondisi ruas jalan di DKI Jakarta yang dihitung dengan rumus:
(3.2)
Dimana lebar ruas jalan DKI Jakarta adalah 2 m dan luas ruas jalan AS adalah 3,5
m.
41
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Rasio kepadatan jalan yang mencapai 100% memperlihatkan bahwa daya dukung
jalan telah mencapai kapasitas maksimum dan nilai diatas 100% memperlihatkan
bahwa kondisi sistem transportasi sudah tidak berkelanjutan.
Metode perhitungan emisi yang digunakan dalam riset ini mengacu pada riset
yang dilakukan sebelumnya oleh JICA (2004) yaitu:
(3.3)
Dimana
: Beban emisi dari seluruh jenis kendaraan
: Aktivitas kendaraan bermotor di DKI Jakarta
: Koefisien emisi dari setiap kilometer dari aktivitas
kendaraan bemotor
(3.4)
Dimana
: Jumlah kendaraan bermotor beroperasi
: Rata-rata jarak tempuh per kendaraan
42
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
(4) Pengumpulan data pola referensi, pola referensi dibutuhkan sebagai data awal
yang digunakan di dalam model. Pola referensi juga digunakan untuk
menentukan validasi dari simulasi model yang akan dibangun.
(5) Pembuatan Stock Flow Diagram, SFD dibangun dengan menggunakan
variabel-variabel yang telah diindentifikasi di CLD. Variabel-variabel
tersebut diklasifikan ke dalam 4 kategori sesuai perannya di dalam model:
Stock, Flow, Auxilary, dan Constant.
(6) Simulasi model dan analisis, SFD yang telah dibangun diolah dengan
menggunakan data yang didapat dari pola referensi sehingga menghasilkan
grafik dan tabel hasil simulasi. Hasil tersebut kemudian dianalisis.
(7) Validasi model, tahap ini dilakukan untuk menentukan apakah model yang
telah dibangun dapat secara akurat menggambarkan cara kerja sistem yang
ingin ditiru dalam kenyataannya. Jika model valid, maka hasil simulasi dapat
dijadikan dasar untuk membuat skenario Business As Usual. Jika model tidak
valid, maka peneliti harus melakukan iterasi siklus model sampai menemukan
hasil simulasi yang valid.
Model yang akan dibangun di dalam riset ini adalah hasil tiruan dari sistem
transportasi yang berkaitan dengan aktivitas dan emisi kendaraan bermotor di DKI
Jakarta. Model yang dibangun diharapkan mampu mendekati kenyataan dan fakta
yang terjadi di lapangan, sehingga dibutuhkan pola referensi untuk melakukan
validasi model. Pola referensi adalah sekumpulan data dari variabel-variabel yang
akan digunakan di dalam model. Pola refensi di dalam riset ini adalah data
sekunder yang bersumber dari berbagai instansi pemerintah yaitu Badan Pusat
Statistik (BPS) DKI Jakarta, Dinas Perhubungan DKI Jakarta, dan Badan
Pengelola Lingkungan Hidup DKI Jakarta. Rentang waktu data yang diambil
sebagai pola referensi adalah per tahun, yaitu dari tahun 2005 hingga tahun 2011.
43
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
menentukan data awal dari simulasi model di dalam Stock Flow Diagram.
Variabel yang dikategorikan sebagai Stock dan Auxilaryakan menggunakan initial
value dari data tahun dasar yaitu tahun 2005. Variabel yang dikategorikan sebagai
Inflow akan menggunakan rumus yang didukung oleh teori, dengan konstanta
yang didapat dari rata-rata perubahan data variabel.
(3.5)
Konstanta yang digunakan adalah rata-rata perubahan nilai variabel tiap tahunnya:
(3.6)
44
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Pola referensi yang didapat dari data sekunder selanjutnya digunakan dalam
proses validasi model. Pola referensi dan hasil simulasi disajikan dalam bentuk
grafik overlay sehingga terlihat kemiripan slope dan trend-nya secara visual.
Validasi juga dilakukan dengan metode perhitungan matematis yaitu dengan
rumus Absolute Mean of Error (AME) (Armstrong, 2000) dengan menggunakan
aplikasi Microsoft Excel. Formulasi matematika dari penghitungan AME adalah:
(3.7)
Dimana
AME = Means Average Percentage Error
At = Nilai variabel data referensi
Ft = Nilai variabel simulasi
Penggunaan metode AME untuk validasi statistik membutuhkan dua sumber data,
yaitu data hasil simulasi yang diperoleh dari nilai variabel hasil simulasi (S) dan
data nilai variabel berdasarkan data riil/sebenarnya (R) yang diperoleh dari hasil
pengamatan. Model dapat dikatakan valid jika nilai AME yang diperoleh kurang
dari 30%.
Model yang telah valid selanjutnya diuji konsistensi dimensinya. Uji Konsistensi
Dimensi adalah metode yang digunakan untuk mengetahui kesinambungan Unit
of Measure dalam SFD dengan menganalisis Unit of Measure variabel-variabel
yang berhubungan di dalam SFD. Model yang konsisten memiliki Unit of
Measureyang sama untuk setiap persamaan yang digunakan di dalam SFD.
Model yang dinyatakan tidak valid berdasarkan Uji Validitas dan Uji Konsistensi
Dimensi, akan diperiksa ulang secara bertahap. Penelitiakan melakukan
pemeriksaan kembali mulai dari awal konsep yang dibuat berdasarkan teori, CLD,
kemudian SFD. Tahap ini akan terus diulang hingga didapat AME dibawah 30%.
Hasil simulasi yang telah valid selanjutnya dijadikan dasar untuk membangun
skenario Business As Usual (BAU) dalam bentuk grafik dan tabel tahun 2014 –
2019. Skenario BAU tersebut dianalisis untuk mengidentifikasi masalah yang
45
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
terdapat di dalam sistem ekonomi dan transportasi. Hasil analisis ini digunakan
untuk membuat skenario intervensi dalam bentuk kebijakan.
Jika struktur model sudah sesuai dan valid, setiap variabel kemudian dilihat trend-
nya dan dibandingkan dengan teori yang ideal. Jika trend variabel tidak sesuai
dengan teori yang digunakan, maka harus diintervensi sehingga perilakunya dapat
berubah. Intervensi dilakukan pada variabel leverage, yaitu variabel yang paling
sensitif. Uji sensitivitas dilakukan untuk mencari variabel leverage tersebut.
Variabel leverage dapat diintervensi secara fungsional maupun struktural. Hasil
simulasi intervensi variabel tersebut kemudian dianalisis kembali dalam bentuk
narasi.
46
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
DKI Jakarta adalah ibukota dan kota terbesar di Indonesia yang terletak di barat
laut pulau Jawa, tepatnya pada posisi astronomis 6°12’ lintang selatan dan
106°48” bujur timur. Berdasarkan posisi geografisnya, Provinsi DKI Jakarta
memiliki batas-batas wilayah. Batas wilayah Jakarta di sebelah utara adalah pantai
yang membentang dari barat sampai ke timur sepanjang 35 km yang menjadi
47
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
tempat bermuaranya 9 buah sungai dan 2 buah kanal, yang berbatasan dengan
Laut Jawa. Jakarta di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan wilayah
Provinsi Jawa Barat, sementara itu di sebelah barat dengan Provinsi Banten. Kota
Jakarta adalah dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas
permukaan laut.
Gambar 4.1 memperlihatkan peta wilayah DKI Jakarta. Jakarta dibagi menjadi 5
wilayah kota administrasi dan 1 kabupaten: Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta
Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, dan Kepulauan Seribu. Luas wilayah
Provinsi DKI Jakarta,berdasarkan SK Gubernur Nomor 171 tahun 2007, adalah
berupa daratan seluas 662,33 km2 dan berupa lautan seluas 6.977,5 km2. Wilayah
DKI memiliki tidak kurang dari 110 buah pulau yang tersebar di Kepulauan
Seribu, dan sekitar 27 buah sungai/saluran/kanal yang digunakan sebagai sumber
air minum, usaha perikanan dan usaha perkotaan.
Jakarta menjadi pusat aglomerasi urban beberapa kota satelit sekitar yang dikenal
dengan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi). Jabodetabek
sendiri adalah daerah urban dengan popolasi penduduk terbesar kedua di dunia
setelah Tokyo dengan jumlah populasi diperkirakan mencapai 30,5 juta jiwa di
tahun 2014. Jakarta dikategorikan sebagai kota global di tahun 2008 oleh
Globalization and World Cities Study Group and Network (GaWC) dan berada di
peringkat ke-17 berdasarkan pertumbuhan ekonomi kota-kota terbesar di dunia
menurut survey dari Brooking Institute. Survey ini juga membuktikan bahwa
pertumbuhan Jakarta lebih pesat dibandingkan Kuala Lumpur, Beijing dan
Bangkok.
48
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
dalam riset. Transportasi darat dan masalah yang dihadapi oleh moda transportasi
darat adalah pembahasan utama dari riset ini.
49
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Gambar 4.2 memperlihatkan kondisi kemacetan di DKI Jakarta yang umumnya
dijumpai di daerah pusat bisnis dan perkantoran di pagi hari sebelum pukul 9.
Gambar tersebut memperlihatkan kepadatan jalan yang telah melampaui daya
dukung infrastruktur jalan sehingga menyebabkan kemacetan. Berbagai kebijakan
telah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta antara lain dengan pembatasan
penggunaan jalan yaitu kebijakan 3-in-1 dimana mobil yang melewati jalur arteri
memiliki penumpang minimal 3 orang di jam puncak kemacetan seperti yang
dapat dilihat di gambar 4.3.
Kebijakan pembatasan penggunaan jalan yang lain adalah dengan melarang truk
lewat jalan utama di siang hari dan pengadopsian marka jalan yellow box junction
seperti yang diperlihatkan di gambar 4.4. Kotak tersebut disebut Yellow Box
Junction (YBJ). YBJ adalah marka jalan yang bertujuan mencegah kepadatan lalu
lintas di jalur dan berakibat pada tersendatnya arus kendaraan di jalur lain yang
tidak padat. Dengan YBJ, diharapkan kepadatan di persimpangan tidak terkunci.
Yellow Box Junction sangat berguna di persimpangan-persimpangan jalan yang
padat, pada jalan-jalan utama serta saat waktu puncak kepadatan lalu lintas.
Banyak pengguna kendaraan bermotor tetap menerobos lampu (traffic light)
merah, saat antrean kendaraan di depannya belum terurai. Adanya YBJ ini
50
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
walaupun lampu traffic light sudah hijau pengguna jalan yang belum masuk YBJ
harus berhenti ketika ada kendaraan lain di dalam YBJ. Mereka baru bisa maju
jika kendaraan di dalam YBJ sudah keluar. Pengendara yang tetap memaksa
memasukkan kendaraannya ke dalam YBJ, padahal masih ada kendaraan lain di
dalamnya, maka akan di tilang, ini sama saja melanggar marka jalan.
Yellow Box Junction akan berfungsi maksimal jika ada kesadaran dari pengguna
jalan. Sebab kesadaran warga juga kunci utama kelancaran lalu lintas. Jadi jika
pengendara melihat jalur di depan tersendat, sebaiknya tidak memaksa masuk ke
YBJ walaupun lampu masih hijau. Sehingga ketika jalur lain hijau, tidak akan
terjadi tersendatnya arus lalu lintas. Dalam penjelasan UU No. 22 Tahun 2009
tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, pasal 287 (2) juncto Pasal 106 (4) huruf a,
b tentang rambu-rambu lalu lintas dan berhenti di belakang garis stop. Pidananya
ialah kurungan dua bulan penjara atau denda Rp 500.000.
51
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Pemprov Jakarta juga terus berupaya untuk menambah jaringan jalan baik jalan
biasa yang dapat dilewati setiap moda transportasi maupun jalaln tol. Jakarta saat
ini memiliki jalan tol yang menghubungkan jaringan jalan dalam kota 5 jalan tol
yang memancar ke luar yaitu:
(1) Jalan tol Prof. Dr. Sedyatmo Toll Road yang menghubungnkan ke Bandara
Udara Internasional Soekarno-Hatta.
(2) Jalan tol Jakarta-Tangerang yang menghubungkan ke jaringan jalan Tangerang
hingga Merak di barat.
(3) Jalan tol Jakarta-Serpong
(4) Jalan tol Jagorawi yang menghubungkan ke jaringan jalan Bogor dan Ciawi di
selatan.
(5) Jalan tol Cikampek yang menghubungkan ke jaringan jalan Bekasi dan
Cikampek di timur.
Dimana panjang jalan tol di DKI Jakarta hingga tahun 2012 mencapai 123,48 km
dengan luas total hingga 3.040 km2. Jakarta juga memiliki jalan arteri primer yang
termasuk dalam jalan nasional dengan panjang 123,65 km dan luas 2.478 km2,
jalan kolektor primer dengan panjang 18,9 km dan luas 265 km2, jalan arteri
sekunder dengan panjang 563 km dan luas 8.798 km2, jalan kolektor sekunder
dengan panjang 1.057 km dan luas 7.327 km2, dan jalan administrasi dengan
panjang 5.045 km dan luas 26.401 km2.
DKI Jakarta juga memiliki transportasi publik sebagai upaya mengurai kemacetan
yang terdiri dari bus besar, bus sedang dan bus kecil dengan rute yang
menghubungkan satu terminal bus ke terminal bus yang lainnya. Gambar 4.5
memperlihatkan contoh terminal bus di DKI Jakarta. Jakarta saat ini memiliki 19
terminal yaitu: Terminal Blok M, Terminal Cililitan, Terminal Grogol, Terminal
Kalideres, Terminal Kampung Melayu, Terminal Kampung Rambutan, Terminal
Klender, Terminal Kota, Terminal Lebak Bulus, Terminal Manggarai, Terminal
Muara Angke, Terminal Pasar Minggu, Terminal Pasar Senen, Terminal Pinang
Ranti, Terminal Pulogadung, Terminal Ragunan, Terminal Rawamangun,
Terminal Tanah Abang dan Terminal Tanjung Priok.
52
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Gambar 4.5 Terminal Bus di Jakarta
Jakarta saat ini memiliki 2.967 unit bus besar dengan 219 rute, 4.944 unit bus
sedang dengan 85 rute, dan 14.183 unit bus kecil dengan 159 rute yang dikelola
oleh 24 perusahaan penyedia transportasi publik. Beberapa terminal bus juga
menyediakan angkutan publik antarprovinsi yang memenuhi kebutuhan
perjalanan ke dalam dan luar kota Jakarta serta bus DAMRI yang menyediakan
angkutan khusus ke Bandara Udara Internasional Soekarno-Hatta. Beberapa jenis
transportasi publik di luar moda bus adalah Trans Jakarta, taksi, bajaj dan ojek.
Trans Jakarta sementara itu adalah moda transportasi berjenis Bus Rapid
Transportation (BRT) yang memiliki jalur khusus dan mulai beroperasi tahun
2004. Trans Jakarta adalah moda BRT pertama di Asia Tenggara dengan 91
armada bus dan 1 koridor rute di tahun 2005 dan terus ditambah hingga 916
armada dan 12 korider rute di tahun 2015. Trans Jakarta terbukti menjadi salah
satu moda transportasi publik yang signifikan dalam membantu pengelolaan
sistem transportasi publik. Sistem yang terintegrasi dengan halte khusus
menyebabkan kegiatan bertransportasi yang lebih tertib.
53
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
4.2. Keterbatasan Riset
Penulis menemui beberapa hambatan selama riset berlangsung, terutama
hambatan dari ketersediaan data. Riset ini bukan dilakukan di lapangan atau
melalui tes uji coba lab, tetapi menggunakan studi literatur dan data sekunder
yang didapat dari berbagai instansi pemerintahan serta riset-riset terkait
sebelumnya. Hal ini menyebabkan akses pustaka menjadi keterbatasan utama
dari riset ini. Beberapa variabel yang relevan tidak dapat digunakan di dalam
model akibatnya kurang dapat diandalkannya data sekunder yang didapat.
Beberapa hal yang terkait dengan masalah ini adalah tentang data konsumsi energi
sistem transportasi yang amat relevan dengan pembahasan terkait riset ini.
Kesulitan dalam mengakses sumber data yang dapat diandalkan menyebabkan
peneliti tidak bisa menghitung beban emisi karbondioksida yang faktor emisinya
hanya tersedia dalam satuan gram untuk setiap liter pemakaian bahan bakar.
Hambatan lain yang peneliti temukan di dalam riset ini adalah aspek spasial dari
sistem transportasi. Model system dynamics tidak dapat mencerminkan unsur
spasial karena karakter modelnya yang bersifat temporal. Model yang dibangun
berbasis pada aspek fisik dan mekanis seperti jumlah kendaraan yang beroperasi,
aktivitas kendaraan, luas jalan, kapasitas jalan dan beban emisi. Variabel-variabel
ini dibangun dengan beberapa asumsi yang dibuat untuk menyederhanakan dan
menanggulangi keterbatasan data spasial. Variabel-variabel ini hanya dapat
mencerminkan sistem transportasi secara umum yaitu dalam bentuk rata-rata
harian. Transportasi pada kenyataannya amat tergantung pada aspek spasial. Tata
ruang kota dan penggunaan lahan mempengaruhi infrastruktur transportasi
sehingga dengan penataan yang berbeda, pengaruhnya dapat berbeda pada daya
dukung dan daya tampung sistem transportasi. Aktivitas kendaraan setiap harinya
juga lebih dinamis yang sangat tergantung dengan waktu dan lokasi. Hal-hal ini
belum dapat diintegrasikan ke dalam model.
54
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
4.3. Analisis Faktor-Faktor Kebutuhan Transportasi di DKI Jakarta
Kebutuhan transportasi yang dimaksud di dalam riset ini adalah rata-rata harian
jumlah perjalanan yang dibutuhkan pada tahun tersebut. Sistem transportasi
sendiri pada dasarnya digunakan untuk memindahkan manusia dan barang dari
satu tempat ke tempat yang lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan
transportasi berdasarkan definisi tersebut adalah jumlah penduduk dan
pertumbuhan ekonomi. Semakin banyak jumlah penduduk, semakin banyak
jumlah manusia yang membutuhan sistem transportasi. Pertumbuhan ekonomi
juga meningkatkan jumlah barang dan manusia yang membutuhkan transportasi.
55
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Tahun
60+
55–59
50–54
45–49
40–44
35–39
Perempuan
30–34
25–29 Laki-Laki
20–24
15–19
10–14
5-9
0-4
Ribu Jiwa
0 200 400 600 800
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia DKI Jakarta 2005-2010
Usia Fraksi
Tahun Jumlah Laju
0-9 10-19 20-55 56+ Penduduk
2005 1437284 1430936 5200455 742930 8811605
2006 1472289 1443694 5263146 783551 8962680 0.017145
2007 1494522 1503332 5321058 849081 9167993 0.022908
2008 1488685 1509385 5456841 861170 9316081 0.016153
2009 1482944 1537913 5598666 843477 9463000 0.01577
2010 1606372 1507188 5686022 808205 9607787 0.0153
Angka Pertumbuhan Penduduk 0.017455213
56
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Tabel 4.2 memperlihatkan data referensi jumlah penduduk yang menjadi salah
satu faktor yang menyebabkan perubahan kebutuhan transportasi. Data refensi
yang digunakan untuk variabel penduduk adalah komposisi penduduk DKI
Jakarta berdasarkan kelompok usia tahun 2005-2010 yang didapat dari BPS DKI
Jakarta. Riset ini mengelompokan jumlah penduduk ke dalam 4 kategori yaitu:
usia prasekolah (0-9), usia sekolah (10-19), usia produktif (20-55) dan usia
dini/pensiun (55+). Pengelompokan usia ini dillakukan karena setiap kelompok
usia memiliki tingkat kebutuhan transportasi yang berbeda. Usia prasekolah
hampir tidak membutuhkan moda transportasi akibat kegiatan yang masih
terbatas. Usia sekolah membutuhkan transportasi untuk melakukan perjalanan
pulang-pergi untuk bersekolah di hari kerja. Usia produktif lebih aktif dalam
bergerak dan membutuhkan transportasi lebih sering dibandingkan usia pensiun
yang jarang beraktivitas di luar rumah.
Jumlah Penduduk
12000000
10000000
8000000
6000000
4000000
2000000
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Gambar 4.7 memperlihatkan grafik dari komposisi penduduk DKI Jakarta. DKI
Jakarta didominasi oleh penduduk usia produktif dengan trend peningkatan 1,74%
per tahun. Hal ini sesuai dengan komposisi penduduknya yang umumnya dimiliki
57
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
oleh negara berkembang seperti Indonesia. Jumlah penduduk ini belum termasuk
jumlah komuter yang berasal dari kota satelit bodetabek.
Sistem transportasi juga selain digunakan oleh rumah tangga, dibutuhkan untuk
menjalankan kegiatan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang ditandai oleh
peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah salah faktor
pendorong kebutuhan transportasi. Variabel PDRB juga diasumsikan telah
menggambarkan faktor-faktor yang berhubungan dengan sistem perekonomian
(kegiatan bisnis, kegiatan turis, pendapatan). Pola refensi yang digunakan untuk
variabel PDRB DKI Jakarta adalah data PDRB DKI Jakarta Harga Berlaku Tahun
2005 – 2012 yang bersumber dari BPS DKI Jakarta. Tabel 4.2 memperlihatkan
PDRB DKI Jakarta Harga Berlaku Tahun 2005 – 2012 dan angka pertumbuhan
ekonominya. Angka PDRB ADHB terus meningkat dari 433 miliar rupiah
menjadi 1104 miliar rupiah dengan angka pertumbuhan ekonomi 0,14. Angka
pertumbuhan ekonomi ini belum mengeluarkan faktor inflasi yang umumnya 6-
7%.
58
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Tabel 4.3 Data Pola Referensi PDRB
Fraksi Laju
Tahun PDRB ADHB PDRB
2005 433.860.253
2006 493.888.740 0,138359037
2007 566.449.359 0,146916933
2008 677.044.751 0,195243211
2009 757.696.593 0,119123355
2010 861.992.094 0,137648106
2011 982.521.419 0,139826485
2012 1.104.738.584 0,124391349
Angka Pertumbuhan
0,14307264
Ekonomi
Gambar 4.3 memperlihatkan grafik data referensi variabel PDRB. Tren yang
diperlihatkan oleh data ini adalah exponential growth dimana pertumbuhan rata-
rata per tahunnya 14%. Perilaku ini umumnya dijumpai di negara-negara
berkembang seperti Indonesia yang tingkat inflasinya masih di atas 6%.
Pertumbuhan ekonomi ini didukung oleh sektor-sektor tersier yang terus
meningkat selama 10 tahun terakhir.
Rp PDRB ADHB
1.15E+09
1.05E+09
950000000
850000000
750000000
PDRB ADHB
650000000
550000000
450000000 Tahun
350000000
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
59
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Pengaruh pertumbuhan ekonomi pada kebutuhan transportasi ditentukan oleh
besarnya peran sektor transportasi di dalam PDRB. Sektor transportasi adalah 1
dari 9 sektor menentukan nilai PDRB.
Pilihan moda transportasi di tabel 4.1 digunakan di dalam model dalam bentuk
persentase penggunaan moda transportasi. Tabel 4.4 memperlihatkan perhitungan
persentase penggunaan kendaraan berdasarkan data trip dari SITRAMP (2004).
Moda transportasi yang digunakan di dalam model ini dibagi menjadi kendaraan
pribadi dan transportasi publik. Kendaraan pribadi terdiri dari motor dan mobil.
Transportasi publik terdiri dari bus (kecil, sedang, besar), TransJakarta, taksi dan
bajaj. Persentase ini digunakan untuk tahun 2005 dan diasumsikan bergerak sesuai
waktu dengan menggunakan fungsi graph. Persentase penggunaan kendaraan
pribadi diperkirakan meningkat sementara transportasi publik berkurang.
60
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
4.4. Analisis Faktor Kepadatan Jalan DKI Jakarta
Kepadatan jalan yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah rata-rata jumlah
kendaraan yang beroperasi per mil jalan yang terbangun. Jumlah kendaraan dan
panjang jalan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kepadatan jalan
berdasarkan definisi tersebut. Riset ini membatasi jenis kendaraan pribadi menjadi
sepeda motor dan mobil penumpang, karena kedua moda transportasi tersebut
mendominasi kendaraan bermotor yang beroperasi di DKI Jakarta. Kedua moda
ini juga adalah moda transportasi yang umumnya digunakan untuk transportasi
manusia sehari-hari.
Tabel 4.5 Data Pola Referensi Kendaraan Bermotor Pribadi Beroperasi di DKI
Jakarta 2005-2010
Sepeda Mobil
Tahun Motor Penumpang Total
2005 4.647.435 1.766.801 6.414.236
2006 5.310.068 1.835.653 7.145.721
2007 5.974.173 1.916.469 7.890.642
2008 6.765.723 2.034.943 8.800.666
2009 7.518.098 2.116.282 9.634.380
2010 8.764.130 2.334.883 11.099.013
61
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Kendaraan Bermotor Pribadi Beroperasi
10,000,000
9,000,000
8,000,000
7,000,000
6,000,000 Sepeda Motor
5,000,000 (Referensi)
4,000,000 Mobil Penumpang
3,000,000 (Referensi)
2,000,000
1,000,000
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Gambar 4.9 Grafik Kendaraan Bermotor yang Beroperasi di DKI Jakarta Tahun
2005-2010
Riset ini membatasi jenis transportasi publik menjadi 6 jenis: bus besar, bus
sedang, bus kecil, Trans Jakarta, taksi dan bajaj. Hal ini dikarenakan data dari
SITRAMP dan BPS hanya merincikan jenis-jenis kendaraan tersebut. Moda
transportasi publik yang menggunakan jalur khusus seperti BRT, MRT dan kereta
commuter line tidak diperhitungkan ke dalam variabel ini karena penggunaan
moda-moda transportasi ini tidak mempengaruhi kapasitas jalan yang tersedia.
Tabel 4.6 Data Referensi Jumlah Transportasi publik Beroperasi di DKI Jakarta
Tahun 2005-2010
Tahun Bus Kecil Bus Sedang Bus Besar TJ Taksi Bajaj Total
2005 12.984 4.979 4.513 91 24.246 14.542 61.355
2006 12.984 4.979 4.513 159 24.251 14.353 61.239
2007 12.984 4.979 4.444 339 24.256 14.360 61.362
2008 12.984 4.960 4.883 426 24.324 14.424 62.001
2009 14.130 4.960 4.507 456 24.529 14.424 63.006
2010 14.183 4.944 3.860 404 24.759 14.424 62.574
2011 14.183 4.944 2.967 545 24.724 13.864 61.227
62
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Tabel 4.6 dan gambar 4.10 memperlihatkan data yang digunakan untuk pola
referensi transportasi publik yang beroperasi di area DKI Jakarta. Trend yang
diperlihatkan secara umum hampir stagnan dan cenderung menurun setiap
tahunnya. Kendaraan dengan kapasitas yang lebih sedikit memiliki ketersediaan
yang lebih banyak dibandingkan dengan transportasi publik yang memiliki
kapasitas besar. Tabel dan grafik ini memperlihatkan kurangnya pengembangan
dan ketidakefisienan pengelolaan transportasi publik.
Unit
Transportasi Publik Beroperasi
30000
25000
Bus Kecil
20000 Bus Sedang
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.10 Grafik Jumlah Transportasi publik Beroperasi di DKI Jakarta Tahun
2005-2010
63
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
kendaraan pribadi yang beroperasi di DKI Jakarta yang didapat dari perbandingan
jumlah trip dan jumlah kendaraan pribadi yang beroperasi di DKI Jakarta.
64
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
kendaraan dan panjang jalan. Data referensi dan tren kendaraan beroperasi telah
dibahas di uraian sebelumnya. Menurut RTRW DKI Jakarta, luas jalan yang
optimal dari kota megapolitan adalah 12%. Angka ini yang akan digunakan
sebagai daya tampung maksimal dari pembangunan jalan.
Tabel 4.7 Data Pola Referensi Luas Jalan DKI Jakarta Tahun 2005-2009
Fraksi
Tahun Luas Jalan
Pertumbuhan Jalan
2005 37.873.732,8
2006 41.206.621,3 0,088
2007 44.915.217,2 0,09
2008 49.406.739,0 0,1
2009 51.347.994,0 0,0392913
Angka Pertumbuhan Jalan 0,079322825
Tabel 4.7 dan gambar 4.11 memperlihatkan data time series dari luas jalan tahun
2005-2009 yang didapat dari BPS. Trend yang diperlihatkan di 3 tahun pertama
cenderung eksponensial dengan pertumbuhan jalan 8-10% per tahun, dan mulai
melambat di tahun-tahun selanjutnya. Trend ini memperlihatkan adanya batas
daya tampung ruang dari kota Jakarta.
65
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Luas Jalan
53000000
51000000
49000000
47000000
45000000
43000000 Luas Jalan
41000000
39000000
37000000
35000000
2005 2006 2007 2008 2009
Tabel 4.8 memperlihatkan kepadatan jalan di DKI Jakarta di tahun 2005 - 2009.
Kepadatan jalan dihitung dari perbandingan jumlah kendaraan dengan panjang
jalan yang terbangun. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa sistem transportasi
Jakarta telah melewati daya dukungnya, yaitu kepadatan jalan yang melebihi 33
unit/mil.
66
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
4.5. Analisis Faktor Beban Emisi Kendaraan Bermotor DKI Jakarta
Beban emisi yang dimaksud di dalam riset ini adalah Jumlah emisi yang
dihasilkan langsung dari kendaraan bermotor dalam satuan berat (gram) yang
diukur dari konsumsi energi dan faktor emisi. Beban emisi dihitung dengan faktor
emisi setiap zat emisi dan jarak tempuh semua kendaraan bermotor yang
beroperasi di DKI Jakarta. Faktor Emisi adalah adalah nilai representatif yang
menghubungkan kuantitas suatu polutan yang dilepaskan ke atmosfer dari suatu
kegiatan yang terkait dengan sumber polutan. Faktor-faktor ini umumnya
dinyatakan sebagai berat polutan dibagi dengan satuan berat, volume, jarak, atau
lamanya aktivitas yang mengemisikan polutan. Faktor emisi dapat juga
didefinisikan sebagai sejumlah berat tertentu polutan yang dihasilkan oleh
terbakarnya sejumlah bahan bakar selama kurun waktu tertentu. Definisi tersebut
dapat diketahui bahwa jika faktor emisi suatu polutan diketahui, maka banyaknya
polutan yang lolos dari proses pembakarannya dapat diketahui jumlahnya per
satuan waktu. Untuk sumber bergerak faktor emisi dapat dinyatakan dalam unit
gram/kilometer (g/km), gram menyatakan banyaknya pencemar yang akan
diemisikan dan km menyatakan jarak tempuh kendaraan dalam waktu tertentu.
Faktor emisi yang digunakan di dalam model ini adalah jumlah beban emisi yang
dikeluarkan setiap km dari running kilometer (aktivitas kendaraan)-nya
berdasarkan jenis moda transportasi. Berdasarkan data ini, moda transportasi bus
menggunakan faktor emisi yang sama dan moda transportasi publik selain bus
akan menggunakan faktor emisi mobil bensin atau solar. Tabel 4.9
memperlihatkan faktor emisi yang digunakan di dalam riset ini.
67
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Aktivitas kendaraan ditentukan dari jarak tempuh rata-rata dan jumlah kendaraan
bermotor yang beroperasi di DKI Jakarta. Jarak tempuh rata-rata yang digunakan
di dalam model sesuai dengan asumsi yang telah dibangun di subbab sebelumnya
yaitu adalah 15 km/unit/hari. Kendaraan bermotor yang beroperasi di DKI Jakarta
dapat dikategorikan ke dalam 2 kelompok yaitu kendaraan pribadi dan
transportasi publik yang telah dianalisis di subbab 4.4.
68
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
4.7. Model Daya Dukung Sistem Transportasi di DKI Jakarta
Riset ini secara umum bertujuan untuk membangun model daya dukung sistem
transportasi yang berkelanjutan di DKI Jakarta. Model daya dukung sistem
transportasi ini dibangun dengan tujuan untuk memahami trend nonlinier dari
sistem ekonomi dan sosial dan dampaknya pada sistem lingkungan yaitu
kepadatan jalan dan emisi kendaraan bermotor. Model dibangun dengan melalui
tahapan-tahapan siklus model yang telah dijabarkan di bab metodologi riset.
Variabel-variabel yang telah diidentifikasi di subbab sebelumnya digunakan untuk
membangun CLD.
Model ini juga dibangun dengan beberapa asumsi yang menjadi batasan dari riset
yaitu:
(1) Data jumlah penduduk bersumber dari sensus penduduk yang dilaksanakan
setiap 10 tahun sekali, yaitu tahun 2000 dan 2010 yang menjadi data referensi
variabel jumlah penduduk.
(2) Data PDRB yang digunakan sebagai data referensi adalah PDRB atas dasar
harga berlaku sehingga belum mengeluarkan faktor inflasi. Faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi juga dianggap konstan yang
diwakilkan oleh variabel konstanta angka pertumbuhan ekonomi sehingga
perubahan dari faktor-faktor tersebut tidak dapat tercernin di model.
(3) Data kebutuhan transportasi dihitung berdasarkan jumlah penduduk menurut
kelompok usia dan kebutuhan trip/hari dengan basis data dari SITRAMP dan
Dinas Perhubungan sebagai berikut: prasekolah (0 trip/hari), sekolah (2
trip/hari), usia kerja (3 trip/hari), pensiunan (2 trip/hari).
(4) Data jumlah komuter didapatkan dari interpolasi linier data SITRAMP dan
JUTPI dalam satuan trip/hari dan bukan jumlah penduduk jabodetabek yang
beraktivitas di Jakarta.
(5) Data jumlah gerbong kereta didapat dari interpolasi linier data tahun 2010
dan 2015 yang bersumber dari PT KAI.
(6) Kendaraan pribadi beroperasi yang dihitung di dalam model berasal dari data
BPS yang tidak memperhitungkan jumlah kendaraan di bodetabek yang
beraktivitas di Jakarta.
69
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
(7) Kendaraan pribadi beroperasi yang dihitung di dalam model hanya moda
sepeda motor dan mobil penumpang.
(8) Transportasi publik beroperasi yang dhitung di dalam model hanya moda bus
besar, bus sedang, bus kecil, Trans Jakarta, taksi dan bajaj.
(9) Kapasitas moda transportasi publik diasumsikan sebagai berikut: bus kecil
(16/unit), bus sedang (35/unit), bus besar (60/unit), Trans Jakarta (75/unit),
taksi (2/unit), dan bajaj (2/unit).
(10) Frekuensi moda transportasi publik diasumsikan sebagai berikut: bus kecil
(10 trip/unit), bus sedang (10 trip/unit), bus besar (10 trip/unit), Trans
Jakarta (5 trip/unit), taksi (8 trip/unit), dan bajaj (10 trip/unit).
(11) Aktivitas kendaraan dihitung dari jumlah kendaraan bermotor beroperasi
dan jarak tempuh rata-rata per unit kendaraan yang diasumsikan 15
km/unit/hari.
(12) Lahan peruntukan jalan diasumsikan 12% dari luas wilayah DKI Jakarta
sesuai rasio luas jalan yang ideal menurut Dinas Perhubungan DKI
Jakarta.
(13) Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jalan selain aktivitas
kendaraan diasumsikan konstan yang diperhitungkan ke dalam variabel
konstanta angka pertumbuhan jalan. Perubahan faktor-faktor yang tidak
diindentifikasi di model tidak dapat tercermin di dalam model.
(14) Aksesibiliitas dihitung dari perbandingan pertumbuhan jalan dengan
pertumbuhan PDRB sektor transportasi.
(15) Beban emisi dihitung dari aktivitas kendaraan dan faktor emisi yang
didapat dari riset sebelumnya.
70
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
melambangkan hubungan searah antara variabel A dan B, sementara tanda negatif
melambangkan hubungan berbalik arah. Hubungan-hubungan antarvariabel ini
membentuk sistem dalam bentuk umpan balik dimana R melambangkan umpan
balik positif (reinforcing), sementara B melambangkan umpan balik negatif
(balancing). Umpan balik ini yang akan menentukan perilaku dan tren komponen-
komponen yang membentuknya.
+
Dayang Dukung
Jalan
-
Kapasitas Jalan
Maksimal
Kepadatan Jalan +
+
B5 - B4
Aktivitas
+ + Kendaraan + Kendaraan
Pribadi
+ -
Beroperasi
Transportasi +
+ B7 Publik
R3 Beroperasi Pembangunan
Jalan
+
R2 R1
+
Kebutuhan
Transportasi
Jalan
+ +
Penduduk
+
PDRB
Aksesibilitas
+
B6
71
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
dan luas jalan yang terbangun. Peningkatan infrastruktur jalan akan meningkatkan
aksesibilitas wilayah sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini
membentuk loop utama dari riset yaitu R1 dan R2 dengan umpan balik positif.
Daya dukung jalan dipengaruhi oleh luas jalan yang terbangun dan
penggunaannya, yaitu jumlah kendaraan pribadi dan transportasi publik yang
beroperasi. Peningkatan jumlah kendaraan pribadi Transportasi publik adalah
barang substitusi dari kendaraan pribadi sehingga keduanya memiliki hubungan
negatif. Hubungan-hubungan ini membentuk umpan balik R3 (daya dukung jalan
- kendaraan pribadi beroperasi - aktivitas kendaraan - pembangunan jalan - jalan -
daya dukung jalan), R4 (daya dukung jalan - kendaraan pribadi beroperasi -
transportasi publik beroperasi - daya dukung jalan), B5 (daya dukung jalan -
kendaraan pribadi - daya dukung jalan) dan B6 (daya dukung jalan - kendaraan
pribadi beroperasi - transportasi publik beroperasi - aktivitas kendaraan -
pembangunan jalan - jalan - daya dukung jalan). Umpan balik B5 dan B6
memperlihatkan pengaruh dari daya dukung sistem transportasi dimana
pertumbuhan exponential growth dari sistem transportasi (loop R1-R4) dibatasi
oleh daya dukungnya.
72
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
4.7.3. Simulasi Model
CLD yang telah dibangun menjadi acuan untuk membangun Stock Flow Diagram
(SFD) dengan mengklasifikasikan variabel-variabel yang ada di dalam CLD
menjadi 4 jenis: stock, flow, auxilary, dan constant. Beberapa variabel
ditambahkan agar variabel yang didefinisikan hubungannya di dalam CLD
menjadi operasional. Pola referensi yang telah diuraikan di subbab sebelumnya
dimasukkan ke dalam model sehingga hasil simulasi akan menyerupai data
aslinya. Model tersebut kemudian disimulasikan dimulai dari tahun awal pola
referensi hingga sekarang, yaitu 2005-2015. Hal ini dilakukan untuk melihat hasil
simulasi eksisting dari model sehingga dapat divalidasi dengan
membandingkannya dengan data pola referensi.
Gambar 4.13 memperlihatkan grafik hasil simulasi dari variabel kendaraan pribadi
beroperasi. Variabel tersebut menggunakan fungsi array sehingga menghasilkan
dua grafik, dimana grafik 1 adalah jumlah motor dan grafik 2 adalah jumlah
mobil. Berdasarkan simulasi, jumlah motor mengalami pertumbuhan yang lebih
pesat dibandingkan dengan jumlah mobil. Tren ini sesuai dengan pola
referensinya.
unit/tahun
8.000.000
Kendaraan Pribadi Beroperasi
7.000.000
6.000.000
Motor
5.000.000
Mobil
4.000.000
3.000.000
2.000.000
73
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
unit
25.000
Bus Ke cil
15.000
Bus Se dang
Bus Be sar
TransJak arta
Tak si
10.000
Bajaj
5.000
74
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
150.000.000
50.000.000
75
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
unit/m il
40
30
Ke padatan Jalan
Daya Duk ung Jalan Mak sim um
20
10
0
2.005 2.006 2.007 2.008 2.009 2.010 2.011
Gambar 4.16 Grafik Simulasi Variabel Kepadatan dan Daya Dukung Jalan
Gambar 4.17 sementara itu memperlihatkan emisi yang dihasilkan oleh aktivitas
kendaraan bermotor. Emisi CO bertambah lebih pesat relatif dibandingkan dengan
emisi lain mengindikasikan moda transportasi yang menghasilkan emisi CO yang
besar yaitu motor dan mobil bensin lebih banyak dibandingkan moda transportasi
lain. Ini adalah salah satu akibat dari semakin besarnya persentase penduduk yang
menggunakan motor dan kendaraan pribadi untuk memenuhi kebutuhan
transportasi sehari-hari.
76
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
g/tahun
1.000.000.000
Be ban Em isi C O
Be ban Em isi HC
Be ban Em isi NO x
500.000.000 Be ban Em isi PM10
Be ban Em isi SO 2
Gambar 4.17 Grafik Simulasi Beban Emisi CO, HC, NOx, PM10 dan SO2
77
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Rp PDRB ADHB
1,430,000,000.00
1,330,000,000.00
1,230,000,000.00
1,130,000,000.00
1,030,000,000.00
930,000,000.00 Referensi
830,000,000.00 Simulasi
730,000,000.00
630,000,000.00
530,000,000.00
430,000,000.00 Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Gambar 4.18 memperlihatkan perbandingan visual antara grafik data referensi dan
data simulasi model. Gambar tersebut memperlihatkan tren searah yaitu
exponential growth, dimana slope yang dimiliki oleh data simulasi lebih curam
dibandingan data referensinya. Deviasi slope yang diperlihatkan oleh gambar 4.18
dikalkulasikan ke dalam AME yang diperlihatkan di tabel 4.11. Rata-rata AME
variabel PDRB ADHB tahun 2005-2012 adalah 9,04% sehingga dapat
disimpulkan valid.
78
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Kendaraan Bermotor Pribadi Beroperasi
Unit
10,000,000
9,000,000
8,000,000
Sepeda Motor
7,000,000 (Referensi)
6,000,000 Mobil Penumpang
(Referensi)
5,000,000
Sepeda Motor
4,000,000
(Simulasi)
3,000,000 Mobil Penumpang
2,000,000 (Simulasi)
1,000,000
0 Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Gambar 4.19 Grafik Pola Referensi dan Simulasi Kendaraan Pribadi Beroperasi
Gambar 4.19 memperlihatkan perbandingan visual grafik data referensi dan data
simulasi dari variabel kendaraan pribadi beroperasi. Grafik tersebut
memperlihatkan tren yang sesuai antara data referensi dan data simulasi dengan
deviasi yang dikalkulasikan di tabel 4.12. AME variabel kendaraan pribadi yang
beroperasi adalah 3,90% untuk moda transportasi sepeda motor dan 7,03% untuk
mobil sehingga dapat dinyatakan valid.
79
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
km2
Luas Jalan
53000000.00
51000000.00
49000000.00
47000000.00
45000000.00
Referensi
43000000.00
Simulasi
41000000.00
39000000.00
37000000.00
35000000.00 Tahun
2005 2006 2007 2008 2009
Gambar 4.20 memperlihatkan perbandingan visual grafik data referensi dan data
simulasi dari variabel luas jalan. Data referensi memperlihatkan perilaku limit to
growth dengan pola exponential growth hingga tahun 2008 dan mulai melambat
menuju goal seeking menandakan tren yang mendekati daya dukungnya. Data
simulasi masih memperlihatkan perilaku exponential growth dengan deviasi yang
dikalkulasikan di tabel 4.13. AME variabel luas jalan adalah 13% sehingga dapat
dinyatakan valid.
80
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
4.7.5. Skenario Business As Usual Model Daya Dukung Sistem Transportasi
di DKI Jakarta
trip/tahun
Kebutuhan Transportasi
30.000.000
25.000.000
81
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Kebutuhan transportasi mempengaruhi jumlah kendaraan bermotor yang
beroperasi di DKI Jakarta. Jumlah perjalanan yang dibutuhkan oleh Penduduk
DKI Jakarta dipenuhi dengan menggunakan moda transportasi, baik kendaraan
pribadi maupun transportasi publik. Peningkatan kebutuhan transportasi
mengakibatkan peningkatan jumlah kendaraan bermotor beroperasi di DKI
Jakarta sesuai dengan hubungan positif yang digambarkan di CLD.
unit/tahun
Kendaraan Pribadi Beroperasi
9.000.000
Motor
6.000.000
Mobil
3.000.000
82
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Tabel 4.15 Skenario BAU Kendaraan Pribadi Beroperasi
83
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
unit
25.000
Bus Ke cil
15.000 Bus Se dang
Bus Be sar
TransJak arta
Tak si
10.000
Bajaj
5.000
0
2.005 2.010 2.015 2.020 2.025
84
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Tabel 4.16 Skenario BAU Transportasi Publik Beroperasi
Transportasi Publik Beroperasi (unit)
tahun Bus Kecil Bus Sedang Bus Besar TransJakarta Taksi Bajaj
2.005 12.984,00 4.979,00 4.513,00 91,00 24.246,00 14.542,00
2.006 13.184,00 4.979,00 4.313,00 166,00 24.325,00 14.429,00
2.007 13.384,00 4.979,00 4.113,00 241,00 24.404,00 14.316,00
2.008 13.584,00 4.979,00 3.913,00 316,00 24.483,00 14.203,00
2.009 13.784,00 4.979,00 3.713,00 391,00 24.562,00 14.090,00
2.010 13.984,00 4.979,00 3.513,00 466,00 24.641,00 13.977,00
2.011 14.184,00 4.979,00 3.313,00 541,00 24.720,00 13.864,00
2.012 14.384,00 4.979,00 3.113,00 616,00 24.799,00 13.751,00
2.013 14.584,00 4.979,00 2.913,00 691,00 24.878,00 13.638,00
2.014 14.784,00 4.979,00 2.713,00 766,00 24.957,00 13.525,00
2.015 14.984,00 4.979,00 2.513,00 841,00 25.036,00 13.412,00
2.016 15.184,00 4.979,00 2.313,00 916,00 25.115,00 13.299,00
2.017 15.384,00 4.979,00 2.113,00 991,00 25.194,00 13.186,00
2.018 15.584,00 4.979,00 1.913,00 1.066,00 25.273,00 13.073,00
2.019 15.784,00 4.979,00 1.713,00 1.141,00 25.352,00 12.960,00
2.020 15.984,00 4.979,00 1.513,00 1.216,00 25.431,00 12.847,00
2.021 16.184,00 4.979,00 1.313,00 1.291,00 25.510,00 12.734,00
2.022 16.384,00 4.979,00 1.113,00 1.366,00 25.589,00 12.621,00
2.023 16.584,00 4.979,00 913,00 1.441,00 25.668,00 12.508,00
2.024 16.784,00 4.979,00 713,00 1.516,00 25.747,00 12.395,00
2.025 16.984,00 4.979,00 513,00 1.591,00 25.826,00 12.282,00
2.026 17.184,00 4.979,00 313,00 1.666,00 25.905,00 12.169,00
85
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Tabel 4.17 Skenario BAU Pengguna Transportasi Publik
Pengguna Transportasi Publik (trip/tahun)
tahun Bus Kecil Bus Sedang Bus Besar TransJakarta Taksi Bajaj
2.006 8.027.303,48 2.065.865,26 1.690.066,70 58.991,75 129.373,27 221.663,29
2.007 8.199.618,00 2.110.211,23 1.726.345,76 60.258,07 132.150,41 226.421,53
2.008 8.379.323,59 2.156.459,34 1.764.180,94 61.578,71 135.046,66 231.383,86
2.009 8.567.156,52 2.204.799,05 1.803.727,24 62.959,07 138.073,90 236.570,61
2.010 8.763.900,66 2.255.432,10 1.845.149,71 64.404,92 141.244,76 242.003,44
2.011 8.970.451,83 2.308.589,04 1.888.636,95 65.922,85 144.573,67 247.707,08
2.012 9.187.825,29 2.364.531,15 1.934.402,71 67.520,30 148.077,00 253.709,55
2.013 9.417.148,45 2.423.548,57 1.982.684,35 69.205,57 151.772,93 260.042,01
2.014 9.617.134,17 2.475.015,86 2.024.789,30 70.675,24 154.996,03 265.564,35
2.015 9.823.262,41 2.528.063,95 2.068.187,50 72.190,05 158.318,12 271.256,30
2.016 10.035.844,71 2.582.773,03 2.112.944,53 73.752,30 161.744,24 277.126,48
2.017 10.255.213,93 2.639.228,76 2.159.130,47 75.364,42 165.279,74 283.184,07
2.018 10.481.725,88 2.697.522,70 2.206.820,25 77.029,03 168.930,35 289.438,90
2.019 10.715.761,02 2.757.752,78 2.256.093,96 78.748,93 172.702,22 295.901,46
2.020 10.957.726,37 2.820.023,72 2.307.037,29 80.527,10 176.601,89 302.583,01
2.021 11.208.057,49 2.884.447,64 2.359.741,95 82.366,76 180.636,39 309.495,57
2.022 11.467.220,66 2.951.144,54 2.414.306,10 84.271,32 184.813,23 316.652,02
2.023 11.735.715,25 3.020.242,91 2.470.834,89 86.244,46 189.140,46 324.066,14
2.024 12.014.076,18 3.091.880,44 2.529.440,94 88.290,10 193.626,71 331.752,71
2.025 12.302.876,68 3.166.204,64 2.590.244,94 90.412,46 198.281,21 339.727,55
2.026 12.602.731,23 3.243.373,66 2.653.376,25 92.616,06 203.113,86 348.007,63
Riset ini menghitung beban emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor
menggunakan faktor emisi, aktivitas kendaraan dan jarak tempuh rata-rata per
kendaraan. Peningkatan jumlah aktivitas kendaraan mempengaruhi peningkatan
jumlah beban emisi yang dihasilkan. Gambar 4.24 memperlihatkan peningkatan
CO yang relatif lebih pesat dibandingkan zat polutan lain. Hal ini
mengindikasikan komposisi kendaraan bermotor yang beroperasi di Jakarta
sebagian besar adalah moda transportasi yang menghasilkan zat CO yang tinggi
yaitu motor dan mobil bensin. Beban emisi ini didorong dari peningkatan aktivitas
kendaraan.
86
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
g/tahun
1.000.000.000
Be ban Em isi C O
Be ban Em isi HC
Be ban Em isi NO x
Be ban Em isi PM10
Be ban Em isi SO 2
500.000.000
Tabel 4.18 memperlihatkan hasil skenario BAU untuk emisi kendaraan bermotor.
Variabel emisi kendaraan bermotor ini adalah indikator yang digunakan peneliti
untuk aspek lingkungan alam. Udara adalah salah satu komponen abiotik yang
amat penting peran dan fungsinya untuk perikehidupan makhluk hidup di suatu
ekosistem. Penggunaan alat transportasi yang didorong dari lingkungan binaan
(PDRB) dan sosial (Penduduk) membutuhkan energi yang menghasilkan zat sisa
yang dibuang ke lingkungan alam. Jika trend aktivitas kendaraan yang terus
tumbuh ini berlanjut, daya tampung lingkungan Jakarta akan melewati
kapasitasnya. Kapasitas lingkungan yang telah dilampaui ini dalam bentuk
pencemaran udara akan menganggu fungsi lingkungan hidup dan memiliki sifat
yang akumulatif.
87
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Tabel 4.19 Skenario BAU Rasio Penggunaan Transportasi Publik
Rasio Penggunaan Transportasi Publik (%)
tahun Bus Kecil Bus Sedang Bus Besar TransJakarta Taksi Bajaj
2.005 378,43 116,10 61,13 169,30 32,66 49,76
2.006 380,54 118,55 65,31 94,77 33,24 51,21
2.007 382,90 121,09 69,95 66,68 33,84 52,72
2.008 385,53 123,75 75,14 51,97 34,47 54,30
2.009 388,46 126,52 80,96 42,94 35,13 55,97
2.010 391,69 129,43 87,54 36,86 35,83 57,71
2.011 395,27 132,48 95,01 32,49 36,55 59,56
2.012 399,22 135,69 103,57 29,23 37,32 61,50
2.013 403,57 139,07 113,44 26,71 38,13 63,56
2.014 406,57 142,03 124,39 24,60 38,82 65,45
2.015 409,74 145,07 137,17 22,89 39,52 67,42
2.016 413,09 148,21 152,25 21,47 40,25 69,46
2.017 416,63 151,45 170,31 20,28 41,00 71,59
2.018 420,37 154,79 192,27 19,27 41,78 73,80
2.019 424,31 158,25 219,51 18,40 42,58 76,11
2.020 428,46 161,82 254,13 17,66 43,40 78,51
2.021 432,84 165,52 299,54 17,01 44,26 81,02
2.022 437,44 169,35 361,53 16,45 45,14 83,63
2.023 442,28 173,31 451,05 15,96 46,05 86,36
2.024 447,38 177,42 591,27 15,53 47,00 89,22
2.025 452,74 181,69 841,54 15,15 47,98 92,20
2.026 458,37 186,12 1.412,87 14,82 49,00 95,33
88
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
unit/m il
40
30
Ke padatan Jalan
Daya Duk ung Jalan Mak sim um
20
10
0
2.005
2.006
2.007
2.008
2.009
2.010
2.011
2.012
2.013
2.014
2.015
2.016
2.017
2.018
2.019
2.020
2.021
2.022
2.023
2.024
2.025
89
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Tabel 4.20 Skenario BAU Pepadatan Jalan dan Daya Dukung Jalan Maksimum
(unit/mil)
tahun Kepadatan Jalan Daya Dukung Jalan Maksimum
2.005 46,02 28,00
2.006 47,72 28,00
2.007 44,82 28,00
2.008 46,24 28,00
2.009 43,30 28,00
2.010 39,98 28,00
2.011 37,32 28,00
2.012 34,08 28,00
2.013 31,13 28,00
2.014 31,79 28,00
2.015 32,47 28,00
2.016 33,17 28,00
2.017 33,89 28,00
2.018 34,64 28,00
2.019 35,40 28,00
2.020 36,20 28,00
2.021 37,02 28,00
2.022 37,88 28,00
2.023 38,76 28,00
2.024 39,67 28,00
2.025 40,62 28,00
90
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
pribadi lebih tinggi, karena kapasitas kendaraan pribadi relatif lebih sedikit
dibandingkan transportasi publik.
Tujuan kedua dari riset ini adalah menganalisis seberapa besar pengaruh peran
transportasi publik dalam upaya penurunan trend aktivitas kendaraan. Peningkatan
peran transportasi publik diharapkan akan menurunkan trend aktivitas kendaraan
dengan tetap mempertahankan sisi permintaan sistem transportasi, yang pada
akhirnya juga akan menurunkan beban emisi yang diproduksi oleh kendaraan
bermotor.
91
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
+
Dayang Dukung
Jalan
-
Kapasitas Jalan
Maksimal
Kepadatan Jalan +
+
B5 - B4
Aktivitas
+ + Kendaraan + Kendaraan
Pribadi
+ -
Beroperasi
+
+ B7 Pengembanga
R3
n Transportasi Pembangunan
Publik + Jalan
+
R2 R1
Transportasi
Publik +
Kebutuhan Beroperasi
Transportasi
Jalan
+ +
Penduduk
+
PDRB
Aksesibilitas
+
B6
Pengalihan 10% secara gradual dari penggunaan kendaraan pribadi dari mobil dan
motor tersebut dibagi menjadi 5 moda transportasi publik yang terdapat di dalam
model skenario BAU dengan rincian sebagai berikut: 30% untuk bis kecil, 30%
untuk bis sedang, 20% untuk bis besar, 15% untuk omprengan dan 5% untuk
bajaj. Perbandingan dari Hasil simulasi model BAU dan model kebijakan tersebut
dapat dilihat di tabel dan grafik selanjutnya.
92
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Tabel 4.21 Perbandingan Skenario BAU dan Kebijakan Variabel Kendaraan
Pribadi
Tahun Motor Motor* Mobil Mobil*
2005 4.638.088 4.638.088 1.800.211 1.800.211
2006 5.631.788 5.631.788 1.862.645 1.862.645
2007 5.911.675 5.911.675 1.984.926 1.984.926
2008 7.031.034 7.031.034 2.113.853 2.113.853
2009 7.355.189 7.355.189 2.252.540 2.252.540
2010 7.525.348 7.525.348 2.428.329 2.428.329
2011 7.704.144 7.704.144 2.722.918 2.722.918
2012 7.892.476 7.892.476 2.789.481 2.789.481
2013 8.091.344 8.091.344 2.859.768 2.859.768
2014 8.301.876 8.301.876 2.934.177 2.934.177
2015 8.525.342 8.525.342 3.013.158 3.013.158
2016 8.763.168 8.686.490 3.097.214 3.943.013
2017 9.016.958 8.825.341 3.186.913 3.051.467
2018 9.264.223 8.980.498 3.274.305 3.073.751
2019 9.526.388 9.097.692 3.366.963 3.063.934
2020 9.804.978 9.155.388 3.465.427 3.006.255
2021 10.101.698 9.287.238 3.570.298 2.994.584
2022 10.418.452 9.350.550 3.682.251 2.927.386
2023 10.757.369 9.568.667 3.802.036 2.961.782
2024 11.120.827 9.730.710 3.930.495 2.947.867
93
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Tabel 4.22 Perbedaan Hasil Skenario BAU dan Kebijakan Variabel Kendaraan
Bus Beroperasi
Bus Bus Bus Bus Bus Bus
Tahun
Kecil Kecil* Sedang Sedang* Besar Besar*
2005 12.989 12.989 4.939 4.939 4.419 4.419
2006 12.958 12.958 4.836 4.836 4.175 4.175
2007 13.028 13.028 4.758 4.758 4.065 4.065
2008 12.951 12.951 4.761 4.761 4.012 4.012
2009 13.094 13.094 4.724 4.724 3.983 3.983
2010 13.229 13.229 4.584 4.584 3.997 3.997
2011 13.350 13.350 4.547 4.547 4.039 4.039
2012 13.677 13.677 4.659 4.659 4.138 4.138
2013 14.021 14.021 4.776 4.776 4.242 4.242
2014 14.386 14.386 4.900 4.900 4.352 4.352
2015 14.774 14.774 5.032 5.032 4.470 4.470
2016 15.186 15.284 5.173 5.317 4.594 4.700
2017 15.626 15.870 5.322 5.684 4.727 4.991
2018 16.054 16.417 5.468 6.004 4.857 5.248
2019 16.508 17.056 5.623 6.433 4.994 5.585
2020 16.991 17.882 5.788 7.015 5.141 6.035
2021 17.505 18.547 5.963 7.501 5.296 6.418
2022 18.054 19.420 6.150 8.167 5.462 6.933
2023 18.642 20.161 6.350 8.595 5.640 7.277
2024 19.271 21.049 6.564 9.190 5.830 7.745
94
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Tabel 4.23 Perbedaan Hasil Skenario BAU dan Kebijakan Variabel Aktivitas
Kendaraan
Tahun Aktivitas Kendaraan Aktivitas Kendaraan*
2.005 129.534.704 129.534.704
2.006 150.644.574 150.644.574
2.007 158.680.093 158.680.093
2.008 183.637.361 183.637.361
2.009 192.886.757 192.886.757
2.010 199.802.493 199.802.493
2.011 209.277.267 209.277.267
2.012 214.393.176 214.393.176
2.013 219.795.264 219.795.264
2.014 225.514.211 225.514.211
2.015 231.584.495 231.584.495
2.016 238.044.865 235.489.574
2.017 244.938.880 238.553.262
2.018 251.655.648 242.200.556
2.019 258.777.149 244.490.880
2.020 266.344.837 244.697.296
2.021 274.405.016 247.263.159
2.022 283.009.414 247.421.562
2.023 292.215.840 252.602.356
2.024 302.088.902 255.763.247
95
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
6E+09
5E+09
Beban Emisi CO*
4E+09 Beban Emisi HC*
Beban Emisi Nox*
0
2005 2007 2009 2011 2013 2015 2017 2019 2021 2023
Gambar 4.26 Grafik Perbedaan Hasil Skenario BAU dan Kebijakan Variabel
Beban Emisi Kendaraan Bermotor
96
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Tabel 4.24 Kebutuhan Transportasi Publik Skenario Kebijakan
Bus Bus Bus Bus Bus Bus
Tahun Tahun
Kecil Kecil* ∆ Sedang Sedang* ∆ Besar Besar* ∆
2016 15.186 15.284 98 2016 5.173 5.317 144 4.594 4.700 106
2017 15.626 15.870 244 2017 5.322 5.684 362 4.727 4.991 264
2018 16.054 16.417 363 2018 5.468 6.004 536 4.857 5.248 391
2019 16.508 17.056 548 2019 5.623 6.433 810 4.994 5.585 591
2020 16.991 17.882 891 2020 5.788 7.015 1.227 5.141 6.035 894
2021 17.505 18.547 1.042 2021 5.963 7.501 1.538 5.296 6.418 1.122
2022 18.054 19.420 1.366 2022 6.150 8.167 2.017 5.462 6.933 1.471
2023 18.642 20.161 1.519 2023 6.350 8.595 2.245 5.640 7.277 1.637
2024 19.271 21.049 1.778 2024 6.564 9.190 2.626 5.830 7.745 1.915
97
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data, maka dapat dapat ditarik
kesimpulan secara umum bahwa sistem transportasi yang ditandai oleh aktivitas
dan emisi kendaraan bermotor tidak mampan di masa yang akan datang yang
ditandai dari kapasitas jalan yang hampir mencapai batas maksimumnya.
Pembangunan jalan yang terbatas oleh luas wilayah tidak sebanding dengan laju
pertumbuhan aktivitas kendaraan. Pesatnya aktivitas kendaraan ini diakibatkan
oleh preferensi penduduk Jakarta mengenai jenis moda transportasi yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan transportasi. Penduduk lebih memilih
moda transportasi pribadi yang memiliki kapasitas angkut jauh lebih kecil
dibandingkan transportasi publik demi kenyamanan dan keamanan. Pesatnya
pertumbuhan aktivitas kendaraan menyebabkan beban emisi yang tumbuh secara
pesat pula sehingga dampak sistem transportasi pada lingkungan menjadi besar.
98
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
(4) Model yang dibangun di riset ini memperlihatkan daya dukung jalan yang ada
di DKI Jakarta maksimal mampu menampung 28 unit kendaraan bermotor
untuk setiap mil-nya.
(5) Hasil skenario BAU model daya dukung sistem transportasi memperlihatkan
daya dukung sistem transportasi telah dilewati oleh penggunaannya, yaitu
kepadatan jalan diatas 28 unit/mil dan rasio penggunaan transportasi publik
diatas 100%.
(6) Peningkatan peran transportasi publik sebesar 10% secara efektif menurunkan
aktivitas kendaraan sebesar 7,13%. Kebijakan ini akan lebih optimal jika
menggunakan moda transportasi publik berkapasitas besar seperti KRL, MRT
dan monorail.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan riset, peneliti dapat memberikan beberapa saran terkait
aktivitas dan emisi kendaraan bermotor di DKI Jakarta:
(1) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta khususnya Dinas Perhubungan; merancang
kebijakan yang mendukung peningkatan peran transportasi publik di DKI
Jakarta dengan penambahan armada, penambahan rute, serta pengintegrasian
antarmoda transportasi publik.
(2) Akademisi/penelti; mengkaji dan meneliti lebih lanjut mengenai aspek spasial
dari sistem transportasi sehingga dapat menjadi acuan pemerintah untuk
membangun sistem transportasi yang efisien. Peneliti menyarankan riset lebih
lanjut dapat mengekplorasi analisis biaya dan manfaat dari penggunaan
kendaraan bermotor pribadi dan publik sehingga dapat ditemukan skenario
kebijakan optimal.
99
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, V., & Johnson, L. (1997). Systems Thinking Basics: From Concepts to
Causal Loops. Cambridge: Pegasus Communications. Inc.
Badan Pusat Statistik. (2006). Jakarta Dalam Angka 2006. Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. (2007). Jakarta Dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. (2008). Jakarta Dalam Angka 2008. Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. (2009). Jakarta Dalam Angka 2009. Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. (2010). Jakarta Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. (2011). Jakarta Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. (2012). Jakarta Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. (2013). Jakarta Dalam Angka 2013. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
100
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Hagen, M. (2012). Biodiversity, Species Interactions, and Ecological Networks in
a Fragmented World. Advances in Ecological Research , 89-207.
Kljajiæ, M., Škraba, A., & Bernik, I. (1999). System Dynamics and Decision
Support in Complex Systems.
Krippner, S., & Lazlo, A. (1998). Systems Theories: Their Origins, Foundations,
and Development. Elsevier Science , 47-74.
Maani, K., & Cavana, R. (2007). Systems Thinking, System Dynamics: Managing
Change and Complexity. Auckland: Pearson Education New Zealand.
Peet, R., & Hartwick, E. (2009). Theories of Development. New York: Guilford
Press.
101
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Rees, W., & Wackernagel, M. (1994). Ecological footprints and appropriated
carrying capacity: Measuring the natural capital requirements of the human
economy.
Ruina, A., & Pratap, R. (2014). Introduction to Statistics and Dynamics. Oxford
University Press.
Senbil, M., Zhang, J., & Fujiwara, A. (2006). Land Use Effects on Travel
Behaviour in Jabodetabek (Indonesia) Metropolitan Area. Discussion Paper
Series Vol. 2006-4 . Hiroshima University.
The World Bank. (2012). Turn Down the Heat: Why a 4°C Warmer World Must
Be Avoided. Washington, D.C.: The World Bank.
United Nations Environment Programme. (2012). One Planet, How Many People?
A Review of Earth's Carrying Capacity. RIO+20.
United States Census Bureau. (t.thn.). International Data Base. Dipetik 2015, dari
U.S. Census Bureau: http://www.cencus.gov/ipc/www/idb/worldpopinfo.php
102
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
103
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
LAMPIRAN 1: Stock Flow Diagram Model Utama Pengelolaan Aktivitas dan
Emisi Kendaraan Bermotor Berkelanjutan di DKI Jakarta
Beban Emisi CO
Persentase
Kendaraan
Bermotor
Faktor Emisi CO
Rasio Kepadatan Beban Emisi HC
Jalan
Frekuensi
Kendaraan Umum
Persentase
Pengguna
Kendaraan Pribadi Kendaraan Pribadi Kendaraan Umum Faktor Emisi PM10
Beroperasi Beroperasi Beban Emisi SO2
Aktivitas Kendaraan
Penambahan
Kapasitas Kendaraan Umum
Penambahan Kendaraan Pribadi Rasio Penggunaan
Gerbong KRL Kendaraan Umum
Kebutuhan Jalan
Kapasitas
Maksimum
Frekuensi KRL Kendaraan Umum
Jumlah Gerbong KRL Persentase
Pengguna KRL Pengguna Pengguna Pembangunan Jalan
Kendaraan Umum Kendaraan Umum Faktor Emisi SO2
Kapasitas
Kapasitas Per Kendaraan Umum
Rasio Penggunaan
Gerbong Angka Pertumbuhan
KRL
Kapasitas Maksimal Persentase Jalan
KRL Pengguna KRL Kebutuhan
Transportasi Lahan Peruntukan Jalan
Jalan
Komuter Kebutuhan
Transportasi
Pertumbuhan Ekonomi
Komuter
Angka Pertumbuhan
Komuter Kebutuhan
Transportasi
Komuter
Aksesibilitas
Kebutuhan
Transportasi PDRB
Penduduk
Angka Pertumbuhan Konversi 1
Penduduk
Penduduk
Pertumbuhan
Pertumbuhan Ekonomi
Penduduk Jumlah Penduduk Angka Pertumbuhan
Ekonomi
104
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
LAMPIRAN 3: Equation Window Model Pengelolaan Aktivitas dan Emisi
Kendaraan Bermotor Berkelanjutan di DKI Jakarta
Name Unit Definition Keterangan
Aksesibilitas Rupiah/year 'Pembangunan Jalan'*Konversi
((ARRSUM('Kendaraan Pribadi Jumlah kendaraan pribadi dan
Beroperasi'))+(ARRSUM('Transp transportasi beroperasi
Aktivitas Kendaraan km/year
ortasi publik Beroperasi')))*'Jarak dikalikan jarak tempuh rata-
Tempuh Rata-Rata' rata (20 km/unit kendaraan).
Persentase pertumbuhan
Angka Pertumbuhan Jalan %/year 7,8
pembangunan jalan per tahun.
Persentase pertumbuhan
Angka Pertumbuhan Ekonomi %/year 12
ekonomi (PDRB ADHB).
Persentase pertumbuhan
Angka Pertumbuhan Komuter %/year 2 jumlah kebutuhan transportasi
dari komuter.
Angka Pertumbuhan Konstanta pertumbuhan
1/year 0,017455213
Penduduk penduduk.
ARRSUM('Aktivitas Jumlah aktivitas kendaraan
Kendaraan'*'Persentase bermotor dikalikan faktor
Beban Emisi CO g/year
Kendaraan Bermotor'*'Faktor emisi CO.
Emisi CO')
ARRSUM('Aktivitas Jumlah aktivitas kendaraan
Kendaraan'*'Faktor Emisi bermotor dikalikan faktor
Beban Emisi HC g/year
HC'*'Persentase Kendaraan emisi HC.
Bermotor')
ARRSUM('Aktivitas Jumlah aktivitas kendaraan
Kendaraan'*'Faktor Emisi bermotor dikalikan faktor
Beban Emisi NOx g/year
NOx'*'Persentase Kendaraan emisi NOx.
Bermotor')
ARRSUM('Aktivitas Jumlah aktivitas kendaraan
Kendaraan'*'Faktor Emisi bermotor dikalikan faktor
Beban Emisi PM10 g/year
PM10'*'Persentase Kendaraan emisi PM10.
Bermotor')
ARRSUM('Aktivitas Jumlah aktivitas kendaraan
Kendaraan'*'Faktor Emisi bermotor dikalikan faktor
Beban Emisi SO2 g/year
SO2'*'Persentase Kendaraan emisi SO2.
Bermotor')
Jumlah emisi CO yang
dikeluarkan oleh setiap
Faktor Emisi CO g/km {14;40;2,8;11}
aktivitas moda kendaraan
bermotor
Jumlah emisi HC yang
dikeluarkan oleh setiap
Faktor Emisi HC g/km {5,9;4;0,2;1,3}
aktivitas moda kendaraan
bermotor
Jumlah emisi NOx yang
dikeluarkan oleh setiap
Faktor Emisi NOx g/km {0,29;2;3,5;11,9}
aktivitas moda kendaraan
bermotor
Jumlah emisi PM10 yang
dikeluarkan oleh setiap
Faktor Emisi PM10 g/km {0,24;0,01;0,53;1,4}
aktivitas moda kendaraan
bermotor
Jumlah emisi SO2 yang
dikeluarkan oleh setiap
Faktor Emisi SO2 g/km {0,008;0,026;0,44;0,93}
aktivitas moda kendaraan
bermotor
Akumulasi luas jalan yang
Jalan m^2 37873732,84
terbangun di tahun 2005
Jarak tempuh rata-rata setiap
Jarak Tempuh Rata-Rata km/unit 20
kendaraan bermotor.
105
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Lanjutan Lampiran 3:Equation Window Model Pengelolaan Aktivitas dan Emisi
Kendaraan Bermotor Berkelanjutan di DKI Jakarta
106
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
KRL unit/year
Pergantian Moda
107
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015
Lanjutan Lampiran 3:Equation Window Model Pengelolaan Aktivitas dan Emisi
Kendaraan Bermotor Berkelanjutan di DKI Jakarta
Name Dimensions Unit Definition
{GRAPH(TIME;STARTTIME;TIM
ESTEP;{0,275;0,327;0,336;0,391;0,4
;0,4;0,4//Min:0.235;Max:0.4//});80%
*GRAPH(TIME;STARTTIME;TIM
ESTEP;{0,151;0,153;0,1596;0,1663;
0,1733;0,1826;0,2//Min:0.148259442
;Max:0.2//});20%*GRAPH(TIME;S
TARTTIME;TIMESTEP;{0,151;0,1
53;0,1596;0,1663;0,1733;0,1826;0,2/
/Min:0.148259442;Max:0.2//});GRA
PH(TIME;STARTTIME;TIMESTEP
;{0,361425732;0,3531;0,3475;0,338;
0,3342;0,33;0,3253//Min:0.32;Max:0
.361425732//})+GRAPH(TIME;STA
RTTIME;TIMESTEP;{0,093014655;
0,0892;0,0859;0,0841;0,0816;0,0774
;0,075//Min:0.07;Max:0.093014655//
})+GRAPH(TIME;STARTTIME;TI
MESTEP;{0,076094494;0,0704;0,06
Persentase Kendaraan 71;0,0648;0,0629;0,0617;0,0609//Mi
Bermotor 1..4 1 n:0.06;Max:0.076094494//})}
{GRAPH(TIME;STARTTIME;TIM
ESTEP;{0,275;0,327;0,336;0,391;0,4
;0,4;0,4//Min:0.235;Max:0.4//});GR
APH(TIME;STARTTIME;TIMEST
EP;{0,151;0,153;0,1596;0,1663;0,17
Persentase Penggunaan 33;0,1826;0,2//Min:0.148259442;Ma
Kendaraan Pribadi 1..2 1 x:0.2//})}
{GRAPH(TIME;STARTTIME;TIM
ESTEP;{0,361425732;0,3531;0,3475
;0,338;0,3342;0,33;0,3253//Min:0.32
;Max:0.361425732//});GRAPH(TIM
E;STARTTIME;TIMESTEP;{0,0930
14655;0,0892;0,0859;0,0841;0,0816;
0,0774;0,075//Min:0.07;Max:0.0930
14655//});GRAPH(TIME;STARTTI
ME;TIMESTEP;{0,076094494;0,070
4;0,0671;0,0648;0,0629;0,0617;0,06
09//Min:0.06;Max:0.076094494//});
GRAPH(TIME;STARTTIME;TIME
STEP;{0,01335;0,01303;0,01282;0,0
124;0,012;0,01141;0,011//Min:0.011;
Max:0.013637835//});GRAPH(TIM
E;STARTTIME;TIMESTEP;{0,0100
31899;0,00965;0,00926;0,00888;0,00
Persentase Penggunaan 841;0,00814;0,0081//Min:0.008;Max
Transportasi publik 1..5 1 :0.010031899//})}
GRAPH(TIME;STARTTIME;TIME
STEP;{0,021866765;0,02161;0,0209
8;0,02065;0,02042;0,01994;0,01954/
Persentase Penggunaan KRL 1 /Min:0.019;Max:0.021866765//})
('Angka Pertumbuhan
Pertumbuhan Ekonomi Rupiah/year Ekonomi'*PDRB)+(Aksesibilitas)
'Angka Pertumbuhan
Pertumbuhan Komuter jiwa/year Komuter'*Komuter
'Angka Pertumbuhan
Pertumbuhan Penduduk 1..4 jiwa/year Penduduk'*Penduduk
108
Universitas Indonesia
Analisis model ..., Nimas Ayu Arumbinang, Pascasarjana UI, 2015