Anda di halaman 1dari 28

WALIKOTA YOGYAKARTA

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA
NOMOR…. TAHUN….
TENTANG
PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA YOGYAKARTA,

Menimban : a. bahwa penanggulangan penyakit menular merupakan upaya


g untuk mewujudkan kesehatan masyarakat yang harus dilakukan
secara sistematis, terpadu, dan berkesinambungan;

b. bahwa di Kota Yogyakarta masih ditemukan penyakit menular


yang dapat mengancam kesehatan dan berpotensi menyebabkan
kematian serta menimbulkan dampak sosial, ekonomi maupun
penurunan produktivitas sumber daya manusia;

c. bahwa untuk mengatasi penyakit menular perlu dilakukan


penanggulangan melalui upaya pencegahan, pengendalian, dan
pemberantasan yang efektif dan efisien;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam


huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan
Daerah tentang Penanggulangan Penyakit Menular;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-daerah Kota Besar Dalam Lingkungan Propinsi Djawa
Timur, Djawa Tengah, Djawa Barat dan Dalam Daerah Istimewa
Jogjakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 859);

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit


Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3273);

4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan


Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5339);

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Negara Nomor
5063);

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 20l4 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 56791);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Wabah


Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3447);

8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/ Menkes/Per/X/2010


tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat
Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan;

9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82


Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular;

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA YOGYAKARTA
dan
WALIKOTA YOGYAKARTA

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT


MENULAR.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Kota Yogyakarta.

2. Pemerintah Daerah adalah Walikota sebagai unsur penyelenggara


Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

3. Walikota adalah Walikota Yogyakarta.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD


adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Yogyakarta.

5. Dinas adalah Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta.

6. Penyakit Menular adalah penyakit yang dapat menular ke manusia yang


disebabkan oleh agen biologi, antara lain virus, bakteri, jamur, dan
parasit.

7. Penanggulangan Penyakit Menular adalah upaya kesehatan yang


mengutamakan aspek promotif dan preventif yang ditujukan untuk
menurunkan dan menghilangkan angka kesakitan, kecacatan, dan
kematian, membatasi penularan, serta penyebaran penyakit agar tidak
meluas antardaerah maupun antarnegara serta berpotensi menimbulkan
kejadian luar biasa/wabah.

8. Wabah Penyakit Menular yang selanjutnya disebut Wabah adalah


kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang
jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada
keadaan yang lazim pada waktu dan Daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka.

9. Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB adalah timbulnya


atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang
bermakna secara epidemiologis pada suatu Daerah dalam kurun waktu
tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya
wabah.

10. Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia yang


selanjutnya disebut KKMMD adalah kejadian kesehatan masyarakat
yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular
dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran
biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan
bahaya Kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas
negara.

11. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif, paliatif, maupun rehabilitatif yang dilakukan
oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

12. Surveilan Epidemologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan


terus menerus terhadap penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi
yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit
atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan
data, pengolahan, dan penyebaran informasi epidemologi kepada
penyelenggara program kesehatan.

13. Penyelidikan epidemologi adalah kegiatan yang dilakukan untuk


mengenal sifat-sifat, penyebab, sumber, dan cara penularan serta faktor
yang dapat memengaruhi timbulnya wabah.

14. Karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan seseorang


yang terpapar penyakit menular sebagaimana ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan meskipun belum menunjukkan gejala
apapun atau sedang berada dalam masa inkubasi, dan/atau pemisahan
peti kemas, alat angkut, atau barang apapun yang diduga
terkontaminasi dari orang dan/atau barang yang mengandung penyebab
penyakit atau sumber bahan kontaminasi lain untuk mencegah
kemungkinan penyebaran ke orang dan/ atau barang di sekitarnya.

15. Isolasi adalah pemisahan orang sakit atau diduga sakit dari orang sehat
yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan atau kediaman sendiri
atas pengawasan petugas medis untuk mendapatkan pengobatan dan
perawatan.

Pasal 2

Penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular diselenggarakan


berdasarkan asas:

a. kemanusiaan;

b. keseimbangan;

c. manfaat;

d. partisipasi;

e. keadilan; dan

f. gender dan non-diskriminatif.

Pasal 3

Tujuan penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular adalah untuk:

a. mencegah dan menghentikan penyebaran penyakit;

b. menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat Penyakit


Menular;

c. mengurangi dampak sosial, budaya, dan ekonomi akibat Penyakit


Menular pada individu, keluarga, dan masyarakat; dan

d. memastikan masyarakat mendapatkan pelayanan melalui


penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular
yang efektif, efisien, dan berkesinambungan.

Pasal 4

Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi:

a. kelompok dan jenis Penyakit Menular;


b. Penanggulangan Penyakit Menular;

c. koordinasi, jejaring kerja, dan kemitraan;

d. peran serta masyarakat;

e. penghargaan;

f. pemantauan dan evaluasi;

g. pembinaan dan pengawasan; dan

h. larangan.

BAB II

KELOMPOK DAN JENIS PENYAKIT MENULAR

Pasal 5

(1) Berdasarkan cara penularannya, Penyakit Menular dikelompokkan


menjadi:

a. penyakit menular yang ditularkan secara langsung;

b. penyakit menular yang ditularkan secara tidak langsung melalui udara,


makanan, air, tular vektor, dan binatang pembawa penyakit; dan

c. penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah.

(2) Jenis penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b,
ditetapkan melalui Peraturan Walikota.

(3) Jenis penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan
oleh Walikota dengan mengacu pada ketentuan peraturan
perundangundangan.

BAB III

PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 6

(1) Pemerintah Daerah dan masyarakat bertanggung jawab


menyelenggarakan Penanggulangan Penyakit Menular serta akibat yang
ditimbulkannya.
(2) Penanggulangan Penyakit Menular yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah sebagai wabah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

(3) Penanggulangan Penyakit di luar wabah dilaksanakan sesuai dengan


protokol pencegahan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Walikota.

Bagian Kedua

Kegiatan

Pasal 7

(1) Penanggulangan Penyakit Menular sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6


dilakukan melalui upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan.

(2) Upaya pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
memutus mata rantai penularan, perlindungan spesifik, pengendalian
faktor risiko, perbaikan gizi masyarakat dan upaya lain sesuai dengan
ancaman Penyakit Menular.

(3) Upaya pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan


untuk mengurangi atau menghilangkan faktor risiko penyakit dan/atau
gangguan kesehatan.

(4) Upaya pemberantasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan


untuk meniadakan sumber atau agen penularan, baik secara fisik,
kimiawi, dan biologi.

Pasal 8

(1) Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah
bersama dengan masyarakat melalui kegiatan: a.promosi kesehatan;

b. surveilan kesehatan;

c. pengendalian faktor risiko;

d. penemuan kasus;

e. penanganan kasus;

f. pemberian kekebalan imunisasi;


g. pemberian obat pencegahan secara massal; dan

h. kegiatan lainnya yang ditetapkan oleh Walikota.

(2) Dalam hal penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dimaksudkan untuk menghadapi potensi wabah, terhadap kelompok
masyarakat yang terjangkit Penyakit Menular dilakukan kegiatan sebagai
berikut:

a. penemuan penderita di fasilitas pelayanan kesehatan;

b. penyelidikan epidemiologi;

c. pengobatan massal;

d. pemberian kekebalan massal; dan

e. intensifikasi pengendalian faktor risiko.

Pasal 9

(1) Dalam melaksanakan tanggung jawab penyelenggaraan penanggulangan


Penyakit Menular sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pemerintah
Daerah memiliki tugas:

a. melaksanakan penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular


yang memerlukan tindakan karantina dan/atau isolasi;

b. melaksanakan sistem kewaspadaan dini untuk penyakit menular


potensial wabah, KLB, dan/ atau KKMMD; dan

c. menyediakan akses komunikasi, informasi, dan edukasi bagi


masyarakat terkait dengan adanya Penyakit Menular tertentu yang
telah ditetapkan sebagai wabah, KLB, dan/ atau KKMMD.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


Pemerintah Daerah berwenang:

a. menetapkan jenis penyakit yang berpotensi menular dan/ atau


menyebar dalam waktu yang singkat;

b. menetapkan kawasan dan kebijakan penanggulangan penyakit


menular yang memerlukan tindakan karantina dan/ atau isolasi;

c. mencabut penetapan kawasan wabah;

d. melaksanakan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


7 ayat (1);
e. memobilisasi masyarakat untuk berperilaku hidup sehat dan bersih;

f. mendorong masyarakat untuk berperan aktif dalam segala bentuk


upaya kesehatan; dan

g. melakukan koordinasi dan kerjasama dengan pemangku


kepentingan.

Pasal 10

Penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 7 dilaksanakan dengan mempertimbangkan keadaan lingkungan
dan masyarakat yang meliputi:

a. agama dan/atau keyakinan;

b. kondisi geografis;

c. adat istiadat;

d. kebiasaan; dan

e. tingkat pendidikan, sosial ekonomi, dan perkembangan masyarakat.

Bagian Ketiga

Program Penanggulangan

Pasal 11

(1) Terhadap jenis penyakit Menular sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5


ayat (1), Pemerintah Daerah dapat menetapkan program penanggulangan
sebagai prioritas daerah dengan kriteria sebagai berikut:

a. penyakit endemis lokal;

b. penyakit menular potensi wabah;

c. fatalitas yang ditimbulkan tinggi/ angka kematian tinggi;

d. memiliki dampak sosial, ekonomi, politik dan ketahanan yang luas;


dan/ atau

e. menjadi sasaran reduksi, eliminasi, dan eradikalisasi global.

(2) Program Penanggulangan Penyakit Menular sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) diselenggarakan melalui upaya kesehatan dengan mengutamakan
upaya kesehatan masyarakat.
Pasal 12

Penanggulangan jenis Penyakit Menular sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5


ayat (1) huruf a, dilakukan melalui upaya:

a. pencegahan dan pengendalian melalui pemutusan rantai penularan


penyakit infeksi dari mulai diagnosis dini, penggunaan antibiotik yang
rasional, higinitas, penggunaan alat perlindungan diri, penggunaan alat
perlindungan seksual, etika batuk/bersin, dan isolasi diri ketika sakit;

b. kontrol binatang peliharaan sampai dengan kontrol vektor;

c. edukasi kesehatan;

d. asuransi kesehatan;

e. mengatasi penyakit yang mendasari; dan

f. imunisasi.

Pasal 13

(1) Penanggulangan jenis Penyakit Menular sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 5 ayat (1) huruf b, dilaksanakan melalui pengendalian vektor dan
binatang pembawa penyakit.

(2) Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai peraturan
perundangundangan.

Pasal 14

(1) Setiap perusahaan wajib memiliki kebijakan Penanggulangan Penyakit


Menular akibat kerja dan kecelakaan kerja yang terdiri atas:

a. penyebarluasan informasi Penanggulangan Penyakit Menular akibat


kerja dan kecelakaan kerja melalui media papan pengumuman,
brosur, verbal, dan media elektronik;

b. penyediaan sistem untuk analisis dan penyelidikan kejadian Penyakit


Menular akibat kerja dan kecelakaan kerja;

c. penyediaan sarana pengendalian risiko dan alat pelindung diri bagi


pekerja;
d. penempatan petugas penanganan keadaan darurat yang telah
diberikan pelatihan khusus dan diinformasikan kepada seluruh
pekerja;

e. penyediaan sistem pelaporan untuk setiap kejadian Penyakit Menular


akibat kerja dan kecelakaan kerja; dan

f. prosedur untuk menangani masalah kecelakaan dan Penyakit


Menular akibat kerja serta kecelakaan kerja sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

(2) Setiap Sekolah di bawah koordinasi Kepala Sekolah wajib memiliki


kebijakan Penanggulangan Penyakit Menular yang terdiri atas:

a. penyebarluasan informasi Penanggulangan Penyakit Menular di


sekolah melalui media papan pengumuman, brosur, verbal, dan media
elektronik;

b. penyediaan sistem untuk analisis dan penyediaan kejadian Penyakit


Menular di lingkungan sekolah;

c. penyediaan sarana pengendalian risiko dan alat pelindung diri bagi


guru, karyawan, dan siswa di sekolah;

d. penempatan petugas penanganan keadaan darurat yang telah


diberikan pelatihan khusus dan diinformasikan kepada seluruh guru,
karyawan, dan siswa di sekolah;

e. penyediaan sistem pelaporan untuk setiap kejadian Penyakit Menular


di sekolah;

f. mendukung kegiatan bulan imunisasi di sekolah (BIAS) dan


pemberian obat massal (obat cacing); dan

g. penyediaan kantin dengan makanan yang sehat dan bergizi serta


aman/bebas dari kontaminasi agen infeksi.

Pasal 15

(1) Pelanggaran terhadap Pasal 14 ayat (1) dikenakan sanksi administratif


berupa:

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis;

c. penghentian sementara dari kegiatan;


d. pencabutan atau pembekuan izin; dan/atau

e. denda administratif.

(2) Pelanggaran terhadap Pasal 14 ayat (2) dikenakan sanksi administratif


berupa:

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis;

c. denda administratif;

(3) Ketentuan mengenai tata cara penerapan sanksi administratif


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan
Walikota.

Bagian Keempat

Wabah, KLB, dan/atau KKMMD

Pasal 16

(1) Dalam hal Daerah ditetapkan dalam keadaan wabah, KLB, dan/ atau
KKMMD yang disebabkan oleh Penyakit Menular, Walikota wajib
melakukan penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular.

(2) Dalam melaksanakan penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit


Menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada protokol
penanggulangan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 17

(1) Dalam rangka mendukung penyelenggaraan penanggulangan wabah,


KLB, dan/ atau KKMMD, Walikota dapat membentuk tim/komite atau
disebut dengan nama lain.

(2) Tim/komite atau nama lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
beranggotakan unsur: a.Pemeritah Daerah;

a. akademisi; dan

b. perwakilan pengusaha atau organisasi swasta di Daerah.

(3) Tim/komite atau nama lain memiliki tugas dan fungsi:

a. melakukan deteksi dini wabah, KLB, dan/atau KKMMD;


b. melakukan respon terhadap wabah, KLB, dan/ atau KKMMD; dan

c. melaporkan dan membuat rekomendasi penanggulangan.

(4) Dalam melaksankan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), tim/komite atau nama lain berhak mendapatkan akses dalam
memperoleh data dan informasi secara cepat dan tepat dari fasilitas
pelayanan kesehatan dan Masyarakat.

(5) Dalam hal percepatan penanggulangan wabah, KLB, dan/ atau KKMMD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Walikota dapat memerintahkan
pembentukan tim/komite atau disebut dengan nama lain di tingkat
kecamatan/ distrik.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan tim/komite beserta unsur


keanggotaan, tugas, dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
diatur dengan Peraturan Walikota.

BAB IV

KOORDINASI, JEJARING KERJA, DAN KEMITRAAN

Pasal 18

(1) Dalam rangka penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular,


dibangun dan dikembangkan koordinasi, jejaring kerja, serta
kemitraan antara instansi pemerintah dan pemangku kepentingan.

(2) Koordinasi, jejaring kerja, dan kemitraan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) diarahkan untuk:

a. pemberian advokasi;

b. pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan Penyakit Menular;

c. meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, kajian, penelitian,


serta kerja sama antar wilayah, luar negeri, dan pihak ketiga;

d. peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi; dan

e. meningkatkan kemampuan kewaspadaan dini dan kesiapsiagaan


serta penanggulangan wabah dan KLB.
BAB V

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 19

(1) Masyarakat berperan aktif baik secara perorangan maupun terorganisasi


dalam penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular untuk
mencegah kesakitan, kematian, dan kecacatan.

(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilaksanakan melalui:

a. proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, penilaian, dan


pengawasan;

b. pemberian bantuan sarana, tenaga ahli, dan finansial;

c. sosialisasi informasi meliputi tentang Penyakit Menular, penyebab,


cara penularan, pencegahan, dan pengendalian melalui penyuluhan
dan media sosial;

d. pemberian bimbingan dan penyuluhan serta penyebaran informasi;

e. pemberian sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan


dengan penentuan kebijakan teknis dan/atau pelaksanaan
perlindungan terhadap Penyakit Menular;

f. melakukan upaya kesehatan promotif dan preventif dan berkunjung


ke fasilitas layanan kesehatan ketika mengetahui dirinya sakit;

g. pelaporan dengan cara melaporkan setiap mengetahui adanya


penderita yang sakit kepada tenaga kesehatan, puskesmas dan
fasilitas kesehatan lainnya atau Dinas dengan tidak membentuk
stigma dan diskriminasi

Pasal 20

Dalam upaya Penanggulangan Penyakit Menular masyarakat wajib:

a. memelihara lingkungan yang mendukung kesehatan masyarakat;

b. menjaga perilaku hidup bersih dan sehat yang mendukung kesehatan


pribadi, keluarga, dan masyarakat;
c. memelihara dan meningkatkan kesehatan pribadi, keluarga, dan
masyarakat melalui upaya pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan;

d. mendukung dan berperan serta secara aktif dalam upaya pencegahan


dan Penanggulangan Penyakit Menular yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah; dan

e. melakukan upaya Penanggulangan Penyakit Menular dalam skala


rumah tangga, rukun tetangga, rukun warga, desa, kelurahan, dan
kecamatan dengan pembinaan teknis dari Pemerintah Daerah.

Pasal 21

(1) Pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20


dikenakan sanksi administratif berupa:

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis; dan

c. denda administratif.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Walikota.

BAB VI

PENDANAAN

Pasal 22

Pendanaan penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular bersumber


dari:

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional;

b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DIY;

c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan

d. sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat.


Pasal 23

(1) Pendanaan penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan dengan prinsip
proporsional dan kemanfaatan.

(2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialokasikan


untuk:

a. mengendalikan faktor risiko;

b. melaksanakan diagnosis, penapisan, pengobatan, dan rujukan;

c. melengkapi sarana prasarana;

d. melaksanakan surveilan respon;

e. mengembangkan kualitas dan kemampuan tenaga kesehatan;

f. membiayai penderita atau korban yang tidak mampu;

g. melakukan sosialisasi informasi terkait Penyakit Menular; dan/atau

h. membiayai seluruh kegiatan yang berkaitan dengan upaya pencegahan,


pengendalian, dan pemberantasan Penyakit Menular.

BAB VII

PENGHARGAAN

Pasal 24

(1) Pemerintah Daerah memberikan penghargaan kepada pihak yang telah


berprestasi dan berperan penting dalam upaya Penanggulangan Penyakit
Menular.

(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada:

a. instansi pemerintah;

b. masyarakat; dan/atau

c. dunia usaha.

Pasal 25

(1) Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat huruf a


merupakan instansi di lingkungan Pemerintah Daerah.
(2) Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf b dapat
berasal dari perorangan dan/atau kelompok.

(3) Dunia usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf c dapat
berasal dari dunia usaha yang berkedudukan di Daerah maupun yang
berkedudukan di luar Daerah yang lingkup usahanya meliputi wilayah
Daerah.

BAB VIII

PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Pasal 26

(1) Pemerintah Daerah melakukan pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan


pencegahan dan penanggulangan penyakit menular pada masyarakat.

(2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilaksanakan melalui supervisi, penyelidikan epidemiologi, surveilan
kesehatan dan tindak lanjut laporan masyarakat.

Pasal 27

Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dilakukan terhadap


upaya:

a. pencegahan, dengan indikator tidak ditemukan kasus baru pada wilayah


kerja puskesmas;

b. pengendalian, dengan indikator tidak ada penambahan kasus baru;


dan/atau

c. pemberantasan, dengan indikator mengurangi atau menghilangkan


penyakit.

Pasal 28

Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dilakukan terhadap upaya:


a.pencegahan dan pengendalian, dengan indikator penyakit menular tidak
menjadi masalah kesehatan di masyarakat;

b. pemberantasan, dengan indikator tidak ditemukan lagi penyakit atau


tidak menjadi masalah kesehatan; dan
c. penanggulangan wabah atau KLB, dengan indikator dapat ditanggulangi
dalam waktu paling lama 2 (dua) kali masa inkubasi terpanjang.

BAB IX

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 29

(1) Walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan


pengawasan terhadap penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit
Menular berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi.

(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilaksanakan melalui koordinasi dengan Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta dan/atau Pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


diarahkan untuk:

a. mencegah risiko lebih buruk bagi kesehatan;

b. peningkatan kemampuan pemantauan wilayah setempat; dan

c. peningkatan kemampuan pencegahan dan penanggulangan wabah,


KLB dan/atau KKMMD.

Pasal 30

(1) Pembinaan dalam penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular


dilakukan melalui:

a. pemberdayaan masyarakat;

b. pendayagunaan tenaga kesehatan; dan

c. pendanaan program.

(2) Pemberdayaan Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf


a dilakukan dengan cara:

a. advokasi dan sosialisasi;

b. membangun dan meningkatkan jejaring kerja atau kemitraan;


dan/atau pemberian penghargaan.
(3) Pendayagunaan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dilakukan dengan cara:

a. pendidikan dan pelatihan teknis;

b. pemberian penghargaan; dan/atau

c. promosi jabatan.

Pasal 31

(1) Walikota melakukan pengawasan terhadap masyarakat dan setiap


pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab program
Penanggulangan Penyakit Menular.

(2) Walikota dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dapat:

a. mendelegasikan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung


jawab di bidang pencegahan dan/atau penanggulangan Penyakit
Menular; dan/atau

b. mengangkat pejabat pengawas pencegahan dan penanggulangan


Penyakit Menular yang merupakan pejabat fungsional.

BAB X

LARANGAN

Pasal 32

Setiap orang dan/atau masyarakat dilarang:

a. tidak melakukan kegiatan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan/


atau Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan Penanggulangan
Penyakit Menular.

b. Dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penyelenggaraan


Penanggulangan Penyakit Menular;

c. dengan sengaja melakukan tindakan/perbuatan yang bertujuan untuk


menyebarkan dan/atau menularkan penyakit;

d. dengan sengaja melakukan tindakan medis terhadap penderita atau


terduga penderita Penyakit Menular yang ditetapkan sebagai wabah, KLB,
dan/ atau KKMMD tanpa kewenangan yang sah;
e. dengan sengaja memasukkan dari luar wilayah dan/atau
memperjualbelikan hewan dan produk turunannya yang terinfeksi
penyakit atau patut diduga telah terinfeksi penyakit;

f. menyebarluaskan dan/atau memberi informasi yang tidak benar


mengenai suatu penyakit sehingga menimbulkan keresahan masyarakat,
gangguan ketertiban, dan keamanan di Daerah;

BAB XI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 33

(1) Setiap orang dan/atau masyarakat yang melanggar Pasal 32 diancam


dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda
paling banyak Rp.50.000.000, 00 (lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan


pelanggaran

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 34

Peraturan Walikota sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah ini harus sudah


ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan sejak diundangkannya Peraturan
Daerah ini.
Pasal 35

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Yogyakarta.

Ditetapkan di Yogyakarta

Pada tanggal

WALIKOTA YOGYAKARTA,

HARYADI SUYUTI

Diundangkan di Yogyakarta

pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH

KOTA YOGYAKARTA,

AMAN YURIADIWIDJAYA

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2021 NOMOR ........


PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR … TAHUN ...

TENTANG

PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

I. UMUM

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual


maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis. Kesehatan yang merupakan salah satu unsur
kesejahteraan manusia, harus diwujudkan sebagai bentuk penghormatan
terhadap hak asasi manusia. Untuk dapat mencapai derajat sehat yang
optimal, diperlukan suatu pembangunan kesehatan masyarakat yang
optimal sehingga akan menunjang pembangunan manusia sebagai agen
pembangunan nasional. Adapun pembangunan kesehatan di kota
Yogyakarta bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap warga masyarakat agar terwujud
derajad kesehatan yang setinggi-tingginya, dengan ditandai oleh
penduduknya yang berperilaku hidup bersih dan sehat dan hidup dalam
lingkungan yang sehat, serta memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata di seluruh
wilayah Kota Yogyakarta.

Sampai saat ini masih ditemukan Penyakit Menular yang dapat


mengancam kesehatan dan berpotensi menyebabkan kematian serta
menimbulkan dampak sosial, ekonomi maupun penurunan produktivitas
sumber daya manusia. Faktanya Penyakit Menular di Kota Yogyakarta
selalu mengalami perkembangan dari segi bentuk, jenis, dan cara
persebarannya. Oleh karena itu diperlukan upaya penyelenggaraan
penanggulangan penyakit menular yang efektif, efisien, dan
berkesinambungan. Penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular
dilakukan dengan memfokuskan terhadap upaya kesehatan perorangan
dan upaya kesehatan masyarakat, yang ditandai dengan menurunnya
angka kesakitan, angka kecacatan, dan angka kematian akibat penyakit
menular.
Strategi penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular harus
dilakukan dengan upaya yang komprehensif melalui upaya pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan yang efektif dengan mempertimbangkan
aspek kearifan lokal dan potensi sumber daya yang ada. Kehadiran
Peraturan Daerah ini sangat mendesak karena akan berdampak pada
upaya pembangunan kesehatan yang salah satu misinya adalah
mengurangi angka Penyakit Menular. Ruang Lingkup pengaturan
mengenai penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular meliputi
kelompok dan jenis Penyakit Menular; Penanggulangan Penyakit Menular;
koordinasi, jejaring kerja, dan kemitraan; peran serta masyarakat;
penghargaan; pemantauan dan evaluasi; pembinaan dan pengawasan; dan
larangan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Huruf a

Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah


penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular harus
menjunjung tinggi kemanusiaan yang mencerminkan
perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat
dan martabat manusia.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan” adalah bahwa


penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular harus
dilaksanakan secara menyeluruh antara kepentingan individu
dan masyarakat, antara fisik dan mental, serta antara material
dan sipiritual.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah landasan


pengaturan penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular
diharapkan dapat memberikan kemanfaatan yang sebesar-
besarnya bagi masyarakat atas hidup sehat bagi setiap warga
negara.
Huruf d

Yang dimaksud dengan “asas partisipasi” adalah landasan


pengaturan Penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular
mengedepankan peran serta masyarakat secara aktif dan
berkesinambungan.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah penyelenggaraan


penanggulangan penyakit menular harus dapat memberikan
pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan
masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “asas nondiskriminatif” adalah asas yang


menerapkan tidak adanya pembatasan, pelecehan, atau
pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan
pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik,
kelompok, golongan, status sosial, jenis kelamin, bahasa,
keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan
atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan
hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik
individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi,
hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “penyakit yang ditularkan secara


langsung” adalah penyakit yang cara penularan agen infeksi dari
manusia yang satu kepada manusia yang lainnya secara
langsung/tanpa perantara.
Huruf b

Yang dimaksud dengan “penyakit yang ditularkan secara tidak


langsung” adalah penyakit yang cara penularan agen infeksi
kepada manusia yang sehat melalui melalui perantara udara, air,
makanan, vektor, hewan dan/atau produk turunannya.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.
Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Imunisasi dapat dilakukan melalui pemberian imunisasi secara


rutin, imunisasi tambahan, dan/atau imunisasi khusus.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Yang dimaksud “tim/komite atau disebut dengan nama lain”


adalah ketenagaan yang dibentuk berdasarkan peraturan
perundang-undangan dalam rangka mempercepat upaya
penanggulangan wabah, KLB, dan/atau KKMMD.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.
Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Ayat (1)

Peran aktif masyarakat baik secara perorangan maupun


terorganisasi dapat dilakukan melalui aktivasi posyandu, kader
kesehatan, Rukun Tetangga/Rukun Warga, dan bentuk
lainnya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.
Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR ...

Anda mungkin juga menyukai