Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Abstrak: Analisis ini dilakukan dengan mengolah data SRTM dari USGS dan CGIAR dengan menggunakan
aplikasi ARCMap untuk membuat peta dasar dan PCI Geomatica untuk membuat kelurusan. Kemudian kelurusan
tersebut dihitung kerapatannya dan diinterpretasikan berdasarkan aspek geologi dan geomorfologi. Daerah
penelitian berada di Jawa Timur tepatnya di Daerah Lamongan dan sekitarnya yang terletak di zona kendeng dan
rembang. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa bagian selatan lokasi penelitian merupakan deretan volcanic arc
dan bagian utara merupakan pantai juga terdapat adanya sungai Bengawan Solo yang memiliki muara berbentuk
delta kaki burung. Selain itu juga terdapat beberapa sesar seperti Sesar Blambangan dan Sesar Surabaya. Tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk mengeetahui karakteristik dan morfologi daerah penelitian sebelum melakukan survey
secara langsung.
Abstract: Analysis conducted with SRTM data from USGS and CGIAR using GIS application such as ARCMap for
base map and PCI Geomatica for lineament. Then the lineament density calculated to interpret the
geomorphological and geological characteristic. Research location in Lamongan regency, East Java which located
within Kendeng zone and Rembang zone. From analysis we can conclude the southern part of the location is the
volcanic arc and the northern part was transition zone which includes Bengawan Solo River and it’s embouchure
are Estuarine Delta. Moreover there are some fault such as Blambangan and Surabaya Fault that located west and
east in research location. The purpose of this research was to identify morphological and characteristic of the
location before conduct direct survey.
PENDAHULUAN
Penggunaan citra dalam interpretasi geologi merupakan kegiatan yang selalu dilakukan geologist
sebelum melakukan survey lapangan, tujuannya yaitu untuk mempermudah dan mempersingkat dalam
mengambil data di lapangan. Menurut Zhang & Moore (2015) metode penginderaan jauh menggunakan
wahana atau alat seperti satelit, radar, atau kamera untuk mendapatkan citra permukaan bumi. Kemudian
data citra tersebut diolah dan diinterpretasikan berdasarkan tujuan dari penelitian.
Daerah penelitian termasuk dalam zona Rembang, Randublatung dan Kendeng (Bemmelen,
1949). Pada zona rembang material didominasi oleh batuan sedimen dengan kesan endapan laut dangkal,
pada zona ini terdapat 3 morfologi utama yaitu morfologi dataran rendah, perbukitan terjal dan perbukitan
bergekombang. Sedangkan zona kendeng material didominasi oleh batuan sedimen dengan kesan
endapan turbidit dan vulkaniklastik, pada zona ini terdapat perbukitan rendah dengan morfologi
bergelombang. Zona Randublatung merupakan depresi yang terbentuk diantara zona rembang dan zona
kendeng, berbentuk lembah dengan arah Barat-Timur. Selain itu juga terdapat busur vulkanik dengan
adanya gunung arjuna dan gunung liman.
Page 1 of 16
Laboratorium Geoinderaja Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Pada penelitian kali ini menggunakan data Shuttle Radar Topoghraphy Mission (SRTM) dari
USGS dan CGIAR. Data SRTM tersebut kemudian di olah menggunakan aplikasi ARCMap untuk
mendapatkan citra hilllshade dan PCI Geomatica untuk mendapatkan kelurusan. Hasil kelurusan tersebut
dibuat diagram kipas dengan aplikasi rockworks dan diinterpretasikan secara geomgorfologi dan geologi.
Kelurusan (Lineament) dapat diartikan sebagai elemen linear geomorfologi dan merepresentasikan
struktur geologi atau kontak geologi (Zendi, 2014). Kelurusan dipermukaan bumi dicerminkan dengan
adanya relief muka bumi seperti lembah, punggungan dan struktur.
Gambar 1. Zonasi fisiografi regional Pulau Jawa bagian tengah dan timur (pembagian mengikuti
Pannekoek, 1949; van Bemmelen, 1949) dan Kavling daerah penelitian.
Kavling daerah penelitian termasuk kedalam 4 zona yaitu Zona Rembang, Zona
Randublatug, Zona Kendeng, dan Zona Solo.
Zona Rembang
Perbukitan Rembang merupakan suatu perbukitan antiklinorium yang memanjang dengan
arah timur-barat (T-B) di sisi utara Pulau Jawa. Zona ini membentang dari bagian utara
Purwodadi hingga ke Pulau Madura. Lipatan-lipatan dengan sumbu memanjang berarah timur-
barat, dengan panjang dari beberapa kilometer hingga mencapai 100 km (Antiklin Dokoro di
utara Grobogan). Zona Rembang terbagi menjadi dua, yaitu Antiklinorium Rembang Utara dan
Antiklinorium Rembang Selatan (Bemmelen, 1949). Antiklinorium Rembang Selatan juga
dikenal sebagai Antiklinorium Cepu.
Perbukitan lipatan di Zona Rembang umumnya tersusun secara en-echelon ke arah kiri
(left-stepping), mengindikasikan kontrol patahan batuan alas (basement faults) geser sinistral
berarah timur-timurlaut - barat-baratdaya (TTL-BBD) yang membentuk antiklinorium Rembang
tersebut (Husein et al., 2015). Antiklinorium Rembang dicirikan oleh berbagai antiklin yang
bertumpang-tindih (superimposed), mengindikasikan kompleksitas deformasi yang dialami oleh
daerah tersebut. Demikian pula dengan arah sesar naiknya, yang menerus hingga ke batuan dasar,
mengindikasikan tipe struktural thick-skinned tectonic (Musliki & Suratman, 1996). Data
stratigrafi regional mengindikasikan adanya 2 fase ketidakselarasan, pertama terjadi setelah
Pliosen, dan yang kedua terjadi pada akhir Pleistosen. Zona ini terdiri dari 10 formasi yaitu
kujung, prupuh, tuban, tawun, bulu, wonocolo, ledok, mundu, lidah dan undak solo.
Zona Randublatung
Zona Randublatung merupakan suatu depresi atau lembah memanjang yang berada di
antara Perbukitan Kendeng dan Perbukitan Rembang. Zona ini mencakup daerah Purwodadi,
Cepu, Bojonegoro, Lamongan, Gresik, dan Surabaya. Van Bemmelen (1949) menduga Depresi
Randublatung terbentuk sebagai daerah amblesan (subsidence), bagian dari kesetimbangan
isostasi regional ketika Perbukitan Rembang dan Perbukitan Kendeng mengalami pengangkatan
tektonis di akhir Tersier. Adapun fisiografi Zona Randublatung bagian timur yang membentang
dari Randublatung hingga pesisir Gresik dan Surabaya, ditandai dengan kemunculan banyak
antiklin terisolir, seperti Dander, Pegat, Ngimbang, Sekarkorong, dan Lidah. Secara struktur, pola
perlipatan antiklin tersebut masih mengikuti pola lipatan Zona Kendeng. Hal ini menunjukkan
proses isostasi negatif bukanlah faktor utama dalam pembentukan Zona Randublatung, dan
terdapat pula faktor tektonik kompresif dalam pembentukan zona tersebut.
Sebagai sebuah depresi tektonis, sedimentasi Zona Randublatung terus aktif semenjak
akhir Tersier hingga sekarang, dengan menerima pasokan sedimen dari Perbukitan Kendeng
maupun Perbukitan Rembang. Sistem pengaliran permukaan (drainage system) di zona ini terbagi
dua, yaitu Sistem Lusi di bagian barat dan Sistem Bengawan Solo di bagian timur. Stratigrafi
Randublatung sebagian besar ditempati oleh sedimen klastik halus dari Formasi Lidah yang
berumur Kuarter dan pada inti-inti antiklinnya kadang ditemukan napal dari Formasi Mundu.
Zona Kendeng
Zona Kendeng meliputi deretan perbukitan dengan arah memanjang Barat-Timur yang
terletak langsung di sebelah utara Sub Zona Ngawi. Perbukitan Kendeng (Mandala Kendeng)
adalah perbukitan lipatan dan sesar yang terletak di bagian tengah dari Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Perbukitan ini tersusun oleh batuan yang pada awalnya diendapkan di laut dalam namun
semakin muda menunjukkan lingkungan pengendapan yang semakin mendangkal menjadi
endapan non laut, yang kemudian telah mengalami perlipatan dan pensesaran secara intensif
membentuk suatu antiklinorium. Perbukitan ini mempunyai dimensi panjang 250km dengan lebar
maksimum 40km (deGenevraye & Samuel, 1972 dalam Rahardjo, 2004).
Ciri morfologi Zona Kendeng berupa jajaran perbukitan rendah dengan morfologi
bergelombang, dengan ketinggian berkisar antara 50 hingga 200 meter. Jajaran yang berarah
barat-timur ini mencerminkan adanya perlipatan dan sesar naik yang berarah barat-timur pula.
Proses eksogenik yang berupa pelapukan dan erosi pada daerah ini berjalan sangat intensif, selain
karena iklim tropis juga karena sebagian besar litologi penyusun Mandala Kendeng adalah
batulempung-napal-batupasir yang mempunyai kompaksitas rendah, misalnya pada formasi
Pelang, Formasi Kerek dan Napal Kalibeng yang total ketebalan ketiganya mencapai lebih dari
2000 meter. Karena proses tektonik yang terus berjalan mulai dari zaman Tersier hingga
sekarang, banyak dijumpai adanya teras-teras sungai yang menunjukkan adanya perubahan base
of sedimentation berupa pengangkatan pada Mandala Kendeng tersebut. Sungai utama yang
mengalir di atas Mandala Kendeng tersebut adalah Bengawan Solo.
Metode Penelitian
Penelitian diawali dengan mengunduh data citra digital srtm lalu diolah di software Google Earth
Pro, Global Mapper, ArcGIS, Pci Geomathics Dan Rockwork. Lalu didukung studi Pustaka dengan
maksud menunjang data yang diperlukan selama kegiatan penelitian berlangsung. Penggunaan software
digunakan untuk mengolah data yang didapat dari USGS dan CGIAR.
Langkah Pengerjaan Peta Lineament Density
Membuat Kavling di Google Earth Pro, lalu membuat dem di global mapper
Dari Data dem lalu membuat Citra Hillshade kombinasi 0, 45, 90, 135 dan Citra
Hillshade kombinasi 180, 225 270, 315 menggunakan ArcGIS, lalu Mengekstraksi garis
dari Citra Hillshade menggunakan Geomatica 16 dan Membuat Peta Lineament Density
menggunakan ArcGIS
Hasil pengolahan data DEM menghasilkan peta persebaran kelurusan dan diagram rosette, dari
persebaran kelurusan tersebut kita dapat melakukan interpretasi secara geologi dan geomorfologi.
Akuisisi data SRTM dilakukan dengan mendownload di USGS untuk mendapatkan DEM dengan resolusi
30M dan CGIAR untuk mendapatkan DEM dengan resolusi 90M.
Peta kombinasi 1 memiliki arah hillshade 0, 45, 90, 135. Dari hasil pengolahan didapatkan
kelurusan seperti yang terlihat pada gambar diatas, Dapat terlihat bahwa kelurusan yang terbentuk
berkumpul di beberapa lokasi. Diagram Rosette menunjukkan bahwa kelurusan yang terbentuk memiliki
orientasi arah Barat Laut – Tenggara N 120 - 205° E dan N 300 - 10° E. Arah ini sesuai dengan
perbukitan yang terbentuk di zona kendeng, selain itu orientasi ini dipengaruhi oleh adanya pembentukan
2 gunung yaitu Gn. Liman dan Gn. Arjuna.
Pada peta kerapatan kelurusan dengan nilai tinggi ditandai dengan warna merah dan warna hijau
untuk nilai rendah. Pada pembacaan tinggi memiliki bentuk yang mengumpul pada 4 lokasi dimana pada
lokasi A yaitu gunung kompleks pegunungan Arjuna, pada lokasi ini sudah dipastikan bahwa lokasi ini
tersusun atas material vulkanik. Juga dapat terlihat dari banyaknya kelurusan yang terbentuk bahwa
daerah ini memiliki batuan yang resisten, sehingga kemungkinan pada lokasi ini memiliki bentuk aliran
radial-paralel. Lokasi B merupakan Gunung liman, pada lokasi ini memiliki karakteristik yang sama
dengan lokasi A seperti satuan material vulkanik dan komposisi batuan resisten.
Lokasi C dan D merupakan struktur yang terbentuk oleh adanya aktivitas tektonik pada Pleistosen
Awal, dapat dilihat dari kelurusannya berbentuk memanjang dengan orientasi Barat-Timur dan memiliki
kerapatan renggang. Berdasarkan studi Pustaka, lokasi C dan D awalnya merupakan dasar laut dangkal
dengan material sedimen, namun akibat adanya tektonik beberapa batuan mengalami metamorfisme
senhingga menjadi batuan resisten. Pada kedua lokasi ini diperkirakan memiliki pola pengaliran parallel
akibat adanya control struktur seperti lipatan dan sesar.
A
B
Peta kombinasi 2 memiliki hillshade dengan arah 180, 225, 270 dan 315. Meskipun memiliki arah yang
berbeda, namun tidak jauh berbeda dari Set 1. Dari hasil pengolahan data didapatkan diagram rosette
yang menunjukkan arah umum dari kelurusan yaitu Barat laut – Tenggara N135-185°E dan N315-5°E.
Dapat terlihat bahwa pada peta kombinasi 2 bahwa kelurusan terbagi menjadi 4 kelompok, dimana A dan
B merupakan kelurusan yang terbentuk oleh pegunungan dimana A merupakan Pegunungan Arjuna dan B
merupakan Gunung Liman. Dapat dipastikan material penyusunnya adalah batuan piroklastik ataupun
batuan beku, sehingga memiliki komposisi batuan resisten. Selain itu pola pengaliran yang berkembang
diperkirakan adalah pola parallel atau radial.
Sedangkan pada lokasi C dan D merupakan struktur yang terbentuk akibat adanya gaya dengan
arah utara selatan. Menurut Hasan (2016) daerah pada lokasi C dan D merupakan laut dangkal, dengan
komposisi penyusunnya adalah material sedimen turbidit, kemudian mengalami tektonisme sehingga
mengalami pengangkatan. Akibat dari tektonisme ini terbentuk sesar dan lipatan pada lokasi C dan D,
selain itu terbentuk batuan resisten akibat adanya metamorfisme.
A
B
A
B
Gambar 4 merupakan hasil kelurusan dari pengolahan data usgs. Peta tersebut memiliki arah
hillshade 180, 225, 270 dan 315. Dapat terlihat bahwa kelurusan yang terbentuk berkumpul di beberapa
lokasi yang di kelompokan menjadi 4 lokasi yaitu A,B,C, dan D. Diagram Rosette menunjukkan bahwa
kelurusan yang terbentuk memiliki orientasi arah Barat Laut – Tenggara N120°E – N185°E dan N315°E -
N8°E. Arah ini sesuai dengan perbukitan yang terbentuk di zona kendeng, selain itu orientasi ini
dipengaruhi oleh adanya pembentukan 2 gunung yaitu Gn. Liman dan Gn. Arjuna.
Tidak Berbeda jauh dengan gambar 3, pada gambar 4 Lokasi A dan B merupakan wilayah dengan
kerapatan kelurusan yang tinggi dengan pola relatif utara-selatan dan ditandai dengan dominasi warna
merah pada peta. Hal tersebut didukung dimana Lokasi A merupakan Gunung Arjuna dan B merupakan
Gunung Liman, maka dapat diinterpretasi kedua lokasi tersebut memiliki jenis batuan beku ataupun
piroklastik, dengan pola pengaliran Radial-Parallel akibat aktivitas vulkanik kedua gunung tersebut.
Sedangkan pada lokasi C dan D memiliki kerapatan kelurusan yang renggang dengan pola
relative barat-timur. Menurut Hasan (2016) daerah pada lokasi C dan D merupakan laut dangkal, dengan
komposisi penyusunnya adalah material sedimen turbidit, kemudian mengalami tektonisme sehingga
mengalami pengangkatan. Akibat dari tektonisme ini terbentuk sesar dan lipatan pada lokasi C dan D,
selain itu terbentuk batuan resisten akibat adanya metamorfisme.
KESIMPULAN
Kavling daerah penelitian termasuk kedalam 4 zona yaitu Zona Rembang, Zona Randublatug,
Zona Kendeng, dan Zona Solo. penelitian kali ini menggunakan data Shuttle Radar Topoghraphy Mission
(SRTM) dari USGS dan CGIAR. Data SRTM tersebut kemudian di olah menggunakan aplikasi ARCMap
untuk mendapatkan citra hilllshade dan PCI Geomatica untuk mendapatkan kelurusan. dibuat diagram
kipas dengan aplikasi rockworks dan diinterpretasikan secara geomgorfologi dan geologi. Tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk mengetahui karakteristik dan morfologi daerah penelitian sebelum melakukan
survey langsung ke lapangan.
Pada peta kerapatan kelurusan dengan nilai tinggi ditandai dengan warna merah dan warna hijau untuk
nilai rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Harsono, Pringgroprawiro. 1983. Stratigrafi daerah Mandala Rembang dan sekitarnya . Jakarta
Husein, S., A.D. Titisari, Y.R. Freski, dan P.P. Utama (2016) Buku Panduan Ekskursi Geologi Regional
2016, Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada,
Pannekoek, A.J. (1949) Outline of the Geomorphology of Java. Reprint from Tijdschriftvan Het
Koninklijk Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap, vol. LXVI part 3, E.J. Brill, Leiden, pp.
270-325
Rahardjo, Wartono. 2004. Buku Panduan Ekskursi Geologi Regional Pegunungan Selatan dan Zona
Kendeng. Jurusan Teknik Geologi. Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
Van Bemmelen, R.W. (1949) The Geology of Indonesia, vol. I.A. General Geology. Martinus Nyhoff,
The Hague
Jurnal:
Hasan, Rizwan Arief, Singgih Irianto, Mohammad Syaiful. (2016). GEOLOGI DAERAH PAJENG DAN
SEKITARNYA KECAMATAN GONDANG KABUPATEN BOJONEGORO JAWA TIMUR.
Jurnal Online Mahasiswa Unpak Vol. 1, No. 1.
https://jom.unpak.ac.id/index.php/teknikgeologi/article/view/476
Iqbal, Mochamad, Bella Restu Juliarka. (2019). Analisis Kerapatan Kelurusan (Lineament Density)
sebagai indikator tingkat permeabilitas di Lapangan Panasbumi Suoh-Sekincau, Lampung. Journal
of Science and Applicative Technology vol 3 (2). p 61-67
Moore, John C., Zhihua Zhang. (2015). Remote Sensing. Journal Mathematical and Physical
Fundamentals of Climate Change. (p 111-124)
Skripsi/tesis/disertasi:
Fatimatuzzahroh, Siti. (2015). ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI RANU GEDANG BERDASARKAN
DATA ANOMALI MAGNET. (Bachelor Skripsi, [Malang]: UIN Maulana Malik Ibrahim)
Laporan:
Zendi Agista, Prakosa Rachwibowo, Yoga Aribowo. (2014). ANALISIS LITOLOGI DAN STRUKTUR
GEOLOGI BERDASARKAN CITRA LANDSAT PADA AREA PROSPEK PANASBUMI
GUNUNG TELOMOYO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MAGELANG, PROVINSI
JAWA TENGAH. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/geologi/article/view/6768
Prosiding:
Barianto, Didit Hadi, dkk. (2015). STRATIGRAFI KARBONAT FORMASI SELOREDJO ANGGOTA
DANDER DI SUNGAI BANYUREJO KECAMATAN BUBULAN KABUPATEN
BOJONEGORO, JAWA TIMUR, INDONESIA. PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL
KEBUMIAN KE-8
Genevraye,p., Samuel, Luki. (1972), The Ratio Between Pelagic and Benthonic Foraminif era as Means
of Estimating Depth of Deposition Sedimentary Rocks, Proceedings of World Petroleum
Congress
Husein, S., K. Kakda, dan H.F.N. Aditya (2015) Mekanisme Perlipatan En-Echelon di Antiklinorium
Rembang Utara, Prosiding Seminar Nasional Kebumian ke-8 Jurusan Teknik Geologi Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, GEO41, pp 224-234.
Husein, S. and M. Nukman (2015) Rekonstruksi Tektonik Mikrokontinen Pegunungan Selatan Jawa
Timur: sebuah hipotesis berdasarkan analisis kemagnetan purba. Prosiding Seminar Nasional
Kebumian ke-8 Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
GEO42, p 235-248
Musliki, S., dan Suratman. 1996. A Late Pliocene Shallowing Upward Carbonate Sequence And Its
Reservoir Potential, Northeast Java Basin. 25 th Annual Convention Proceeding. Indonesian
Petroleum Association.
Parorak, Cristofer, dkk. (2019). GEOLOGI DAN ANALISIS KUALITAS BATUGAMPING SEBAGAI
BAHAN BAKU SEMEN DAERAH SOLOKURO DAN SEKITARNYA, KECAMATAN
SOLOKURO, KABUPATEN LAMONGAN, PROVINSI JAWA TIMUR. Prosiding, Seminar
Teknologi Kebumian dan Kelautan I (SEMITAN I)
LAMPIRAN