4B - Kel 3 - Askep Jiwa - Isolasi Sosial
4B - Kel 3 - Askep Jiwa - Isolasi Sosial
KONTRASEPSI SUNTIK
Disusun Oleh:
Disusun Oleh:
Dosen pembimbing:
Andikawati F, S.Kep.Ns.,M.Kep
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN JIWA ISOLASI SOSIAL” ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Keperawatan Jiwa . Selain itu, makalah ini bertujuan
untuk menambah wawasan mengenai “ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
ISOLASI SOSIAL” pada mahasiswa.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kepada dosen fasilitator saya ucapkan terima kasih karena telah memberi arahan
dan bimbingan sehingga saya bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna titik
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan saya nanti Kan demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan.......................................................................................................2
1.4 Manfaat.....................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN TEORI..............................................................................3
2.1 Definisi Isolasi Sosial (Menarik Diri).......................................................3
2.2 Proses Terjadinya Isolasi Sosial..........................................................3
2.3 Rentang Respon Sosial.............................................................................4
2.4 Penyebab Terjadi Isolasi Sosial................................................................5
2.5 Tanda dan Gejala Isolasi Sosial...........................................................6
2.6 Dampak Dari Perilaku.........................................................................7
2.7 Mekanisme Koping..............................................................................7
2.8 Penatalaksanaan...................................................................................7
2.9 Asuhan Keperawatan Teori Isolasi Sosial...........................................9
BAB 3 TINJAUAN KASUS............................................................................14
3.1 Pengkajian Kasus....................................................................................14
3.2 Analisa Data............................................................................................18
3.3 Intervensi Keperawatan..........................................................................18
3.4 Implementasi Keperawatan.....................................................................20
3.2 Analisa Proses Interaksi (API)................................................................22
BAB 4 PEMBAHASAN..................................................................................24
4.1 Ulasan Teori.............................................................................................24
iii
BAB 5 PENUTUP............................................................................................26
5.1 Kesimpulan...............................................................................................26
5.2 Saran.........................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................27
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
menjelaskan kepada keluarga tentang pengertian menarik diri, penyebab
menarik diri, tanda dan gejala menarik diri dan cara perawatan pasien menarik
diri karena peran serta keluarga dalam pemulihan dan pencegahan kambuh
kembali pasien sangat diperlukan. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik
mengambil kasus “Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Isolasi Sosial:
Menarik Diri”.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Isolasi Sosial (Menarik Diri) ?
1.2.2 Bagaimana Proses Terjadinya Isolasi Sosial ?
1.2.3 Bagaimana Rentang Respon Isolasi Sosial ?
1.2.4 Bagaimana Penyebab Isolasi Sosial ?
1.2.5 Bagaimana tanda dan gejala Isolasi Sosial ?
1.2.6 Bagaimana dampak dari perilaku Isolasi Sosial ?
1.2.7 Bagaimana Mekanisme Koping Isolasi Sosial?
1.2.8 Bagaimana Penatalaksanaan Isolasi Sosial ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami Teori Isolasi Sosial Sehingga
dapat melaksanakan dengan baik dan benar dengan pasien.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu memahami Pengertian Isolasi sosial.
2. Mahasiswa mampu memahami proses Isolasi Sosial.
3. Mahasiswa mampu memahami Rentang Isolasi sosial.
4. Mahasiswa mampu memahani penyebab, tanda dan gejala isolasi
sosial.
5. Mahasiswa mampu memahami dampak perilaku dari Isolasi Sosial
6. Mahasiswa mampu memahami mekanisme koping dan
penatalaksanaan Isolasi Sosial.
1.4 Manfaat
Menambah wawasan dan pengetahuan kepada mahasiswa tentang
cara merawat pasien gangguan jiwa dengan Isolasi Sosial (menarik diri).
2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
3
Pasien dengan masalah isolasi sosial, seringkali mengalami
kegagalan yang berulang dalam mencapai keinginan/harapan, hal ini
mengakibatkan terganggunya konsep diri, yang pada akhirnya akan
berdampak dalam membina hubungan dengan orang lain.
3) Faktor Sosial Budaya
Faktor predisposisi sosial budaya pada pasiendengan isolasi sosial,
sesring kali diakibatkan karena pasien berasal dari golongan sosial
ekonomi rendah hal ini mengakibatkan ketidakmampuan pasiendalam
memenuhi kebutuhan. Kondisi tersebut memicu timbulnya stres yang
terus menerus, sehingga fokus pasienhanya pada pemenuhan
kebutuhannya dan mengabaikan hubungan sosialisasi dengan
lingkungan sekitarnya.
b. Faktor Presipitasi
Ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau
kelainan struktur otak.Faktor lainnya pengalaman abuse dalam keluarga.
Penerapan aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering
tidak sesuai dengan pasien dan konflik antar masyarakat.Selain itu Pada
pasien yang mengalami isolasi sosial, dapat ditemukan adanya
pengalaman negatif pasienyang tidak menyenangkan terhadap gambaran
dirinya, ketidakjelasan atau berlebihnya peran yang dimiliki serta
mengalami krisis identitas.Pengalaman kegagalan yang berulang dalam
mencapai harapan atau cita-cita, serta kurangnya penghargaan baik dari
diri sendiri maupun lingkungan. Faktor-faktor diatas, menyebabkan
gangguan dalam berinteraksi sosial dengan orang lain, yang pada akhirnya
menjadi masalah isolasi sosial.
2. 3 Rentang Respon Isolasi Sosial
4
Penjelasan Rentang Respon Isolasi Sosial
Menyendiri : Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya
dan suatu cara untuk mengevaluasi diri untuk menentukan langkah
selanjutnya. Solitude umumnya dilakukan setelah melakukan
kegiatan.
Otonomi : Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
Bekerja sama (mutualisme) : Suatu kondisi dalam hubungan
interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling
memberi dan menerima.Saling tergantung (interdependen):
Merupakan kondisi saling tergantung antara individu dengan yang
lainnya dalam membina hubungan interpersonal.
Merasa sendiri : Biasanya disebut juga kesepian Dimanifestasikan
dengan merasa tidak tahan dan untuk satu alasan atau yang lain
menganggap bahwa dirinya sendirian dalam menghadapi masalah,
cenderung pemalu, sering merasa tidak PD dan minder, atau
merasa kurang bisa bergaul.
Menarik Diri : Merupakan suatu keadaan dimana seseorang
menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka
dengan orang lain
Tergantung (dependen) :Terjadi bila seseorang gagal dalam
mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk
berfungsi secara sukses. Gambaran utama dari gangguan ini adalah
kesulitan dengan "perpisahan", dimana gangguan ini berisiko
5
menjadi gangguan depresi dan gangguan cemas sehingga
berkecenderungan berpikiran untuk bunuh diri.
Manipulasi : Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat
pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu
tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
2.4 Penyebab Terjadi Isolasi Sosial
Berbagai faktor yang menyebabkan isolasi sosial antara lain
sebagai berikut (Suliswati, Payapo, Maruhawa et.al, 2005):
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah aspek biologis, psikologis, genetik,
sosial dan biokimia. Penyebab isolasi sosial berdasarkan faktor
predisposisi antara lain sebagai berikut:
1. Faktor perkembangan. Dalam pencapaian tugas perkembangan
dapat mempengaruhi respon sosial maladaptif pada setiap individu.
2. Faktor biologis. Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial
maladaptif, keterlibatan neurotransmitter dalam perkembangan
gangguan ini.
3. Faktor sosiokultural. Norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat
yang kurang produktif, seperti lanjut usia, orang cacat, dan
penderita penyakit kronis dapat menyebabkan terjadinya isolasi
sosial.
4. Faktor keluarga. Komunikasi dalam keluarga dapat mengantar
seseorang dalam gangguan berhubungan, bila keluarga hanya
menginformasikan hal-hal yang negatif akan mendorong anak
mengembangkan harga diri rendah.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi adalah faktor pencetus terjadinya suatu masalah.
Penyebab isolasi sosial berdasarkan faktor presipitasi antara lain sebagai
berikut:
1. Stres sosiokultural. Stres dapat ditimbulkan oleh karena
menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang
berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2. Stressor psikologis. Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya.
2.5 Tanda dan gejala Isolasi Sosial
6
Tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai dari ungkapan pasienyang
menunjukkan penilaian negatif tentang hubungan sosial dan didukung dengan
data hasil observasi.
a. Data subjektif:
Pasien mengungkapkan tentang
1) Perasaan sepi
2) Perasaan tidak aman
3) Perasan bosan dan waktu terasa lambat
4) Ketidakmampun berkonsentrasi
5) Perasaan ditolak
b. Data Objektif:
1) Banyak diam
2) Tidak mau bicara
3) Menyendiri
4) Tidak mau berinteraksi
5) Tampak sedih
6) Ekspresi datar dan dangkal
7) Kontak mata kurang
7
kepribadian ambang spliting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang
lain, merendahkan orang lain dan identifikasi proyektif.
Menurut Gall W. Stuart (2006), sumber koping yaang berhubungan
dengan respon sosial maladaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga
yang luasan teman, hubungan dengan hewan peliharaan dan penggunaan
kreatifitas untuk mengekspresikan stress interpersonal misalnya kesenian, musik
atau tulisan.
2.8 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Menurut Dermawan, 2013 penatalaksanaan klien yang mengalami
isolasi sosial adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain yaitu
1) Terapi Farmakologi
a) Clorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai
norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi
-fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku
yang aneh atau, tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan
sehari -hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan
kegiatan rutin.
Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/
parasimpatik,mulut kering, kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung
tersumbat,mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung),gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia,
sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin,
metabolik, hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian
jangka panjang.
b) Haloperidol (HLP)
Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam
fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari – hari.
Efek samping : Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik
(hipotensi, antikolinergik /parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi
dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler
meninggi, gangguan irama jantung).
c) Trihexy phenidyl (THP)
Indikasi:Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis
dan idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan
fenotiazine.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik
(hypertensi, anti kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi
8
dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra oluker
meninggi, gangguan irama jantung).
2) Electro Convulsive Therapy
Electro Convulsive Therapi (ECT) atau yang lebih dikenal dengan
eletroshock adalah suatu terapi psiatri yang menggunakan energi shock
listrik dalam pengobatannya. Biasanya ECT ditunjukan untuk terapi pasien
gangguan jiwa yang tidak berespon pada obat psikiatri pada dosis
terapinya. Diperkirakan hampir 1 juta orang di dunia mendapat terapi ECT
setiap tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu. ECT bertujuan
untuk memberikan efek kejang klonik yang dapat memberikan efek terapi
selama 15 menit.
b. Penatalakasanaan Keperawatan
1) Terapi individu dan keluarga
Penatalaksanaan isolasi sosial dapat dilakukan dengan strategi
pelaksanaan tindakan keperawatan (SPTK) pada pasien yang lebih dikenal
dengan strategi pelaksanaan (SP) yang terdiri dari beberapa strategi
pelaksanaan diantaranya strategi pelaksaan pasien mengajarkan dengan
berinteraksi secara bertahap dan keluarga yang terdiri dari masing-masing
empat strategi pelaksaan (Badar, 2016)
2) Terapi aktivitas kelompok
Menurut Stuart dan Laraia kegiatan kelompok merupakan tindakan
keperawatan pada kelompok dan terapi kelompok. Terapi aktivitas
kelompok (TAK), terdiri dari 4 macam yaitu TAK stimulasi persepsi,
TAK stimulasi sensori, TAK stimulasi realita, dan TAK sosialisasi. Terapi
kelompok yang cocok pada pasien isolasi sosial yaitu terapi aktivitas
kelompok sosial (TAKS) karena klien mengalami gangguan hubungan
sosial (Badar , 2016).
Terapi aktivitas kelompok sosialisasi yang dapat dilakukan pada
pasien dengan isolasi sosial adalah :
a) Sesi 1 :kemampuan mengenalkan diri
b) Sesi 2 :kemampuan berkenalan
c) Sesi 3 :kemampuan bercakap-cakap dengan anggota kelompok
d) Sesi 4 :kemampuan menyampaikan topic pembicaraan tertentu
e) Sesi 5 :kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
f) Sesi 6 : kemampuan bekerjasama dalam sosialisasi
2.6 Asuhan Keperawatan Teori Isolasi Sosial
9
Asuhan Keperawatan di mulai dari, Pengkajian, Diagnosa Keperawatan,
Perencanaan, Implementasi, Evaluasi (Stuart, 2013).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan
yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien,
agar dapat mengidentifikasi, mengenai masalah- masalah kebutuhan
kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan
(Direja,2011)
Adapun yang harus dikaji pada pasien isolasi sosial, menurut
Kusumawati
dan Hartono (2010:) meliputi:
1) Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan
alamat
2) Keluhan Utama
Gejala yang menjadi alasan masuk klien di bawah kerumah sakit
jiwa
3) Faktor Predisposisi
Sangat erat kaitannya dengan faktor etiologi yakni keturunan,
endokrin, metabolisme, susunan saraf pusat, dan kelemahan ego.
4) Psikososial
a. Genogram
Orang tua penderita gangguan jiwa salah satu
kemungkinannya anaknya 7-16% juga mengalami, bila
keduanya menderita anak rentan terkena 40-68%.
b. Konsep Diri
Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi yang
mengenai klien akan mempengaruhi konsep diri
c. Hubungan Sosial
Klien cenderung menarik diri dari lingkungannya, suka
melamun, dan berdiam diri di kamar, apatis, eksperesi
sedih, efek tumpul, menghindari orang lain, menyendri,
Memisahkan diri dari orang lain, komunikasih kurang tidak
ada, klien tidak tampak berinteraksi dengan orang, tidak
ada komunikasi malu, sering menunduk, menolak
berhubungan dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan
sehari-hari.
d. Spiritual
Aktivitas spiritual menurun dengan seiring kemunduran
kemauan.
e. Status Mental
10
Penampilan Diri, tampak lesu, penampilan tidak sesuai,
baju tak diganti, rambut acak-acakan, sebagai manifestasi
kemunduran kemauan. Pembicaraan, nada suara rendah,
lambat, kurang bicara, apatis. Aktivitas motorik tindakan
yang di lakukan tidak bervariatif, kecenderungan
mempertahankan pada satu posisi yang dibuatnya sendiri,
tdak melakukan kegiatan sehari-hari.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons
aktual atau potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap
masalah kesehatan/proses kehidupan. Rumusan diagnosis yaitu
Permasalahan (P) berhubungan dengan Etiologi (E) dan keduanya ada
hubungan sebab akibat secara ilmiah. Perumusan diagnosis keperawatan
jiwa mengacu pada pohon masalah yang sudah dibuat (Fitryasari, 2015).
Menurut Direja (2011), adapun diagnosa keperawatan yang muncul
pada klien Isolasi Sosial yaitu :
a) Isolasi Sosial
b) Harga Diri Rendah Kronis
c) Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
d) Koping Keluarga Tidak Efektif
e) Koping Individu Tidak Efektif.
f) Intoleran Aktivitas
g) Defisit Perawatan Diri
h) Resiko Perilaku Kekerasan
3. Intervensi
Menurut Damaiyanti (2012). Perencanaan terdiri dari tiga aspek,
yaitu tujuan umum, tujuan khusus, dan rencana tindakan keperawatan,
tujuan umum berfokus pada penyelesaian permasalahan dari diagnosis
tertentu. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi dari diagnosis
tertentu. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi dari
diagnosis. Tujuan dapat di bagi menjadi tiga aspek yaitu: kemampuan
kognitif yang diperlukan untuk menyelasaikan etiologi dari diagnosis
11
keperawatan, kemampuan psikomotor yang diperlukan agar etiologi dapat
teratasi dan kemampuan efektif yang perlu dimiliki agar klien percaya
pada kemampuan penyelesaian masa.Adapun rencana tindakan pada klien
dengan Isolasi sosial menurut Direja (2011), adalah :
SP 2
(1) Evaluasi SP sebelumnya SP 1
(2) Berikan kesempatan cara berkenalan dengan satu orang.
(3) Masukkan kedalam jadwal kegiatan harian klien
SP 3
(1) Evaluasi SP sebelumnya SP 1 dan 2
(2) Beri kesempatan pada klien cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih
(3) Masukkan kedalam jadwal kegiatan harian
SP Keluarga
Tujuan dan Kritria Hasil: Keluarga mampu merawat klien dengan
isolasi sosial di rumah Setelah ....x pertemuan, keluarga mampu
menjelaskan tentang Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada klien,
penyebab Isolasi Sosial, sikap keluarga untuk membantu pasien mengatasi
isolasi sosial, pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus obat,
tempat rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi klien
Intervensi :
SP 1
(1) Identifikasi masalah yang dihadapi dalam merawat klien.
(2) Penjelasan Isolasi Sosial.
12
(3) Cara merawat klien Isolasi Sosial.
(4) Latih (simulasi).
(5) RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat klien
SP 2
(1) Evaluasi kemampuan SP 1
(2) Latih (langsung ke klien).
(3) RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat klien.
SP 3
(1) Evaluasi kemampuan (SP 1 dan 2).
(2) Latih (langsung ke klien).
(3) RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat klien.
SP 4
(1) Evaluasi kemampuan keluarga.
(2) Evaluasi kemampuan klien.
(3) Rencana tindak lanjut keluarga Follow Up dan rujukan.
4. Implementasi
Menurut Nurjanah (2005) implementasi adalah pengolahan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan. Sebelum melakukan tindakan keperawatan yang telah
direncanakan perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana
tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya saat
ini atau here and now. Perawat yang menilai sendiri, apakah mempunyai
kamampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal yang diperlukan untuk
melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan
aman bagi klien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan
boleh dilaksanakan. Pada saat akan melakukan tindakan keperawatan,
perawat membuat kontrak dengan klien yang isinya menjelaskan apa yang
akan dikerjakan dan peran serta yang diharapkan dari klien. Dokumentasi
tindakan yang telah dilakukan berserta respon klien.
Menurut Keliat (2005) implementasi tindakan keperawatan
disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata
implementasi seringkali jauh berbeda dengan rencana. Hal itu terjadi
karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam
melaksanakan tindakan keperawatan. Yang sering dilakukan perawat
adalah menggunakan rencana tidak tertulis, yaitu apa yang dipikirkan,
dirasakan, itu yang dilaksanakan.
5. Evaluasi
13
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan yang dilakukam pada klien. Evaluasi dilakukan
terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan. Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses dan formatif yang
dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi
hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon
klien dan tujuan khusus serta umum yang telah dilakukan. (Keliat, 2005).
Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP, yaitu sebagai berikut:
S: Respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O: Respons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A: Analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data yang
kontradiksi terhadap masalah yang ada.
P: Tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respons klien Rencana tindak
lanjut dapat berupa hal sebagai berikut : Rencana dilanjutkan (jika masalah
tidak berubah), rencana dimodifikasi (jika masalah tetap, sudah
dilaksanakan semua tindakan tetapi hasil belum memuaskan), rencana
dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan
masalah yang ada (Fitryasari, 2015).
BAB 3
TINJAUAN KASUS
14
Pengkajian awal dilakukan pada tanggal 30 Maret 2021 jam 13.00 WIB
dengan menggunakan format pengkajian keperawatan jiwa.
a) Identitas Klien
Klien bernama Tn. A, laki-laki, umur 26 tahun, beragama islam,
pendidikan tidak diketahui, klien masuk rumah sakit tanggal 30 Maret
2021 dan dilakukan pengkajian pada tanggal 30 Maret 2021 pukul 14.00
WIB diruang IGD RSJ Surabaya dengan diagnosa keperawatan Isolasi
Sosial.
b) Alasan masuk
Tanggal 30 Maret klien dibawa oleh warga karena klien di temukan oleh
polisi melompat dari kapal dan klien tidak mau bicara sejak pasien dibawa
oleh polisi. (Respon perilaku : tidak ada komunikasi dengan lawan bicara,
klien menunduk, kontak mata tidak ada, respon terhadap lingkungan
apatis).
c) Faktor predisposisi
Tn. A merupakan pasien baru belum pernah sebelumnya menjalani
perawatan di rumah sakit, klien juga belum pernah melakukan pengobatan
psikiatri sebelumnya, pada pengkajian aniaya fisik, seksusl, penolakan ,
kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal klien tidak ingin
menjawab. Klien mengatakan pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan adalah orang tua klien dan adiknya meninggal karena
bunuh diri.
d) Fisik
Tanda-tanda vital: TD. 120/90 mmHg, N. 110 x/m, RR. 20 x/m, S.
37,5 C
Antropometri: TB. 160 cm, BB. 54 kg
Keluhan fisik : Tn. A tidak mengeluhkan sesuatu
e) Psikososial
A. Genogram
15
Klien menggatakan tidak ada keluarga klien yang menderita
penyakit seperti yang diderita klien saat ini. Kedua orang tua klien
telah meninggal dunia dan adik terakhirnya. Saat ini klien sering
menanyakan kabar adiknya yang kedua karena klien mengatakan
adiknya ditinggal di kapal saat klien lompat dari kapal.
B. Konsep Diri
Citra Tubuh
Klien tidak merespon saat wawancara bersama perawat.
Identitas Diri
Klien mampu menyebutkan identitas dirinya, klien
mengatakan bahwa dirinya adalah seorang laki-laki, klien
mengatakan pernah bekerja di tarakan.
Peran
Sebelum sakit klien pernah bekerja di tarakan kerja
serabutan.
Ideal Diri
Klien berharap sembuh dari penyakitnya dan bisa pulang ke
Rumah
Harga Diri
Klien hanya mengatakan khatir dengan adiknya, klien
pernah bekerja namun tidak di gaji.
Hubungan Sosial
Klien tidak mau bergaul dengan teman di kamar, selalu
menyendiri, tidak mau berkomunikasi, interaksi saat
wawancara klien kurang kooperatif terhadap perawat.
Spiritual
16
Tn. A beragama islam, menurut klien selama dirawat klien
tidak pernah beribadah.
f) Status Mental
1. Penampilan
Saat klien diantar oleh dinsos Balikpapan keadaan umum klien
mengenakan celana dan sarung tidak mengenakan baju, klien
tampak kotor,rambut acak acakan, badan klien berbau tidak sedap,
tidak mengenakan sendal.
2. Pembicaraan
Klien saat dilakukan wawancara klien hanya diam tidak merespon
pertanyaan dari perawat, membisu, tidak ada kontak mata.
3. Aktivitas motorik
Klien terlihat lesu dan tampak tidak bersemangat
4. Alam perasaan
Klien merasa sedih tidak tahu kabar dari adiknya dan keluarganya
di rumah, klien mengatakan mau mati saja kalau begini.
5. Afek
Afek klien datar, tidak ada respon perubahan wajah terhadap
stimulan yang diberikan
6. Interaksi dalam wawancara
Klien kurang kooperatif kontak mata kurang, klien tidak mau
menatap lawan bicara selalu menunduk atau memalingkan wajah.
7. Persepsi
8. Klien mengatakan selama dirawat tidak pernah mendengar
suara/bisikan ditelinga.
9. Proses pikir
Proses pikir kurang baik, saat wawancara klien dalam pembicaraan
tiba -tiba terhenti kemudian klien meanjutkan kembali. Blocking
10. Isi pikir
Klien mengatakan bahwa merasa kondisi tubuhnya baik-baik saja.
Saat menceritakan hal ini, ekspresi wajah klien datar.
11. Tingkat kesadaran
Orientasi waktu, tempat dan orang klien baik/normal.
12. Memori
Klien mampu mengingat kejadian-kejadian atau pengalaman yang
telah dialami, baik yang lama maupun yang baru saja terjadi.
13. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien kurang kooperatif saat dilakukan wawancra.
14. Kemampuan penilaian
17
Klien sulit dalam mengambil keputusan sederhana, saat diberi
pilihan oleh perawat.
15. Daya tilik diri
Klien masih menanyakan mengapa klien di bawa di tempat ini.
g) Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Makan
Makan disiapkan oleh perawat selama dirumah sakit dengan tetap
memandirikan klien seperti dalam hal makan minum sendiri dan
merapikan tempat makan setelah selesai makan. nafsu makan baik,
dengan porsi makan mampu dihabiskan lebih dari ½ porsi, BB
masuk RS 55 kg dan saat pengkajian 55 kg. Mencuci tangan
terkadang harus diingatkan.
2. BAB/BAK
BAB teratur satu sekali sehari dapat dilakukan ditoilet secara
mandiri. BAK dengan frekuensi tidak pernah dihitung dapat
dilakukan ditoilet secara mandiri.
3. Mandi
Klien harus di extra motivasi untuk menganjurkan klien mandi, dan
melakukan perawat pribadi.
4. Berpakaian/berhias
Klien Dapat berpakaian secara mandiri.
5. Istirahat/tidur
Jam tidur malam tidak menentu, bangun pagi pun tidak menentu
dan klien sering tidur siang hari.
6. Penggunaan obat
Klien minum obat disiapkan oleh perawat yang bertugas dan obat
diminum setelah makan.
7. Pemeliharaan kesehatan
Klien mendapatkan perawatan lebih lanjut untuk sementara ini
klien dirawat di RSJ Surabaya
8. Aktivitas di dalam rumah
Klien kurang kooperatif saat dilakukan wawancara.
9. Aktivitas di luar rumah
Klien mengatakan tidak tahu, menunduk tidak mau merespon.
h) Mekanisme Koping
Tn. A Saat dilakukan wawancara klien kurang kooperatif untuk menjawab
pertanyaan perawat.
i) Masalah Psikososial lingkungan
Klien tidak kooperatif hanya membisu dan kontak mata kurang.
j) Aspek Medik
Diagnosa medis : Skizofrenia
Therapi medik : - Risperidon 2x2 m
18
3.2 Analisa Data
DO :
- Bicara lambat
- Cenderung membisu
- Pasien tampak lesu
- Afek tumpul
- Kontak mata kurang sering menunduk
- Pembicaraan kadang blocking
- Pergerakan lambat
- Suara kecil
- Klien terlihat menyendiri dari komunitas
- Klien apatis terhadap lingkungan
19
dan tidak bergaul dengan
2. Dapat orang lain.
mengidentifikasi 1.4 Latih pasien untuk
masalah klien berkenalan dengan satu
menyendiri orang
1.5 Anjurkan pasien
3. Dapat kontak mata memasukkan kegiatan
dengan lawan bicara latihan berbincang-bincang
dengan orang lain kedalam
4. Dapat menyebutkan kegiatan harian.
nama klien dan
mampu berkenalan SP 2P
1.6 Evaluasi SP 1
1.7 Latih berhubungan sosial
secara bertahap dan berikan
pujian atas kemajuan
interkasi yang dilakukan
pasien
1.8 Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
SP 3P
1.9 Evaluasi Sp 1 dan 2
1.10 Latih cara berkenalan
dengan orang kedua atau
pasien yang lain dan berikan
pujian atas kemajuan
interaksi yang dilakukan
1.11 Anjurkan pasien tetap
mempraktekkan cara
berkenalan dimasukkan
dalam jadwal kegiatan.
SP1K
1.12 Diskusikan masalah
yang dirasakan keluarga
dlam merawat pasien.
1.13 jelaskan pengertian
tanda dan gejala isolasi sosial
yang dialami klien.
1.14 jelaskan cara-cara
20
merawat pasien
SP2K
1.15 Latih keluarga merawat
pasien isolasi sosial
1.16 Latih keluarga cara
merawat klien.
SP3K
1.17 Bantu keluarga
membuat jadwalaktivitas di
rumah.
1.18 jelaskan follow up klien
setelah pulang.
21
02/04/2021 berinteraksi dan mengatakan “mau
dengan orang lain pulang, kasian adek
(08.00) 2. mendiskusikan saya di kapal”.
kerugian bila pasien - Klien mengatakan
hanya mengurung “namaku bukan
diri dan tidak Aham……” suara
bergaul dengan kecil dan lambat.
orang lain. - Klien nampak
3. Melatih pasien enggan berbicara
untuk berkenalan dengan rekan
dengan satu orang sekamar.
O : - Afek datar,
pembicaraan lambat,
perasaan sedih, suara
kecil tidak terlalu
terdengar,
penampilan tidak
rapi, menyendiri.
22
teman di kamarnya
- Klien berkenalan
dengan teman satu
kamar
O : -Klien mencoba
berkenalan dengan
teman sekamar
dengan bantuan
perawat
- Klien saat
bekomunikasi
hanya menunduk
- Menyampaikan
hanya sepatah kata
saja
- Terkadang ada
kontak mata dengan
lawan bicara
- Klien terlihat lesu
seperti tidak
bergairah untuk
Berbicara
23
verbal perawat klien
P:Assalamualaikum, P: menatap Berharap ada Merasa senang Mengucapkan
selamat pagi sambil tanggapan ditegur perawat salam sebagai
tersenyum positif dari tanda awal dari
K:Waalaikumsalam, klien terjadinya
selamat pagi suster K: hubungan
memandang saling percaya
24
K: iya suster
P: besok kita P: menatap Mengakhiri Tetap di tempat Perpisahan
bertemu dan dan tersenyum interaksi duduk yang baik
berbincang-bincang berharap dapat memungkinkan
lagi yaa K: menatap melanjutkan interaksi dapat
perawat interaksi esok dilanjutkan
K: iya sambil hari
tersenyum
BAB 4
PEMBAHASAN
25
Perencanaan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum, tujuan
khusus, dan rencana tindakan keperawatan, tujuan umum berfokus pada
penyelesaian permasalahan dari diagnosis tertentu. Tujuan khusus
berfokus pada penyelesaian etiologi dari diagnosis tertentu. Tujuan khusus
berfokus pada penyelesaian etiologi dari diagnosis. Tujuan dapat di bagi
menjadi tiga aspek yaitu: kemampuan kognitif yang diperlukan untuk
menyelasaikan etiologi dari diagnosis keperawatan, kemampuan
psikomotor yang diperlukan agar etiologi dapat teratasi dan kemampuan
efektif yang perlu dimiliki agar klien percaya pada kemampuan
penyelesaian masa.Adapun rencana tindakan pada klien dengan Isolasi
sosial menurut Direja (2011), adalah Isolasi Sosial: Menarik Diri. Tujuan
& kritria Hasil klien mampu: Menyadari penyebab Isolasi Sosial,
Berkenalan dengan orang lain, Setelah...x Pertemuan, klien mampu:
Membina hubungan saling percaya, menyadari penyebab Isolasi Sosial,
keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain. Melakukan
interaksi dengan orang lain secara bertahap
26
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap negatif dan mengancam (Townsend, 1998).
Perilaku isolasi sosial menraik diri merupakan suatu gangguan hubungan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (Depkes RI, 2000).
Pengkajian pada Tn. A didapatkan data alasan masuk karena klien
melompat dari kapal dan di temukan oleh warga. Selama menginap di RSJ klien
tidak ada berbicara. Hasil pengkajian klien tidak mau bicara, kontak mata tidak
27
ada, apatis terhadap lingkungan,, afek datar. Sehingga diagnosa yang ditegakkan
adalah isolasi sosial. Hasil dari terapi inovasi dilihat dari tanda dan gejala yang
terjadi pada klien, klien dapat berkomunikasi dengan perawat, klien dapat
mempertahankan kontak mata dengan lawan bicara namun tidak terlalu lama, afek
tumpul, kebutuhan makan dan minum klien terpenuhi secara mandiri.
5.2 Saran
Diharapkan setelah secara langsung mengamati lebih dekat mengenai
gangguan jiwa yang sering muncul saran bagi rumah sakit, klien dan keluarga
serta mahasiswa sebagai berikut:
1. Bagi Rumah Sakit
Di harapkan dalam mengikuti aktivitas klien dalam berinteraksi dengan
lingkungan sekitar sehingga mampu berinteraksi dengan orang lain
2. Bagi Klien dan Keluarga
Di harapkan adanya kontribusi dalam mengupayakan melibatkan keluarga
dari pelaksanaan Asuhan Keperawatan.
3. Bagi mahasiswa
Diharapkan kepada mahasiswa khususnya yang mengambil peminatan
departemen jiwa agar lebih mempersiapkan diri serta menguasai teori dan
pada saat melakukan komunikasi terapeutik.
DAFTAR PUSTAKA
Muhith, A. (2015). Dalam Pendidikan Keperawatan jiwa (teori dan aplikasi (hal.
286-305). Yogyakarta: Andi.
Ns. Nurhalimah, S. M. (2016). Dalam keperawatan jiwa (hal. 119). jakarta:
kemkes.
Riadi, M. (2013, agustus 29). kajianpustaka.com. Diambil kembali dari Isolasi
Sosial: https://www.kajianpustaka.com/2013/08/isolasi-sosial.html
28
Stuart, G. W. (2006). Dalam Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta:
EGC.
29
8
9