Anda di halaman 1dari 7

SEJARAH POLITIK INDONESIA

Kehidupan politik Indonesia akhir-akhir ini ditandai dengan kedaulatan rakyat yang
diwujudkan dalam pemilihan anggota parlemen dan presiden setiap lima tahun. Setelah
jatuhnya Orde Baru (Orde Baru) yang dipimpin oleh Presiden Soeharto dan dimulainya Era
Reformasi, setiap pemilihan yang diadakan di Indonesia dianggap independen dan adil.
Namun, politik Indonesia masih belum bisa terbebas dari korupsi di pemerintahan, kolusi dan
nepotisme, dan juga ‘uang politik’ yang memungkinkan orang membeli posisi politik dan
kekuasaan di pemerintahan.
Semua isu ini masih bisa ditemukan di Indonesia belakangan ini. Beberapa ahli menganggap
isu-isu ini sebagai bagian dari proses pembangunan di Indonesia yang menjadi negara
demokratis penuh. Menurut Indeks Demokrasi yang dikeluarkan oleh Economist Intelligence
Unit, Indonesia masih dianggap sebagai negara dengan demokrasi ‘tidak benar.
Terlebih lagi, perlu juga ditekankan bahwa Indonesia dianggap sebagai negara demokratis
dengan usia yang cukup muda dan oleh karena itu sangat wajar bila Indonesia mengalami
beberapa masalah dalam perkembangan demokrasi.
Kondisi politik saat ini di Indonesia tidak lepas dari sejarah panjang politik di Indonesia.
Sejarah politik di Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa bagian yang masing-masing
bagian memiliki karakteristik tersendiri. Kemudian, perkembangan politik di Indonesia juga
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti agama (terutama Islam), kolonialisme, dan konflik
politik. Misalnya, perkembangan politik kolonialisme Jepang di Indonesia memiliki
karakteristik yang berbeda dengan perkembangan politik di era Orde Baru.
Seiring berjalannya waktu, Indonesia juga mengembangkan berbagai jenis sistem politik
sekaligus yang dianggap cocok untuk era tertentu.
1. Era Pra-Kolonial
Era ini dianggap sebagai era pertama dalam sejarah politik Indonesia. Dari berbagai sumber
yang di dapat menunjukkan bahwa Indonesia terdiri dari berbagai entitas politik. Sebelum
ada pemerintahan, Indonesia diperintah oleh banyak raja yang memiliki kerajaan sendiri di
beberapa daerah yang berbeda.
Di era pra-kolonial, sistem politik berpusat pada sosok tunggal yang memimpin masyarakat
dan memiliki keahlian khusus yang membuat sosok ini berbeda dari orang-orang. Tokoh ini
juga memiliki kepribadian karismatik dan terkadang sosok ini juga memiliki kekuatan
supernatural yang membuat orang menjadi taat. Kemudian didukung oleh tentara dan
memiliki kekuatan mutlak di kerajaan. Orang akan memberi penghormatan kepada penguasa
ini sebagai simbol ketaatan mereka.
2. Era Kolonial
Era berikutnya dalam sejarah politik Indonesia adalah era kolonial. Indonesia ini dijajah oleh
beberapa negara Eropa pada tahun yang berbeda. Negara Eropa pertama yang menjajah
Indonesia adalah Portugis. Negara Eropa yang juga menjajah Indonesia adalah Belanda.
Kolonisasi Belanda di Indonesia paling lama dibandingkan dengan Negara lain. Alasan utama
Negara-Negara Eropa ini datang ke Indonesia adalah untuk mendapatkan rempah-rempah.
Selama penjajahan di Negara-Negara ini, Indonesia berada di bawah pandangan politik
mereka.

Selain negara-negara Eropa, Indonesia juga dijajah oleh Jepang juga. Sistem politik yang
dikembangkan oleh negara-negara Eropa pasti berbeda dengan sistem politik yang
dikembangkan oleh Jepang saat mereka memerintah Indonesia. Apalagi era kolonial ini
membawa begitu banyak dampak terhadap perkembangan sistem politik di Indonesia.
Beberapa elemen sistem politik saat ini di Indonesia masih terpengaruh oleh sistem politik
yang dibawa ke negara ini oleh penjajah tersebut.
3. Orde Lama
Setelah mendapatkan kemerdekaan dan menjadi negara yang sebenarnya, orang-orang
Indonesia menunjuk Soekarno sebagai presiden pertama bagi mereka. Soekarno tidak hanya
dikenal sebagai presiden pertama Indonesia tapi dia juga dikenal sebagai ikon perjuangan
Indonesia untuk mencapai kemandirian dari penjajah. Soekarno memiliki beban yang sangat
besar untuk membangun sistem politik dan sosial di Indonesia setelah era kolonial.
Ada berbagai pandangan politik yang digunakan Soekarno dalam memerintah negara.
Namun, pandangan politik dasarnya masih demokrasi. Berbagai konflik politik terjadi di era
ini dan sampai pada puncaknya ketika terjadi kekacauan politik besar pada tahun 1960an.
4. Orde Baru
Setelah kekacauan politik yang besar di tahun 1960an, Soekarno digantikan oleh Soeharto
yang menjadi presiden kedua Indonesia. Era ini dikenal sebagai dengan era Orde Baru.
Soeharto memerintah Indonesia selama 32 tahun dan ada banyak perbaikan signifikan dalam
banyak aspek kehidupan, termasuk sosial, politik, dan ekonomi.
Di sisi lain, Soeharto juga dikenal sebagai penguasa yang mempromosikan korupsi dan
penindasan di pemerintahannya juga. Perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan
yang besar meski utang Indonesia juga meningkat. Orang-orang tertindas dan dilarang
menunjukkan pandangan politik mereka dan ada banyak kasus hak asasi manusia yang
mengerikan yang terjadi selama masa kepresidenan Suharto. Ketika ekonomi domestik yang
menjadi fondasi pemerintahan Soeharto ambruk pada tahun 1990an, Soeharto kehilangan
kekuatannya secara signifikan.
5. Reformasi Indonesia
Setelah jatuhnya Soeharto, melalui gerakan sipil yang masif, Indonesia mengumumkan babak
baru dalam sejarah politiknya. Era setelah Orde Baru dikenal sebagai Era Reformasi. Hal
yang paling penting di era ini adalah orang mendapatkan lebih banyak kekuatan dalam
masalah politik dan pemerintahan. Era Reformasi dianggap sebagai era ketika kekuasaan
politik diberikan kembali kepada masyarakat Indonesia.
Kemudian terjadi perubahan struktural besar-besaran dalam aspek pemerintahan dan politik
seperti desentralisasi kekuasaan ke provinsi dan keterbatasan masa jabatan presiden. Di sisi
lain, masih ada beberapa masalah di pemerintahan seperti korupsi, kemiskinan, dan distribusi
modal di kelas tinggi. Namun, secara keseluruhan, kondisi politik di era ini dinilai lebih
dinamis dan kondusif dibanding kondisi politik Orde Baru.
DINAMIKA POLITIK DI INDONESIA
Menurut Arbi Sanit, dinamika politik di Indonesia dapat dikategorikan ke dalam beberapa era
yang berbeda. Berikut adalah deskripsi singkat setiap era politik di Indonesia.
1. 1945 sampai 1967. Di era ini, ada perubahan signifikan dalam sistem politik
demokrasi konstitusional di Indonesia. Sistem politik demokrasi konstitusional
berubah menjadi demokrasi terpimpin. Era ini juga dikenal dengan nama Orde Lama.
2. 1967 sampai 1999. Di era ini, ada perubahan signifikan dalam sistem politik di
Indonesia. Demokrasi yang dipandu berubah menjadi Demokrasi Pancasila. Era ini
dikenal sebagai Orde Baru.
3. 1999 sampai sekarang. Sistem politik baru-baru ini juga membawa beberapa
perubahan juga. Dalam sistem politik terakhir ini, sistem politik terpusat berubah
menjadi sistem politik yang mengarah pada otonomi provinsi. Era ini juga dikenal
sebagai Orde Reformasi.
IMPLEMENTASI SISTEM POLITIK DI INDONESIA
Dalam sistem politik Indonesia, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan
sepenuhnya oleh MPR atau Majelis Permusyawaratan Rakyat. Indonesia mengikuti sistem
pemerintahan presidensial. Dalam sistem ini, presiden berperan sebagai kepala negara dan
juga kepala pemerintahan.
Setiap era politik di Indonesia menjalankan sistem politik yang berbeda. Berikut adalah
deskripsi singkat tentang masing-masing sistem politik yang telah digunakan di Indonesia.
1. Sistem Politik Liberal Demokratik (14 November 1945 sampai 5 Juli 1959)
Sistem politik demokrasi liberal digunakan di Indonesia sejak dikeluarkannya Pemberitahuan
Pemerintah pada 14 November 1945. Sistem politik ini masih digunakan sampai dengan
dikeluarkannya Keputusan Presiden pada 5 Juli 1959. Sistem demokrasi liberal memiliki ciri-
ciri sebagaimana tercantum di bawah ini.
 Menggunakan Pancasila sebagai landasan Negara.
 Sistem politik ini dijalankan berdasarkan UUD 1945, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 atau Konstitusi Republik Indonesia, dan Konstitusi
Tentatif 1950.
 Menggunakan sistem multipartai dengan basis politik yang berbeda untuk masing-
masing pihak. Pemilu dilakukan dengan sistem proporsional.
 Ada aturan hukum.
 Sistem politik non sekuler.
 LABRI atau Angkatan Bersenjata Republik Indonesia tidak memiliki peran penting
dalam sistem politik.

2. Sistem Politik Demokrasi Terpimpin (5 Juli 1959 sampai 11 Maret 1966) Sistem
politik pada era demokrasi terpimpin
Memiliki karakteristik seperti yang tercantum di bawah ini.
 Pancasila sebagai fondasi Negara berubah menjadinjadi Trisila.
 Berdasarkan UUD 1945.
 Menggunakan sistem multipartai dengan basis politik yang berbeda untuk masing-
masing pihak.
 Sistem ekonomi terpimpin.
 Tidak ada pemilihan.
 Aturan hukum.
 Sistem politik non sekuler.
 ABRI atau Angkatan Bersenjata Republik Indonesia tidak memiliki peran penting
dalam sistem politik.

3. Sistem Politik Demokrasi Pancasila di Orde Baru (11 Maret 1966 sampai 21 Mei
1998)
Sistem politik ini memiliki beberapa karakteristik. Karakteristik ini adalah:
 Pancasila sebagai fondasi negara.
 Menggunakan UUD 1945.
 Tiga sistem parpol yang menggunakan Pancasila sebagai satu-satunya fondasi bagi
masing-masing partai politik. Golkar adalah partai politik yang memiliki kekuasaan
mayoritas di parlemen dan menggunakan kekuatan untuk mendukung kebijakan yang
dikeluarkan oleh Presiden Soeharto.
 Pemilu dilakukan dengan sistem perwakilan proporsional dengan prosedur registrasi.
 Sistem ekonomi pasar dan koperasi.
 Aturan hukum.
 Sistem politik non sekuler.
 ABRI atau Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berperan dalam politik melalui
doktrin fungsi ganda ÁBRI.

4. Sistem Demokrasi Pancasila dalam Orde Reformasi (21 Mei 1998 sampai sekarang)
Sistem Demokrasi Pancasila baru-baru ini memiliki beberapa karakteristik diantaranya :
 Pancasila sebagai fondasi negara.
 Amandemen UUD 1945.
 Sistem multipartai diperbolehkan dan para pihak
 Diizinkan untuk menggunakan dasar apa pun asalkan tidak bertentangan dengan
Pancasila.
 Pemilihan dilakukan dengan sistem perwakilan proporsional dan menggunakan sistem
multi delegasi kabupaten dan pendaftaran terbuka.
 Mekanisme pasar bebas dalam sistem ekonomi.
 Aturan hukum.
 Sistem politik non sekuler.
 TNI (bentuk ABRI terbaru) tidak lagi berperan dalam sistem politik. Perubahan ABRI
menjadi TNI ditandai dengan penghapusan fungsi ganda ABRI.
Sumber : Politik Indonesia : Sejarah, Karakteristik, dan Implementasi. (2017). Diakses pada
15 April 2021, dari http://www.algore04.com/politik-indonesia-sejarah-karakteristik-dan-
implementasi/

SEJARAH HUKUM INDONESIA


Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan
hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada
hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang
merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum
agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum
atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan.
Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-
undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari
masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah nusantara.
Periodisasi hukum di Indonesia dapat dibagi dalam empat tahapan Kesejarahan, yaitu periode
kolonialisme, periode revolusi fisik hingga demokrasi liberal, periode demokrasi terpimpin
sampai Orde Baru, dan periode pasca Orde Baru (era reformasi).
Periodisasi itu seperti yang tersebut di bawah ini, yaitu (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia, 2007: 12-22):
1. Periode Kolonialisme terbagi dalam:
a. Periode Vereenigde Oost Indie Compagnie (VOC).
b. Periode Liberal Belanda.
c. Periode politik etis sampai kolonialisme Jepang
2. Periode revolusi fisik hingga demokrasi liberal:
a. Periode revolusi fisik
b. Periode demokrasi liberal
3. Periode demokrasi terpimpin sampai orde baru
a. Periode demokrasi terpimpin
b. Periode orde baru
4. Periode pasca orde baru (era reformasi)

Periode Vereenigde Oost Indie Compagnie (VOC) dapat ditandai dengan penerapan hukum-
hukum yang Belanda-sentris dengan tujuan utamanya adalah melakukan eksploitasi secara
ekonomi dan sebagai upaya untuk mengatasi krisis ekonomi di Belanda, mendisiplinkan para
pribumi melalui cara-cara yang otoriter, dan sebagai upaya perlindungan kepada pegawai-
pegawai VOC termasuk para pendatang yang berasal dari eropa. Pada periode Liberal
Belanda ini, tekanan dari kelompok liberal di parlemen maka pada tahun 1848 di negeri
Belanda ditetapkan grondwet (undang-undang dasar) yang memerintahkan bahwa semua
pengaturan untuk keperluan pemerintahan negeri jajahan (termasuk APBN) harus dibuat
dalam bentuk undang-undang (wet). Parlemen pusat yang ada di Belanda dengan demikian
dapat melakukan campur tangan dalam proses politik-hukum negeri jajahan Belanda.
Pada tahun 1854 sebagai perkembangan pada masa liberal ini maka diterbitkanlah suatu
peraturan yang berkenaan dengan tata pemerintahan (Hindia Belanda) yang memberikan
perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintah jajahan.
Melalui peraturan ini, diadakan pembatasan-pembatasan terhadap eksekutif (terutama
residen), dan kepolisian termasuk di dalamnya adalah adanya proses peradilan yang bebas.
Peraturan tentang Tata Pemerintahan Hindia Belanda (Regeringreglement, disingkat RR
1854) bertujuan untuk melindungi golongan pribumi, tetapi tentu saja yang utama adalah
melindungi kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan. Dampak krisis ekonomi dan
politik yang terjadi memaksa perubahan kebijakan ekonomi politiknya. Kebijakan politik etis
merupakan upaya pemerintah Hindia Belanda untuk meng-eropa-kan masyarakat pribumi.
Politik etis pada awal-awalnya yang berkaitan dengan pembaruan hukum adalah :
1. Pendidikan untuk anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum.
2. Pembentukan Volksraad, sebagai lembaga perwakilan para pribumi, sebagai kuasi-
legislatif dalam pemerintahan kolonial.
3. Penataan organisasi pemerintahan, khususnya segi efisiensi.
4. Penataan lembaga peradilan dalam hal profesionalisme.
5. Pembentukan peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian
hukum.
Para pemimpin negara pada awal kemerdekaan tidak mempunyai cukup waktu untuk
membangun tatanan hukum, sehingga melalui Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
diberlakukan kembali hukum-hukum yang berlaku pada zaman Indonesia belum merdeka.
Periode revolusi fisik ini tidak banyak yang dapat dilakukan oleh para pemimpin bangsa
dalam melakukan perubahan-perubahan terhadap hukum. Pada awal periode ini dilakukan
pembaruan dalam bidang peradilan dengan tujuan dekolonisasi dan nasionalisasi, dengan
jalan meneruskan unifikasi badan-badan peradilan dengan jalan penyederhanaan, serta
dengan mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali
badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam
Tinggi.
Periode demokrasi liberal melalui Undang-undang Dasar Sementara 1945 yang progresif
dalam hal pengakuan terhadap hak asasi manusia, pembaruan hukum dan tata peradilan tidak
banyak mengalami perkembangan. Dikotomi antara hukum dengan peradilan adat dalam
upaya kodifikasi dan unifikasi menjadi hukum nasional yang dapat beradaptasi dengan
perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional menjadi sesuatu yang dilematis,
sehingga para politisi dan yuris kesulitan untuk bergerak dan melakukan pembaruan.
Perubahan dari sistem pemerintahan parlementer menjadi presidensial, diawali melalui Dekrit
Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 untuk kembali ke UUD 1945. Upaya menanggalkan hukum
kolonial yang liberal dan berbau asing menjadikan wajah kelembagaan hukum dan tata
peradilan menjadi merosot wibawanya karena tunduk di bawah lembaga eksekutif, korupsi
merajalela dalam lembaga peradilan mulai dari aparat kepolisian, kejaksaan, aparat
pengadilan, hakim, dan pengacara. Langkah-langkah pemerintah dalam dinamika hukum dan
lembaga peradilan adalah:
1. Menghapus doktrin pemisahan kekuasaan, dan lembaga peradilan berada di bawah
lembaga eksekutif.
2. Lambang hukum dewi keadilan diganti dengan pohon beringin yang berarti
pengayoman.
3. Melalui Undang-undang No. 19 Tahun 1964 dan Undang-undang No. 13 tahun 1965
memberikan kemungkinan kepada lembaga eksekutif untuk mencampuri proses
peradilan.
4. Hukum perdata yang berasal dari masa kolonial tidak berlaku, hanya sebagai rujukan
saja, sehingga hakim diharapkan mengembangkan putusan-putusan yang lebih
situasional dan kontekstual.
Kejatuhan rezim Orde Lama melalui demokrasi terpimpinnya, yang kemudian digantikan
oleh Orde Baru menandai peran militer, khususnya angkatan darat yang menguasai
pemerintahan, dibantu pula oleh para ekonom-teknokrat liberal. Orde Baru melakukan upaya
awalnya dengan cara penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Orde Baru
melakukan pembekuan terhadap pelaksanaan Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), dan pada saat yang bersamaan membuat
undang-undang yang memudahkan investasi asing di Indonesia, misalnya Undang-undang
Penanaman Modal Asing, Undang-undang Kehutanan, dan Undang-undang Pertambangan.
Peradilan pada era Orde Baru menjadi tidak mandiri karena berada di bawah pengaruh
pemerintah.
Kejatuhan Orde Baru diawali dengan krisis moneter dan juga oleh desakan masyarakat untuk
melalukan pembaruan sosial, ekonomi, politik, serta segala bidang kehidupan di masyarakat
yang selama ini tidak mendapatkan tempat sebagaimana mestinya. Era reformasi muncul
sebagai jawaban terhadap permasalahan kemasyarakatan yang ada pada era Orde Baru dalam
segala bidang. Pembaruan (reformasi) yang ada pada era pasca Orde Baru adalah:
1. Pembaruan sistem politik dan ketatanegaraan.
2. Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia.
3. Pembaruan sistem ekonomi.
4. Pembaruan dalam segala aspek kehidupan masyarakat.

Sumber : Herman dan H. Manan Sailan. 2012. Pengantar Hukum Indonesia. Makassar:
Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.

Anda mungkin juga menyukai