TINJAUAN PUSTAKA
Isolasi sosial adalah keadaan ketika individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain dan sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak,dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. ( Keliat,dkk.2009)
Isolasi sosial merupakan pertahanan diri seseorang terhadap orang lain maupun lingkungan yang
menyebabkan kecemasan pada diri sendiri dengan cara menarik diri secara fisik maupun psikis.
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap
sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan
lingkungan. Isolasi sosial merupakan upaya mengindari komunikasi dengan orang lain karena
merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran
dan kegagalan (Rusdi,2013).
dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencana-rencana (Riyadi & Purwanto,
2009).
2) Otonomi
perasaan dalam hubungan sosial. Individu mampu menetapkan diri untuk interdependen
Purwanto, 2009).
3) Kebersamaan
Purwanto, 2009).
4) Interdependen (Saling Ketergantungan)
Merupakan kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari lingkungannya.
(Damaiyanti, 2012)
6) Menarik diri
7) Manipulasi
Merupakan gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain sebagai objek,
hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain dan individu cenderung
berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai pertahanan
terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada orang lain
(Riyadi &
Purwanto, 2009).
8) Impulsif
Merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subjek yang tidak dapat
diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan, tidak mampu untuk belajar
9) Narkisisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku egosentris, harga diri yang
rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan mudah marah jika tidak
Keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak
mampu berikteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak,
tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
Purwanto, 2009)
3. Perkembangan Hubungan Sosial
Pada dasarnya kemampuan hubungan sosial berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang
individu mulai dari bayi sampai dengan dewasa lanjut, untuk mngembangkan hubungan sosial
yang positif,setiap tugas perkembangan sepanjang daur kehidupan diharapkan dilalui dengan
sukses.
Kemampuan berperan serta dalam proses hubungan diawali dengan kemampuan tergantung pada
masa bayi dan berkembang pada masa dewasa dengan kemampuan saling tergantung (tergantung
dan mandiri), mengenai tahap perkembangan tersebut akan diuraikan secara rinci setiap tahap
perkembangan.
a) Masa Bayi
Bayi sangat tergantung pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhan biologis dan
psikologisnya. Bayi umumnya menggunakan yang sangat sederhana dalam menyampaikan akan
kebutuhannya, misalnya menangis untuk semua kebutuhannya. Respon lingkungan (ibu atau
pengasuh) terhadap kebutuhan bayi harus sesuai agar berkembang rasa percaya diri bayi akan
respon atau perilakunya dan rasa percaya bayi terhadap orang lain. Kegalalan pemenuhan
kebutuhan bayi melalui ketergantungan pada orang lain akan mengakibatkan rasa tidak percaya
diri sendiri dan orang lain, serta menarik diri.
b) Masa prasekolah
Anak prasekolah mulai memperluas hubungan sosialnya diluar lingkungan khususnya ibu atau
pengasuh. Anak menggunakan kemampuan
berhubungan yang telah dimiliki untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga. Dalam
hal ini anak membutuhkan dukungan dan bantuan dari keluarga khususnya pemberian
pengakuan yang positif terhadap perilaku anak yang adaptif. Hal ini merupakan dasar rasa
otonomi yang berguna untuk mngembangkan kemampuan interdependen.
Kegagalan anak dalam berhubungan dengan lingkungan diseratai respon keluarga yang negatif
akan mengakibatkan anak menjadi tidak mampu mengontrol diri, tidak mandiri (tergantung),
ragu, menarik diri dari lingkungan, kurang percaya diri, pesimis,takut perilakunya salah.
c) Masa Sekolah
Anak mulai mengenal hubungan yang lebih luas khususnya lingkungan sekolah pada usia ini
anak mulai mngenal bekerja sama, kompetisi, kompromi. Konflik sering terjadi dengan orang
tua karena pembatasan dan dukungan yang tidak konsisten, teman dengan orang dewasa diluar
keluarga (guru,orang tua,teman) merupakan sumber pendukung yang penting bagi anak.
Kegagalan dalam membaca hubungan dengan teman di sekolah, kurangnya dukungan guru dari
pembatasan serta dukungan yang tidak konsisten dari orang tua mengakibatkan anak frustasi
terhadap kemampuannya,putus asa,merasa tidak mampu dan menarik diri dari lingkungan.
d) Masa Remaja
Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dengan teman sebaya dan sejenis dan
umumnya mempunyai sahabat karib. Hubungan dengan teman sangat tergantung, sedangkan
hubungan dengan orang tua mulai independent. Kegagalan membina hubungan dengan teman
dan kurangnya dukungan orang tua, akan mengakibatkan keraguan akan identitas,
ketidakmampuan mengidentifikasi karir dan rasa percaya diri kurang.
e) Masa Dewasa Muda
Pada usia ini individu mempertaahankan hubungan interdependen dengan orang tua dan teman
sebaya, individu belajar mengambil keputrusan dengan memperhatkan saran dan pendapat
orang lain seperti memilih pekerjaan, memilih karir,melangsungkan perkawinan.
Kegagalan individu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan,perkawinan akan mengakibatkan
individu menghindari hubungan intim, menjauhi
orang lain, putus asa akan karir.
f) Masa Dewasa Tengah
Individu pada usia dewasa tengah umumnya telah pisah tempat tinggal dengan orang tua ,
khusunya individu yang telah menikah. Jika ia telah menikah maka peran menjadi orang tua dan
mempunya hubungan antar orang dewasa merupakan situasi tempat menguji kemampuan
hubungan interdependen. Individu yang perkembangannya baik akan dapat mengembangkan
hubungan dan dukungan yangbaru.
Kegagalan pisah tempat dengan orang tua, membina hubungan yang baru, dan mendapatkan
dukungan dari orang dewasa lain akan mengakibatkan perhatian hanya tertuju pada diri sendiri,
produktifitas dan kreatifitas berkurang,perhatian pada oran lain berkurang.
b) Data objektif
1) Banyak diam
2) Tidak mau bicara
3) Menyendiri
4) Tidak mau berinteraksi
5) Tampak sedih
6) Kontak mata kurang
7) Muka datar
6. Mekanisme koping
Individu yang mengalami respon sosial maladiptif menggunakan berbagai mekanisme dalam
upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah
hubungan yang spesifik (gall,W Stuart 2006). Koping yang berhubungan dengan gangguan
kepribadian antisosial antara lain proyeksi, spliting dan merendahkan orang lain, koping yang
berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang spliting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi,
idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan
identifikasi proyektif.
Menurut Gall W. Stuart (2006), sumber koping yaang berhubungan dengan respon sosial
maladaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman, hubungan dengan
hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress interpersonal
misalnya kesenian, musik atau
tulisan.
7. Sumber Koping
Contoh sumber koping yang berhungan dengan respon maladaptif menurut Stuart, (2006) meliputi
:
a) Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.
b) Hubungan dengan hewan peliharaan.
c) Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal (misalkan: kesenian, musik
atau tulisan).
8. Komplikasi
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku yang tidak
sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan sensori persepsi:
halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain serta lingkungan dan penurunan aktifitas sehingga
dapat menyebabkan defisit perawatan diri (Dalami,2009)
9. Penataklaksanaan.
a. Terapi Medis
Berupa Therapy farmakologi
(1) Clorpromazine (CPZ)
a) Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri terganggu,
berdaya berat dalam fungsi fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan dan
perilaku yang aneh atau, tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan
sehari -hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
b) Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi,
antikolinergik/ parasimpatik,mulut kering, kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung
tersumbat,mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung),gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia,
sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin, metabolik,
hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi efek terapi
(Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya selama 15 detik. Kejang yang dimaksud adalah suatu
kejang dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan mengalami rejatan. Tentang
mekanisme pasti dari kerja ECT sampai saat ini masih belum dapat dijelaskan dengan
memuaskan. Namun beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar
serum Brain-Derived Neurotrophic Faktor (BDNF) pada pasien depresi yang tidak responsif
terhadap terapi farmakologi.
c. Therapy kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok pasien bersama-
sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang
therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan memberi stimulus bagi klien
dengan gangguan interpersonal.
1. Deskripsi
Tanggapan atau deskripsi tentang isolasi yaitu suatu keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (towsend,
1998).Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain.
2. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi, penilaian stressor ,
suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan
tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
a) Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal MRS ,
informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan
alamat klien.
b) Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak
ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan kegiatan
sehari – hari , dependen
3. Faktor predisposisi
Kehilangan,perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak realistis
,kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial.Terjadi
trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami , putus sekolah ,PHK,
perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba)
perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.
6. Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat memulai
pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan orang lain , Adanya
perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
8. Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang orang
lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri).
9. Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor, therapy
okopasional, TAK , dan rehabilitas.
C. Pohon masalah
Halusinasi
Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan isolasi sosial pada klien dan keluarga yaitu :
a. Isolasi sosial
1) Tindakan Keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP) pada pasien
a) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada pasien :
Pengkajian Isolasi sosial, dan melatih bercakap-cakap antara pasien dan keluarga.
(1) Membina hubungan saling percaya
(2) Membantu pasien menyadari masalah isolasi sosial
(3) Melatih bercakap-cakap secara bertahap antara pasien dan anggota keluarga
b) Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien :
Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 2 orang lain), latihan bercakap-
cakap saat melakukan 2 kegiatan harian.
(1) Mengevaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
(2) Memvalidasi kemampuan berkenalan (berapa orang)
(3) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (latih 2 kegiatan)
(4) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihanberkenalan 2-3 orang
c) Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada pasien :
Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 4-5 orang), latihan bercakap-
cakap saat melakukan 2 kegiatan harian baru.
(1) Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
(2) Validasi kemampuan berkenalan (berapa orang) dan bicara saat melakukan dua
kegiatan harian
(3) Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan
(4) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian
(latih 2 kegiatan baru)
(5) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan 4-5 orang
d) Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada pasien :
Mengevaluasi kemampuan berinteraksi, melatih cara bicara saat melakukan kegiatan sosial
(1) Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
(2) Validasi kemampuan berkenalan (berapa orang) dan bicara saat melakukan empat
kegiatan harian
(3) Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan
(4) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatansocial
2) Tindakan Keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP) pada keluarga
a) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada keluarga :
Mengenal masalah dalam merawat pasien isolasi sosial, berkenalan dan berkomunikasi saat
melakukan kegiatan harian.
(1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.
(2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial,
yangdialami klien beserta proses terjadinya.
(3) Memberi kesempatan keluarga untuk memutuskan perawatan pasien
(4) Menjelaskan cara merawat isolasi sosial dan melatih dua cara merawat : berkenalan
dan melakukan kegiatan harian
(5) Anjurkan keluarga membantu pasien melakukan kegiatan sesuai jadwal dan berikan
pujian
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahapan ketika perawat mengaplikasikan ke dalam bentuk intervensi
keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Implementasi tindakan
keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan
yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan
masih sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat ini (Keliat dkk, 2005).
E. Evaluasi
Menurut Rusdi (2013), dokumentasi asuhan keperawatan dilakukan pada setiap tahap proses
keperawatan yang meliputi dokumentasi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi tindakan keperawatan dan evaluasi.