Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

PADA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL


Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Klinik Stase Jiwa

Disusun Oleh :

Nama : Wawan Agustono

NIM : 20160086

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2020
ISOLASI SOSIAL

1. PENGERTIAN
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain. (Kusumawati dan Hartono, 2010)
Isolasi sosial adalah keadaan ketika seseorang individu menglami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
laindisekitarnya (Keliat, dkk, 2010).
Isolasi social adalah suatu pengalaman menyendiri dari seseorang dan
perasaan segan terhadap orang lain sebagai suatu yang negative atau keadaan
yang mengancam (Yosef, 2011).
Jadi isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu tidak mampu
berinterkasi dengan orang lain disekitarnya.

2. RENTANG RESPON
Respon Adatif Respon Maladatif
1. Pikiran Logis 1. Pikiran kadang- 1. Gangguan pikiran
kadang
menyimpang
1. Persepsi Akurat 2. Ilusi 2. Halusinasi
2. Emosi konsisten 3. Reaksi emosional 3. Selit memproses
dengan berlebihan atau emosi
pengalaman berkurang
3. Prilaku sesuai 4. Perilaku ganjil atau 4. Ketidak teraturan
tak lazim
4. Hubungan sosial 5. Menarik diri 5. Isolasi sosial
Sumber : Stuart (2009)
3. TANDA DAN GEJALA
1. Data Subyektif
a. Mengatakan perasaan ditolak atau sepi
b. Mengungkapkan perasaan tidak dimengerti orang lain
2. Data Obyektif
a. Menyendiri dalam ruangan
b. Tidak berkomunikasi, menarik diri
c. Tidak melakukan kontak mata
d. Sedih dan afek datar
e. Asyik dengan pikiran dan dirinya sendiri
f. Kontak mata kurang/tidak mau menatap lawan bicara
g. Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka
melamun dan berdiam diri (Kusumawati dan Hartono, 2010).
4. PENYEBAB
Menurut Kusumawati dan Hartono (2010) penyeban isoalasi sosial anatar
lain:
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak,
misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti
atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic
dan daerah kortikal.
b. Sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial
merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah
dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak
produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis dan penyandang cacat
diasingkan dari lingkungan sosialnya.
2. Faktor Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh
faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yait stress yang ditimbulkan
oleh faktorsosial budaya seperti keluarga.
b. Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis yaitu stress terjadi akibat ansietas
yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi
akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak
terpenuhinya kebutuhan individu.
5. AKIBAT
Perilaku isolasi sosial klien memungkinkan klien menjadi autism dan
motisme yang disertai dengan disorientasi, konsentrasi yang rendah sehingga
berakibat pada adanya gangguan persepsisensori halusinasi. Adanya perilaku
isolasi sosial ini juga menunjukkan adanya penurunan motivasi klien dalam
berhubungan sosial atu kehilangan keinginan. Hal iniakibat penurunan kadar
neurotransmitter serotonin otak yang menyebabkan produktivitas menurun
sehingga menjadi malas beraktivitas. Klien dengan isolasisosial selain malas
berhubungan sosial juga kehilangan keinginan untuk melakukan perawatan
diri sehingga mengalami masalah deficit perawatan diri. Halini dapat
berdampak pada penykit kulit dan penurunan berat badan jika berlangsung
lama. (Videbeck, 2009)
6. PSIKOPATOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Berbagai faktor bisa menimbulkan respon sosial yang maladaptif.
Walaupun banyak penelitian telah dilakukan pada gangguan yang
mempengaruhi hubungan interpersonal, tapi belum ada suatu kesimpulan
yang spesifik tentang penyebab gangguan ini. Mungkin saja disebabkan oleh
kombinasi dari berbagai faktor. Faktor yang mungkin mempengaruhi
termasuk:
a. Faktor Perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapain tugas perkembangan yang
akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai masalah respon
sosial maladaptif. Beberapa orang percaya bahwa individu yang
mempunyai masalah ini adalah orang tidak berhasil memisahkan
dirinya dari orangtuanya. Norma keluarga mungkin tidak mendukung
hubungan keluarga dengan pihak lain diluar keluarga. Peran keluarga
seringkali tidak jelas. Orangtua pecandu alkohol dan penganiaya anak
juga dapat mempengaruhi seseorang berespon sosial maladaptif.
Organisasi anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga professional
untuk mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang hubungan
antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif
sewajarnya mengurangi menyalahkan keluarga oleh tenaga
professional.
b. Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial
maladaptif. Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya neurotransmitter
dalam perkembangan gangguan ini, namun tetap masih diperlukan
penelitian lebih lanjut.
c. Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan.
Ini akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap
orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak
produktif, seperti lansia, orang cacat dan penyakit kronik. Isolasi
dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku dan sistem nilai yang
berbeda dari kelompok budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis
terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan
gangguan ini.
2. Faktor Presipitasi : Streesor Sosial dan Psikologi
Tingkat kecemasan yang berat dapat menyebabkan menurunnya
kemampuan individu mengatasi masalah, diyakini akan menimbulkan
berbagai masalah/ancaman gangguan berhubungan tuntutan yang berpisah
dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain yang memenuhi
kebutuhan yang ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi. Stress
juga dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit kerja, berpisah dari
orang yang berarti dalam kehidupannya.
a. Faktor Pendukung : sosial budaya
Terjadi gangguan dalam membina hubungan dengan orang lain : misal
anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari orang lain.
Misalnya lansia.
Sumber : (Stuart dan Sunden, 2009).
7. DIAGNOSIS KEPERAWATAN UTAMA
Isolasi Sosial
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan isolasi soasial adalah strategi pelaksanaan isolasi sosial.
9. FOKUS INTERVENSI
1. Isolasi Sosial
a. Tujuan Umum
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi
b. Tujuan Khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
3) Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang
lain
4) Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap
5) Klien mendapatkan dukungan  keluarga dan berhubungan dengan
orang lain
6) Terapi Modalitas
7) Terapi Kolaborasi

STRATEGI PELAKSANAAN ISOLASI SOSIAL

1. Kondisi Klien
Klien dengan isolasi sosial menarik diri jarang bahkan tidak mampu melakukan
interaksi dengan orang lain. Klien sering menunjukan tanda dan gejala seperti
kurang spontan, apatis, akspresi wajah kurang berseri, afek datar, kontak mata
kurang, komunikasi verbal menurun, mengisolasi diri (menyendiri), posisi
(ceritakan kondisi klien , gambaraan pasienny seperti apa).
2. Diagnosa keperawatan
Isolasi Sosial Menarik Diri
3. Tujuan
a. Mampu membina hubungan saling percaya dengan klien
b. Klien mampu menyebutkan penyebab isolasi sosial menarik diri
c. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
d. Klien mampu berkenalan dengan orang lain.
4. Strategi pelaksanaan:
SP1 : Berdiskusi tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain dan
mengajarkan cara berkenanlan
Orientasi :

Orientasi (Perkenalan):
“Selamat pagi ”
“Perkenalkan saya Heribertus Tangul, bisa dipanggil Erik, Saya mahasiswa
keperawatan, saya yang akan membantu merawat ibu dari sekarang sampai 2
minggu kedepan.
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan S... hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga
dan teman-teman ibu S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di
ruang tamu? Mau berapa lama S...? Bagaimana kalau 15 menit”.
Kerja:
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang
jarang bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap
dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? Apakah S merasa sendirian? Siapa
saja yang S kenal di ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang
lain?”
”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada
teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah
kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau
begitu inginkah S belajar bergaul dengan orang lain ? Bagus…. Bagaimana kalau
sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan
nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S, senang
dipanggil Si. Asal saya dari klaten, hobi memasak” “Selanjutnya S menanyakan nama
orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa?
Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan
saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang
hal-hal yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi,
tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
Terminasi:
”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”
”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak
ada. Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke
pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan
hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan dengan
teman saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa.”

DAFTAR PUSTAKA
Hartono, Y.(2010).Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta:Salemba Medika.
Kelliat, dkk.(2010).Buku Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.Jakarta:EGC.
Kusumawati dan Hartono.(2010).Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta:Salemba
Medika
Stuart dan Sudden.(2009).Buku Saku Keperawatan Jiwa.Jakarta:EGC.
Videback.(2009).Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta:EGC
Yosep, I.(2011).Keperawatan Jiwa.Jakarta:Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai