Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Derajat kesehatan dan keselamatan yang tinggi di tempat kerja merupakan
hak pekerja yang wajib dipenuhi oleh perusahaan disamping hak-hak normatif
lainnya. Perusahaan hendaknya sadar dan mengerti bahwa pekerja bukanlah
sebuah sumber daya yang terus-menerus dimanfaatkan melainkan sebagai
makhluk sosial yang harus dijaga dan diperhatikan mengingat banyaknya faktor
dan resiko bahaya yang ada di tempat kerja. Selain perusahaan, pemerintah juga
turut bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan keselamatan kerja.
Demikian juga dengan pekerjaan jasa konstruksi bangunan dilaksanakan
dengan bertahap yaitu mulai dari tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan dan
tahapan pemeliharaan pembongkaran. Melihat berbagai masalah keselamatan dan
kesehatan kerja konstruksi dan belum optimal pengawasan karena begitu
kompleksnya pekerjaan konstruksi dan kurangnya pengawasan terhadap K3
konstruksi. Hal ini menyebabkan proses kerja konstruksi dan kondisi tempat
kerja mengandung potensi bahaya.
Adapun upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan dengan
dikeluarkannya  peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang K3 yaitu
UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Hal ini
menjadi penting dalam penerapannya di Perusahaan, sebagai bentuk dari hak
tenaga kerja mendapatkan keselamatan dalam melakukan aktifitas kerja serta
terciptanya suasana kerja dan lingkungan yang sehat. Sesuai proses atau bahan
produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti terjatuh,
pencemaran lingkungan dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan sistem
manajemen K3.
1.2 Maksud dan Tujuan
Kegiatan observasi lapangan ini merupakan salah satu bagian dari kegiatan
pembinaan calon Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (AK3) dalam
mengobservasi bahaya-bahaya di tempat kerja. Hal ini dimaksudkan agar peserta
mampu :

 Mengetahui dan mendalami tingkat penerapan teori K3 ke dalam aplikasi


dilapangan.
 Peserta pelatihan dapat melatih kemampuan mengobservasi dalam mengamati
lingkungan kerja dalam kaitannya dengan K3.
 Peserta mampu menyusun dan menyajikan hasil observasi lapangan kedalam
suatu makalah yang sistematis.
 Peserta mampu dan berani tampil mempresentasikan serta mempertahankan
pendapat dan analisanya dalam suatu forum.

 Dapat lebih memahami penerapan dan pengawasan SMK3 di tempat kerja


terutama dalam Aspek lingkungan kerja, kesehatan kerja dan keselamatan kerja

 Melengkapi persyaratan seminar makalah sebagai calon ahli K3

1.3 Ruang Lingkup

Untuk mendapatkan hasil pengamatan yang objektif, teliti dan komprehensif,


penulis memberi batasan yang menjadi kaidah dalam melakukan dan melaporkan
hasil pengamatan.
Batasan tersebut yaitu objek pengamatan meliputi konstruksi bangunan di
Gedung atau Bangunan.

1.4 Dasar Hukum K3 Pada Kontruksi Bangunan

 Permenaker No.01/MEN/1980 tentang K3 konstruksi bangunan.


 Surat Keputusan Bersama Mentri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum
No.kep.174/Men/1986 dan No.104/Kpts/1986.
 Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Per.01/MEN/1989
 Undang – Undang Republik Indonesia Nomer 2 Tahun 2017 Tentang Jasa
Kontruksi
BAB II

PENERAPAN SMK3 KONSTRUKSI

2.1 Peraturan SMK3 Konstruksi

Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan SMK3 konstruksi


antara lain:

1. Permenaker No.01/MEN/1980 tentang K3 konstruksi bangunan.

Tentang K3 Pada Konstruksi Bangunan, di dalamnya telah harus ditetapkan


berbagai prosedur K3 yang dilaksanakan di sektor kegiatan konstruksi, antara
lain :.

1. Adanya kewajiban melapor keadaan proyek konstruksi ke pemerintah


dengan syarat untuk dilakukan langkah-langkah antisipasi di bidang K3
2. Adanya kewajiban membentuk organisasi/kepanitian K3 dalam proyek
a.l. dalam bentuk P2K3 (Panitia Pembina K3) perusahaan atau bentuk
kepanitiaan lainnya
3. Adanya kewajiban melakukan identifikasi K3 sebelum proyek dimulai
dan segera disiapkan syarat-syarat K3 sesuai ketentuan
4. Membudayakan sistem manajemen K3 yang terintegrasi manajemen
proyek yang selanjutnya difungsikan dengan proyek, sebagaimana
seharusnya (SMK3 – OHSAS 18001, dll)
5. Dibuatkan Akte Pengawasan K3 Proyek Konstruksi, untuk melihat hasil-
hasil temuan bidang K3 oleh pengurus maupun Ahli K3 perusahaan
6. Diadakan pelatihan bagi para teknisi sebagai Ahli Muda K3, Ahli Madya
K3 dan Ahli Utama K3 Bidang Konstruksi untuk Petugas K3 di proyek
yang bersangkutan.

2. SKB MENAKER DAN MENTERI PEKERJAAN UMUM No.174/MEN/1986


DAN No.104/KPTS/1986

• PASAL 1 KONSTRAKTOR WAJIB PENUHI SYARAT –SYARAT K3


• PASAL 2 MENTERI PEKERJAAN UMUM MEMBERI SANKSI ADMINISTRASI
• PASAL 4 KOORDINASI DEPNAKERTRANS DAN PEKERJAAN UMUM
• PASAL 5 AHLI K3 KONSTRUKSI
3. UU REPUBLIK INDONESIA NO.2 TAHUN 2017 TENTANG JASA
KONSTRUKSI
BAB VI TENTANG KEAMANAN, KESELAMATAN, KESEHATAN, DAN
KEBERLANJUTAN KONSTRUKSI2.

(1)Dalam setiap penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pengguna Jasa dan


Penyedia Jasa wajib memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan,
Kesehatan, dan Keberlanjutan.
(2)Dalam memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan
Keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pengguna Jasa dan/atau
Penyedia Jasa harus memberikan pengesahan atau persetujuan atas hasil
pengkajian, perencanaan, dan/atau perancangan;
(3)Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi standar mutu
bahan.
(4)Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan untuk
setiap produk Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
oleh menteri teknis terkait sesuai dengan kewenangannya.
(5)Dalam menyusun Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan
Keberlanjutan untuk setiap produk Jasa Konstruksi, menteri teknis terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memperhatikan kondisi geografis yang
rawan gempa dan kenyamanan lingkungan terbangun.

2.2 Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi

Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang


memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama
kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan
dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang
berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas,
dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan
tenaga kerja yang tidak terlatih. Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja
yang sangat lemah, akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan
konstruksi yang berisiko tinggi. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja
berdampak ekonomis yang cukup signifikan.Dari berbagai kegiatan dalam
pelaksanaan proyek konstruksi, pekerjaan-pekerjaan yang paling berbahaya
adalah pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian dan pekerjaan galian. Pada ke
dua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi cenderung serius bahkan
sering kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Jatuh dari ketinggian adalah
risiko yang sangat besar dapat terjadi pada pekerja yang melaksanakan kegiatan
konstruksi pada elevasi tinggi. Biasanya kejadian ini akan mengakibat kecelakaan
yang fatal. Sementara risiko tersebut kurang dihayati oleh para pelaku konstruksi,
dengan sering kali mengabaikan penggunaan peralatan pelindung yang
sebenarnya telah diatur dalam pedoman K3 konstruksi.

2.3. Pengendalian Risiko

Pengendalian risiko merupakan bagian dari manajemen risiko dan


dilakukan berdasarkan penilaian risiko terhadap masing-masing item pekerjaan.
Dengan mempertimbangkan peralatan yang digunakan, jumlah orang yang
terlibat pada masing-masing item pekerjaan, akan dapat diprediksi peluang
kejadian dan tingkat keparahan dari risiko kecelakaan. Menurut hirarki cara
berpikir dalam melakukan pengendalian risiko adalah dengan memperhatikan
besaran nilai risiko/ tahapan pengendalian risiko,seperti berikut:

1. Mengeliminasi /menghilangkan sumber bahaya terhadap kegiatan yang


mempunyai tingkat risiko yang paling tinggi/besar.

2. Melakukan substitusi /mengganti dengan bahan atau proses yang lebih aman.

3. Engineering: Melakukan perubahan terhadap desain alat /proses /layout

4. Administrasi: Pengendalian risiko melalui penyusunan peraturan /standar


untuk mengajak melakukan cara kerja yang aman (menyangkut tentang prosedur
kerja, ijin kerja, instruksi kerja, papan peringatan/larangan,
pengawasan/inspeksi,dsb).

5. Penggunaan alat pelindung diri (APD)


2.4. Kebijakan Penerapan SMK3 Konstruksi

Kebijakan Departemen PU dalam penerapan SMK3, dalam rangka


mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi serta upaya untuk
mewujudkan keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat kegiatan
konstruksi bidang pekerjaan umum. Departemen Pekerjaan Umum telah
menerbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.09/PRT/M/2008 Pedoman
Sistem tentang Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum. Sesuai dengan maksud dan tujuan
diterbitkannya peraturan menteri tersebut adalah untuk memberikan acuan bagi
pengguna dan penyedia jasa dalam penyelenggaraaan SMK3 konstruksi bidang
pekerjaan umum, yang dilaksanakan secara sistematis, terencana, terpadu dan
terkoordinasi serta semua pemangku kepentingan agar mengetahui dan
memahami tugas dan kewajibannya dalam penerapan SMK3. Berdasarkan
Peraturan Menteri PU No. 09/PER/M/2008, tentang Pedoman Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum
yang merupakan acuan bagi Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam
penyelenggaraan SMK3 konstruksi bidang pekerjaan umum, UU.No. 18 Tahun
1999 tentang jasa Konstruksi,dimana mensyaratkan Ahli K3 pada setiap proyek /
kegiatan terutama pada kegiatan yang memiliki resiko tinggi.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SM3K) memang


perlu di terapkan di bidang konstruksi bangunan karena melihat resiko
pekerjaan dari kontruksi bangunan yang berbahaya, menuntut setiap bagian
dalam proyek pembangunan untuk selalu sadar akan K3 demi meminimalis
insiden yang tidak diinginkan.

3.2 Saran

Perlunya kesadaran dari diri masing – masing individu terhadap


keselamatan dan kesehatan kerja (K3), kesadaran ini pun harus di dukung
dengan pelatihan rutin yang harus di adakan dan pengawasan yang tegas dan
konsisten agar penerapan K3 berjalan dengan sesuai harapan

Anda mungkin juga menyukai