ABSTRAK
Kampung Nitiprayan merupakan salah satu area di Daerah Istimewa Yogyakarta yang secara
geografis memiliki posisi strategis, karena terletak tidak jauh dari beberapa kawasan yang berbasis
budaya, misalnya Kasongan,Kraton Yogyakarta, tidak jauh dari tempat tinggal seniman kondang,
sertadekat dengan kawasan pendidikan(Brontowiyono dan Lupiyanto, 2011). Walaupun memiliki
potensi seni budaya yang sangat baik, tetapi saat ini Kampung Nitiprayan belum memiliki sebuah
tempat berkesenian yang terpusat atau terpadu. Berbagai kegiatan kesenian masih diselenggarakan
secara spontan dan sporadis,tersebar di wilayah kampung. Diperlukan sebuah tempat yang dapat
menampung berbagai kegiatan seni budaya dalam sebuah fasilitas yang juga dapat digunakan
sebagai tempat usaha produktif serta etalase informasi warga masyarakat. Banyaknya kegiatan seni
dan budaya di Kampung Nitiprayan yang mendasari perancangan Pusat Seni dan Budaya di
kawasan tersebut, dengan tujuan memberi wadah pusat kreatifitas, tempat berkarya, dan
pertunjukan dari seniman lokal. Pemilihan penerapan konsep vernakular didasari dari konteks
lingkungan sosial, budaya dan sumber daya alam setempat yang memiliki ciri khas dan karakter
berbeda dengan kampung lain di Yogyakarta.
Naskah ilmiah ini akan membahas berbagai potensi vernakular yang menjadi ciri khas Kampung
Nitiprayan. Penggalian data dilakukan menggunakan metode pengamatan lapangan dan
wawancara. Data yang terkumpul kemudian disusun berdasar tema-tema berbasis arsitektur
vernakular. Pada akhirnya, hasil analisis ini digunakan menjadi dasar perencanaan Gedung Pusat
Seni dan Budaya di Kampung Nitiprayan. Hasil rancangan tetap mempertahankan ciri khas
Kampung Nitiprayan sebagai kampung seni yang bernuansa tradisional dan menyatu dengan alam.
Desain yang dihasilkan tetap menerapkan bentuk-bentuk dengan unsur-unsur budaya, lingkungan
termasuk iklim setempat, diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural, seperti pada tata letak ruang
dalam denah, pemilihan sistem struktur, detail-detail bagian bangunan, dan ornamen (baik
ornament pada bangunan maupun ornamen yang terdapat pada elemen lansekap).
1
Agus, et al. Studi potensi vernakular Kampung Nitiprayan bantul sebagai dasar perancangan pusat seni dan budaya
berkesenian yang terpusat atau terpadu. hunian dan lingkungan kampung, lokasi site
Berbagai kegiatan kesenian masih perencanaan serta data terkait iklim.
diselenggarakan secara spontan dan sporadis, c. Studi Literatur. Mempelajari teori-teori berupa
tersebar di wilayah kampung. Diperlukan referensi buku, hasil-hasil tulisan atau
sebuah tempat yang dapat menampung berbagai penelitian untuk mendapatkan data pendukung
kegiatan seni budaya dalam sebuah fasilitas yang berkaitan dengan permasalahan pusat seni
yang juga dapat digunakan sebagai tempat usaha budaya, konsep vernakular, data pendukung
produktif dan etalase informasi warga studi literatur, dan studi preseden. Mencari data
masyarakat. Banyaknya kegiatan seni dan literatur dilakukan secara daring, maupun dari
budaya di Kampung Nitiprayan yang mendasari literatur buku yang tersedia di perpustakaan.
perancangan Pusat Seni dan Budaya di kawasan Tahapan yang dilakukan dalam penulisan
tersebut, dengan tujuan memberi wadah pusat naskah ilmiah ini meliputi :
kreatifitas, tempat berkarya, dan pertunjukan a. Evaluasi kondisi Kampung Nitiprayan
dari seniman lokal. Pemilihanpenerapan konsep b. Analisa pendekatan konsep vernakular
vernakular didasari dari konteks lingkungan c. Melakukan tinjauan tentang Pusat Seni
sosial, budaya dan sumber daya alam setempat Budaya
yang memiliki ciri khas berbeda dengan d. Menyimpulkan konsep tapak. Mendapatkan
kampung lain di Yogyakarta. konsep dengan menganalisa zoning,
Naskah ilmiah ini akan merumuskan aksesibilitas, potensi tapak, orientasi tata
bagaimana aspek-aspek vernakularitas yang massa dan bangunan.
terdapat pada Kampung Nitiprayan dan e. Merumuskan dan menerapkan konsep
bagaimana penerapan aspek tersebut pada vernakular pada desain
desain banguna pusat seni dan budaya.
DASAR TEORI DAN KAJIAN UNSUR
METODOLOGI PEMBENTUK VERNAKULARITAS
Naskah ilmiah ini merupakan kajian riset Arsitektur vernakular sebagai hasil karya
sederhana mendasar untuk memberi tinjauan budaya sekelompok masyarakat memiliki prinsip
ilmiah terhadap proses perencanaan. Proses dan pola, yang secara tradisional diwariskan dari
penemukenalan konsep desain dibutuhkan satu generasi ke generasi selanjutnya (Wiranto,
metode perancangan sebagai tahapan 1999; Rengkung, 2011). Berdasar sejarah, istilah
penyelesaian desain.Gambar berikut memberi vernacular pertama kali digunakan oleh
penjelasan mengenai tahapan metode Rudofsky (1964) untuk menjelaskan arsitektur
perancangan yang dilakukan. lokal (pada umumnya berupa rumah tinggal)
yang ditemukan di berbagai penjuru dunia
(Mentayani, dkk, 2017).
Sumber yang lain menjelaskan vernakular
sebagai produk arsitektur yang tumbuh dan
berkembang dari arsitektur rakyat yang lahir dari
masyarakat etnik dan berjangkar pada tradisi
Gambar 1. Metode Penelitian untuk
etnik, serta dibangun oleh tukang berdasarkan
Perancangan Pusat Seni dan Budaya
pengalaman (trial and error), menggunakan
(Sumber : Analisa Penulis, 2018)
teknik dan material lokal serta merupakan
jawaban atas setting lingkungan tempat
Pengumpulan data merupakan tahap awal
bangunan tersebut berada dan selalu membuka
yang harus dilalui untuk mengenali obyek yang
untuk terjadinya transformasi (Turan, 1990 dan
akan dirancang. Beberapa tahapan pengumpulan
Rapoport, dan Papanek,1964,1966, dan 1995,
data yang dilakukan, yaitu:
dalam Makarau, 2015 dan Mentayani, dkk,
a. Wawancara. Wawancara (interview)
2017).
dilakukan terhadap pihak-pihak terkait baik itu
Mentayani, dkk, (2017) merumuskan
seniman, warga maupun instansi terkait.
bahwa arsitektur vernakular adalah sebuah
b.Pengamatan lapangan (Observasi). Survey
kesatuan antara bentukan fisik dan kandungan
lapangan untuk mendapatkan data primer
makna abstrak yang terwujud melalui teknis,
kondisi lapangan. Data yang diambil di
dilandasi budaya, dan dipengaruhi oleh
lapangan terkait kondisi fisik perumahan yang
lingkungan. Masih menurut Mentayani, dkk
ada di dalam kampung, karakter material
(2017), konsep arsitektur vernakular tersusun
2
Agus, et al. Studi potensi vernakular Kampung Nitiprayan bantul sebagai dasar perancangan pusat seni dan budaya
atas 3 (tiga) elemen, yaitu: ranah, unsur, dan No.17 tahun 2015 tentang Standar usaha gedung
aspek-aspek vernakularitas. pertunjukan seni, menjelaskan mengenai definisi
a. Ranah adalah bidang disiplin, elemen atau Pusat Seni Budaya dan berbagai aspek aktivitas
unsur yang dibatasi. Pengertian ini yang harus ditampung. Diuraikan bahwa Pusat
digunakan sebagai dasar memahami ranah Seni Budaya merupakan sebuah wadah yang
arsitektur vernakular. menghimpun kebudayaan suatu daerah,kota
b. Unsur adalah bagian terkecil dari suatu maupun dalam skala kecil di tingkat kabupaten,
benda, bagian benda, kelompokkecil (dari serta mengakomodasi berbagai kegiatan
kelompok yang lebih besar). Unsur dalam kesenian, mulai dari seni musik, seni rupa, seni
konteks arsitektur vernakular merupakan pertunjukan, seni budaya tradisional serta seni
pembahasan yang dapat memperjelas sifat kerajinan.Pusat seni juga dapat difungsikan
vernakularitas. sebagai tempat latihan,diskusi antar pelaku seni
c. Aspek-aspek vernakularitas merupakan dan budaya, pertunjukan dan pameran budaya
aspek yang menjadi elemen dasar dalam serta sumber informasi tentang seni dan budaya
mengkaji sebuah karya arsitektur vernakular. setempat.
Dalam bahasan ini dapat digarisbawahi,
bahwa untuk mengkaji sebuah karya arsitektur POTENSI VERNAKULAR
didasari 3 (tiga) aspek vernakularitas yaitu KAMPUNG NITIPRAYAN
aspek teknis, aspek budaya, dan aspek Kampung Nitiprayan terletak di Dusun
lingkungan. Dijelaskan lebih lanjut oleh Jomegatan, Desa Ngestiharjo, Kasihan, Bantul,
Mentayani dkk (2017), bahwa unsur teknis pada D.I. Yogyakarta. Kampung Nitiprayan
arsitektur vernakular adalah unsur-unsur yang merupakan salah satu area diD.I. Yogyakarta
dapat dilihat secara fisik seperti struktur, yang secara geografis memiliki posisi strategis,
konstruksi, material dan bahan serta proses karena terletak tidak jauh dari beberapa kawasan
pengerjaannya. Unsur teknis sangat yang berbasis budaya, misalnya Kasongan,
mempengaruhi penampilan fisik sebuah Kraton Yogyakarta, tidak jauh dari tempat
bangunan. tinggal seniman kondang, sertadekat dengan
Oliver (1997) dalam Mentayani dkk kawasan pendidikan (Brontowiyono dan
(2017) menguraikan, dalam arsitektur Lupiyanto, 2011).Kawasan pendidikan yang
vernakular terdapat saling pengaruh antara unsur tidak jauh dari Kampung Nitiprayan, seperti
alam/lingkungan dengan budaya SMKI, ISI, dan UMY. Kawasan berbasis
masyarakatnya.Dalam pembentukan setting industri juga dekat dengan kampung ini, yaitu
lingkungan terdapat beberapa unsur yang PT. Madukismo (pabrik gula), sentra kerajinan
mempengaruhi, yaitu: iklim, lokasi dan site, kulit Manding, dan Sentra Kerajinan Gerabah
bencana alam, sebaran populasi (kepadatan Kasongan.
penduduk dan migrasi) dan pola Berdasar hasil penelitian Brontowiyono dan
permukimannya. Lupiyanto (2011) karakteristik keseharian
masyarakat di Kampung Nitiprayan diwarnai
TINJAUAN PUSAT SENI DAN BUDAYA kehidupan khas pedesaan. Hal ini terlihat dari
Budaya terbentuk dari unsur yang sangat kuatnya ikatan sosial antar warga, terjaganya
kompleks saling menjalin. Menurut Horton & nilai keramahtamahan, gotong royong, dan
Chester (1996) dalam Prayogi & Danial (2016), persaudaraan. Upacara adat dan tradisi yang
kebudayaan merupakan kompleks perpaduan masih dilaksanakan hingga saat ini yaitu
atara pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, upacara/ritual yang dilakukan pada malam satu
hukum, adat istiadat dan semua kemampuan dna Sura kalender Jawa(Suran) dan Nyadran (atau
kebudayaan yang diyakini dan diterapkan oleh juga disebut „apem-an‟, dilakukan ketika ruwatan
seseorang seabgai anggota masyarakat. sebelum masuk Bulan Ramadhan). Kelompok
Koentjaraningrat (2009) dalam Prayogi & musik keroncong banyak diminati warga
Danial (2016) juga menjelaskan bahwa setempat. Selain itu juga terdapat kelompok
kebudayaan memiliki 3 (tiga) wujud, yaitu kesenian tradisional Gejog Lesung, Rewe-
berupa (1) ide, gagasan, nilai dan norma; (2) rewe,kelompok seni lukis dan kelompok
aktifitas atau pola tindakan manusia dalam kesenian wayang kulit. Anggota kelompok ini
bermasyarakat; (3) benda hasil karya manusia tidak hanya masyarakat kampung, tetapi juga
(bersifat konkret). dari mancanegara.
Berdasar Peraturan Menteri Pariwisata RI
3
Agus, et al. Studi potensi vernakular Kampung Nitiprayan bantul sebagai dasar perancangan pusat seni dan budaya
POTENSI PERMASALAHAN
lukisan, patung; kepadatan, polusi
rumah makan. udara juga
b. Masih memiliki mengkhawatirkan.
areal ruang terbuka b. Belum tersedia
yang tersebar, baik ruang terbuka
lahan pekarangan untuk dapat
maupun lahan digunakan bagi
pertanian dan kepentingan
bero. Lahan ini publik setempat,
dapat difungsikan baik untuk
sebagai daerah rekreasi, bermain
recharge maupun anak-anak, atau
Gambar 2. Lokasi Kampung Nitiprayan dan konservasi lainnya. Kalaupun
Sebaran umum potensinya penghijauan serta ada masih
(Sumber : Analisa Penulis, 2018) dapat dioptimalkan terkesan kurang
untuk fasilitas tertata baik dan
publik, seperti belum ada
Meskipun Kawasan Nitiprayan secara taman desa, pasar fasilitas-
geografis relatif dekat dengan perkotaan, namun rakyat, atau fasilitasnya.
masih terdapat hamparan sawah di banyak lainnya. c. Belum ada
Pengembangan karakter
lokasi. Pengembangan konsep wisata di ruang publik permukiman yang
Kampung Nitiprayan adalah untuk wisata minat berpotensi mencirikan
khusus, yaitu seni budaya (Brontowiyono dan diimplementasikan kekhasan, apalagi
Lupiyanto, 2011).Berbagai potensi dan masalah segera, karena secara seni
sebagain besar budaya. Rumah-
yang ditemukan dari hasil penelitian lahan ini adalah rumah tradisional
Brontowiyono dan Lupiyanto (2011) terkait milik kas desa. tinggal beberapa
aspek sosial, budaya, ekonomi dan aspek tata c. Memiliki potensi saja dan
ruang dan lingkungan permukiman dapat dilihat alam pedesaan kondisinya
yang masih cenderung kurang
pada tabel berikut. memungkinkan terawat dan
untuk berpotensi beralih
Tabel 1. Potensi dan Masalah Kampung Nitiprayan dipertahankan dan ke gaya modern.
POTENSI PERMASALAHAN ditingkatkan, Rumah/bangunan
Aspek a. Adat istiadat dan a. Berbagai seperti areal sawah baru juga hampir
sosial kearifan lokal organisasi dengan segala semua sudah tidak
budaya masih dijunjung masyarakat, aktivitasnya, menggunakan
dan tinggi oleh termasuk kandang arsitektural
ekonomi masyarakat kelompok seni peternakan, tradisional atau
b. Kawasan dan budaya belum perikanan, ciri khas tertentu.
Nitiprayan sudah dimanfaatkan keasrian
dikenal sebagai b. secara optimal lingkungan di
“kampoeng seni” oleh anggota beberapa titik,
oleh masyarakat masyarakat keberadaan sungai,
luas, bahkan c. Berbagai usaha dan lainnya.
wisatawan produktif, baik (Sumber: Brontowiyono dan Lupiyanto, 2011)
mancanegara sektor ekonomi
c. Banyaknya riil maupun seni Konsep arsitektur vernakular di Kampung
penduduk usia budaya masih
produktif yang bersifat
Nitiprayan dianalisa berdasar 3 (tiga) elemen,
menekuni bidang d. individual dan yaitu elemen ranah, elemen unsur, dan elemen
seni dan budaya belum terkemas aspek-aspek vernakularitas.Dalam bahasan
sistematis dalam analisis aspek vernakular di Kampung
pengelolaannya
Aspek a. Menempati areal a. Sebagian besar
Nitiprayan, menggunakan 3 (tiga) aspek
tata ruang yang cukup penduduk vernakularitas yaitu aspek teknis, aspek budaya,
dan ling- representatif menggunakan dan aspek lingkungan. Tabel berikut membahas
kungan sebagai kawasan kendaraan pribadi keragaman penerapan aspek vernakular dalam
permu- pedesaan dengan untuk mobilitas
kiman luas sekitar sehari- hari. Kampung Nitiprayan.
640,8hektar serta Implikasinya,
aset yang ada terjadi
seperti galeri- peningkatan
galeri kerajinan penggunaan
seperti galeri kendaraan, selain
4
Agus, et al. Studi potensi vernakular Kampung Nitiprayan bantul sebagai dasar perancangan pusat seni dan budaya
Walau pun termasuk dalam kawasan aglomerasi perkotaan, namunkampung ini pada
dasarnya merupakan kawasan pertanianyang telah berkembang menjadi Kawasan Perkotaan.
Lahan persawahan masih banyak dijumpai dalam kawasan. Hal ini menciptakan iklim yang
relatif sejuk sepanjang hari.
b. Sebaran populasi Sarana dan prasarana KampungNitiprayan
(kepadatan penduduk dan mempunyai kelengkapan fasilitas pendidikan
migrasi) dan pola seperti sanggar anak alam. Kelengkapan fasilitas
permukimannya pendukung pariwisata seperti joglo, homestay,
dan lainnya yang masih aktif dan masih terus
berkembang.
5
Agus, et al. Studi potensi vernakular Kampung Nitiprayan bantul sebagai dasar perancangan pusat seni dan budaya
Material yang digunakan dalam perancangan Gambar 7.Desain Siteplan Pusat Seni dan
pusat seni dan budaya berdasarkan pada material Budaya Kampung Nitiprayan
yang paling banyak digunakan pada bangunan (Sumber: Analisa penulis, 2018)
6
Agus, et al. Studi potensi vernakular Kampung Nitiprayan bantul sebagai dasar perancangan pusat seni dan budaya
DAFTAR PUSTAKA
Brontowiyono, Widodo;. Lupiyanto, Ribut. 2011.
Pengembangan Kawasan Pinggiran Kota dan
Permasalahan Lingkungan di Kampung Seni
Nitiprayan, Bantul. Jurnal Sains dan Teknologi
Lingkungan (JTSL) Vol 3, No 1 (2011). Jurusan
Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta.
Makaru, Vicky H. 2015. Tipologi Arsitektur
Tradisional Minahasa Berdasarkan
EtnikTolour dan Tonsea. Prosiding Temu
Ilmiah IPLBI 2015
Mentayani , Ira; Ikaputra; Muthia, Putri Rahima.
2017. Menggali Makna Arsitektur
Vernakular:Ranah, Unsur, dan Aspek-Aspek
Vernakularitas. Prosiding Temu Ilmiah Ikatan
Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 6 -
2017. Diselenggarakan oleh Program Studi
Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas
Malikussaleh, Lhokseumawe.
https://doi.org/10.32315/ti.6.i109
Pemerintah Desa Nitiprayan. 2015. Buku
Monografi Desa Ngestiharjo Semester II,
tahun 2015, Wonolelo, Kabupaten Bantul.
Peraturan Menteri Pariwisata RI No.17 tahun
2015 tentang Standar usaha gedung
pertunjukan seni.
Prayogi, Ryan dan Danial, Endang. 2016. Pergeseran
Nilai-Nilai Budaya pada Suku Bonai Sebagai
Civic Culture di Kecamatan Bonai
DarussalamKabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau.
Jurnal HUMANIKA Vol. 23 No. 1 (2016).