BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II-1
II-2
Non Kementerian, Inspektorat/Unit Pengawasan Internal pada Kesekretariatan
Lembaga Tinggi Negara dan Lembaga Negara
Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan
pengawasan
internal adalah Aparat Pengawasan Internal Pemerintah yang
bertanggung
jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga. Inspektorat
Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan
internal melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka
penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga yang didanai
dengan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
3. Inspektorat Provinsi
Inspektorat Provinsi adalah Aparat Pengawasan Internal Pemerintah yang
bertanggung jawab langsung kepada Gubernur. Inspektorat Provinsi melakukan
pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan
fungsi satuan kerja perangkat daerah provinsi yang didanai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi.
4. Inspektorat Kabupaten/Kota
Inspektorat Kabupaten/Kota adalah aparat pengawasan internal pemerintah
yang bertanggung jawab langsung kepada bupati/walikota. Inspektorat
Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka
penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota
yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota.
5. Unit Pengawasan Internal pada Badan Hukum Pemerintah Lainnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
II-3
2.1.2.1 Gambaran Umum Peran APIP
Peran Aparat Pengawasan Internal Pemerintah dalam instansi pemerintah
adalah melaksanakan fungsi sebagai auditor internal. Definisi auditor internal
dikembangkan oleh organisasi Internal Auditor International (IIA) adalah
yang
sebagai
berikut: “Internal auditing is an independent, objectives assurance and
consulting activity designed to add value and improve an organization’s
operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a
systematic, diciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk
management,
control and governance processes” (IIA, 1999 dalam Rahmat
(2010)).
Sesuai definisi tersebut, untuk mewujudkan peran yang efektif, APIP
dituntut melakukan pendekatan dan praktik internal auditing yang modern,
berorientasi ke pencapaian tujuan organisasi, melalui kegiatan:
1. Pemberian kepastian, keyakinan, dan penjaminan yang memadai
(assurance) dengan melakukan kegiatan, antara lain audit, reviu, penilaian,
evaluasi, verifikasi, pengujian, dan pemantauan atau monitoring;
2. Konsultasi (consulting) untuk pemberian solusi atas berbagai
permasalahan dalam pencapaian tujuan organisasi, dengan melakukan
kegiatan, antara lain sosialisasi, bimbingan, pendampingan, pemberian
saran/petunjuk (advice)/konsultasi, melakukan pelatihan (training), dan
survei.
Tidak ada perbedaan yang mutlak antara pekerjaan assurance dan
konsultasi, namun keduanya berkaitan erat. Setidaknya pekerjaan assurance
digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan pekerjaan konsultasi sebagai bagian
yang direkomendasikan, sementara pekerjaan konsultasi memberikan kontribusi
atas meningkatnya kepastian-assurance. Organisasi Internal Auditor International
(IIA), menegaskan bahwa dalam melaksanakan penugasan konsultasi, auditor
harus mengupayakan perbaikan melalui pemberian masukan, saran, dan
rekomendasi yang berkualitas (spesifik, dapat diterapkan-applicable, dengan
manfaat yang lebih besar daripada biaya). Namun, hal tersebut tidak boleh
memengaruhi objektivitas dan pengambilan keputusan tetap merupakan fungsi
manajemen.
II-4
IIA juga memberikan gambaran perbedaan antara assurance dan
consulting sebagai berikut:
1. Jasa assurance merupakan penilaian yang objektif, untuk memberikan
pendapat/simpulan yang independen, atas menajamen risiko,
pengendalian, dan proses tata kelola. Sifat dan lingkup kegiatan assurance
ditentukan oleh internal auditor. Dalam penugasan, assurance umumnya
melibatkan tiga pihak, yaitu: seorang atau sekelompok orang yang terlibat
secara langsung/pelaku atas suatu proses/sistem/kejadian, seorang atau
sekelompok internal auditor yang membuat penilaian, dan seorang atau
II-5
Pada akhirnya, perwujudan peran APIP yang efektif merupakan kewajiban
dari pimpinan intansi pemerintah, sebagai bagian dari upaya menciptakan dan
memelihara lingkungan pengendalian, agar menimbulkan perilaku positif dan
kondusif,
untuk penerapan sistem pengendalian internal dalam lingkungan
kerjanya.
PP No. 60 Tahun 2008 tentang SPIP, dalam upaya penguatan efektivitas
penyelenggaraan SPIP maka menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan
bupati/walikota bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan Sistem
Pengendalian
Internal di lingkungan masing-masing. Untuk memperkuat dan
menunjang
efektivitas Sistem Pengendalian Internal dilakukan pengawasan
internal atas penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah termasuk
akuntabilitas keuangan negara; dan pembinaan penyelenggaraan SPIP.
Pengawasan internal atas penyelenggaraan tugas dan fungsi intansi pemerintah
dilakukan oleh APIP melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan
pengawasan lainnya yang diuraikan sebagai berikut:
1. Audit
Audit merupakan proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti
yang dilakukan secara independen, objektif dan profesional berdasarkan
standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas,
efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi instansi
pemerintah. Pelaksanaan audit terdiri atas audit kinerja dan audit dengan
tujuan tertentu. Audit kinerja merupakan audit atas pengelolaan keuangan
negara dan pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang terdiri atas
aspek kehematan, efisiensi, dan efektivitas sedangkan Audit dengan tujuan
tertentu mencakup audit yang tidak termasuk dalam audit kinerja. Pelaksanaan
audit internal di lingkungan Instansi Pemerintah dilakukan oleh pejabat yang
mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan yang telah memenuhi syarat
kompetensi keahlian sebagai auditor. Syarat kompetensi keahlian sebagai
auditor dipenuhi melalui keikutsertaan dan kelulusan program sertifikasi.
Kebijakan yang berkaitan dengan program sertifikasi ditetapkan oleh instansi
pembina jabatan fungsional sesuai peraturan perundang-undangan. Untuk
menjaga perilaku pejabat, disusun kode etik aparat pengawasan internal
II-6
pemerintah. Pejabat wajib menaati kode etik yang disusun oleh organisasi
profesi auditor dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan pemerintah.
Untuk menjaga mutu hasil audit yang dilaksanakan aparat pengawasan
internal pemerintah, disusun standar audit. Setiap pejabat wajib melaksanakan
audit sesuai dengan standar audit. Standar audit disusun oleh organisasi
profesi auditor dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh
pemerintah.
Setelah melaksanakan tugas pengawasan, aparat pengawasan internal
pemerintah wajib membuat laporan hasil pengawasan dan menyampaikannya
II-7
a. Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan
pengawasan internal melakukan reviu atas laporan keuangan kementerian
negara/lembaga sebelum disampaikan menteri/pimpinan lembaga kepada
Menteri Keuangan.
II-8
5. Kegiatan Pengawasan Lainnya
Kegiatan Pengawasan Lainnya merupakan kegiatan pengawasan, antara
lain berupa sosialisasi mengenai pengawasan, pendidikan dan pelatihan,
bimbingan dan konsultasi, pengelolaan hasil pengawasan, dan pemaparan
hasil pengawasan.
Pada Peraturan Menteri Negara Perdayagunaan Aparatur Negara Nomor:
PER/220/M.PAN/7/2008 Tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka
Kreditnya juga dijelaskan bahwa APIP melakukan pengawasan internal di
lingkungan pemerintah. Pasa Pasal 6 dijelaskan bahwa pengawasan dalam
II-9
dan sasaran yang telah ditetapkan, dan mengambil tindakan-tindakan
perbaikan (corrective action) yang diperlukan ke arah pencapaian hasil
pengawasan yang telah ditetapkan.
d. Kegiatan Evaluasi Pengawasan, yaitu suatu proses membantu pimpinan
II-10
keilmuan yang sistematis, untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas
menejemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola.
Tujuan audit internal tersebut telah sesuai dengan maksud pasal 11
Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, yang menyatakan bahwa
perwujudan
peran APIP yang efektif, sekurang-kurangnya:
1. Memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi,
serta efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaran tugas dan fungsi instansi
pemerintah;
2. Memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko,
II-11
1. Pasal 48 sampai dengan pasal 57 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2008 tentang Sistem pengendalian Internal Pemerintah.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah.
II-12
pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi Pemerintah. Hal-
hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
a. APIP yang independen, melakukan pengawasan atas kegiatan instansi
pemerintah.
II-13
2.1.3.1. Model Kapabilitas APIP
Suatu kerangka kerja untuk memperkuat atau meningkatkan
pengawasan internal melalui langkah evolusi kecil. Langkah-langkah yang telah
disusun
menjadi lima tingkat kemampuan progresif. Model ini menggambarkan
II-14
Tabel II.1 Matriks Model Kapabilitas APIP
Peran dan Akuntabilitas Budaya dan
Pengelolaan Praktik Struktur Tata
Level Layanan dan Manajemen Hubungan
SDM Profesional Kelola
APIP Kinerja Organisasi
Level 2 – Audit Pengemban Kerangka Anggaran Pengelolaan Akses
Infrastructure ketaatan gan profesi kerja operasional organisasi penuh
individu praktik kegiatan APIP terhadap
Identifikasi profesional APIP informasi
dan dan Perencanaan organisasi,
rekrutmen prosesnya kegiatan aset dan
SDM yang Perencanaa APIP SDM
kompeten n Hubungan
pengawasan pelaporan
berdasarkan telah
prioritas terbangun
manajemen/
pemangku
kepentingan
Level 1 – Ad Hoc dan tidak terstruktur, audit terbatas untuk ketaatan, output tergantung pada keahlian orang
Initial pada posisi tertentu tidak menerapkan praktif profesional secara spesifik selain yang ditetapkan
asosiasi profesional, pendanaan disetujui oleh manajemen sesuia yang diperlukan, tidak adanya
infrastruktur, auditor diperlakukan sama seperti sebagian benar unit organisasi, tidak ada kapabilitas
yang dibangun, oleh karena itu tidak memiliki area proses kunci yang speksifik.
Sumber : Modul Seminar Inspektorat Provinsi Jawa Barat “Integritas – Profesionalisme - Sinergi -
Pelayanan - Kesempurnaan
II-15
2.2.2 Tugas dan Fungsi Inspektorat Provinsi Jawa Barat
Inspektorat Provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
sebagai Aparat Pengawasan Internal Pemerintah diatur dalam Peraturan Gubernur
Jawa
Barat No. 3 Tahun 2013 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Rincian Tugas Unit
dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi Jawa Barat. Adapun Tugas Pokok dan Fungsi
Inspekorat Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut:
1. Tugas Pokok Inspektorat Provinsi Jawa Barat
Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintah di Daerah,
pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten/Kota
II-16
Untuk itu, peran APIP diharapkan lebih dari sekedar watchdog menjadi jasa
pemberian keyakinan (assurance) dan konsultasi (consulting) di bidang
manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola atau tugas dan fungsi
instansi pemerintah.
2. Berfungsi sebagai pendorong (trigger) bagi instansi pemerintah dalam
membangun dan mengimplementasikan SPIP secara efektif dan efisien.
3. Memberikan klarifikasi penyeimbang (check and balance) terhadap hasil
pemeriksaan BPK, selalu pemeriksa ekstern pemerintah. APIP diharapkan
dapat berperan sebagai pendamping (counterpart) sekaligus koordinator di
II-17
laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, neraca, laporan arus kas,
dan catatan atas laporan keuangan.
f. Pemeriksaan atas pengaduan masyarakat atau audit investigatif.
g. Pelaksanaan pemeriksaan bersama terkait penyelenggaraan dekonsentrasi
Pemerintah;
j. Penilaian mandiri pelaksanaan reformasi birokrasi;
k. Pengawasan lainnya (audit on call), meliputi pengawalan, pendampingan,
asistensi, dan fasilitasi program dan kegiatan melalui peran Unit Layanan
Konsultasi, dan
l. Pemantauan pelaksanaan tindak lanjut hasil pengawasan aparat pengawas
internal pemerintah dan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.
2. Pelaksanaan
Inspektorat Provinsi melaksanakan pengawasan melalui kegiatan audit
pemeriksaan, reviu, evaluasi, monitoring, dan pendampingan. Pelaksanaan
pengawasan dilakukan oleh Tim, dengan berpedoman pada standar audit, dan
berperilaku sesuai norma dan kode etik. Tim terdiri atas Auditor dan P2UPD.
Dalam pelaksanaan pengawasan, Tim wajib mengkomunikasikan pelaksanaan
pengawasan kepada Inspektur dan menyampaikan hasil pelaksanaan
pengawasan kepada Inspektur, Perangkat Daerah, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota yang diperiksa.
3. Pelaporan
Hasil pengawasan dilaporkan Inspektur kepada Gubernur, untuk
disampaikan lebih lanjut kepada Pemerintah Pusat, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4. Pengendalian
Kepala Perangkat Daerah wajib menindaklanjuti hasil pengawasan. Tindak
lanjut dilaksanakan paling lambat 60 (enam puluh) hari kalender setelah
II-18
tanggal diterimanya laporan hasil pengawasan. Jika terjadi kesalahan yang
menimbulkan kerugian keuangan negara, dilakukan pengembalian kerugian
keuangan negara paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak
diputuskan dan diterbitkannya laporan hasil pengawasan. Dalam hal Perangkat
II-19
SPIPD. Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan SPIPD
dilakukan pengawasan internal atas penyelenggaraan tugas dan fungsi OPD,
termasuk akuntabilitas keuangan daerah. Pengawasan internal dilakukan oleh
Inspektorat
Provinsi Jawa Barat sebagai Aparat Pengawasan Internal Pemerintah.
Inspektorat
Provinsi Jawa Barat melakukan pengawasan melalui pelaksanaan
kegiatan Audit, Reviu, Evaluasi, Pemantauam, dan Kegiatan Pengawasan
Lainnya.
Dalam upaya meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah,
selain
melakukan pengawasan internal terhadap penyelenggaraan SPIPD di
lingkungan
pemerintah daerah, Inspektorat Provinsi sebagai Aparat Pengawasan
Internal Pemerintah juga wajib melakukan reviu atas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD) sebelum disampaikan Gubernur kepada Badan
Pemeriksa Keuangan (Pasal 57 PP No 60 Tahun 2008). Ketentuan ini juga diatur
dalam Pasal 33 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi juga ditegaskan bahwa Aparat Pengawasan
Internal Pemerintah pada pemerintah daerah, dalam hal ini Inspektorat Provinsi
wajib melakukan reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dan
Kinerja dalam rangka meyakinkan keandalan informasi yang disajikan sebelum
disampaikan oleh gubernur/bupati/walikota kepada BPK.
Pelaksanaan reviu atas LKPD tersebut diatur dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksaan Reviu atas LKPD.
Dimana, sebelum merencanakan program kerja reviu dilakukan maka APIP
melakukan penilaian atas SPI. Reviu atas LKPD merupakan prosedur penelusuran
angka-angka, permintaan keterangan dan analitis yang harus menjadi dasar
memadai bagi Inspektorat Provinsi untuk memberikan keyakinan terbatas atas
laporan keuangan bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas
laporan keuangan agar laporan keuangan disajikan berdasarkan Sistem
Pengendalian Internal (SPI) yang memadai dan sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintah (SAP). Jika dalam pelaksanaan reviu LKPD ditemukan hal-hal yang
yang tidak sesuai, maka Inspektorat Provinsi memberikan saran perbaikan untuk
segera ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah sebelum LKPD diserahkan ke
BPK.
II-20
2.3 Sistem Pengendalian Internal
Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan daerah, kepala daerah mengatur dan menyelenggarakan
sistem
pengendalian internal di lingkungan pemerintah daerah yang dipimpinnya.
2.3.1 Sistem
Menurut Supriatna (2007: 2) sistem adalah seperangkat kumpulan elemen
yang saling berhubungan membentuk suatu kesatuan yang terpadu, bekerja
bersama-sama
untuk mencapai suatu tujuan.
II-21
Gelinas dalam Supriatna (2007: 109) pengendalian internal adalah sebuah
sistem dari elemen-elemen yang terpadu (terdiri dari : manusia, struktur
organisasi, kebijakan, proses dan prosedur) yang bekerja bersama-sama untuk
memberikan
jaminan yang layak bahwa sistem organisasi mencapai tujuan sistem
operasi
dan tujuan sistem informasi.
Selanjutnya, pengertian tersebut di atas dilengkapi oleh definisi dari
COSO (1992) dalam Supriatna (2007: 109) yang kemudian menjadi konsep
pengendalian internal yang diterima di Indonesia. Menurut Commite of
Sponsoring
Organizations of the Treadway Commissions (COSO) mendefinisikan
pengendalian
internal sebagai berikut:
“Pengendalian internal adalah suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan
direksi perusahaan, manajemen dan pegawai lain, dirancang untuk
memberikan jaminan yang layak berkenaan dengan pencapaian tujuan-
tujuan dalam kategori berikut:
1. Efektivitas dan efisiensi operasi;
2. Dapat dipercayanya pelaporan keuangan;
3. Kepatuhan terhadap peraturan dan hukum yang berlaku.”
II-22
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan. Selanjutnya, pada Pasal 2 ayat (1) butir 2 menyatakan
bahwa
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) adalah sistem
pengendalian
internal yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Hartadi (1999: 3) membagi dua pengertian sistem pengendalian internal,
yaitu pengertian dalam arti sempit dan dalam arti luas. Sistem pengendalian
internal
dalam arti sempit sama dengan internal check yang merupakan prosedur-
prosedur
untuk memeriksa ketelitian data-data administrasi seperti mencocokkan
penjumlahan mendatar (horizontal) dengan penjumlahan melurus (vertikal).
Sedangkan sistem pengendalian internal dalam arti luas ialah suatu sistem sosial
dalam perusahaan yang terdiri dari kebijakan, teknik, prosedur, alat-alat fisik,
dokumentasi, dan orang-orang yang diarahkan untuk melindungi harta, menjamin
ketelitian dan dapat dipercayainya data akuntansi, operasi yang efisien, serta
menjamin ditaatinya kebijakan perusahaan.
Arens dkk. (2013: 346) menyatakan bahwa sistem pengendalian internal
terdiri dari kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk menjamin pihak
manajemen bahwa tujuan perusahaan telah tercapai. Sedangkan Armstrong (2004:
34) mengartikan SPIP sebagai upaya yang dilakukan secara terus-menerus untuk
mengendalikan seluruh unsur organisasi pemerintah daerah untuk mencapai
tujuan organisasi.
Pelaksanaan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah di Pemerintahan
Daerah diatur dengan berpedoman pada PP No. 60 Tahun 2008 tentang SPIP.
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah Daerah (SPIPD) Provinsi Jawa Barat
diatur dalam Peraturan Gubernur No. 10 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan
Sistem Pengendalian Internal di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
SPIPD didefinisikan sebagai sistem pengendalian pemerintah yang
diselenggarakan secara menyeluruh terhadap proses perancangan dan
pelakasanaan kebijakan serta perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan
anggaran di lingkungan pemerintah daerah.
II-23
Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sistem
pengendalian internal merupakan seluruh kegiatan dan prosedur yang berdasarkan
kebijakan dan dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa
tujuan
organisasi telah tercapai melalui kegiatan yang efektif, efisien, keandalan
pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
2.3.4 Tujuan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
Sistem pengendalian internal bertujuan untuk memberikan keyakinan yang
memadai
bahwa tujuan organisasi telah tercapai. Menurut Mahmudi (2010: 20)
menyatakan bahwa secara umum tujuan dibangunnya sistem pengendalian
internal adalah sebagai berikut :
1. Untuk melindungi aset (termasuk data) negara
2. Untuk memelihara catatan secara rinci dan akurat
3. Untuk menghasilkan informasi keuangan yang akurat, relevan, dan andal
4. Untuk menjamin bahwa laporan keuangan disusun sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku (Standar Akuntansi Pemerintah/SAP)
5. Untuk efisiensi dan efektivitas operasi
6. Untuk menjamin ditaatinya kebijakan manajemen dan peraturan
perundangan yang berlaku.
II-24
Tujuan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah yang menjadi pedoman
pemerintah dalam melaksanakan pengendalian internal dalam penyelenggaraan
kegiatan pemerintah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2008
tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah. Pada Pasal 2 ayat (3)
Peraturan
Pemerintah ini dijelaskan bahwa sistem pengendalian internal
pemerintah bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi
tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan
pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara
dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Hal ini juga sesuai dengan
tujuan
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah Daerah (SPIPD) di Provinsi Jawa
Barat yang diatur dalam Pasa 2 ayat 3 Peraturan Gubernur No. 10 Tahun 2011
tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Internal di Lingkungan Pemerintah
Provinsi Jawa Barat, yang menjadi pedoman bagi seluruh Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) di Provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan sistem pengendalian
internal di masing-masing perangkatnya dalam mencapai tujuan SPIPD yang
diselenggarakan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa tujuan
pengendalian internal adalah untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa
tujuan organisasi/pemerintahan telah tercapai melalui kegiatan yang efektif dan
efisien, laporan keuangan yang andal, pengamanan aset organisasi, dan ketaatan
terhadap perundang-undangan.
II-25
2.3.6 Komponen Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah yang dimuat dalam Peraturan
Pemerintah No. 60 Tahun 2008 mengacu pada unsur SPI yang telah dipratikkan di
lingkungan
pemerintah di berbagai negara yang merujuk pada konsep
pengendalian
internal yang dikemukakan oleh COSO (1992) dalam Susanto
(2013: 96) yang terdiri dari 5 (lima) komponen utama yaitu :
1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Lingkungan pengendalian adalah bentukan suasana organisasi serta memberi
kesadaran tentang perlunya pengendalian bagi suatu organisasi. Beberapa
faktor yang mempengaruhi lingkungan pengendalian antara lain integritas dan
nilai etika, komitmen terhadap kompetensi, partisipasi dewan direksi dan tim
auditor, filosofi dan gaya manajemen, struktur organisasi, pemberian
wewenang dan tanggung jawab serta kebijakan mengenai sumber daya
manusia dan penerapannya.
2. Penilaian Resiko (Risk Assessment)
Penilaian risiko merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manajemen dalam
mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang menghambat perusahaan dalam
mencapai tujuannya. Risiko dapat berasal dari dalam atau luar perusahaan.
Risiko dari dalam perusahaan berkaitan dengan aktivitas tertentu di dalam
organisasi, sedangkan risiko dari luar perusahaan meliputi pesaing, kondisi
ekonomi, kemajuan teknologi, peraturan pemerintah dan bencana alam.
3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
Pengendalian aktivitas adalah kebijakan dan prosedur yang dimiliki
manajemen untuk memberikan jaminan yang meyakinkan bahwa manajemen
telah dijalankan sebagaimana seharusnya. Pengendalian aktivitas ini harus
memberi jaminan bahwa aktivitas yang dilakukan saat ini adalah untuk
menghindari risiko yang dihadapi.
4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
Informasi diperlukan oleh semua tingkatan manajemen organisasi untuk
mengambil keputusan, laporan keuangan dan mengetahui kepatuhan terhadap
kebijakan yang telah ditentukan. Komunikasi harus dapat menyampaikan
pesan dengan jelas dari top manajemen bahwa karyawan harus melakukan
pengendalian internal dengan serius.
5. Pemantauan (Monitoring)
Monitoring merupakan proses penilaian terhadap kualitas kinerja sistem
pengendalian internal. Pengawasan ini membantu manajemen dalam
menentukan perbaikan sistem bagaimana yang diperlukan untuk menghadapi
perubahan keadaan.
II-26
manajemen, dewan komisaris, pemilik, dan pihak lainnya terhadap pentingnya
pengendalian internal bagi entitas. Faktor-faktor yang membentuk lingkungan
pengendalian antara lain:
a. Integritas dan nilai etika;
b. Komitmen terhadap kompetensi;
c. Partisipasi dewan komisaris dan komite audit;
d. Falsafah manajemen dan gaya operasinya;
e. Struktur organisasi;
f. Penetapan wewenang dan tanggung jawab;
g. Kebijakan dan praktik di bidang sumber daya manusia.
2. Penentuan Risiko Manajemen (Risk Assessment Management)
Penentuan risiko untuk laporan keuangan mencakup identifikasi, analisis dan
manajemen risiko yang berkaitan dengan penyiapan laporan keuangan yang
disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu
menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Aktivitas tersebut
membantu untuk menanggulangi risiko Aktivitas pengendalian meliputi:
pemisahan tugas, pengendalian pengolahan informasi, pengendalian fisik dan
review kinerja.
4. Informasi Dan Komunikasi (Information And Communication)
Untuk berfungsi secara efisien dan efektif, organisasi memerlukan informasi
relevan yang disediakan bagi orang dan pada saat yang tepat. Selain itu
informasi harus pula andal dalam akurasi dan kelengkapannya. Komunikasi
membantu memastikan bahwa penyimpangan dilaporkan dan ditindaklanjuti.
5. Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan adalah proses penilaian kualitas kinerja pengendalian internal
sepanjang waktu untuk melihat apakah telah dilaksanakan dengan semestinya.
II-27
pegawai. Untuk mewujudkan lingkungan pengendalian yang demikian
diperlukan komitmen bersama dalam melaksanakannya. Komitmen ini juga
merupakan hal yang amat penting bagi terselenggaranya unsur-unsur SPIP
lainnya.
Dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 yang menjadi sub unsur pertama dari
lingkungan pengendalian adalah pembangunan integritas dan nilai etika
organisasi dengan maksud agar seluruh pegawai mengetahui aturan untuk
berintegritas yang baik dan melaksanakan kegiatannya dengan sepenuh hati
dengan berlandaskan pada nilai etika yang berlaku untuk seluruh pegawai
II-28
baik adalah menciptakan hubungan kerja sama yang baik diantara instansi
pemerintah yang terkait.
Untuk membangun kondisi yang nyaman sebagaimana disebutkan di atas,
maka lingkungan pengendalian yang baik harus memiliki kepemimpinan yang
II-29
resiko dalam mencapai tujuan entitas. Aktivitas pengendalian mempunyai
berbagai tujuan dan ditetapkan pada berbagai tingkat organisasi dan fungsi. PP
No. 60 Tahun 2008 tentang SPIP menyatakan bahwa kegiatan pengendalian
diselenggarakan oleh Pimpinan Instansi Pemerintah sesuai dengan ukuran,
kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi instansi Pemerintah yang
bersangkutan.
4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
Seluruh penyelenggaraan unsur SPIP tersebut haruslah dilaporkan dan
dikomunikasikan. PP No. 60 Tahun 2008 tentang SPIP menyatakan bahwa
II-30
efektivitas sistem pengendalian internal. Monitoring terhadap sistem
pengendalian internal bertujuan untuk meyakinkan bahwa pengendalian
internal telah berjalan sebagaimana yang diharapkan dan diperbaiki sesuai
dengan kebutuhan.
rekonsiliasi, dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. Evaluasi
terpisah diselenggarakan melalui penilaian sendiri, reviu, dan pengujian
efektivitas Sistem Pengendalian Internal.
Komponen Sistem Pengendalian Internal Pemerintah di daerah Provinsi
Jawa Barat diatur oleh Gubernur dalam bentuk Peraturan Gubernur yang tetap
mengacu pada PP No. 60 Tahun 2008 tentang SPIP. Penyelenggaraan Sistem
Pengendalian Internal Pemerintah Daerah di Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
dalam lingkungan Pemerintah daerah wajib menerapkan SPIP, yang meliputi
unsur Lingkungan Pengendalian; Penilaian Risiko; Kegiatan Pengendalian;
Informasi dan Komunikasi, dan Pemantauan Pengendalian Internal.
Penerapan unsur Sistem Pengendalian Internal Pemerintah merupakan
bagian integral dari kegiatan OPD. Penyelenggaraan SPIP di lingkungan
Pemerintah Daerah dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah yang berpedoman
pada Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan SPIP yang ditetapkan dalam
Peraturan tersendiri.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa komponen
sistem pengendalian internal terdiri atas lingkungan pengendalian, penilaian
risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan.
Berdasarkan kelima komponen sistem pengendalian internal tersebut,
komponen lingkungan pengendalian merupakan fondasi untuk keseluruhan
komponen. Sedangkan komponen informasi dan komunikasi merupakan saluran
(channel) terhadap tiga komponen pengendalian lainnya yaitu penilaian resiko,
aktivitas pengendalian dan pemantauan.
II-31
2.3.7 Efektivitas Pengendalian Internal
Efektivitas adalah ukuran keberhasilan suatu kegiatan atau program yang
dikaitkan dengan tujuan yang ditetapkan. Suatu pengendalian internal dikatakan
efektif
apabila memahami tingkat sejauh mana tujuan operasi entitas tercapai,
laporan
keuangan yang diterbitkan dipersiapkan secara handal, hukum, dan
regulasi yang berlaku dipatuhi.
Mardiasmo (2002: 134) menyatakan bahwa pengertian efektivitas adalah
ukuran berhasil atau tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu
organisasi
mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan
efektif.
Jika dikaitkan dengan penerapan pengendalian internal dapat dikatakan
bahwa tercapainya tujuan suatu organisasi ditetapkan oleh pihak manajemen
melalui penerapan sistem pengendalian internal yang efektif.
Tercapaianya pelaksanaan Sistem Pengendalian Internal di Pemerintahan
yang efektif tidak luput dari peran Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP)
yang melakukan pengawasan internal pada setiap kegiatan pemerintahan. Tujuan
pengawasan internal yang dilakukan oleh APIP atas pelaksanaan SPI di
lingkungan pemerintahan tersebut, agar tidak terjadi penyimpang dari ketetapan
yang sudah dibuat yaitu tujuan organisasi/pemerintah, sehingga dalam setiap
pelaksanaanya dilakukan sejalan dengan tujuan yang diharapkan. Dengan
dilakukannya pengawasan internal yang baik atau memadai atas SPI, maka tujuan
terlaksanannya SPI dapat dicapai oleh organisasi pemerintah yang akhirnya akan
berdampak pada kualitas penyelenggaraan pemerintahan baik dari segi kinerja
maupun pengelolaan keuangan negara/daerah. Tercapainya tujuan SPI apabila SPI
yang telah dilaksanakan mampu memberi keyakinan yang memadai bagi
tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan
pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara,
dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan (PP No. 60 Tahun 2008).
II-32
1. Manajemen
Dalam hal ini adalah Menteri/Pimpinan, Lembaga, Gubernur, dan
Bupati/Walikota serta jajaran manaejmen di lingkungannya. Para pimpinan
inilah yang paling bertanggungjawab menyelenggarakan SPIP dilingkungan
II-33
2.4 Laporan Keuangan Pemerintah
Laporan keuangan pemerintah disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang telah
diterapkan
secara resmi pada tahun 2015. Laporan keuangan yang disusun harus
memenuhi
seluruh ketentuan karakteristik kualitatif suatu laporan keuangan, serta
seluruh ketentuan yang ada dalam SAP sehingga informasi dalam laporan
keuangan yang dihasilkan berkualitas dan dapat dimanfaatkan untuk mengambil
keputusan di bidang keuangan di pemerintahan.
2.4.1
Laporan Keuangan
2.4.1.1 Pengertian Laporan Keuangan
Sebuah laporan keuangan merupakan bentuk aktualisasi dari proses
pertanggungjawaban terhadap seluruh sumber daya ekonomi yang ada dan
menjadi milik dari suatu entitas. Laporan Keuangan juga merupakan produk akhir
dari proses akuntansi. Dalam menerbitkan suatu laporan keuangan haruslah
berpedoman pada suatu standar akuntansi atau prinsip akuntansi yang berlaku
umum, sehingga nantinya dapat diperbandingkan untuk evaluasi dalam rangka
memberikan informasi dalam pengambilan keputusan.
Brigham dan Huoston (2010: 84) “laporan keuangan adalah beberapa
lembar kertas dengan angka-angka yang tertulis di atasnya, tetapi penting juga
untuk memikirkan aset-aset nyata yang berada di balik angka tersebut”. Menurut
Ikatan Akuntan Indonesia (2007) “Laporan keuangan merupakan bagian dari
proses pelaporan keuangan yang digunakan untuk menganalisa kekuatan dan
seberapa besar kondisi finansial perusahaan yang berguna untuk mengevaluasi
keadaan finansial pada masa lalu, sekarang, dan memproyeksikan hasil yang akan
datang”. Menurut Baridwan (2005: 17) laporan keuangan adalah ringkasan dari
suatu proses pencatatan transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama dua
tahun buku yang bersangkutan.
Munawir (1995: 2) mendifiniskan laporan keuangan adalah hasil dari
proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan
data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan. Terdapat pula beberapa definisi
lainnya tentang laporan keuangan, yaitu :
II-34
1. A written report which quantitatively describes the financial health of a
company;
2. A written report of the financial condition of a firm;
3. Summary report that shows how a firm has used the funds entrusted to it by
its stockholders (shareholders) and lenders, and what is its current
financial position;
4.
A document reporting business financial performance and resources;
5. A report containing financial information about an organization;
6. A report of basic accounting data that helps investors understand a firm's
financial history and activities;
7. The annual statements summarizing a company's activities over the last
year;
8.
The accounts drawn up by an organisation to report its financial affairs.
Financial statements are often prepared under regulations governing
matters such as their content and publication.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat disarikan bahwa laporan keuangan
adalah suatu laporan yang dibuat oleh suatu entitas kerja/bisnis untuk menyajikan
informasi keuangan yang ditujukan kepada para pihak yang berkepentingan dalam
rangka pengambilan keputusan. Agar laporan keuangan tersebut dapat dimengerti,
dipahami, dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan para pihak yang
berkepentingan, maka harus memenuhi kaidah-kaidah, prinsip, standar yang
ditentukan dalam penyusunannya.
Harahap (2008) menyebutkan bahwa jenis laporan keuangan terdiri dari :
1. Daftar Neraca, yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan pada suatu
tanggal tertentu.
2. Perhitungan Laba/Rugi, yang menggambarkan jumlah hasil, biaya dan
laba/rugi perusahaan pada suatu periode tertentu.
3. Laporan Arus Kas, yang menggambarkan sumber dan penggunaan kas dalam
suatu periode.
4. Laporan Perubahan Modal, yang menjelaskan perubahan posisi modal baik
saham dalam perusahaan maupun modal.
5. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana, yang memuat sumber dan
pengeluaran perusahaan selama satu periode.
6. Laporan Laba Ditahan, yang menjelaskan posisi laba ditahan yang tidak
dibagikan kepada pemilik saham.
7. Laporan Harga Pokok Produksi, yang menggambarkan berapa dan unsur apa
yang diperhitungkan dalam harga pokok produksi barang.
8. Laporan Kegiatan Keuangan, yang menggambarkan transaksi laporan
keuangan perusahaan yang mempengaruhi kas atau ekuivalen kas. (Laporan
ini kurang banyak digunakan karena hanya merupakan rekomendasi
Trueblood Committe (1974).
II-35
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 1,
Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan
kinerja keuangan suatu entitas. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil
pertanggungjawaban
manajemen atas penggunaan sumber daya yang
dipercayakan
kepada mereka. Komponen Laporan Keuangan menurut PSAK
Nomor 1 adalah :
1. laporan posisi keuangan pada akhir periode;
2. laporan laba rugi komprehensif selama periode;
3. laporan perubahan ekuitas selama periode;
4. laporan arus kas selama periode;
5. catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi
penting dan informasi penjelasan lainnya; dan
6. laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan
ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif
atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika
entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.
II-36
2.4.2 Laporan Keuangan Pemerintah
Laporan Keuangan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
merupakan “laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-
transaksi
yang dilakukan oleh suatu entitas pelapor”
Menurut
Erlina (2008: 18)
“Laporan Keuangan adalah produk akhir dari proses akuntansi yang telah
dilakukan. Laporan Keuangan yang disusun harus memenuhi prinsip-
prinsip yang dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2005. Laporan keuangan adalah suatu hasil dari proses pengidentifikasian,
pengukuran,pencatatan,dari transaksi ekonomi (keuangan) dari entitas
pemerintah yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka pertanggung
jawaban pengelolaan keuangan daerah dari pengambilan keputusan
ekonomi oleh pihak-pihak eksternal entitas pemerintah daerah yang
memerlukannya. Laporan keuangan pemerintah daerah tersebut harus
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).”
II-37
dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu
periode pelaporan untuk kepentingan:
1. Akuntabilitas yaitu mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam
II-38
Tujuan akuntansi dan laporan keuangan menurut Mardiasmo (2002) adalah:
1. Memberikan informasi keuangan untuk menentukan dan memprediksi aliran
kas, saldo neraca, dan kebutuhan sumber daya finansial jangka pendek unit
pemerintah;
2. Memberikan informasi keuangan untuk menentukan dan memprediksi
kondisi ekonomi suatu unit pemerintahan dan perubahan-perubahan yang
terjadi di dalamnya;
3. Memberikan informasi keuangan untuk memonitor kinerja, kesesuaiannya
dengan peraturan perundang-undangan, kontrak yang telah disepakati, dan
ketentuan lain yang disyaratkan;
4. Memberikan informasi untuk perencanaan dan penganggaran, serta untuk
memprediksi pengaruh akuisisi dan alokasi sumber daya terhadap
pencapaian tujuan operasional;
5. Memberikan informasi untuk mengevaluasi kinerja manajerial dan
organisasional :
a. Untuk menentukan biaya program, fungsi, dan aktivitas sehingga
memudahkan analisis dan melakukan perbandingan dengan kinerja yang
ditetapkan, membandingkan dengan kinerja periode-periode
sebelumnya, dan dengan kinerja unit pemerintah lain;
b. Untuk mengevaluasi tingkat ekonomi dan efisiensi operasi, program,
aktivitas, dan fungsi tertentu di unit pemerintah;
c. Untuk mengevaluasi hasil suatu program, aktivitas, dan fungsi serta
efektivitas terhadap pencapaian tujuan dan target;
d. Untuk mengevaluasi tingkat pemerataan (equally) dan keadilan (equity).
II-39
2. Providing information about how the entity financed its activities and met its
cash requirement.
3. Providing information that is useful in evaluating entity’s to finance its
activities and to meet its liabilities and commitment.
4. Providing information about the financial condition of the entity and the
changes in it.
5. Providing aggregate information useful in evaluating the entity’s
performance in term of service cost, efficiency, and accomplishment.
II-40
6. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas
pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat
kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.
Dalam LKPD 2015 Provinsi Jawa Barat, menjelaskan bahwa tujuan
penyusunan
laporan keuangan pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat adalah
sebagai berikut :
1. Menyediakan informasi mengenai apakah penerimaan periode berjalan
cukup untuk membiayai seluruh pengeluaran;
2.
Menyediakan informasi mengenai apakah cara memperoleh sumber saya
ekonomi dan alokasinya telah sesuai dengan anggaran yang ditetapkan dan
peraturan perundang-undangan;
3. Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang
digunakan dalam kegiatan pemerintah daerah serta hasil-hasil yang telah
dicapai;
4. Menyediakan informasi mengenai bagaimana pemerintah daerah mendanai
seluruh kegiatannya dalam memcukupi kebutuhan kasnya;
5. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi pemerintah
daerah berkaitan dengan sumber-sumber penerimaanya, baik jangka pendek
maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak,
retribusi, dan pembiayaan; dan
6. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan pemerintah
daerah, apakah mengalami kanaikan atau penurunan, sebagai akibat
kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.
Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan
informasi mengenai pendapatan, belanja, transfer, dana cadangan, pembiayaan,
aset, kewajiban, ekuitas dana, dan arus kas suatu entitas.
II-41
Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan
Perubahan SAL), Neraca, Laporan Operasional (LO), Laporan Arus Kas (LAK),
Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013 tentang
Penerapan
Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah
Daerah, komponen Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Provinsi Jawa Barat)
sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang disusun oleh OPD
Pemerintahan Daerah terdiri dari Neraca; Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
Laporan
Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL); Laporan
Operasional
(LO); Laporan Arus Kas (LAK); Laporan Perubahan Ekuitas (LPE);
dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Berikut adalah uraian dari masing-
masing komponen laporan keuangan pemerintah yang berlaku di pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah menurut Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintah.
1. Laporan Realisasi Anggaran
Laporan realisasi anggaran pemerintah daerah merupakan laporan yang
menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian sumber daya keuangan yang
dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara
anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan. Unsur yang dicakup
secara langsung oleh Laporan Realisasi Anggaran terdiri dari pendapatan-LRA,
belanja, transfer, dan pembiayaan.
a. Pendapatan-LRA
Pendapatan-LRA adalah penerimaan oleh Bendahara Umum
Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya yang
menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali
oleh pemerintah.
b. Belanja
Belanja adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum Negara/Bendahara
Umum Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun
anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali
oleh pemerintah.
II-42
c. Transfer
Transfer adalah penerimaan atau pengeluaran uang oleh suatu entitas
pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan
dana bagi hasil.
d. Pembiayaan
Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan/pengeluaran yang tidak
berpengaruh pada kekayaan bersih entitas yang perlu dibayar kembali dan/atau
akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun
tahuntahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah
II-43
memberikan informasi bagi pengguna laporan mengenai posisi keuangan berupa
asset, kewajiban (utang), dan ekuitas dana pada tanggal neraca tersebut
dikeluarkan. Aset, kewajiban, dan ekuitas dana merupakan rekening utama
laporan
yang masih dapat dirinci lagi menjadi subrekening. Neraca
mencantumkan
pos-pos berikut:
a. Aset
Aset yaitu sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
ekonomi dan/atau sosial dimasa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh
II-44
dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban timbul. Kewajiban dicatat
sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata uang asing dijabarkan dan
dinyatakan dalam mata uang rupiah.
c. Ekuitas
jangka pendek.
2) Ekuitas Dana Investasi, yaitu cerminan dari kekayaan pemerintah daerah
yang tertanam dalam investasi jangka panjang, asset tetap, dan asset
lainnya yang dikurangi dengan kewajiban jangka panjang.
3) Ekuitas Dana Cadangan, yaitu cerminan dari kekayaan pemerintah daerah
yang dicadangkan untuk tujuan tertentu.
d. Laporan Operasional
Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang
menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah
pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu
periode pelaporan. Unsur yang dicakup secara langsung dalam Laporan
Operasional terdiri dari pendapatan-LO, beban, transfer, dan pos-pos luar
biasa. Masing masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Pendapatan laporan operasional adalah hak pemerintah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
2) Beban adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih.
3) Transfer adalah hak penerimaan atau kewajiban pengeluaran uang
dari/oleh suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain,
termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.
4) Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang
terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi
II-45
biasa,tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali
atau pengaruh entitas bersangkutan.
e. Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas
Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari penerimaan dan
pengeluaran kas, yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara
UmumNegara/Daerah.
2) Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara
Umum Negara/Daerah.
f. Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau
penurunan entitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
g. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian
dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan
Perubahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca,
dan Laporan Arus Kas. Silaban dan Siallagan (2012) menyatakan bahwa
catatan atas laporan keuangan berisi informasi yang tidak dapat diungkapkan
dalam keempat laporan keuangan, yang mengungkapkan seluruh prinsip,
prosedur, metode, dan teknik yang diterapkan dalam penyusunan laporan
keuangan tersebut. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi
tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan
informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam
Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan
untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.
II-46
Selain laporan keuangan pokok, entitas pelaporan wajib menyajikan
laporan lain dan/atau elemen informasi akuntansi yang diwajibkan oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan (statutory reports). Informasi yang disajikan
dalam
laporan keuangan bertujuan umum untuk memenuhi kebutuhan informasi
dari semua kelompok pengguna. Dengan demikian, laporan keuangan pemerintah
tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari masing-masing
kelompok pengguna. Namun demikian, berhubung laporan keuangan pemerintah
berperan sebagai wujud akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, maka
komponen
laporan yang disajikan setidak-tidaknya mencakup jenis laporan dan
elemen
informasi yang diharuskan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
(statutory reports).
II-47
3. Dapat Dibandingkan. Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan
lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode
sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya.
Perbandingan dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan
II-48
2. Reliability, yaitu informasi yang disajikan harus dapat diandalkan,
berkualitas, dijamin bebas dari kesalahan dan penyimpangan atau bias serta
telah dinilai dan disajikan secara layak sesuai dengan tujuannya.
Karakteristik yang harus dipenuhi agar memenuhi syarat kehandalan adalah :
yang sama;
c. Netralitas (neutrality), yaitu informasi yang disajikan mengacu pada
prinsip-prinsip akuntansi dan praktik yang berlaku umum (Generally
Accepted Accounting Principles) dan tidak bias.
Sedangkan pada tingkatan kualitas sekunder (Secondary Qualities),
Laporan Keuangan harus memenuhi karakteristik sebagai berikut :
1. Dapat diperbandingkan (Comparability), yaitu bahwa informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan dapat diperbandingkan dengan setiap
entitas yang melaksanakan kegiatan sejenis (perusahaan/industri) karena
menggunakan prinsip-prinsip dan praktik akuntansi yang diterima secara
umum;
2. Konsisten (Consistency), yaitu bahwa informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan konsisten, yaitu menggunakan prinsip atau praktik akuntansi yang
sama dari satu periode ke periode lainnya.
Disamping ukuran kualitas laporan keuangan yang telah disebutkan di
atas, ukuran lain yang dapat dijadikan patokan untuk menentukan kualitas laporan
keuangan adalah dari opini hasil pemeriksaan. Untuk laporan keuangan sektor
publik, hasil pemeriksaan BPK berupa opini menentukan sejauh mana kualitas
laporan keuangan yang disajikan. Menurut Sukrisno Agoes (2007) dalam Rahmat
(2010), terdapat 4 (empat) jenis opini atas hasil pemeriksaan laporan keuangan,
yaitu :
1. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yaitu opini diberikan dalam hal
auditor telah melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar auditing, telah
II-49
mengumpulkan bahan-bahan pembuktian yang cukup untuk mendukung
opininya, serta tidak menemukan adanya kesalahan material atas
penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum;
2. Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan yang ditambahkan
dalam Laporan Audit Bentuk Baku (WTP DPP) yaitu pemberian opini ini
dilakukan dalam hal jika terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan auditor
menambahkan paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan lain) dalam
laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa
pengecualian yang dinyatakan oleh auditor;
3. Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yaitu opini ini diberikan apabila laporan
keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi
keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum, kecuali untuk dampak hal yang berkaitan
dengan yang dikecualikan.
4. Tidak Wajar (TW) yaitu opini diberikan dalam hal laporan keuangan tidak
menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan
arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum;
5. Tidak Memberikan Pendapat (TMP) yaitu pemberian opini dilaksanakan
apabila auditor tidak melaksanakan audit yang lingkupnya memadai untuk
memungkinkannya memberikan pendapat atas laporan keuangan. Alasan
auditor tidak melaksanakan audit yang lingkupnya memadai adalah apabila
ada pembatasan lingkup audit.
Boynton dan Johnson (2006) menyatakan bahwa pemberian opini no (3)
sampai dengan (5) adalah sebagai akibat menyimpang dari prinsip akuntansi yang
berlaku umum, dengan kondisi sebagai berikut:
1. Laporan keuangan mengandung penyimpangan dari prinsip akuntansi yang
berlaku umum yang bersifat material;
2. Auditor tidak dapat memperoleh data yang cukup kompeten untuk mendukung
laporan manajemen sehingga tidak ada alasan untuk memberikan opini Wajar
Tanpa Pengecualian pada laporan keuangan secara keseluruhan.
II-50
2.4.7 Prinsip Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah
Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai ketentuan
yang dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam menyusun standar,
penyelenggara
akuntansi dan pelaporan keuangan dalam melakukan kegiatannya,
serta pengguna laporan keuangan dalam memahami laporan keuangan yang
disajikan. Menurut SAP Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, Berikut ini
adalah delapan prinsip yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan
pemerintah:
1. Basis Akuntansi
II-51
2. Nilai Historis (Historical Cost)
Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar atau
sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset tersebut
pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara kas yang
diharapkan
akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di masa akan datang
dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah. Nilai historis lebih dapat diandalkan
daripada penilaian yang lain karena lebih obyektif dan dapat diverifikasi. Dalam
hal tidak terdapat nilai historis, dapat digunakan nilai wajar aset atau kewajiban
terkait.
3. Realisasi (Realization)
Bagi pemerintah, pendapatan basis kas yang tersedia yang telah
diotorisasikan melalui anggaran pemerintah suatu periode akuntansi akan
digunakan untuk membayar utang dan belanja dalam periode tersebut. Mengingat
LRA masih merupakan laporan wajib disusun, maka pendapatan atau belanja
basis kas diakui setelah diotoritaskan melalui anggaran dan telah menambah atau
mengurangi kas. Prinsip layak temu biaya – pendapatan (matching-cost against
revenue priciple) dalam akuntansi pemerintahan tidak mendapat penekanan
sebagaimana dipraktekkan dalam akuntansi komersial.
4. Substansi Mengungguli Bentuk Formal (Substance Over Form)
Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi atau
peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau persitiwa lain
tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi,
dan bukan hanya aspek formalitasnya. Apabila substansi transaksi atau peristiwa
lain tidak konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka hal tersebut harus
diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
5. Periodisitas (Periodicity)
Kegiatan akuntansi dan laporan keuangan entitas pelaporan dibagi menjadi
periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat diukur dan posisi sumber
daya yang dimilikinya dapat ditentukan. Periode utama yang digunakan adalah
tahunan. Namun, periode bulanan, triwulan, dan semesteran juga dianjurkan.
II-52
6. Konsistensi (Consitency)
Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang serupa dari
periode ke periode oleh seatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi internal). Hal
ini tidak
berarti bahwa tidak boleh terjadi perubahan dari suatu metode akuntansi
ke metode akuntansi yang lain. Metode akuntansi yang dipakai dapat diubah
dengan syarat bahwa metode yang baru diterapkan mampu memberikan informasi
yang lebih baik dibanding metode lama. Pengaruh atas perubahan penerapan
metode ini diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
7. Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure)
II-53
Tiga hal yang menimbulkan kendala dalam informasi akuntansi dan
laporan keuangan pemerintahan daerah, yaitu :
1. Materialitas. Walaupun idealnya membuat segala informasi, laporan
keuangan pemerintahan hanya diharuskan memuat informasi yang memenuhi
II-54
Tabel II.2 Penelitian Terdahulu
Peneliti
Judul Hasil Penelitian Perbedaan
Sentot Peranan Inspektorat Sebagai Aparat Pengawasan Perbedaan dengan
Rahmat Jenderal sebagai Internal, Inspektorat Jenderal peneliti yaitu subjek
(2010) Aparat Pengawasan Kementerian keuangan telah penelitian yaitu
Internal mulai menjalankan fungsinya Inspektorat Provinsi
Kementerian/Lemb sebagaimana fungsi Jawa Barat dengan
aga Dalam pengawasan internal dengan fokus penelitian
Meningkatkan paradigma baru yaitu memberi pada peran
Kualitas Laporan nilai tambah dan membantu Inspektorat Provinsi
Keuangan pancapaian tujuan organisasi melalui pembinaan
Kementerian/Lemb dengan menjalankan fungsinya dan pengawasan
aga dengan Studi sebagai pemberi assurance dan dalam meningkatkan
Kasus pada advisory consulting. Hal ini kualitas laporan
Kementerian memberikan hasil yang cukup keuangan
Keuangan signifikan dalam pemerintah daerah
meningkatkan kualitas laporan Provinsi Jawa Barat.
keuangan.
Denis Analisis Peranan Peran Inspektorat Kabupaten Perbedaan dengan
Dimas Inspektorat sebagai Wonosobo dalam peneliti yaitu subjek
Permana Auditor Internal meningkatkan kualitas LKPD penelitian yaitu
(2013) Pemerintah dalam dan pengelolaan keuangan Inspektorat Provinsi
Meningkatkan pemerintah daerah masih Jawa Barat dengan
Kualitas Laporan lemah, dimana masih belum tujuan penelitian
Keuangan adanya sinergisasi, koordinasi untuk mengetahui
Pemerintah Daerah dan komunikasi yang baik peran Inspektorat
dengan Studi Kasus dengan instansi lain (Dinas) Provinsi Jawa Barat
di Kabupaten agar permasalahan dalam sebagai APIP dalam
Wonosobo penyusunan laporan keuangan meningkatkan
dapat teratasi, terlebih dengan kualitas LKPD
keterbatasan sumber daya melalui pengawalan
pemerintah daerah. Apabila penyelenggaraan
peran inspektorat hanya SPIP yang efektif di
sekedar mencari kesalahan OPD sebagai upaya
SKPD tanpa kemudian adanya meminimalisir
perbaikan, maka eksistensi dan temuan kelemahan
efektivitas Inspektorat SPIP oleh BPK atas
Kabupaten Wonosobo dalam LKPD.
Sistem Pengendalian Internal
pemerintah akan terus
dipertanyakan.
Lusiana Peran APIP Akuntabilitas merupakan salah Perbedaan dengan
(2016) Mengawal satu aspek penting dalam peneliti yaitu fokus
Akuntabilitas mewujudkan suatu tata kelola penelitian terhadap
Keuangan Negara pemerintahan yang baik yang peran Inspektorat
Melalui Reviu Dan salah satunya tercermin Provinsi Jawa Barat
Implementasi SPIP melalui Laporan Keuangan. sebagai APIP dalam
Oleh sebab itu pemerintah meningkatkan
dalam rangka untuk kualitas LKPD
meningkatkan kualitas laporan melalui perannya
keuangan, memaksimalkan mengawal OPD
kinerjanya melalui keterlibatan dalam menerapkan
II-55
APIP dalam melakukan reviu SPIP melalui
atas laporan keuangan dan kegiatan pembinaan
pengimplementasian SPIP di dan pengawasan.
lingkungan pemerintahan.
2.6 Kerangka Pikir Penelitian
Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien,
transparan, dan akuntabel maka Gubernur wajib melakukan pengendalian atas
II-56
(assurance) dan konsultasi (consulting) untuk pemberi solusi bagi instansi
pemerintah (BPKP, 2009).
Selain pengawasan internal terkait penyelenggaraan SPIP agar
menghasilkan
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang andal, Inspektorat
Provinsi
sebagai APIP juga diwajibkan untuk melakukan reviu atas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah dalam rangka memberikan keyakinan yang
memadai bahwa LKPD telah disusun sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintah dan berdasarkan Sistem Pengendalian Internal yang memadai (PP No.
60 Tahun 2008 tentang SPIP). Pelaksanaan reviu atas LKPD diatur dalam
Permendagri
No. 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan reviu atas LKPD.
Pelaksanaan Reviu atas LKPD dilakukan sebelum LKPD diberikan ke BPK untuk
di audit. LKPD di reviu oleh Inspektorat Provinsi dan memberikan perbaikan pada
setiap pos laporan keuangan yang bermasalah dalam penyajiannya berupa jurnal
koreksi dan rekonsiliasi yang dimuat dalam suatu Laporan Hasil Reviu (LHR).
Saran perbaikan yang ada dalam LHR harus segera ditindak lanjuti oleh
Pemerintah Daerah sebelum LKPD diserahkan ke BPK. Selain untuk menyajikan
LKPD yang wajar, juga diharapkan dapat menyajikan laporan yang andal
berdasarkan pelaksanaan SPI yang efektif di lingkungan Pemerintah Daerah.
Keterlibatan Inspektorat Daerah sebagai APIP dalam meningkatkan
kualitas LKPD dibuktikan dengan beberapa hasil penelitian terdahulu dengan
hasil penelitian yang menyatakan bahwa Inspektorat sebagai Aparat Pengawasan
Internal Pemerintah memiliki peran yang cukup besar dalam meningkatkan
kualitas laporan keuangan pemerintah. Perannya dalam upaya meningkatkan
kualitas laporan keuangan dapat dilihat dari tugas dan fungsi dari inspektorat yaitu
pelaksanaan pengawasan internal berkaitan dengan pemberian assurance dan
advisory consulting (Rahmat, 2010), melalui pelaksanaan pengawasan internal
terhadap penyelenggaraan Sistem Pengendalian Internal di lingkungan pemerintah
(Permana, 2013), serta keterlibatan Aparat Pengawasan Internal dalam
meningkatkan kualitas laporan keuangan melalui pelaksanaan reviu atas laporan
keuangan dan pengimplementasian SPIP di lingkungan pemeirntah yang menjadi
kewajibannya sesuai dengan Pasal 57 PP No. 60 Tahun 2008 (Lusiana, 2016).
Selanjutnya, Kuswarini (2010) menyatakan bahwa peran pengawasan yang
II-57
optimal turut menentukan keberhasilan dalam pencapaian prinsip-prinsip tata
kelola yang baik dan bersih pada instansi pemerintah, terutama dalam
mempercepat tidak lanjut pemeriksaan yang ditemukan BPK.
Adapun yang menjadi kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut
:
Pembinaan dan Pengawasan Opini
Penyelenggaraan SPIP Kualitas LKPD :
Kewajaran
1. Relevan
(Pergub No. 3 Tahun 2013) LKPD
2. Andal
1. WTP
3. Dapat
2. WDP
Dibandingkan
3. TP
4. Mudah
4. TW
Dipahami
Tujuan SPIP : Efisiensi dan
Efektivitas Operasi, Keandalan
Laporan Keuangan, Keamanan
Aset Negara, dan Ketaatan
terhadap Undang-Undang
Tujuan Reviu SPI LKPD: LKPD
disajikan sesuai SAP dan SPIP