Anda di halaman 1dari 5

PENYISIHAN LOGAM BERAT TEMBAGA (CU2+) OLEH BAKTERI

INDIGENOUS

Anna Kristina Rosa Vernans B

Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Arsitektur Lanskap dan Teknologi Lingkungan,


Universitas Trisakti, Jakarta, Indonesia

Email korespondensi: anna08215005@std.trisakti.ac.id

ABSTRAK
Permasalahan mengenai pencemaran lingkungan seperti pencemaran logam berat dapat diselesaikan dengan
proses biologi dengan metode bioremediasi. Bioremediasi menjadi alternatif efektif untuk menyisihkan
logam berat karena ramah lingkungan, menjadi teknologi hemat biaya dan tidak menyebabkan adanya
pencemaran sekunder. Penulisan karya ilmiah ini dilakukan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang
memanfaatkan mikroba berupa bakteri indigenous baik untuk kultur tunggal maupun campuran dengan
berbagai variasi suhu, konsentrasi pencemar dan waktu kontak untuk mereduksi logam berat tembaga
khusunya ion Cu2+ yang bersifat toksik dan xenobiotik. Dengan demikian, berdasarkan hasil beberapa
penelitian sebelumnya, efesiensi pemanfaatan bakteri indigenous sebagai bioremedian untuk mereduksi
logam berat tembaga khusunya ion Cu2+ mencapai kisaran dengan rentang minimum 90% sampai dengan
maksimum 98%.

Kata Kunci: Bakteri Indigenous, Penyisihan logam berat tembaga Cu2+; Bioremediasi

PENDAHULUAN
Mengingat perkembangan industri yang semakin pesat sejak masa revolusi industri
mengakibatkan meningkatnya pula limbah yang dihasilkan (Miran, Waheed dkk., 2017)
(Sembiring Elsa Try Julita dkk., 2018). Berbagai industri yang berproduksi pada bahan
baku utama logam berat dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam
berbagai aspek. Berbagai industri yang semakin berkembang seperti industri
penambangan, produksi energi dan industri electroplating akan menghasilkan limbah yang
mengandung logam berat. Apabila limbah yang mengandung logam berat tersebut masuk
dan terakumulasi ke dalam lingkungan maka akan mengakibatkan masalah yang harus
diselesaikan karena mampu menggangu seluruh siklus hidup manusia dan mahluk hidup
lainnya di dalam suatu ekosistem (Gall dkk.,2015).
Di samping itu, pencemaran akibat logam berat mengakibatkan berbagai resiko
sekunder dan juga menggangu keseimbangan ekologis. Salah satu jenis logam berat yang
berpotensi mencemari lingkungan dan menyebabkan kematian dalam dosis yang tinggi
adalah tembaga dalam bentuk ion Cu2+. Walaupun dalam dosis rendah, tembaga dalam
bentuk ion Cu2+ menjadi salah satu mikroelemen yang sangat esensial bagi seluruh
makhluk hidup khususnya dapat menjadi substrat yang cocok bagi berbagai
mikroorganisme.Tembaga dalam bentuk ion Cu2+ bersifat xenobiotik dikarenakan bersifat
anorganik toksik dan non-biodegradable (Sembiring Elsa Try Julita dkk., 2018).
Tembaga (Cu2+) merupakan salah satu mikroelemen yang sangat esensial bagi
seluruh makhluk hidup. Keberadaan Cu2+ dengan konsentrasi tinggi justru bersifat racun
karena akan terakumulasi dalam rantai makanan atau mengalami bioakumulasi sehingga
mengganggu pertumbuhan makhluk hidup. Pada umumnya, terdapat beberapa cara
penanggulangan untuk mereduksi logam berat khususnya logam berat tembaga dalam
bentuk ion Cu2+ seperti penanggulangan secara fisika, kimia dan biologi. Namun
penanggulangan pencemaran lingkungan secara fisika, kimia seperti presipitasi kimia,
filtrasi, pertukaran ion maupun peroses elektrokimia membutuhkan biaya yang besar dan
dapat menyebabkan pencemaran sekunder (Miran, Waheed dkk., 2017). Oleh karena itu
diperlukan proses penanggulangan yang ramah lingkungan, hemat biaya dan dapat
mereduksi pencemar secara permanen.
Penanggulangan secara biologi menjadi teknologi yang menjanjikan dalam
mereduksi konsentrasi logam berat Cu2+. Salah satu penanggulangan proses biologi yang
dapat digunakan adalah pemanfaatan kultur tunggal maupun campuran bakteri dalam
proses bioremediasi. Agen-agen biologi yang digunakan untuk mereduksi logam berat
Cu2+ adalah pemanfaatan enzim yang akan dihasilkan oleh sel-sel mikroba berupa bakteri
untuk memanfaatkan logam berat Cu2+ sebagai substrat.
Keberhasilan proses bioremediasi ditentukan oleh berbagai parameter yaitu berupa
faktor fisik, kimia maupun biologi diantaranya waktu kontak antara agen biologi apakah
akan bersifat sinergis atau antagonis maupun antara agen biologi dengan logam berat Cu2+,
besarnya nilai konsentrasi logam berat Cu2+, nilai pH dan suhu (Satyapal, Ghanshyam
Kumar dkk., 2018). Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh besar pada keberhasilan
aktivitas bakteri untuk menghasilkan metabolit sekunder dan kemudian mereduksi logam
berat Cu2+. Bioremediasi dapat dilakukan dengan mengandalkan kultur tungal maupun
campuran tergantung pada tingkat toksisitas dari pencemar yang hendak direduksi.
Berdasarkan uraian tersebut, tujuan penulisan karya ilmiah ini dilakukan untuk
mempelajari dan memberikan informasi mengenai penyisihan logam berat Cu2+ dengan
memanfaatkan kultur tunggal maupun campuran bakteri pada proses bioremediasi yang
selanjutnya perlu diuji potensinya sebagai penyerap logam berat Cu2+.

TINJAUAN PUSTAKA
Logam Berat Tembaga (Cu2+) Sebagai Pencemar
Sumber pencemaran logam berat akibat kegiatan manusia dalam bidang industri akan terus
bertambah sejalan dengan meningkatnya usaha eksploitasi berbagai sumber alam dengan
kandungan logam berat di dalamnya. Logam berat secara alami terpapar di dalam tanah
dan tidak dapat terdegradasi, dapat menetap di tanah dan air tanah untuk waktu yang lama,
sehingga akan terus meningkat dari waktu ke waktu (Govindasamy dkk., 2011). Logam
berat paling berbahaya selain merkuri, arsenik, kromium, timah dan selenium adalah
logam berat tembaga (Cu2+) (Ghosh, Arpita dkk.,2013). Berbagai faktor lingkungan seperti
suhu, keberadaan oksigen, nilai keasaman (pH) maupun aktivitas biokimia akan
mempengaruhi kelarutan suatu konsentrasi logam berat (Sembiring Elsa Try Julita dkk.,
2018).

Cemaran Logam Tembaga (Cu2+)


Cemaran logam berat dosis rendah dapat memberikan efek negatif terhadap kesehatan
masyarakat dan ternak bila terakumulasi dalam tubuh dalam jangka waktu lama, sehingga
perlu ditangani dengan baik. (Hu Y dkk.,2019). Konsentrasi logam berat yang
terakumulasi secara terus menerus dan menetap dalam sedimen memiliki konsentrasi dan
tingkat toksisitas yang jauh lebih tinggi dari pada kandungan konsentrasi logam berat yang
terkandung di dalam suatu perairan (Fadhilah Refnilda dkk., 2018). Polutan logam berat
tembaga (Cu2+) bersifat anorganik toksik dan non-biodegradable yang jika terakumulasi
didalam rantai makanan akan menyebabkan kematian. (Gall dkk.,2015). Pada manusia,
keracunan (Cu2+) dapat menyebabkan terjadinya hepatic cirrhosis, kerusakan pada otak
dan demyelinasi, serta terjadinya penurunan kerja ginjal.
Bioremediator Logam Tembaga (Cu2+)
Banyak penelitian telah membuktikan kemampuan agen biologis seperti tumbuhan dan
mikroorganisme berupa biomasa jamur, alga dan bakteri sebagai bioremediator pereduksi
logam berat, sehingga sering disebut sebagai mikroorganisme efektif. Bakteri yang mampu
mereduksi logam berat tembaga (Cu2+) sampai dengan 90% adalah Kocuria flava.
Govindasamy C, (2011) melaporkan beberapa bakteri yang mampu mengikat logam berat
yaitu Thiobacillus ferrooxidans, Bacillus cereus, Oogloea sp., Citrobacter sp. Sedangkan
Miran,Waheed dkk (2017) menggunakan bakteri Microccocus, Corynebacterium,
Phenylobacterium, Enhydrobacter, Flavobacterium untuk meremediasi tanah tercemar
logam berat.
Persentase penyisihan logam berat Cu2+ dengan penggunaan bakteri dapat
mencapai 90% (Ghosh, Arpitra dkk.,2013). Dalam penelitian lainnya menyebutkan bahwa
pemanfaatan sel di dalam suatu mikroba khususnya bakteri dapat mereduksi logam berat
Cu2+ sampai dengan 98%. (Miran, Waheed dkk., 2017). Sehingga bakteri dapat menjadi
bioremediator yang paling efektif untuk mereduksi pencemar logam berat Cu2+ dengan
persentase penyisihan maksimal mencapai 98%.

Tabel 1. 1 Hasil Penelitian Terdahulu


Judul Paper, tahun Penulis Hasil Penelitian
 Dalam lokasi tailing, konsentrasi Zn dan Pb
Multivariate statistical Acosta, J. A., Faz, ditemukan tinggi dibandingkan dengan logam lain.
and GIS-based approach A., Martínez-  Cd dan Zn lebih mobile dari pada Cu di daerah yang
to evaluate heavy metals Martínez, S., terkena Pb /Zn dari suatu tumpahan tambang.
behavior in mine sites Zornoza, R., Korelasi negatif dengan Cu larut karena
for future reclamation, Carmona, D. M., & pembentukan asosiasi yang kuat dari Cu di dalam
2011 Kabas, S. kondisi yang kompleks organic dan menyebabkan
penurunan konsentrasi bentuk larut.
Optimization of copper  Persentase penyisihan logam berat Cu2+ dengan
Ghosh, Arpitra
bioremediation by penggunaan bakteri dapat mencapai 90%. Hal ini
dkk.,2013
Stenotrophomonas harus memperhatikan parameter pendukung seperti
maltophilia PD2, 2013 pH, konsentrasi pencemar dan waktu kontak.
 CuO NP (nanopartikel) pada konsentrasi tinggi
(>50mg/L) menghambat kedua kegiatan anabolik
dan katabolik, dalam hal proliferasi sel menurunkan
dan tingkat reduksi sulfat.
 Di bawah tinggi paparan CuO NP (nanopartikel)
Physiological and (>50mg/L), beberapa ekspresi gen yang terkait
transcriptomic analyses dengan kemotaksis, motilitas, besi homeostasis, dan
Chen Z, Gao S, Jin
reveal CuO nanoparticle produksi energi dan konversi.
M, Sun S, Lu J,
inhibition of anabolic  Paparan 250mg /L CuO NP terhambat pembelahan
Yang P, Bonda P L,
and catabolic activities sel, seperti yang ditunjukkan oleh jumlah sel yang
Yuana Z, Guo J
of sulfate-reducing lebih rendah, tetapi tidak membunuh sel-sel. Namun,
bacterium, 2019 pada paparan dari 500mg/L fraksi sel bakteri
menurun sampai 15%.
 Paparan dari CuO NP diberikan menyiratkan bahwa
paparan dari CuO NP pada D. vulgaris menghambat
dalam proses seluler motilitas dan transportasi ion,
serta transfer elektron dan produksi energi.
 Hasil menunjukkan bahwa waktu kontak BPRS
Integration of nanoscale
Dong H, Li L, Lu berkepanjangan dengan suhu menurun. Suhu
zero-valent iron and
Y, Cheng Y, Wang optimum untuk pertumbuhan BPRS adalah 35 °C.
functional anaerobic
Y, Ning Q, Wang Namun, ketika konsentrasi Fe adalah sebesar 0 mg/L
bacteria for groundwater
B, Zhang L, Zeng diperkenalkan, sistem pengolahan BPRS dapat
remediation: A review,
G. beradaptasi yang lebih baik bahkan jika suhu di
2019
bawah 30°C
Judul Paper, tahun Penulis Hasil Penelitian
 Kisaran pH untuk pertumbuhan bakteri mengurangi
sulfat (BPRS) adalah dari 5 sampai 9, dan pH
optimal untuk pertumbuhan BPRS adalah sekitar
6,5.
 Hasil menunjukkan bahwa waktu kontak BPRS
Integration of nanoscale
Dong H, Li L, Lu berkepanjangan dengan suhu menurun. Suhu
zero-valent iron and
Y, Cheng Y, Wang optimum untuk pertumbuhan BPRS adalah 35 °C.
functional anaerobic
Y, Ning Q, Wang Namun, ketika konsentrasi Fe adalah sebesar 0 mg/L
bacteria for groundwater
B, Zhang L, Zeng diperkenalkan, sistem pengolahan BPRS dapat
remediation: A review,
G. beradaptasi yang lebih baik bahkan jika suhu di
2019
bawah 30°C
 Tingkat penghapusan dalam sistem pengolahan Zvi
+ SRB adalah 98,1% setelah reaksi 4-jam, dan
tingkat penghapusan sistem Zvi atau BPRS saja
sudah 17,4% dan 67,3% secara terpisah.
 pH 6 ditemukan optimum untuk isolat bakteri
berupa brenneri Pseudomonas MF957286 untuk
berkembang dan memulihkan Cr (VI)
 Suhu maksimum biomassa brenneri Pseudomonas
MF957286 adalah 20 sampai 30°C
 Kecepatan pengadukan 110 rpm ditemukan optimal
Interlining Cr(VI)
untuk generasi biomassa maksimum bakteri.
remediation mechanism Banerjee S, Kamila
by a novel bacterium B, Barman S, Joshi  Pertumbuhan biomassa maksimum bakteri isolat
SBECL16 teridentifikasi sebagai Pseudomonas sp.
Pseudomonas brenneri S. R, Mandal T,
ditemukan lebih media M1 dengan masa inkubasi 24
isolated from coalmine Halder G.
jam
wastewater, 2019
 Pseudomonas sp. memiliki karakterisasi
mikroskopis dari isolat bakteri disarankan untuk
menjadi Gram-negatif di alam, batang berbentuk dan
motil.
 Brenneri Pseudomonas MF957286 dapat
menyisihkan logam berat Cr (VI) mencapai 96,3%
Mixed sulfate-reducing
bacteria-enriched Miran W, Jang J,  Pemanfaatan sel di dalam suatu mikroba khususnya
microbial fuel cells for Nawaz M, Shahzad bakteri dapat mereduksi logam berat Cu2+ sampai
the treatment of A, Jeong S E, Jeon dengan 98%.
wastewater containing C O, Lee D S.
copper, 2017

PENUTUP
Pemanfaatan kultur campuran bakteri baik kultur tunggal maupun kultur campuran mampu
mereduksi logam berat tembaga (Cu2+) lebih dari 90%. Melalui hasil penelitian tersebut,
penanggulangan pencemaran lingkungan secara biologi dapat menjadi alternatif paling
efektif untuk mereduksi logam berat dengan maksimum penyisihan mencapai 98%.

DAFTAR PUSTAKA
Acosta J A, Faz A, Martínez-Martínez S, Zornoza R, Carmona D M, Kabas S.
2011. Multivariate Statistical and GIS-Based Approach to Evaluate Heavy Metals
Behavior In Mine Sites For Future Reclamation.
Journal of Geochemical Exploration.109 (1-3): 8–17.
DOI:10.1016/j.gexplo.2011.01.004
Banerjee S, Kamila B, Barman S, Joshi S. R, Mandal T, Halder G.2019. Interlining Cr (VI)
Remediation Mechanism by A Novel Bacterium Pseudomonas Brenneri Isolated
From Coalmine Wastewater.
Journal of Environmental Management. 233: 271-282.
DOI: https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2018.12.048
Chen Z, Gao S, Jin M, Sun S, Lu J, Yang P, Bonda P L, Yuana Z, Guo
J.2019. Physiological and Transcriptomic Analyses Reveal CuO Nanoparticle
Inhibition of Anabolic and Catabolic Activities of Sulfate-Reducing Bacterium.
Environment International. 125: 65–74.
DOI: https://doi.org/10.1016/j.envint.2019.01.058
Dong H, Li L, Lu Y, Cheng Y, Wang Y, Ning Q, Wang B, Zhang L, Zeng
G.2019. Integration of Nanoscale Zero-Valent Iron and Functional Anaerobic
Bacteria for Groundwater Remediation: A Review.
Environment International. 124: 265–277.
DOI: https://doi.org/10.1016/j.envint.2019.01.030
Fadhilah Refnilda, Katharina Oginawati, Nur Aisyah Yuniar Romantis. 2018. The
Pollution Profile Of Citarik, Cimande, And Cikijing Rivers In Rancaekek District,
West Java, Indonesia.
Indonesian Journal of Urban and Environmental Technology. 2 (1): 14-26.
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/urbanenvirotech.v2i1.3551
Gall J E, Boyd R S, Rajakaruna N.2015. Transfer of Heavy Metals Through Terrestrial
Food Webs: A Review.
Environmental Monitoring and Assessment, 187(4):187-201
DOI: 10.1007/s10661-015-4436-3
Ghosh Arpita, & Saha Papita Das. 2013. Optimazation Of Copper Bioremediation by
Stenotrophomonas Maltophilia PD2. University of Calcutta, Kolkata, India.
Journal of Environmental Chemical Engineering. 1(3):159-163
DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.jece.2013.04.012
Govindasamy C, Arulpriya M, Ruban P, Francisca LJ, Ilayaraja A. 2011. Concentration of
Heavy Metals In Seagrasses Tissue Of The Palk Strait, Bay Of Bengal.
Int J Environ Sci. 2:145-153.
DOI: 10.6088/ijes.00202010016
Hu Y, Zhou J, Du B, Liu H, Zhang W, Liang J, Zhanga W, You L, Zhou, J.2019. Health
Risks to Local Residents From The Exposure of Heavy Metals Around The Largest
Copper Smelter in China.
Ecotoxicology and Environmental Safety.171: 329–336.
DOI: https://doi.org/10.1016/j.ecoenv.2018.12.073
Miran W, Jang J, Nawaz M, Shahzad A, Jeong S E, Jeon C O, Lee D S. 2017. Mixed
Sulfate-Reducing Bacteria-Enriched Microbial Fuel Cells For The Treatment of
Wastewater Containing Copper.
Chemosphere. 189: 134–142.
DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.chemosphere.2017.09.048
Satyapal G K, Mishra S K, Srivastava A, Ranjan R K, Prakash K, Haque R, Kumar N.
2018. Possible Bioremediation of Arsenic Toxicity by Isolating Indigenous Bacteria
From The Middle Gangetic Plain of Bihar, India.
Biotechnology Reports.17: 117–125.
DOI: https://doi.org/10.1016/j.btre.2018.02.002
Sembiring Elsa Try Julita, Idris Maxdoni Kamil. 2018. Mathematical Model to Identify
Heavy Metal In Irrigation Channel From Cicabe Final Disposal Site.
Indonesian Journal of Urban and Environmental Technology. 2 (1): 1-13.
DOI : http://dx.doi.org/10.25105/urbanenvirotech.v2i1.3530

Anda mungkin juga menyukai