Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ANALISIS KASUS DUGAAN PENGGELEMBUNGAN LAPORAN KEUANGAN


PT TIGA PILAR SEJAHTERA FOOD DALAM ETIKA BISNIS
PERSPEKTIF TRI HITA KARANA

Disusun guna memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester


MK. Etika Bisnis dan Profesi Perspektif Tri Hita Karana
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Anantawikrama Tungga Atmadja, S.E., Ak., M.Si.

oleh :

I Gusti Agung Istri Siva Larasathi


NIM 2029141027

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
Mei 2021
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Om Awighnam Astu Namo Siddham Om Sidhirastu Tad Astu Swaha, puji dan
syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan Asung Kertha Wara
Nugraha-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah “Analisis Kasus Dugaan
Penggelembungan Laporan Keuangan PT Tiga Pilar Sejahtera Food dalam Etika Bisnis
Perspektif Tri Hita Karana” ini dengan baik.

Pengerjaan dan penyelesaian makalah ini adalah guna memenuhi tugas ujian tengah
semester dalam mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi Perspektif Tri Hita Karana yang
diampu oleh Prof. Dr. Anantawikrama Tungga Atmadja, S.E., Ak., M.Si.

Pengerjaan makalah ini masih jauh dari kata sempurna serta memiliki banyak
kekurangan namun, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam memberikan
pemahaman tentang sebuah kasus berikut dengan saran tidak pemecahannya dari sudut
pandang Etika Bisnis Perspektif Tri Hita Karana. Sebagai penutup, penulis mengharapkan
kritik dan saran agar dapat menyempurnakan makalah ini.

Om Shanti Shanti Shanti Om.

Denpasar, Mei 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
1.3. Tujuan Penulisan................................................................................................ 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................................... 3
2.1. Pengertian Laporan Keuangan yang Overstated................................................ 3
2.2. Terjadinya Laporan Keuangan yang Overstated ............................................... 3
2.3. Pengertian Etika Bisnis ...................................................................................... 7
2.4. Etika Bisnis dalam Perspektif Tri Hita Karana .................................................. 8
BAB III PEMBAHASAN .............................................................................................. 10
3.1. Penjabaran Kasus ............................................................................................. 10
3.2. Analisis Kasus berdasarkan Perspektif THK ................................................... 11
3.3. Saran tidak pemecahan berdasarkan Persepektif THK .................................... 12
BAB IV PENUTUP ........................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Titik awal kebangkrutan perusahaan-perusahaan besar harus dapat dideteksi
sejak awal. Pendeteksian kecurangan sejak dini sangat penting untuk mengurangi
kesempatan melakukan manipulasi pelaporan keuangan yang berimbas pada
kebangkrutan ataupun kerugian bagi orang banyak. Manipulasi pelaporan keuangan
umumnya dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan melalui penyajian pos-pos
pelaporan keuangan yang lebih tinggi atau lebih rendah dari yang seharusnya. Motif
dari kecurangan ini beragam, misalnya meningkatkan laba agar dapat meningkatkan
bonus bagi manajemen, meninggikan kekayaan agar mendapat keuntungan lebih
melalui penjualan saham karena nilainya naik, menutupi ketidakmampuan dalam
menghasilkan uang atau kas, untuk menutupi persepsi negatif pasar, atau untuk
meminimumkan beban pajak yang harus dibayar perusahaan.
Manipulasi pelaporan keuangan umumnya diawali dari manipulasi dokumen
atau transaksi, seperti pada kasus Enron Corp. Manipulasi dokumen di antaranya
melalui pencatatan lebih awal dari transaksi yang sebenarnya, pencatatan penjualan
yang tidak pernah terjadi, pencatatan yang tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku dengan tujuan meningkatkan pendapatan ataupun menurunkan biaya (Gugus
& Nurlita, 2018). Namun dalam pelaksanaannya, manipulasi pelaporan keuangan
dapat ditekan melalui berbagai metode, salah satunya menggunakan metode yang
diterapkan di Bali yakni menggunakan Budaya Tri Hita Karana dalam memberi
sanksi pelaku tindak kecurangan (fraud).
Konsep THK merupakan konsep harmonisasi hubungan yang dijaga dan
melekat di dalam kehidupan masyarakat Hindu Bali meliputi: parahyangan
(hubungan manusia dengan Tuhan), pawongan (hubungan antar-manusia), dan
palemahan (hubungan manusia dengan lingkungan) yang bersumber dari kitab suci
agama Hindu Bhagawad Gita. Oleh karena itu, konsep THK yang berkembang di
Bali, merupakan konsep budaya yang berakar dari ajaran agama. Konsep THK ini
memberikan gambaran kepada organisasi bahwa hubungan yang harmonis akan
memberikan suasana yang baik dan perlakukan atas segala sesuatunya sesuai dengan
situasi dan kondisi orgnaisasi (Saputra, Sujana, & Tama, 2018). Setiap hubungan

1
memiliki pedoman hidup menghargai sesama aspek sekelilingnya. Prinsip
pelaksanaannya harus seimbang, selaras antara satu dan lainnya. Apabila
keseimbangan tercapai, manusia akan hidup dengan mengekang dari pada segala
tindakan berakses buruk. Hidupnya akan seimbang, tenteram, dan damai.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya,
rumusan masalah dalam makalah ini ialah “Bagaimanakah analisis kasus
penggelembungan laporan keuangan PT Tiga Pilar Sejahtera Food serta adakah saran
etika bisnis berdasarkan perspektif Tri Hita Karana?”.

1.3. Tujuan Penulisan


Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui hasil analisis atas kasus
penggelembungan laporan keuangan PT Tiga Pilar Sejahtera Food dan memberikan
saran tidak penyelesaian berdasarkan perspektif Tri Hita Karana.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Laporan Keuangan yang Overstated


Tugas akuntan adalah memeriksa dan melaporkan segala sesuatu yang
berkenaan dengan masalah keuangan dari emiten. Agar laporan keuangan disajikan
secara wajar dan dapat diandalkan dalam pengambilan keputusan, laporan keuangan
harus diperiksa (diaudit) oleh akuntan publik.
Kecenderungan yang terjadi, pihak manajemen perusahaan berusaha
menonjolkan informasi yang baik dengan tujuan meningkatkan nilai saham yang
ditawar. Sementara stakeholders lainnya menginginkan nilai saham wajar sebagai
cerminan keadaan perusahaan yang sesungguhnya. Pentingnya peran akuntan dalam
melakukan pemeriksaan laporan keuangan ini harus patuh pada kode etik profesi
akuntan publik dan berpegang pada Standar Profesional Akuntan Publik
(Tavinayanti & Qamariyanti, 2009) agar dapat menghindari terjadinya penipuan
dalam pemeriksaan, antara lain terjadinya “mark up” atau “overstated” menaikkan
nilai/laba perusahaan dari nilai yang sebenarnya. Berdasarkan hal diatas Laporan
keuangan yang overstated adalah penggelembungan laba/keuntungan dalam laporan
keuangan perusahaan (Wahyuni, 2013).

2.2. Terjadinya Laporan Keuangan yang Overstated


Akuntan diwajibkan untuk melakukan prosedur dan usaha-usaha pemeriksaan
lainnya untuk memastikan bahwa laporan keuangan tidak mengandung kesalahan
material atau bebas dari salah saji material. Salah saji material dapat terjadi sebagai
dari kekeliruan maupun kecurangan. Akuntan publik bertanggung jawab untuk
merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan memadai
bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Salah saji (misstatements)
timbul karena Errors dan Fraud dan berpengaruh terhadap keputusan yang diambil
users. Ada dua tipe kesalahan yaitu:
a. Errors
Kesalahan ini timbul sebagai akibat tindakan yang tidak disengaja yang
dilakukan manajemen atau stafnya yang mengakibatkan kesalahan teknis

3
perhitungan, pemindah bukuan, penerapan prinsip-prinsip akuntansi yang tidak
disengaja.
b. Irregularities
Kesalahan ini merupakan kesalahan yang sengaja dilakukan pemegang
buku/manajemen atau pegawainya yang mengakibatkan kesalahan material
terhadap penyajian laporan keuangan, misalnya kecurangan atau fraud.
Fraud merupakan salah satu bentuk irregularities. Bentuknya misalnya
perusahaan tidak melakukan pencatatan, mencatat biaya lebih tinggi dari yang
sebenarnya, mencatat hasil lebih rendah dari yang sebenarnya, dan lain-lain.
Kedua tipe kesalahan ini harus diwaspadai dan diusahakan harus
ditemukan. Untuk itu akuntan publik harus mencari prosedur pemeriksaan yang
dapat menjamin menemukan kedua tipe kesalahan ini. Kesalahan ini biasanya
dapat ditemukan dengan lebih dahulu mengamati dengan cermat kelemahan
sistem pengawasan intern, menilai tingkat kejujuran manajemen, melihat
transaksi yang tidak biasa, dan lain-lain.
Cabang-cabang Fraud antara lain:
1) Corruptions
Terdiri dari ranting-ranting:
i. Conflict of interest merupakan benturan kepentingan. Benturan
kepentingan ini bisa terjadi dalam skema permainan pembelian maupun
penjualan. Pembeli dapat melakukan kolusi korupsi nepotisme dengan
penjual. Lembaga pemerintah atau bisnis baik selaku penjual maupun
pembeli dapat melakukan KKN. Praktik ini mencolok dalam hal pembeli
sebenarnya merupakan captive market dari penjual, namun penjual tetap
mengeluarkan marketing fee yang tidak lain adalah penyuapan.
ii. Bribery (penyuapan)
iii. Illegal Gragtuities merupakan hadiah yang merupakan bentuk
terselubung dari penyuapan.
iv. Economic Extortion

4
2) Asset Misappropiation
merupakan aset secara ilegal yang dilakukan oleh seseorang yang diberi
wewenang untuk mengelola atau mengawasi aset tersebut (penggelapan).
Cabang-cabang dari penggelapan ini adalah:
i. Cash
Yang menjadi sasaran penjarahan adalah uang kas maupun di bank yang
dapat dimanfaatkan langsung oleh pelakunya. Asset Misappropiation
dalam bentuk penjarahan kas dapat dilakukan dalam tiga bentuk yaitu:
a) Skimming
Dalam Skimming uang dijarah sebelum uang tersebut secara fisik
masuk ke perusahaan. Cara ini terlihat dalam fraud yang sangat
dikenal akuntan publik, yaitu Lapping.
b) Larcency
Kalau uang sudah masuk ke perusahaan dan kemudian dicuri maka
fraud ini disebut larcency atau pencurian.
c) Fraudulent Disbursement
Jika penggelapan dilakukan pada saat arus uang sudah terekam dalam
sistem maka penggelapan ini disebut Fraudulent Disbursement.
Pencurian melalui pengeluaran yang tidak sah ini sebenarnya satu
langkah lebih jauh dari pencurian.
ii. Inventory and all other assets
Aset lainnya juga bisa menjadi sasaran adalah aktiva tetap. Modus
operandi dalam penjarahan aset yang bukan uang tunai di bank adalah
missue dan larcency. Missue adalah penyalahgunaan aset perusahaan
untuk kepentingan pribadi. Tetapi jika yang disalahgunakan tersebut
tidak dikembalikan maka dikatakan sebagai larcency
3) Fraudulent Statements
Jenis fraud ini sangat dikenal para auditor yang melakukan general audit.
Ini merupakan fraud yang berkenaan dengan penyajian laporan keuangan,
berkenaan dengan salah saji, misstatements baik overstatements maupun
understatements. Salah saji aset atau pendapatan lebih tinggi dari yang
sebenarnya (overstatement). Terlihat dalam banyak perusahaan publik

5
raksasa Amerika Serikat seperti Enron. Undang-undang Sarbanes Oxley
merupakan ketentuan yang keras terhadap praktik-praktik tersebut. Salah
saji aset atau pendapatan lebih rendah dari yang sebenarnya
(understatement). Banyak berhubungan dengan laporan keuangan yang
disampaikan kepada instansi perpajakan atau instansi bea dan cukai.

Perusahaan, dalam aktivitasnya, sudah dipastikan ingin mencapai tujuan


perusahaan dengan sebaik-baiknya. Perusahaan sering kali menerapkan strategi-
strategi yang mungkin bisa berdampak terhadap suatu pelanggaran etika. Segala cara
mungkin dilakukan manajemen perusahaan agar tujuannya bisa tercapai. Tujuan
perusahaan yang utama tentunya adalah mencapai keuntungan yang maksimal
sehingga manajemen perusahaan dengan segala cara menginginkan kinerjanya
dinilai baik. Kondisi perusahaan yang tidak sehat sering kali oleh manajemen ditutupi
dengan menampilkan atau melaporkan kinerja keuangannya tetap baik. Akibat dari
kondisi seperti itulah manajemen biasanya berkolusi dengan akuntan agar kinerjanya
tetap bisa dinilai baik oleh para calon investor, pemilik atau pihak lain yang
berkepentingan dengan kinerja perusahaan yang baik.

Manajemen laba merupakan kebijakan yang sering dilakukan oleh perusahaan


untuk memanipulasi laba dari hasil operasinya. Manajemen laba ini bisa dilakukan
dengan cara memilih metode-metode akuntansi yang bisa menaikkan laba
(overstated) atau menurunkan laba (understated).

Lembaga manajemen Stern Stewart dan Co. menilai akar permasalahan


terjadinya praktik kecurangan akuntansi adalah penggunaan model earning per share
(laba per lembar saham) sebagai instrumen penilaian kinerja perusahaan. Dengan
model earning per share, maka pihak manajemen akan melakukan segala cara,
termasuk penggelembungan pendapatan serta penyembunyian biaya, untuk
meningkatkan laba bersih perusahaan, yang pada akhirnya akan meningkatkan
earning per share perusahaan.

Adanya motif tertentu pihak penyedia informasi keuangan, yakni perusahaan


yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari penyajian informasi
keuangannya. Penyebab hal ini adalah karena adanya kepercayaan yang sangat tinggi
mengenai harapan masa depan dan juga karena adanya unsur kesengajaan memberi

6
kesan baik kepada pihak lain terutama untuk menarik investor. Hal tersebut
menjadikan informasi keuangan tidak benar, keakuratan ini dapat berupa mark up
(overstated) untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya.

Terjadinya berbagai kasus penyajian laporan keuangan yang tidak semestinya


ini menunjukkan terjadinya skandal keuangan yang merupakan kegagalan laporan
keuangan di dalam memenuhi kebutuhan informasi para pengguna laporan keuangan.
Informasi laba sebagai bagian dari laporan keuangan tidak menyajikan fakta yang
sebenarnya mengenai kondisi ekonomis suatu perusahaan. Laba yang diharapkan
dapat memberikan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan menjadi
diragukan kualitasnya. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya
tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan. Kualitas
laba khususnya dan kualitas laporan keuangan pada umumnya adalah penting bagi
mereka yang menggunakan laporan keuangan karena bermanfaat untuk tujuan
kontrak dan pengambilan keputusan investasi (Wahyuni, 2013).

2.3. Pengertian Etika Bisnis


Etika bisnis adalah prinsip-prinsip moral yang dijadikan sebagai pedoman atau
panduan untuk bisnis yang sedang dijalankan. Sehingga, seluruh aspek yang
berkaitan dengan bisnis tersebut dapat menjalankan bisnis sesuai dengan nilai-nilai,
norma-norma, dan perilaku yang adil, baik, sehat, serta professional, baik bagi
seluruh orang di dalam perusahaannya, klien, mitra kerja, pemegang saham,
pelanggan dan masyarakat luas. Dalam dunia bisnis, kita pasti akan mengenal istilah
etika bisnis. Banyak orang yang sangat setuju bahwa etika bisnis memang perlu
dimiliki oleh setiap bisnis.
Salah satu prinsip etika bisnis adalah menjadikan bisnis menjadi suatu
kegiatan yang beretika, sehingga dapat berjalan seiring dengan kaidah-kaidah etika,
hukum dan peraturan yang berlaku. Dalam banyak hal, norma-norma dan kaidah
etika yang berlaku tidak hanya baik untuk diterapkan pada bisnis, namun juga
membantu kita untuk bertanggung jawab dan berperilaku baik pada masyarakat.
Itulah mengapa etika bisnis dan tanggung jawab sosial selalu berjalan beriringan.
Selain itu, etika bisnis dan profesi juga memiliki kaitan yang erat satu sama
lain. Mengapa demikian? Karena etika bisnis dapat dijadikan sebagai pedoman yang
sama untuk diterapkan pada individu dalam bekerja dan berperilaku sesuai dengan

7
kaidah norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku di dalam tempat kerjanya. Oleh
karena itu, setiap individu yang terjun ke dalam dunia bisnis atau fokus pada
profesinya harus membaca dan memahami makalah etika bisnis serta materi etika
bisnis yang mungkin dimiliki masing-masing organisasi dan perusahaan. Tujuannya
agar individu dapat memahami etika bisnis yang diterapkan tempat kerjanya masing-
masing (StudiIlmu, 2019).

2.4. Etika Bisnis dalam Perspektif Tri Hita Karana


Penerapan Tri Hita Karana (THK) sebagai paradigma budaya perusahaan dan
etika bisnis, berimplikasi bahwa THK dapat digunakan untuk melihat keberadaan
suatu perusahaan terutama berkaitan hubungan antara stakeholder di dalam
perusahaan dan stakeholder di luar perusahaan. THK sebagai paradigma tidak hanya
melihat sepak terjang perusahaan atas dasar positif dan negatif, tetapi juga
membenahinya dengan mengacu kepada keyakinan, nilai, dan norma pada THK.
Sebagai paradigma budaya perusahaan maupun etika bisnis, selain melihat tentang
keadaan suatu perusahaan dalam perspektif etika, THK berbicara pula tentang
bagaimana seharusnya suatu perusahaan dalam konteks hubungan antar sesama
manusia, hubungan manusia dengan Tuhan, dan hubungan antar manusia dan dengan
alam, yaitu dengan cara berproses ke arah pencapaian harmoni pada tiga tataran,
diantaranya harmoni sosial, ekologis dan teologis sebagai basis bagi pencapaian
kesejahteraan.
Tujuan utama kegiatan bisnis adalah mencari untung. Hal ini dapat dicapai
dengan cara perpegang pada etika, yakni ukuran baik buruk, benar salah atau etis
tidak etis atau suatu tindakan dengan mengacu kepada Tri Hita Karana.
Pengusaha wajib mencari untung, bahkan sebanyak-banyaknya. Walaupun
demikian ada hal yang wajib dilakukan oleh pebisnis, yakni mereka harus berpegang
teguh pada Tri Hita Karana. Pebisnis boleh untung berapa pun besarnya, asalkan
tidak mengganggu hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia
dengan sesama manusia, dan manusia dengan lingkungan alam secara integral
(Tungga Atmadja & Atmadja, 2020).
Butir-butir etika keutamaaan Bhagavad Gita sebagai etika umum, dalam arti
dapat dipedomani bagi kehidupan manusia secara luas, bahkan bersifat universal,

8
dapat dipakai sebagai etika khusus, yakni diterapkan pada kegiatan bisnis.
Penerapannya masuk akal, mengingat kegiatan bisnis melibatkan hubungan antar
manusia yang di dalamnya penuh dengan dinamika. Hal ini membutuhkan manusia
ideal, yakni etika keutamaan Bhagavad Gita. Penerapannya dalam etika bisnis ialah
sebagai berikut :
1) Kejujuran. 13) Tanpa kekerasan.
2) Kebenaran. 14) Tidak membenci
3) Keberanian. 15) Tidak marah.
4) Kepahlawanan. 16) Tidak Serakah.
5) Tahan Uji. 17) Kedermawanan.
6) Keinginan dan Ketetapan Hati. 18) Berterima kasih.
7) Hidup Sederhana. 19) Bersih, murni dan suci.
8) Hidup Semangat. 20) Pantang Seksual
9) Pengendalian Diri. 21) Menundukkan nafsu
10) Kebijaksanaan yang mantap. 22) Kesabaran.
11) Tidak mencari-cari kesalahan 23) Pengampunan
orang lain. 24) Welas Asih.
12) Rendah Hati. 25) Kedamaian

9
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Penjabaran Kasus


Perkara soal dugaan penggelembungan atau manipulasi laporan keuangan
produsen makanan ringan Taro, PT Tiga Pilar Sejahtera Food memasuki babak baru.
Joko Mogoginta mantan Presiden Direktur PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA)
diduga dengan sengaja menggelembungkan nilai piutang enam perusahaan yang
bekerjasama dengan AISA. Hal itu terungkap dalam persidangan atas manajemen
lama PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu
(6/1/2021).
"Iya, direksi menyampaikan itu (perintah untuk menaikkan nilai piutang)," ujar
saksi Sjambiri Lioe, mantan Koordinator Finance PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk,
menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Leonard S. Simalango di dalam
persidangan.
Tak tanggung-tanggung, total nilai piutang yang digelembungkan sekitar Rp 3
triliun. Menurut Sjambiri, dinaikkannya nilai piutang tersebut berkaitan dengan
penjualan AISA. Jika piutang atau nilai tagihan dari perusahaan rekanan naik, maka
nilai penjualan seolah-olah juga mengalami kenaikan.
"Dengan adanya laporan yang lebih bagus itu maka bank akan tertarik untuk
memberikan pinjaman. Begitu pun ke saham (AISA), harganya jadi bagus," kata
Sjambiri. Ketua Majelis Hakim Akhmad Sayuti lantas menanyakan kepada Sambiri
siapa pihak yang dirugikan dengan adanya mark up laporan tersebut.
"Investor. Investor membeli saham padahal kondisi riil perusahaan tidak sebaik
yang dilaporkan. Mereka melihat mendapatkan keuntungan, tapi ternyata tidak
sebagus seperti yang tercantum," jawab Sjambiri.
Dalam persidangan sebelumnya, Direktur Pemeriksaan Pasar Modal Otoritas
Jasa Keuangan (OJK), Edi Broto Suwarno yang dihadirkan menjadi saksi
mengatakan, terdapat indikasi pelanggaran dalam laporan keuangan yang disajikan
AISA tahun buku 2017.
Indikasi pelanggaran itu ditemukan setelah OJK melakukan analisa pada
laporan keuangan AISA. Salah satunya yaitu mengenai pencantuman enam (6)
perusahaan yang terafiliasi dengan AISA namun dicatat sebagai pihak ketiga.

10
"Kami menelusuri, cari data, dan undang para pihak untuk menjelaskan. Kami
juga mengecek ke Kemenkumham (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia)
dan ternyata hasilnya ada kesamaan kepemilikan, perusahaan-perusahaan itu dimiliki
oleh pak Joko dan pak Budhi," katanya.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pasar Modal tahun 1995, lanjut Edi,
dinyatakan bahwa setiap pihak yang sengaja menghilangkan, memalsukan atau
menyembunyikan informasi sehingga berpotensi merugikan perusahaan itu sama saja
melanggar pidana.
Dalam persidangan, Joko dan Budhi membantah seluruh pernyataan Sjambiri.
"Untuk laporan keuangan, saudara saksilah yang seharusnya bertanggung
jawab, karena ia CFO (Chief Financial Officer)," kata Budhi.
Pernyataan Budhi itu lantas dibantah Sjambiri. Menurutnya ia tidak berada
dalam tingkat direksi. Pasalnya status direksi hanya bisa diemban jika sudah diangkat
melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Saya bukan CFO. Dan saya tidak memiliki kewenangan menandatangani
terkait akuntansi, perpajakan, dan laporan keuangan mana pun," ujarnya.
Untuk memperjelas perkara, majelis hakim meminta JPU untuk kembali
menghadirkan saksi-saksi.
"Mohon saksi-saksi lain dipanggil biar clear pak Jaksa, sudah lama kasus ini
berjalan," kata Ketua Majelis Hakim Akhmad Sayuti.

3.2. Analisis Kasus berdasarkan Perspektif THK


Menurut Schumader dalam (Tungga Atmadja & Atmadja, 2020) sebenarnya
wajar saja apabila sebuah perusahaan mencari keuntungan, namun kegiatan bisnis
sangat mudah dijangkiti oleh kelobaan atau keserakahan. Kondisi ini mengakibatkan
bisnis rawan akan masalah-masalah etika.
Dalam perspektif THK dikemukakan bahwa Laba + Loba = Pelanggaran
Etika yang artinya, keinginan kuat untuk mendapatkan laba berlandaskan
keserakahan sangat rawan akan pelanggaran etika (Tungga Atmadja & Atmadja,
2020).
Saat melakukan proses manajemen laba, PT Tiga Pilar Sejahtera Food telah
melakukan Fraudulent Statements yakni overstated atau penggelembungan atau

11
manipulasi laporan keuangan pada bagian piutang. Selain itu, dalam perspektif THK
telah terjadi keserakahan yakni menaikkan jumlah piutang pada laporan keuangan
sehingga akan terlihat seolah-olah tagihan dari perusahaan rekanan naik dan
penjualan meningkat, dengan laporan keuangan yang baik tersebut akan lebih mudah
menarik bank untuk memberi pinjaman dan harga saham AISA pun meningkat.

3.3. Saran tidak pemecahan berdasarkan Persepektif THK


Kasus PT Tiga Pilar Sejahtera Food terjadi akibat ketamakan (lobha)
perusahaan yang tidak merasa cukup atas pendapatan/laba yang diperoleh. Apabila
berani berbuat maka harus berani pula untuk mempertanggungjawabkannya. PT TPS
Food selain akan mendapat sanksi hukum, tentu saja yang terlibat dalam kasus akan
mempertanggungjawabkan karmanya pada Ida Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang
Maha Esa, citra perusahaan akan turun dan tidak akan mendapat kepercayaan lagi
dari investor dan masyarakat.
Ketamakan (lobha) akan terhindar apabila perusahaan menanamkan etika
bisnis Tri Hita Karana dalam kegiatannya. Menurut penulis, ada beberapa penerapan
etika bisnis yang dapat diimplementasi di PT Tiga Pilar Sejahtera Food adalah:
1) Kejujuran. Integritas dan kejujuran adalah jalan pasti menuju kesuksesan.
Melakukan apa yang dikatakan, dan mengutamakan kebenaran, akan
membawa perusahaan ke jalan kesuksesan.
2) Tahan Uji. Kesuksesan tidak diraih dengan mudah, perjalanan panjang dan
tantangan akan dihadapi, oleh karena itu perusahaan harus tahan uji, siap
melewati tantangan.
3) Pengendalian diri. Hal ini merupakan hal yang cukup penting bagi
perusahaan besar. Mengapa? Apabila perusahaan telah mencapai
keuntungan yang besar, perusahaan harus dapat mengendalikan diri dari
sifat tamak, serakah yang akan merugikan di masa mendatang. Perusahaan
harus mampu mengendalikan diri dari sifat keraksasaan.
4) Tidak serakah. Pimpinan perusahaan harus mencerminkan diri sebagai
pemimpin yang baik agar dapat menjadi panutan karyawan. Apabila dari
pimpinan sudah ada benih mendapat keuntungan laba – korupsi, maka akan
menjadi budaya di dalam perusahaan itu sendiri.

12
5) Bersih, murni dan suci. Budaya ini harus ditanamkan agar setiap lapisan
terhindar dari keserakahan, kesombongan, kemarahan dan lainnya.

Selain hal di atas, perusahaan juga perlu melaksanakan pertanggung jawaban


terhadap Tri Hita Karana yakni Parhyangan, Pawongan dan Pelemahan. Bentuk
pertanggungjawaban perusahaan dapat berupa yajna, dhana, dan tapa.

Yajna merupakan pengorbanan, berlaku pada hubungan dengan dewa-dewa,


hubungan dengan manusia, dan juga lingkungan sekitar. Dhana ialah memberikan
sesuatu (dana) kepada Pawongan, Parhyangan dan Palemahan. Terakhir, Tapa
merupakan wujud pengendalian diri terutama pada tiga musuh besar yakni keinginan
(kama) yang berlebihan, keserakahan (lobha), dan kemarahan (krodha).

13
BAB IV
PENUTUP

Perusahaan memiliki tujuan untuk menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya.


Namun dalam proses memperoleh keuntungan sebesar-besarnya tidak jarang terjadi
kecurangan (fraud). PT Tiga Pilar Sejahtera Food salah satu perusahaan yang melakukan
Fraudulent Statements yaitu overstated, di mana melakukan penggelembungan atau
manipulasi laporan keuangan dengan menaikkan jumlah piutang, sehingga tagihan
perusahaan rekanan akan naik dan seolah-olah penjualan meningkat tajam.

Dalam perspektif Tri Hita Karana, kasus tersebut bisa terjadi akibat adanya sifat
dari keserakahan (lobha) untuk memperoleh pinjaman bank dengan mudah dan
menaikkan harga saham. Hal tersebut tentu saja merupakan pelanggaran etika bisnis,
karena memadukan antara Laba dan Lobha. Saran pencegahan fraud yang dapat
dianjurkan, ialah menerapkan etika bisnis Tri Hita Karana seperti yang telah disebutkan
pada bab-bab sebelumnya, dan juga melaksanakan yajna, dhana dan tapa.

14
DAFTAR PUSTAKA

Gugus, I., & Nurlita, N. (2018). Dealing With Fraud. Malang: UB Press.
Saputra, K. A., Sujana, E., & Tama, G. M. (2018). Perspektif Budaya Lokal Tri Hita
Karana dalam Pencegahan Kecurangan pada Pengelolaan Dana Desa. Jurnal
Akuntansi Publik, 28-41.
StudiIlmu. (2019). Etika Bisnis: Definisi, Tujuan, Contoh dan Manfaatnya dalam
Perusahaan. Retrieved from https://studilmu.com/blogs/details/etika-bisnis-
definisi-tujuan-contoh-dan-manfaatnya-dalam-perusahaan
Tavinayanti, & Qamariyanti, Y. (2009). Hukum Pasar Modal di Indonesia. Bandung:
Sinar Grafika.
Tungga Atmadja, A., & Atmadja, N. B. (2020). Etika Bisnis: Perspektif Kearifan Lokal
Tri Hita Karana dan Pemikiran Lainnya Secara Intergralistik. Denpasar: Pustaka
Larasan.
Wahyuni, W. S. (2013, August 27). Tanggung Jawab Akuntan Publik atas Laporan
Keuangan yang Overstated di Pasar Modal. Retrieved from https://text-
id.123dok.com/document/7q0vnegz6-pengertian-laporan-keuangan-yang-
overstated-terjadinya-laporan-keuangan-yang-overstated.html

15

Anda mungkin juga menyukai