Anda di halaman 1dari 11

TUTOR 6.

1
SKENARIO KASUS:
Perempuan usia 28 tahun datang ke poliklinik saraf dengan keluhan pusing sejak
pagi hari. Pasien juga mengeluh mual muntah. Pusing dikatakan berputar sekeliling
ruangan saat akan bangun dari tidur. Pasien pernah mengalami keluhan yang sama
sekitar 3 bulan lalu. Untuk mengurangi rasa pusing, pasien sempat tidur, namun
saat bangun kambuh lagi. Riwayat sakit lain tidak ada. Pemeriksaan fisik TD
120/80, nadi 80x/menit, RR 20x/menit, temp 36°C. Pemeriksaan neurologi
didapatkan vertigo positional.

KATA SULIT:
1. Vertigo positional: salah satu jenis vertigo yang paling umum terjadi. Kondisi
ini terjadi karena adanya endapan yang terbentuk di bagian telinga dalam,
sehingga mengganggu keseimbangan tubuh. Selain itu, ada beberapa kondisi
lain yang bisa memicu terjadinya serangan vertigo mulai dari cedera pada
vestibular, stroke, cedera kepala, cedera leher, hingga penyakit Meniere.
2. Pemeriksaan fisik neurologi: meliputi pemeriksaan kesadaran dan fungsi
luhur, saraf otak, tanda rangsang meningeal, system motorik, system
sensorik, reflex, gait dan system koordinasi, serta pemeriksaan provokasi
pada sindroma nyeri tertentu.
3. Mual:  rasa seperti ingin muntah dan tidak nyaman pada perut.
4. Muntah: Muntah adalah kondisi ketika isi lambung keluar secara paksa
melalui mulut. Berbeda dari regurgitasi (keluarnya isi lambung tanpa
kontraksi), muntah disertai kontraksi pada lambung dan otot
perut. Muntah sendiri sebenarnya bukan suatu penyakit, tetapi gejala bahwa
seseorang sedang mengalami gangguan kesehatan.
5. Pusing: serangkaian sensasi, seperti melayang, berputar, dan merasa tak
stabil secara fisik. 
PERTANYAAN:

1. Apa penyebab pasien mengalami mual dan muntah?

2. Mengapa pusing yang diderita pasien tidak menghilang setelah bangun tidur?

3. Bagaimana patofisiologi terjadinya keluhan?


4. Apa etiologi dari kasus?

5. Bagaimana cara mendiagnosis?

6. Apa diagnosis kerja dari kasus? Kenapa?

7. Apa diagnosis banding yang mungkin?

8. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan?

9. Apa terapi yang bisa diberikan?

10. apa komplikasi dan prognosis?

11. Apa KIE yang dapat dilakukan untuk pasien tersebut?

JAWABAN:

1. Patofisiologi dari muntah bersifat kompleks dan melibatkan beberapa organ.


Pusat muntah bilateral terletak di medulla oblongata, dekat dengan traktus
solitarius setinggi nukleus motoris dorsalis dari vagus. Serabut afferent dari
saluran gastrointestinal (terutama serotoninergik), faring, medisatinum, pusat
visual, bagian vestibular nervus cranial ke-8 (terutama histaminergik) dan dari
“trigger zone” kemoreseptor (dopaminergik) dapat merangsang pusat muntah.
Impuls motorik dihantarkan dari pusat muntah melalui nervus cranialis ke
saluran pencernaan bagian atas, dan melalui syaraf spinal ke diafragma dan
otot-otot abdominal. “Trigger zone” kemoreseptor pada ventrikel ke 4 memiliki
peran khusus untuk mengawali muntah. Diafragma dan otot-otot abdominal.
“Trigger zone” kemoreseptor pada ventrikel ke 4 memiliki peran khusus untuk
mengawali muntah. Mekanisme pasti yang menyebabkan mual dan muntah
tidak diketahui.
2. Penyebab pusing:
a. Penyebab rasa pusing atau vertigo yang dialami pasien kemungkinan
disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan
ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Orientasi manusia terhadap ruang dan
keseimbangan atau equilibrium diukur oleh tiga sistem sensoris yaitu sistem
penglihatan (visual), sistem keseimbangan telinga dalam (vestibular), dan
sistem sensoris. Tiga sistem ini secara kontinyu memberikan informasi ke
batang otak dan otak tentang posisi dalam ruang, relatif terhadap gravitasi.
Otak memproses data-data ini dan menggunakan informasi ini untuk
penilaian yang cepat terhadap kepala, badan, sendi dan mata kita. Ketika
sistem keseimbangan tidak berfungsi atau terjadi gangguan, manusia dapat
menyusuri kembali masalah yang kemungkinan terjadi pada salah satu dari
ketiga sistem sensoris atau yang memproses data (otak). Ketika fungsi alat
keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal,
maka proses pengolahan informasi akan terganggu, dan bisa memunculkan
gejala seperti rasa pusing atau vertigo. Vertigo bisa dipicu oleh pergerakan
maupun perubahan posisi yang mendadak, dan bisa mengakibatkan
gangguan keseimbangan pada system saraf pusat sehingga ketika melakukan
perubahan posisi seperti dari berbaring ke duduk atau berdiri akan
menimbulkan rasa pusing atau vertigo. Umumnya gejala vertigo akan
membaik bila pasien beristirahat atau tidur selama gejala vertigo tidak
terlalu berat, dan akan kembali kambuh ketika pasien merubah posisi atau
kembali beraktivitas.
b. Penyebab rasa pusing yang dialami pasien bisa juga diakibatkan oleh adanya
gangguan pada leher. Gangguan leher ini ditimbulkan adanya pengapuran
pada tulang leher yang menyebabkan vertigo atau rasa pusing. Tulang leher
sebagai penyangga kepala ketika mengalami gangguan menyebabkan rasa
terhuyung atau sempoyongan. Gangguan leher terjadi umumnya akibat pola
hidup atau pola kerja tidak seimbang. Stress atau tekanan akibat pola kerja
tak seimbang ini memungkinkan tidak adanya kesempatan berolahraga
maupun relaksasi.
3. Patofiologi bppv
Patofisiologi dari BPPV berhubungan dengan perpindahan dari otocnia menuju
kanalis semisirkularis (anterior, posterior atau lateral), yang mungkin tetap
mengambang di endolimfe dari kanalis semisirkularis (ductolithiasis atau
canalolithiasis) atau melekat pada cupula (cupulithiasis), yang merubah respon
kepala terhadap sudut kepala. Ketika ada perubahan posisi kepala dengan
gravitasi,puing-puing otolithic bergerak ke posisi baru dalam setengah lingkaran
kanal,yang mengarah ke rasa rotasi palsu,dimana BPPV biasanya paling sering
diakibatkanoleh kanalis semisirkular posterior sekitar 60-90% pada seluruh
kasus. Pada dasarnya terdapat dua subtipe dari BPPV yang dibedakan oleh
kanalis semisirkularis yang terlibat yaitu otocnia terpisah dan mengambang
bebas dalam canal (canalithiasis) atau yang melekat pada cupula
(cupulolithiasis). 1Pada cupulolithiasis,selama kepala berada pada posisi yang
dipengaruhi oleh gaya gravitasi,maka vertigo akan terus menetap.
1. Hipotesis kupulolithiasis
- Adanya debris yang berisi kalsium karbonat berasal dari fragmen
otokonia yang terlepas dari macula utriculus yang berdegenerasi,
menempel pada permukaan kupula kanalis semisirkularis posterior yang
letaknya paling bawah.
- Penyebab terlepasnya debris dari macula belum diketahui secara pasti,
kemungkina pasca trauma atau infeksi
- Pada usia lanjut diduga berkaitan dengan timbulnya osteopenia dan
osteoporosis
- Bila pasien berubah posisi dari duduk ke berbaring dengan kepala
tergantung (tes Dix Hallpike), kanalis posterior berubah posisi dari
inferior ke superior, kupula bergerak secara centrifugal dan
menimbulkan nystagmus dan keluhan vertigo.
- Pergeseran masa otokonia membutuhkan waktu, hal ini menyebabkan
adanya masa laten sebelum timbulnya nystagmus dan keluhan vertigo
- Gerakan posisi kepala yang berulang akan menyebabkan otokonia
terlepas dan masuk ke dalam endolimf  menyebabkan Fatigue yaitu
menghilangnya nystagmus/vertigo, di samping ada mekanisme
kompensasi sentral.
- Nistagmus timbul secara paroksismal pada bidang kanalis posterior
telinga yang berada pada posisi di bawah dengan arah komponen cepat
ke atas.
2. Hipotesis
- Kristal kalsium karbonat bergerak di dalam kanalis semisirkularis
(kanalithiasis) menyebabkan endolimf bergerak dan akan menstimulasi
ampila dalam kanal sehingga menyebabkan vertigo
- Nistagmus dibangkitkan oleh saraf ampularis yang tereksitasi di dalam
kanal yang berhubungan langsung dengan muskulus ekstraokuler
- Setiap kanal yang dipengaruhi oleh kanalithiasis mempunyai
karakteristik nystagmus
a. Kanal posterior  upbeating/torsional
b. Kanal horizontal  horizontal (kanan/kiri)
c. Kanal anterior  downbeating, slight torsional
4. Etiologi tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, tetapi dapat berhubungan
dengan trauma kepala, posisi terlentang terlalu lama atau gangguan dari dalam
telinga.
5. Cara diagnosis
Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik
akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di
tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas
dan belakang, dan membungkuk. Vertigo bisa diikuti dengan mual.
2. Pemeriksaan fisik
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan,
dan pada evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV
adalah : Dix-Hallpike dan Tes kalori.
a. Dix-Hallpike Tets
Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan
leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan
vertigo dan untuk melihat adanya nistagmus. Cara melakukannya
sebagai berikut :
1. Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur
pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang
setelah beberapa detik.
2. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga
ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 300-400, penderita
diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
3. Kepala diputar menengok ke kanan 450 (kalau kanalis semisirkularis
posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith
untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di kanalis
semisirkularis posterior.
4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita
direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik.
6. Komponen cepat nistagmus harusnya „up-bet‟ (ke arah dahi) dan
ipsilateral.
7. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arahyang
berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar kearah
berlawanan.
8. Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi
kiri 450 dan seterusnya.
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus.
Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya
lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila
sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari
satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan
nystagmus.
b. Tes kalori
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2
macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 300C, sedangkan
suhu air panas adalah 440C. Volume air yang dialirkan ke dalam liang
telinga masing-masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air
dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri
diperiksa dengan air dingin, diperiksa telinga kanan dengan air dingin
juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu telinga dalam. Pada
tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air dingin atau
air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit (untuk menghilangkan
pusingnya).
c. Tes Supine Roll
Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes Dix-
Hallpike negatif, dokter harus melakukan supine roll test untuk
memeriksa ada tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral atau
disebut juga BPPV kanal horisontal adalah BPPV terbanyak kedua.
Pasien yang memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV, yakni adanya
vertigo yang diakibatkan perubahan posisi kepala, tetapi tidak memenuhi
kriteria diagnosis BPPV kanal posterior harus diperiksa ada tidaknya
BPPV kanal lateral
Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa manuver ini bersifat
provokatif dan dapat menyebabkan pasien mengalami pusing yang berat
selama beberapa saat. Tes ini dilakukan dengan memposisikan pasien dalam
posisi supinasi atau berbaring terlentang dengan kepala pada posisi netral
diikuti dengan rotasi kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan dokter
mengamati mata pasien untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus. Setelah
nistagmus mereda (atau jika tidak ada nistagmus), kepala kembali menghadap
ke atas dalam posisi supinasi. Setelah nistagmus lain mereda, kepala kemudian
diputar/ dimiringkan 90 derajat ke sisi yang berlawanan, dan mata pasien
diamati lagi untuk memeriksa ada tidaknya nystagmus.
Untuk dapat menegakan diagnosis klinis BPPV,maka harus memenuhi empat
kriteria,yaitu:
1. Vertigo berkaitan dengan karakteristik torsi campuran dan nystagmus
vertikal yang telah dilakukan uji dengan Tes Dix-Hallpike
2. Vertigo berkaitan dengan karakteristik torsi campuran dan nystagmus
vertikal yang telah dilakukan uji dengan Tes Dix-Hallpike
3. Terjadi (biasanya 1 sampai 2 detik) antara selesainya tes Dix-Hallpike dan
timbulnya vertigo dan nistagmus.
4. Bersifat paroksismal dari saat timbulnya vertigo dan nystagmus (yaitu,
terjadi peningkatan lalu penurunan selama periode 10 sampai 20 detik)
5. Terjadi pengurangan vertigo dan nystagmus apabila tes Dix-Hallpike
diulang.
6. Diagnosis kerja
BPPV
Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik.
Pasien biasanya melaporkan episode berputar ditimbulkan oleh gerakan-
gerakan tertentu, seperti berbaring atau bangun tidur, berguling di tempat
tidur, melihat ke atas atau meluruskan badan setelah membungkuk. Episode
vertigo berlangsung 10 sampai 30 detik dan tidak disertai dengan gejala
tambahan selain mual pada beberapa pasien.
Beberapa pasien yang rentan terhadap mabuk (motion sickness) mungkin
merasa mual dan pusing selama berjam-jam setelah serangan vertigo, tetapi
kebanyakan pasien merasa baik-baik saja di antara episode vertigo. Jika pasien
melaporkan episode vertigo spontan, atau vertigo yang berlangsung lebih dari 1
atau 2 menit, atau jika episode vertigo tidak pernah terjadi di tempat tidur atau
dengan perubahan posisi kepala, maka kita harus mempertanyakan diagnosis
dari BPPV.
1. Diagnosis BPPV Tipe Kanal Posterior
Dokter dapat mendiagnosis BPPV tipe kanal posterior ketika nistagmus
posisional paroksismal dapat diprovokasi dengan manuver Dix-Hallpike.
Manuver ini dilakukan dengan memeriksa pasien dari posisi berdiri ke posisi
berbaring (hanging position) dengan kepala di posisikan 45 derajat terhadap
satu sisi dan leher diekstensikan 20 derajat. Manuver Dix-Hallpike
menghasilkan torsional upbeating nystagmus yang terkait dalam durasi
dengan vertigo subjektif yang dialami pasien, dan hanya terjadi setelah
memposisikan Dix-Hallpike pada sisi yang terkena. Diagnosis presumtif
dapat dibuat dengan riwayat saja, tapi nistagmus posisional paroksismal
menegaskan diagnosisnya. Nistagmus yang dihasilkan oleh manuver Dix-
Hallpike pada BPPV kanal posterior secara tipikal menunjukkan 2
karakteristik diagnosis yang penting. Pertama, ada periode latensi antara
selesainya manuver dan onset vertigo rotasi subjektif dan nistagmus objektif.
Periode latensi untuk onset nistagmus dengan manuver ini tidak spesifik
pada literatur, tapi berkisar antara 5 sampai 20 detik, walaupun dapat juga
berlangsung selama 1 menit pada kasus yang jarang. Yang kedua, vertigo
subjektif yang diprovokasi dan nistagmus meningkat, dan kemudian mereda
dalam periode 60 detik sejak onset nystagmus Komponen nistagmus yang
diprovokasi oleh manuver Dix-Hallpike menunjukkan karakteristik
campuran gerakan torsional dan vertikal (sering disebut upbeating-
torsional). Dalam sekejap, nistagmus biasanya mulai secara lembat,
meningkat dalam hal intensitas, dan kemudian berkurang dalam hal
intensitas ketika ia menghilang. Ini disebut sebagai crescendo-decrescendo
nystagmus. Nistagmus sekali lagi sering terlihat setelah pasien kembali ke
posisi kepala tegak dan selama bangun, tetapi arah nystagmus mungkin
terbalik. Karakteristik lain dari nistagmus pada BPPV kanal posterior
adalah nistagmusnya dapat mengalami kelelahan (fatigue), yakni
berkurangnya keparahan nistagmus ketika manuver tersebut diulang-ulang.
Tetapi karakteristik ini tidak termasuk kriteria diagnosis.
2. Diagnosis BPPV Tipe Kanal Lateral
BPPV tipe kanal lateral (horisontal) terkadang dapat ditimbulkan oleh Dix-
Hallpike manuver. Namun cara yang paling dapat diandalkan untuk
mendiagnosis BPPV horisontal adalah dengan supine roll test atau supine
head turn maneuver (Pagnini-McClure maneuver).2,3 Dua temuan nistagmus
yang potensial dapat terjadi pada manuver ini, menunjukkan dua tipe dari
BPPV kanal lateral.
a. Tipe Geotrofik. Pada tipe ini, rotasi ke sisi patologis menyebabkan
nistagmus horisontal yang bergerak (beating) ke arah telinga paling bawah.
Ketika pasien dimiringkan ke sisi lain, sisi yang sehat, timbul nistagmus
horisontal yang tidak begitu kuat, tetapi kembali bergerak ke arah telinga
paling bawah.
b. Tipe Apogeotrofik. Pada kasus yang lebih jarang, supine roll test
menghasilkan nistagmus yang bergerak ke arah telinga yang paling atas.
Ketika kepala dimiringkan ke sisi yang berlawanan, nistagmus akan kembali
bergerak ke sisi telinga paling atas.
Pada kedua tipe BPPV kanal lateral, telinga yang terkena diperkirakan
adalah telinga dimana sisi rotasi menghasilkan nistagmus yang paling
kuat.1,3 Di antara kedua tipe dari BPPV kanal lateral, tipe geotrofik adalah
tipe yang paling banyak.

3. Diagnosis BPPV Tipe Kanal Anterior dan Tipe Polikanalikular


Benign Paroxysmal Positional Vertigo tipe kanal anterior berkaitan dengan
paroxysmal downbeating nystagmus, kadang-kadang dengan komponen torsi
minor mengikuti posisi Dix-Hallpike. Bentuk ini mungkin ditemui saat
mengobati bentuk lain dari BPPV. Benign Paroxysmal Positional Vertigo
kanal anterior kronis atau persisten jarang. Dari semua tipe BPPV, BPPV
kanal anterior tampaknya tipe yang paling sering sembuh secara spontan.
Diagnosisnya harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena downbeating
positional nystagmus yang berhubungan dengan lesi batang otak atau
cerebellar dapat menghasilkan pola yang sama. Benign Paroxysmal
Positional Vertigo tipe polikanalikular jarang, tetapi menunjukkan bahwa
dua atau lebih kanal secara bersamaan terkena pada waktu yang sama.
Keadaan yang paling umum adalah BPPV kanal posterior dikombinasikan
dengan BPPV kanal horisontal. Nistagmus ini bagaimanapun juga tetap
akan terus mengikuti pola BPPV kanal tunggal, meskipun pengobatan
mungkin harus dilakukan secara bertahap dalam beberapa kasus.
4. Membedakan dengan Penyebab Sentral
Benign Paroxysmal Positional Vertigo yang khas biasanya mudah dikenali
seperti di atas dan merespon terhadap pengobatan. Bentuk-bentuk vertigo
posisional yang paling sering menyebabkan kebingungan adalah mereka
dengan downbeating nystagmus, atau mereka dengan nistagmus yang tidak
benar-benar ditimbulkan oleh manuver posisi, tetapi tetap terlihat saat
pasien berada pada posisi kepala menggantung. Tabel dibawah menguraikan
beberapa fitur yang mungkin membantu membedakan vertigo sentral dari
vertigo perifer. Sebagai aturan umum, jika nistagmus tidak khas, atau jika
gagal merespon terhadap terapi posisi, penyebab sentral harus
dipertimbangkan
7. Diagnosis Banding: Meniere
8. Pemeriksaan Penunjang: (1) Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan
urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi. (2) Foto Rontgen tengkorak, leher,
Stenvers (pada neurinoma akustik). (3) Neurofisiologi Elektroensefalografi
(EEG), Elektromiografi (EMG), Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP).
(4) Pencitraan CT-scan, arteriografi, magnetic resonance imaging (MRI).
9. Terapi
1. Non-Farmakologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu penyakit yang
ringan dan dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun
telah banyak penelitian yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan
manuver reposisi partikel/ Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat
secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas
hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-
manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping
dari melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus
dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat
saat berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya saat berpindah dari
ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan manuver, hendaknya pasien
tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk menghindari risiko
jatuh.
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel
ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima manuver yang
dapat dilakukan tergantung dari varian BPPV nya.
a. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal.
Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 450, lalu
pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit.
Lalu kepala ditolehkan 900 ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah
menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien
mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara
perlahan.
b. Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan
posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu
kepala dimiringkan 450 ke sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke
posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan
vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di
sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi.
c. Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral.
Pasien berguling 3600, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien
menolehkan kepala 900 ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan
tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh
mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 900 dan
tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi.
Masing-masing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi
lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi.
d. Forced Prolonged Position
Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah
untuk mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi
telinga yang sakit dan dipertahankan selama 12 jam.
e. Brandt-Daroff exercise
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat
dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang
tetap simptomatik setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga
dapat membantu pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat
menjadi kebiasaan.
2. Farmakologi
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin
dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek
untuk gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi
pada pasien BPPV, seperti setelah melakukan terapi PRM. Pengobatan
untuk vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant vestibular yang
digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan
antihistamine (meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines dapat
mengurangi sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral
pada kondisi vestibular perifer. Antihistamine mempunyai efek supresif pada
pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena motion
sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat
mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga
penggunaannya diminimalkan
3. Operasi
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan
sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah
melakukan manuver-manuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur
dikatakan indikasi untuk melakukan operasi adalah pada intractable BPPV,
yang biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti
BPPV biasa.
Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih,
yaitu singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal
posterior semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena
teknik neurectomi mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi.
*Terapi dikatakan berhasil bila dikonfirmasi dengan melakukan tes maneuver
berulang,jika masih ada tanda-tanda gejala vertigo dan nistagmus maka terapi
dapat diulang kembali. Untuk tingkat keberhasilan terapi digolongkan menjadi
tiga kriteria,yaitu:
1. Asimptomatis: ketika tidak ada lagi keluhan rasa pusing berputar dan
gangguan nystagmus.
2. Terdapat Perbaikan: keluhan vertigo secara subjektif telah berkurang
lebih dari 70% dan pasien telah mampu melakukan aktifitas yang selama ini
tidak dapat dilakukan. Namun,nystagmus masih muncul pada saat manuver
provokasi.15
3. Tidak Ada Perbaikan: bila keluhan vertigo tidak kurang dari 70% dan
nystagmus muncul sering.
10 Komplikasi dan prognosis (?)
Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu
singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal
posterior semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik
neurectomi mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi.
Vertigo perifer seperti BPPV memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan
vertigo sentral karena merupakan penyakit yang sebagian besar dapat sembuh
dengan sendirinya. Namun, vertigo kronis yang dapat mengganggu kualitas
hidup masih dapat terjadi. Pada BPPV, faktor prognostik yang meningkatkan
angka kekambuhan adalah jenis kelamin (wanita) dan lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk pengobatan.
11 KIE (?)
Pasien dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan medis oleh dokter bila terjadi
vertigo baik serangan akut maupun kronis. Edukasi yang komprehensif
mengenai gejala dan penyebab dari vertigo perlu dilakukan.
Pada kondisi vertigo kronis, latihan rehabilitasi vestibular dapat dianjurkan
untuk dilakukan pada kegiatan sehari-hari. Pelaksanaan rehabilitasi vestibular
ini merupakan latihan intensitas rendah setiap hari selama 6-12 minggu.
Latihan Brandt-Daroff dan Epley untuk Vertigo Perifer
Dua latihan untuk vertigo perifer yang dapat dilakukan di rumah adalah latihan
Brandt Daroff dan Epley. Intensitas dan frekuensi latihan ini direkomendasikan
sesuai dengan saran ahli, terutama manuver Epley karena perlu diketahui posisi
gangguannya.
Latihan Brandt Daroff dapat dilakukan dengan cara:

1. pasien duduk tegak pada kasur

2. pasien direbahkan ke kiri selama 1 – 2 detik, kemudian kepala diposisikan


menengok ke arah atas 45 derajat selama sekitar 30 detik atau sampai vertigo
hilang

3. pasien kembali duduk tegak

4. pasien direbahkan ke kanan selama 1 – 2 detik, kemudian kepala diposisikan


menengok ke arah atas 45 derajat selama sekitar 30 detik atau sampai vertigo
hilang[34]
Latihan manuver Epley dapat dilakukan dengan cara:

1. pasien duduk tegak pada kasur dan menengok ke arah gangguan telinga dalam
yang sudah diperiksa (contoh: bila gangguan ada di telinga kiri, pasien dibuat
menengok ke kiri 45 derajat)

2. pasien ditidurkan dengan cepat dan kepala ada di bantal, posisi ini ditahan
selama 30 detik atau sampai keluhan vertigo berkurang

3. kepala pasien dibuat menengok 90 derajat ke arah berlawanan (kanan) dengan


masih berada di bantal, tunggu selama 30 detik

4. badan pasien diputar ke arah berlawanan dari posisi pertama (dalam hal ini ke
kanan) kepala pasien dibuat menengok lagi 90 derajat ke arah yang sama
(menengok ke lantai, tunggu selama minimal 30 detik dan perlahan kembali
duduk dengan posisi tersebut [35]

Edukasi terkait Risiko Jatuh

Penderita vertigo memiliki gangguan keseimbangan sehingga memiliki risiko


jatuh yang tinggi. Secara umum, edukasi kepada masyarakat tentang
pencegahan dan penurunan risiko jatuh dapat dilakukan pada tingkat
komunitas, antara lain latihan keseimbangan dan penguatan otot-otot. Salah
satu contoh dari latihan tersebut adalah Program Latihan Otago yang terbukti
dapat menurunkan angka jatuh sebanyak 35% pada populasi geriatri. Latihan
Otago bertujuan untuk menguatkan otot-otot tungkai bawah, melatih
keseimbangan dan melatih range of motions dari tungkai bawah.

Anda mungkin juga menyukai