Anda di halaman 1dari 3

Nama : Afifah Wahyu Dian P.

NIM : 142180215
Kelas : EA-B
BAB 8
UPAYA MEMINIMALISASI FRAUD
MELALUI TINDAKAN PENCEGAHAN

Seperti mengangani penyakit, lebih baik mencegahnya daripada “mengobati”nya. Para ahli
memperkirakan bahwa fraud yang terungkap merupakan bagian kecil dari seluruh fraud yang
terjadi. Oleh karena itu, upaya utama seharusnya adalah pada pencegahannya. Ada ungkapan
yang secara mudah ingin menjelaskan penyebab atau akar permasalahan dari fraud.
Ungkapan itu adalah: fraud by need, fraud by greed, and fraud by opportunity. Kata fraud
dalam ungkapan tersebut bisa diganti dengan corruption, financial crime, dan lain-lain.

Menghilangkan atau menekan need dan greed yang mengawali terjadinya fraud dilakukan
sejak menerima seseorang (recruitment process), meskipun kita tahu bahwa proses itu bukan
jaminan penuh. Ini terus ditanamkan melalui fraud awareness dan contoh-contoh yang
diberikan pemimpin perusahaan atau lembaga. Contoh yang diberikan atasan telah terbukti
merupakan unsur pencegah yang penting. Unsur by opportunity dalam ungkapan di atas
biasanya ditekan oleh pengendalian intern. Di samping pengendalian interal, dua konsep
penting lainnya dalam pencegahan fraud, yakni menanamkan kesadaran tentang adanya
fraud (fraud awareness) dan upaya menilai risiko terjadinya fraud (fraud risk assessment).

A. Gejala Gunung Es

Meskipun belum ada penelitian mengenai besarnya fraud (termasuk korupsi) di Indonesia,
sulit untuk menyebutkan suatu angka yang andal. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan di
luar negeri (dengan sampling) mengindikasikan bahwa fraud yang terungkap, sekalipun
secara absolut besar, namun dibandingkan dengan seluruh fraud yang sebenarnya terjadi,
relatif kecil. Inilah gejala gunung es.

Davia et al. mengelompokkan fraud dalam tiga kelompok sebagai berikut:

 Fraud yang sudah ada tuntutan hukumnya (prosecution), tanpa memperhatikan


keputusan pengadilan.
 Fraud yang ditemukan, tetapi belum ada tuntutan hukum.
 Fraud yang belum ditemukan.

Davia et al. memperkirakan bahwa dari fraud universe, Kelompok I hanyalah 20%,
sedangkan kelompok II dan III, masing-masing 40%. Kesimpulannya, Lebih banyak yang
tidak kita ketahui daripada yang kita ketahui tentang fraud. Hal yang lebih gawat lagi, fraud
ditemukan secara kebetulan.

B. Pengendalian Internal

Pengendalian intern atau internal control mengalami perkembangan dalam pemikiran dan
praktiknya. Oleh karena itu, Davia et al. Mengingatkan kita untuk meyakinkan apa yang
dimaksud dengan pengendalian intern, ketika orang menggunakannya dalam percakapan
sehari-hari. Mereka mencatat sedikitnya empat definisi pengendalian intern sebagai berikut :

 Definisi 1 (sebelum September 1992) yaitu Kondisi yang diinginkan, atau merupakan
hasil, dari berbagai proses yang dilaksanakan suatu entitas untuk mencegah (prevent)
dan menimbulkan efek jera (deter) terhadap fraud.
 Definisi 2 (sesudah September 1992), yaitu suatu proses yang dirancang untuk dan
direncanakan oleh dewan, manajemen, dan pegawai untuk memberikan kepastian
yang memadai dalam mencapai kegatan usaha yang efektif dan efisien, keandalan
keuangan, dan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan lainnya yang
relavan. (definisi COSO).
 Definisi 3 (AICPA 1988), yaitu untuk tujuan audit saldo laporan keuangan, struktur
pengendalian intern suatu entitas terdiri atas tiga unsur: lingkungan pengendalian,
sistem akuntansi, dan prosedur-prosedur pengendalian. (SAS No. 53).
 Definisi 4 (khusus untuk mencegah fraud), yaitu suatu sistem dengan proses dan
prosedur yang bertujuan khusus dirancang dan silaksanakan untuk tujuan utama,
kalau bukan satu-satunya tujuan, untuk mencegah dan menghalangi (dengan
membuat jera) terjadi fraud.
C. Fraud-Specific Internal Control

Perusahaan besar berkebutuhan yang berbeda dari yang kecil. Perusahaan go public berbeda
dari yang tertutup. Terlepas dari perbedaan antar-perusahaan, dasar-dasar utama dari desain
pengendalian intern untuk mengangani fraud banyak kesamaannya. Dasar-dasar utama inilah
yang akan dibahas.
Semua pengendalian dapat digolongkan dalam pengendalian intern aktif dan pengendalian
intern pasif. Kata kunci untuk pengendalian intern aktif adalah to prevent, mencegah. Kata
kunci untuk pengendalian pasif adalah to deter, mencegah karena konsekuensinya terlalu
besar, membuat jera.

D. Pengendalian Intern Aktif

Pengendalian yang membatasi, menghalangi, atau menutup akses si calon pelaku fraud.

Sarana-sarana yang digunakan antara lain: tanda tangan; tanda tangan kaunter
(caountersigning); password atau PIN; pemisahan tugas; pengendalian aset secara fisik;
pengendalian persediaan secara real time; pagar, gembok,tembok dan semua bangunan
pengahalang fisik; pencocokan dokumen; dan formulir yang sudah dicetak nomornya.

E. Kelemahan Pengendalian Intern Aktif


1) Kelemahan manusia merupakan musuh utama pengendalian internal aktif
2) Sangat rawan invasi (ditembus) pelaku fraud
3) Biayanya mahal
4) Banyak unsur pengendalian intern aktif yang menghambat pelayanan
F. Pengendalian Intern Pasif

Pengendalian yang tidak menampakkan adanya pengamanan, namun ada peredaman yang
membuat pelanggar atau pelaku fraud akan jera. Sarana-sarana yang digunakan:
pengendalian yang khas untuk masalah yang dihadapi (customized control); jejak audit
(audit trails); audit yang fokus (focused audits); pengintaian atas kegiatan utama (survillance
of key activities); pemindahan tugas (rotation of key personel).

G. Kesimpulan Pengendalian Intern Pasif


1) Tidak mahal
2) Tidak tergantung pada manusia, tidak people dependent
3) Tidak memengaruhi produktifitas, tidak menghambat pelayanan.
4) Tidak rawan untuk ditembus atau disusupi pelaku fraud.

Anda mungkin juga menyukai