Derajat kesehatan dan keselamatan yang tinggi di tempat kerja merupakan hak pekerja yang wajib dipenuhi oleh perusahaan disamping hak-hak normatif lainnya. Perusahaan hendaknya sadar dan mengerti bahwa pekerja bukanlah sebuah sumber daya yang terus-menerus dimanfaatkan melainkan sebagai makhluk sosial yang harus dijaga dan diperhatikan mengingat banyaknya faktor dan resiko bahaya yang ada di tempat kerja. Selain perusahaan, pemerintah juga turut bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan keselamatan kerja. Demikian juga dengan pekerjaan jasa konstruksi bangunan dilaksanakan dengan bertahap yaitu mulai dari tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan dan tahapan pemeliharaan pembongkaran. Melihat berbagai masalah keselamatan dan kesehatan kerja konstruksi dan belum optimal pengawasan karena begitu kompleksnya pekerjaan konstruksi dan kurangnya pengawasan terhadap K3 konstruksi. Hal ini menyebabkan proses kerja konstruksi dan kondisi tempat kerja mengandung potensi bahaya. Adapun upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan dengan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang K3 yaitu UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Hal ini menjadi penting dalam penerapannya di Perusahaan, sebagai bentuk dari hak tenaga kerja mendapatkan keselamatan dalam melakukan aktifitas kerja serta terciptanya suasana kerja dan lingkungan yang sehat. Sesuai proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti terjatuh, pencemaran lingkungan dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan sistem manajemen K3. 1.2 Maksud dan Tujuan Kegiatan observasi lapangan ini merupakan salah satu bagian dari kegiatan pembinaan calon Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (AK3) dalam mengobservasi bahaya-bahaya di tempat kerja. Hal ini dimaksudkan agar peserta mampu :
Mengetahui dan mendalami tingkat penerapan teori K3 ke dalam aplikasi
dilapangan. Peserta pelatihan dapat melatih kemampuan mengobservasi dalam mengamati lingkungan kerja dalam kaitannya dengan K3. Peserta mampu menyusun dan menyajikan hasil observasi lapangan kedalam suatu makalah yang sistematis. Peserta mampu dan berani tampil mempresentasikan serta mempertahankan pendapat dan analisanya dalam suatu forum.
Dapat lebih memahami penerapan dan pengawasan SMK3 di tempat kerja
terutama dalam Aspek lingkungan kerja, kesehatan kerja dan keselamatan kerja
Melengkapi persyaratan seminar makalah sebagai calon ahli K3
1.3 Ruang Lingkup
Untuk mendapatkan hasil pengamatan yang objektif, teliti dan komprehensif,
penulis memberi batasan yang menjadi kaidah dalam melakukan dan melaporkan hasil pengamatan. Batasan tersebut yaitu objek pengamatan meliputi konstruksi bangunan di Gedung atau Bangunan.
1.4 Dasar Hukum K3 Pada Kontruksi Bangunan
Permenaker No.01/MEN/1980 tentang K3 konstruksi bangunan.
Surat Keputusan Bersama Mentri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum No.kep.174/Men/1986 dan No.104/Kpts/1986. Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Per.01/MEN/1989 Undang – Undang Republik Indonesia Nomer 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Kontruksi BAB II
PENERAPAN SMK3 KONSTRUKSI
2.1 Peraturan SMK3 Konstruksi
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan SMK3 konstruksi
antara lain:
1. Permenaker No.01/MEN/1980 tentang K3 konstruksi bangunan.
Tentang K3 Pada Konstruksi Bangunan, di dalamnya telah harus ditetapkan
berbagai prosedur K3 yang dilaksanakan di sektor kegiatan konstruksi, antara lain :.
1. Adanya kewajiban melapor keadaan proyek konstruksi ke pemerintah
dengan syarat untuk dilakukan langkah-langkah antisipasi di bidang K3 2. Adanya kewajiban membentuk organisasi/kepanitian K3 dalam proyek a.l. dalam bentuk P2K3 (Panitia Pembina K3) perusahaan atau bentuk kepanitiaan lainnya 3. Adanya kewajiban melakukan identifikasi K3 sebelum proyek dimulai dan segera disiapkan syarat-syarat K3 sesuai ketentuan 4. Membudayakan sistem manajemen K3 yang terintegrasi manajemen proyek yang selanjutnya difungsikan dengan proyek, sebagaimana seharusnya (SMK3 – OHSAS 18001, dll) 5. Dibuatkan Akte Pengawasan K3 Proyek Konstruksi, untuk melihat hasil- hasil temuan bidang K3 oleh pengurus maupun Ahli K3 perusahaan 6. Diadakan pelatihan bagi para teknisi sebagai Ahli Muda K3, Ahli Madya K3 dan Ahli Utama K3 Bidang Konstruksi untuk Petugas K3 di proyek yang bersangkutan.
2. SKB MENAKER DAN MENTERI PEKERJAAN UMUM No.174/MEN/1986
• PASAL 2 MENTERI PEKERJAAN UMUM MEMBERI SANKSI ADMINISTRASI • PASAL 4 KOORDINASI DEPNAKERTRANS DAN PEKERJAAN UMUM • PASAL 5 AHLI K3 KONSTRUKSI 3. UU REPUBLIK INDONESIA NO.2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI BAB VI TENTANG KEAMANAN, KESELAMATAN, KESEHATAN, DAN KEBERLANJUTAN KONSTRUKSI2.
(1)Dalam setiap penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pengguna Jasa dan
Penyedia Jasa wajib memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan. (2)Dalam memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa harus memberikan pengesahan atau persetujuan atas hasil pengkajian, perencanaan, dan/atau perancangan; (3)Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi standar mutu bahan. (4)Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan untuk setiap produk Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh menteri teknis terkait sesuai dengan kewenangannya. (5)Dalam menyusun Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan untuk setiap produk Jasa Konstruksi, menteri teknis terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memperhatikan kondisi geografis yang rawan gempa dan kenyamanan lingkungan terbangun.
2.2 Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi
Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang
memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih. Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah, akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko tinggi. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja berdampak ekonomis yang cukup signifikan.Dari berbagai kegiatan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, pekerjaan-pekerjaan yang paling berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian dan pekerjaan galian. Pada ke dua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi cenderung serius bahkan sering kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Jatuh dari ketinggian adalah risiko yang sangat besar dapat terjadi pada pekerja yang melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi. Biasanya kejadian ini akan mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko tersebut kurang dihayati oleh para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan penggunaan peralatan pelindung yang sebenarnya telah diatur dalam pedoman K3 konstruksi.
2.3. Pengendalian Risiko
Pengendalian risiko merupakan bagian dari manajemen risiko dan
dilakukan berdasarkan penilaian risiko terhadap masing-masing item pekerjaan. Dengan mempertimbangkan peralatan yang digunakan, jumlah orang yang terlibat pada masing-masing item pekerjaan, akan dapat diprediksi peluang kejadian dan tingkat keparahan dari risiko kecelakaan. Menurut hirarki cara berpikir dalam melakukan pengendalian risiko adalah dengan memperhatikan besaran nilai risiko/ tahapan pengendalian risiko,seperti berikut:
1. Mengeliminasi /menghilangkan sumber bahaya terhadap kegiatan yang
mempunyai tingkat risiko yang paling tinggi/besar.
2. Melakukan substitusi /mengganti dengan bahan atau proses yang lebih aman.
3. Engineering: Melakukan perubahan terhadap desain alat /proses /layout
4. Administrasi: Pengendalian risiko melalui penyusunan peraturan /standar
untuk mengajak melakukan cara kerja yang aman (menyangkut tentang prosedur kerja, ijin kerja, instruksi kerja, papan peringatan/larangan, pengawasan/inspeksi,dsb).
5. Penggunaan alat pelindung diri (APD)
2.4. Kebijakan Penerapan SMK3 Konstruksi
Kebijakan Departemen PU dalam penerapan SMK3, dalam rangka
mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi serta upaya untuk mewujudkan keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi bidang pekerjaan umum. Departemen Pekerjaan Umum telah menerbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.09/PRT/M/2008 Pedoman Sistem tentang Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum. Sesuai dengan maksud dan tujuan diterbitkannya peraturan menteri tersebut adalah untuk memberikan acuan bagi pengguna dan penyedia jasa dalam penyelenggaraaan SMK3 konstruksi bidang pekerjaan umum, yang dilaksanakan secara sistematis, terencana, terpadu dan terkoordinasi serta semua pemangku kepentingan agar mengetahui dan memahami tugas dan kewajibannya dalam penerapan SMK3. Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 09/PER/M/2008, tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum yang merupakan acuan bagi Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan SMK3 konstruksi bidang pekerjaan umum, UU.No. 18 Tahun 1999 tentang jasa Konstruksi,dimana mensyaratkan Ahli K3 pada setiap proyek / kegiatan terutama pada kegiatan yang memiliki resiko tinggi. BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SM3K) memang
perlu di terapkan di bidang konstruksi bangunan karena melihat resiko pekerjaan dari kontruksi bangunan yang berbahaya, menuntut setiap bagian dalam proyek pembangunan untuk selalu sadar akan K3 demi meminimalis insiden yang tidak diinginkan.
3.2 Saran
Perlunya kesadaran dari diri masing – masing individu terhadap
keselamatan dan kesehatan kerja (K3), kesadaran ini pun harus di dukung dengan pelatihan rutin yang harus di adakan dan pengawasan yang tegas dan konsisten agar penerapan K3 berjalan dengan sesuai harapan