Anda di halaman 1dari 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/340479155

Bioteknologi Transgenik Pada Organisme Aquaculture

Article · April 2020

CITATIONS READS
0 2,321

7 authors, including:

Azlia Wati
Universitas Maritim Raja Ali Haji
10 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Keanekaragaman hayati View project

All content following this page was uploaded by Azlia Wati on 07 April 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Bioteknologi Transgenik Pada Organisme Aquaculture

Azlia Wati

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali
Haji

ABSTRAK

Transgenik adalah metode trans gen atau penyisipan gen unggul dari suatu organism eke
organisme lain. Teknik transfer gen banyak dikembangkan untuk mengintroduksi molekul DNA
ke dalam embrio. Keberhasilan transfer gen menggunakan metode transfeksi ditentukan oleh
berbagai faktor, antara lain pemilihan larutan transfeksi yang sesuai dengan mempertimbangkan
kesediaan secara komersial, mudah diaplikasikan, keberhasilan tinggi, dan tidak bersifat toksik
terhadap embrio. Teknik transfer gen antara lain : mikroinjeksi, elektroforesis, metode
alternative. Dan transgenic juga mempunyai masing – masing kelebihan dan kekurangan.

Kata Kunci : Bioteknologi, Transfer gen, Sisipan, Organisme

ABSTRACT
GMOs are trans gene methods or the insertion of superior genes from an organism in
another organism. Many gene transfer techniques have been developed to introduce DNA
molecules into the embryo. The success of gene transfer using the transfection method is
determined by a variety of factors, including the selection of an appropriate transfection solution
taking into account commercial readiness, applicability, high success, and not toxic to the
embryo. Gene transfer techniques include: microinjection, electrophoresis, alternative methods.
And GMOs also have their respective advantages and disadvantages.

Keywords : Biotechnology, Gene transfer, Inserts, Organisms


PENDAHULUAN
Transgenik adalah suatu produk bioteknologi melalui teknik rekayasa genetika.
Pemindahan materi genetika (gen) dari suatu organisme untuk dikombinasikan ke dalam materi
genetika organisme lainnya bertujuan agar gen yang dipindahkan akan diekspresikan oleh
organisme yang menerima gen tersebut. Dengan kata lain, pada akhir proses akan dihasilkan
suatu individu yang secara genetika telah berubah gennya karena membawa gen asing.
Organisme inilah yang disebut organisme transgenik atau sering disebut pula genetically
modified organisms (GMO). Beberapa puluh pangan transgenik saat ini telah beredar di pasaran.
Para pakar Ribosomal Deoksiribo Nucleic Acid (rDNA) telah mampu memotong atau mencopot
suatu gen yang dikehendaki, dari individu hidup apa saja ke individu yang lain. Di bidang
akuakultur, telah dilakukan beberapa metode transgenik antara lain penggunaan vektor yang
dinamakan replication defective pantropic retroviral untuk menginfeksi sel lines ikan, kadal air,
kodok, dan nyamuk. Metode alternatif lainnya adalah transfer gen dengan bantuan sel. Teknik
ini merupakan pengembangan dari metode mikroinjeksi, dengan pertimbangan bahwa untuk
menghasilkan ikan transgenik membutuhkan banyak waktu, biaya, fasilitas, dan tenaga. Teknik
ini telah berhasil diaplikasikan pada ikan rainbow trout dengan menggunakan sel bakal gonad
yang membawa Green Fluorescent Protein (GFP). Namun demikian teknik ini masih
memerlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat diaplikasikan pada spesies ikan lainnya
(Alimuddin et al., 2003).
Transgenesis sangat bermanfaat dalam berbagai macam studi tentang biologi (Meng et
al., 1999). Misalnya studi mengenai fungsi dan pola ekspresi dari gen serta untuk memproduksi
produk komersial yang diinginkan (Kinoshita & Ozato, 1995). Di bidang perikanan budidaya,
transfer DNA eksogenous umumnya ditujukan untuk memproduksi galur transgenik yang
mempunyai nilai komersial yang lebih tinggi (GarciaPozo et al., 1998). Perkembangan teknologi
transgenik ikan di dunia meningkat dengan cepat. Keuntungan ekonomi yang potensial dari
teknologi transgenik ikan ini tidak diragukan lagi. Ikan transgenik bisa juga digunakan sebagai
bioreaktor untuk memproduksi bahan-bahan yang bersifat komersial maupun yang bermanfaat
bagi kesehatan (Collas et al., 2000).
Teknik transfer gen banyak dikembangkan untuk mengintroduksi molekul DNA ke dalam
embrio. Mikroinjeksi merupakan teknik transfer gen yang umum digunakan pada kegiatan
transgenesis (Takagi et al., 1994; Alimuddin et al., 2003; Kato et al., 2007). Meskipun demikian,
elektroporasi, mediasi lewat sperma, dan transfeksi juga memperlihatkan efektivitasnya tinggi
dalam transfer DNA ke genom ikan (Khoo, 2000).

MANFAAT
Tujuan dari teknik transgenetik pada ikan ini adalah untuk Tujuan dari transgenik ini
adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan produksi. Meskipun teknologi
transgenik ini memungkinkan untuk diaplikasikan dalam bidang akuakultur (budidaya
perikanan), namun masih perlu dilakukan penelaahan khusus untuk mengetahui teknologi
tersebut. Kemungkinan karakteristik yang dapat dikembangkan atau diciptakan melalui teknologi
ini antara lain:
- Tumbuh lebih cepat
- Tahan terhadap penyakit
- Memiliki komposisi nutrisi yang lebih baik
- Memiliki rasa dan kualitas yang lebih baik
- Memiliki bentuk tubuh dan warna yang unik dan indah (khusus ikan hias)
Dari hal tersebut, secara umum produk hasil transgenik memiliki keunggulan
dibandingkan dengan produk aslinya. Namun demikian kewaspadaan terhadap produk hasil
rekayasa genetika perlu dilakukan. Hal ini didasarkan pada kemungkinan terpindahnya sifat jelek
asal rDNA kepada produk rekayasa genetika. Pembawa sifat jelek yang mungkin terpindahkan
tersebut antara lain: allergen, toksin, senyawa baru, perubahan nutrisi, dan sifat resisten terhadap
antibiotika (FDA, 1992 dalam Irianto, 2001).

METODE PENERAPAN
Konsep Transgenik Pada Ikan :
Setiap spesies ikan mempunyai kemampuan tumbuh yang berbeda – beda. Perbedaan
pertumbuhan ini dapat tercermin, baik dalam laju pertumbuhannya maupun potensi tumbuh dari
ikan tersebut. Perbedaan kemampuan tumbuh ikan pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan
faktor genetik (gen). Ikan mempunyai gen khusus yang dapat menghasilkan otransgenikan atau
sel otransgenikan tertentu dan gen umum yang memberikan turunan kepada jenisnya. Baik gen
khusus maupun gen umum dari setiap ikan terdiri dari bahan kimia yaitu DNA deoxyribonucleic
acid) dan RNA (ribonucleic acid). Ekspresi dari gen – gen tersebut dan sel yang terbentuk
menjadi satu paket yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan.
Karakteristik genetik tertentu yang dimiliki oleh seekor ikan biasanya menyatu dengan
sejumlah sifat bawaan yang mempengaruhi pertumbuhan seperti kemampuan ikan menemukan
dan memanfaatkan pakan yang tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan dapat beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan yang luas. Semua hal tersebut akhirnya tercermin pada laju
pertumbuhan ikan.

Untuk mencapai hal tersebut, perlu dilakukan usaha – usaha yang mampu menghasilkan
benih ikan unggul seperti tersebut diatas salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan
rekayasa genetik melalui penerapan teknologi transgenik pada ikan. Transgenik atau teknologi
DNA rekombinan (rDNA) merupakan rekayasa genetik yang memungkinkan kombinasi ulang
(rekombinasi) atau penggabungan ulang gen dari sumber yang berbeda secara in vitro. Tujuan
dari transgenik ini adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan produksi.
Meskipun teknologi transgenik ini memungkinkan untuk diaplikasikan dalam bidang akuakultur
(budidaya perikanan), namun masih perlu dilakukan penelaahan khusus untuk mengetahui
teknologi tersebut.

Kelebihan Teknologi Ikan Transgenik:


Hasil penelitian transgenik pada ikan telah memberikan dampak yang positif pada
pertumbuhan ikan dan terbukti bahwa gen luar yang ditransfer telah mampu berintregrasi dengan
genomnya, hal ini dapat dilihat dari hasil pertumbuhan keturunannya yang cukup meyakinkan
yaitu sekitar 4 – 6 kali lipat pada ikan salmon.
Sedangkan hasil analisis berat badan ikan non transgenik dan transgenik pada ikan
tilapia menunjukkan bahwa keturunan F2 (keturunan F2 adalah perkawinan antara jantan F1
dengan betina alam), ikan transgenik menghasilkan berat berkisar antara 60 – 90 gram/individu
pada umur 5, 6, dan 7 bulan, sedang pada ikan non transgenik menghasikan berat berkisar
antara 20 – 30 gram/individu, dari hasil tersebut menunjukkan bahwa pada keturunan ke 2 (F2)
sifat tumbuhnya masih dapat diturunkan, dan pertumbuhannnya sekitar 3 kali lipat dibandingkan
dengan ikan kontrol.

Adapun FCR (food conversi ratio) atau perbandingan antara pakan yang diberikan
dengan daging yang dibentuk pada ikan transgenik mencapai 0,76 sedangkan nontransgenik
sebesar 1,02 ini berarti bahwa ikan transgenik untuk menghasilkan satu kilogram daging hanya
memerlukan pakan sebanyak 0,76 kg, sedangkan pada ikan biasa untuk menghasilkan
daging satu kilogram memerlukan 1,02 kg pakan, dengan demikian menunjukkan bahwa
didalam pemanfaatan pakan ikan trangenik lebih efisien dibandingkan dengan ikan
nontransgenik.

Kekurangan Teknologi Ikan Transgenik :


Selain kelebihan yang dimiliki, ikan transgenik juga memiliki beberapa kelemahan. Pada
kondisi akuarium, ikan transgenik yang cepat – tumbuh tersebut 30% lebih cenderung mati
sebelum mencapai kedewasaan seksual. Ikan transgenik yang diperkenalkan kedalam
populasi ikan yang hidup liar menunjukkan hasil mengkhawatirkan. Jika ikan transgenik lepas
ke alam liar, mereka dapat menyebabkan pencemaran spesies – spesies air lainnya. Membiarkan
ikan transgenik di keramba laut dapat meningkatkan jumlah spesies yang terancam punah dengan
signifikan
Terdapat skenario lain yang menandai resiko – resiko global yang berhubungan dengan
lepasnya ikan transgenik ke dalam lingkungan. Meningkatkan tingkat pertumbuhan ikan dan
meningkatkan kebutuhan – kebutuhan pakan harian mereka. Penelitian – penelitian terbaru telah
menunjukkan bahwa ikan transgenik lebih agresif dan memakan lebih banyak makanan. Mereka
juga tidak berenang sebaik ikan liar, sehingga mereka dapat dapat berkumpul di suatu area dan
memonopoli persediaan makanan dan sumber daya lain. Hal ini dapat mempunyai efek
menghancurkan lingkungan alami, khususnya karena sebagian besar ikan yang direkayasa saat
ini – misalnya salmon, trout, carp dan tilapia – adalah pemangsa/predator.

Teknik Transfer Gen.


- Mikroinjeksi
Teknik mikroinjeksi yang dikembangkan dari teknik produksi tikus transgenik merupakan
teknik yang umum digunakan dalam introduksi gen pada ikan. Gen yang akan diintroduksi
disuntikan ke sel mengunakan gelas pipet yang sangat kecil (diameter ujung jarum sekitar 0,05–
0,15 mm). Pekerjaan ini dilakukan di bawah mikroskop dengan bantuan sebuah
mikromanipulator pengatur gerak jarum suntik dan volume larutan DNA yang akan disuntikkan.
Namun demikian, terdapat dua masalah dalam pengaplikasian teknik ini pada ikan (Yoshizaki
1998). Masalah pertama adalah inti telur ikan yang telah dibuahi relatif sulit diidentifikasi
dimikroskop karena ukurannya kecil dan volume sitoplasma besar (Hacket 1993). Korion telur
sangat keras dan sulit ditembus oleh mikropipet merupakan masalah kedua yang dihadapi pada
kan. Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, beberapa cara telah dikembangkan untuk
beberapa spesies berbeda. Beberapa peneliti menyuntikan gen ke inti telur medaka yang belum
matang. Telur yang belum matang tersebut diinkubasi secara in vitro. Pada fase ini inti telur
(disebut sebagai germinal vesicle) sudah kelihatan dan akan matang secara spontan dengan cara
in vitro. Sebagai tambahan, telur medaka sangat keras setelah dibuahi sehingga penyuntikan pada
saat tersebut dengan korion yang lembut akan lebih mudah. Akan tetapi, induksi pematangan
telur secara in vitro memerlukan prosedur yang rumit dan membutuhkan waktu relatif lama pada
spesies tertentu. Oleh karena itu, kelompok peneliti lain membuat ikan transgenik dengan cara
menyuntikkan gen dengan jumlah copy yang banyak ke sitiplansma telur yang telah dibuahi
sebagai alternatif penyuntikan ke inti telur. Beberapa metode telah dilaporkan untuk mengatasi
kesulitan di atas untuk menembus korion yang keras. Korion telur ikan rainbow trout yang keras
setelah dibuahi ditusuk dengan jarum metal dan gen disuntikkan melalui lubang yang terbentuk
dengan menggunakan gelas mikropipet (Chourrout et al. 1986). Pada ikan cyprinids, korion
dibuang dengan bantuan proteinase dan selanjutnya telur tersebut dapat disuntik dengan mudah
(Ueno et al. 1994). Cara lainnya adalah gen disuntikkan melalui mikrofil (Brem et al. 1988).
- Elektroforesis
Metode lain yang juga popular digunakan dalam pembuatan ikan transgenik adalah
elektroforesis. Prinsip metode ini adalah membuat reparable-holes pada membran sel dengan
bantuan aliran listrik yang bergetar (electric pulse). Sel disuspensikan dalam larutan DNA, dan
larutan ini dapat masuk ke sel melalui lubang yang telah terbentuk. Pada awalnya, metoda ini
dikembangkan untuk kultur sel; namun demikian teknik ini dapat juga diaplikasikan untuk telur
dan sperma ikan. Teknik eletroforesis telah digunakan dalam beberapa spesies ekonomis penting
seperti channel catfish, carp (Powers et al. 1992), dan salmon (Sin et al. 1993; Symonds et al.
1994). Powers et al. (1992) memproduksi ikan transgenic channel catfish dan carp dengan
melakukan elektroforesis menggunakan telur yang telah dibuahi. Dalam beberapa kasus, tingkat
kelangsungan hidup dan transformasi yang diperoleh dengan elektroforesis tidak setinggi dengan
level yang diperoleh dengan teknik mikroinjeksi. Barubaru ini, laboratorium kami telah
mengembangkan teknik elektroforesis ini untuk memperoleh hasil yang lebih baik dengan
menggunakan sperma yang telah direhidrasi (Kang et al. 1999).
- Metode Alternatif
Kedua metode transfer gen yang dipaparkan di atas telah digunakan secara rutin pada ikan.
Akan tetapi akan menghadapi masalah bila menggunakan ikan yang perkembangan embrionya
terjadi di dalam tubuh induknya seperti pada gapi, platy dan swordtail. Juga, umumnya spesies
krustasea yang penting untuk akuakultur seperti udang dan lobster tidak melepaskan telurnya
yang baru terbuahi. Akibatnya, transfer gen tidak bisa dilakukan dengan cara mikroinjeksi atau
elektroforesis. Alternatif metode transfer gen untuk spesies seperti itu telah dikembangakan oleh
Burns et al. (1993) dengan menggunakan bantuan sebuah vektor yang dikenal sebagai
replication-defective pantropic retroviral. Vektor ini telah menunjukkan hasil yang efektif dalam
menginfeksi sel lines ikan, kadal air, kodok (Xenopus) dan nyamuk (Burns et al. 1993, 1994;
Matsubara et al. 1996), dan telur ikan yang baru dibuahi seperti medaka, zebra dan kerang,
Mulina lateralis (Burns et al. 1993; Lin et al. 1994; Lu at al. 1996, 1997), dan sukses
menghasilkan transgen.
Baru-baru ini juga Sarmasik et al. (2001) telah berhasil memproduksi ikan transgenik dengan
menyuntukan vektor tersebut ke daerah sekitar gonad ikan gapi (Poecilia lucidai) dan crayfish
(Procambarus clarkii). Lu et al. (2002) juga berhasil membuat ikan silver sea bream transgenik
dengan menyuntikkan cDNA (hormone pertumbuhan ikan rainbow trout dengan promoter ikan
mas -actin) yang dicampurkan dengan liposom ke gonad ikan, dan cara ini disebut sebagai
“testis-mediated gene transfer”. Hasil yang diperoleh dengan cara ini relatif sama dengan hasil
yang diperoleh dengan cara elektroforesis (Lu et al. 2002). Metode alternatif lainnya adalah
transfer gen dengan bantuan sel, atau dikenal dengan “cell mediated gene transfer”. Teknik ini
merupakan pengembangan dari metode mikroinjeksi, dengan pertimbangan bahwa untuk
menghasilkan ikan transgenik membutuhkan banyak waktu, biaya, fasilitas dan tenaga. Dengan
mengisolasi sel yang membawa gen yang mengkodekan protein aktif, sel tersebut dapat disimpan
dalam jangka waktu yang cukup lama, dan pada saat dibutuhkan dapat ditransplantasikan ke ikan
resipien. Teknik ini telah berhasil diaplikasikan ke ikan rainbow trout dengan menggunakan sel
bakal gonad (PGC, primordial germ cell) yang membawa gen GFP (green fluorescent protein).
Gen yang ditransfer akan direplikasi tanpa mengalami integrasi ke dalam genom resipien
pada awal perkembangan embrio (review oleh Iyengar et al. 1996). Setelah mengalami beberapa
pembelahan sel, beberapa gen asing tersebut terintegrasi secara acak di genom resipien di salah
satu blastomer yang diikuti dengan pembentukan concatemer (cluster dari fragmen DNA yang
terjalin satu sama lain). Terkadang pula gen asing terintegrasi ke dalam blastomer yang berbeda
pada fase perkembangan yang berbeda (Yoshizaki et al. 1991b). Gen asing yang terintegrasi
akan stabil di sel resipien, sementara dalam bentuk ekstrakromosomal akan terdegradasi oleh
endogenous nuclease. Gen yang telah terintergrasi akan ditransmisikan ke keturunannya melalui
germ line (Hacket 1993). Bila gen terintegrasi ke dalam genom sebelum pembelahan sel
pertama, gen akan didistribusikan ke setiap sel dan 50% dari germ sel akan memiliki gen asing
tersebut setelah meiosis. Namun demikian, integrasi biasanya terjadi setelah sel membelah
beberapa kali. Oleh karena itu, akan terdapat dua macam sel, yaitu memiliki gen yang ditransfer
dan yang tidak membawa, yang dikenal dengan istilah mosaik. Keadaan mosaik ini
menyebabkan persentase keturunan yang membawa gen asing tersebut akan sangat bervariasi.
Laporan-laporan sebelumnya menunjukkan bahwa integrasi gen asing yang stabil akan
diwariskan ke anaknya mengikuti hukum Mendel (Shears et al. 1991; Tewari et al. 1992).
DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin, Yoshizaki, G., Carman, O., & Sumantadinata, K. (2003). Aplikasi transfer gen dalam
akuakultur. Jurnal Akuakultur Indonesia, 2(1), 41-50

Collas, P., Husebeye, H., & Alestrom, P. (2000). Transferring foreign genes into zebrafish eggs
by microinjection. Transgenic Animal: Generation and Use, p. 119-122.

Garcia-Pozo, S., Bejar, J., Shaw, M., & Alvarez, M.C. (1998). Effect of exogenous DNA
microinjection on early development response of the seabream Sparus aurata. Molecular
Marine Biology and Biotechnology, 7(4), 248-257.

Hacket, P.B. 1993. The molecular biology of transgenic fish, p: 207-240. In: P.W. Hochachka &
T.P. Mommsen, Molecular Biology Frontiers” (Eds.). Elsevier, New York.

Kato, K., Takagi, M., Tamaru, Y., Akiyama, S., Konishi, T., Murata, O., & Kumai, H. (2007).
Construction of an expression vector containing a ß-actin promoter region for gene transfer
by microinjection in red sea bream Pagrus major. Fisheries Science, 73, 440-445.

Kang, J.H., G. Yoshizaki, O. Homma, C.A. Strunsmann & F. Takashima. 1999. Effect of an
osmotic differentiation on the efficiency of gene transfer by electroporation of fish
spermatozoa. Aquaculture, 173: 297-307.

Khoo, H.W. (2000). Transgenesis and its applications in aquaculture. Asian Fish Sci., 8, 1-25.

Kinoshita, M., & Ozato, K. (1995). Cytoplasmic microinjention of DNA into fertilized medaka
(Oryzias latipes) eggs. The Fish Biology Journal Medaka, 7, 59-64.

Kobayashi, S.I., Alimuddin, Morita, T., Miwa, M., Lu, J., Endo, M., Takeuci, T., & Yoshikazi,
G. (2007). Transgenic nile tilapia (Oreochromis niloticus) over-expressing growth hormone
show reduced ammonia excretion. Aquaculture, 270, 427-435.

Meng, A., Jessen, J.R., & Lin, S. (1999). Transgenesis: methods in cell biology. In Detrich, H.W.
III, Westerfield, M., & Zon, L.I. (Eds.). 60, 133-148.
Powers, D.A., L. Hereford, T. Cole, TT. Chen, C.M. Lin, K. Night, K. Creech & R. Dunham.
1992. Electroporation: a method for transferring genes into the gametes of zebrafish Mol.
Mar. Biol. Biotechnol., 1: 301-308.

Sin, F.Y.T., A.L. Bartley, S.P. Walker, I.L. Sin, J.E. Synmonds, L. Hewke & C.L. Hopkins.
1993. Gene transfer in Chinook salmon (Oncorhynchus tshawytschai) by electroporating
sperm in the presence of pRSV-LacZ DNA. Aquaculture, 117: 57-69.

Yoshizaki, G., S. Kobayashi, T. Oshiro & F. Takashima. 1992. Introduction and expression of
CAT gene in rainbow trout. Nippon Suisan Gakkaishi, 58: 1659-1665.

Yoshizaki, G. 1998. Gene Transfer in Fish: Applications to Aquaculture. Symposium on


Molecular Bioengineering of Food Animals 23-24 Oct. 1998. Research for the Future
Program Genetic Engineering of Animal Protein Resources.

Yoshizaki, G. 2002. Gene transfer in salmonidae: applications to aquaculture. Suisanzoshoku, 49


(2): 137-142.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai