Anda di halaman 1dari 35

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan Jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional yang

didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang

siklus kehidupan dengan respons psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan

oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi

keperawatan jiwa (komunikasi terapiotik dan terapi modalitas keperawatan

kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan,

mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan klien

(individu, keluarga, kelompok komunitas) (Dalami 2010).

World Health Organization (WHO), masalah gangguan kesehatan jiwa di

seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO

(2001) menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami

masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia

yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Indonesia sendiri diperkirakan

sebanyak 264 dari 1.000 anggota rumah tangga menderita gangguan kesehatan

jiwa. Dalam hal ini,angka itu menunjukan jumlah penderita gangguan

kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni dari enpat penduduk

indonesia menderita kelainan jiwa dari rasa cemas, depresi, stress,

penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia (Yosep 2013).

1
Hasil riset kesehatan dasar pada tahun 2018 Prevalensi gangguan mental

emosional pada penduduk Indonesia 9,8 persen. Provinsi dengan prevalensi

ganguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah, Gurontalo, Nusa

Tenggara Timur dan Banten. Sedangkan di Provinsi Lampung sebesar 6%.

Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh terganggunya

kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight) yang buruk. Gejala yang

menyertai gangguan ini antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham, gangguan

proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya agresivitas

atau katatonik. Gangguan jiwa berat dikenal dengan sebutan psikosis dan salah

satu contoh psikosis adalah skizofrenia. Prevalansi skizofrenia di Indonesia

sebesar 7% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

Beberapa penderita skizofrenia mengalami gangguan seumur hidup, tapi

banyak juga bisa kembali hidup secara normal dalam periode akut tersebut.

Kebanyakan didapati bahwa mereka dikucilkan, menderita depresi yang hebat,

dan tidak dapat berfungsi sebagaimana layaknya orang normal dan

lingkungannya. Dalam beberapa kasus, serangan dapat meningkat menjadi apa

yang disebut Skizofrenia kronis. Klien menjadi buas, kehilangan karakter

sebagai manusia dalam kehidupan sosial, tidak memiliki motivasi sama sekali,

dan tidak memiliki kepekaaan tentang perasaannya sendiri (Yosep, 2013).

Diperkirakan lebih dari 90% klien dengan Skizofrenia mengalami

halusinasi. Meskipun bentuk bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian

besar klien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa mengalami halusinasi dengar.

Suara dapat berasal dari dalam diri individu atau dari luar dirinya. Suara dapat
dikenal (familiar) misalnya suara nenek yang meninggal. Suara dapat tunggal

atau multipel. Klien sendiri yakin bahwa suara itu berasal dari tuhan, setan,

sahabat atau musuh. Kadang-kadang suara yang muncul semacam bunyi bukan

suara yang mengandung arti (Yosep, 2013).

Perawatan psikiatrik/ keperawatan kesehatan jiwa adalah proses dimana

perawat membantu individu atau kelompok dalam mengembangkan konsep diri

yang positif, meningkatkan pola hubungan antar pribadi yang lebih harmonis

serta agar berperan lebih produktif di masyarakat. Peran perawat kesehatan

jiwa adalah sebagai attitude therapy yatiu mengobservasi perubahan, baik

perubahan kecil atau menetap yang terjadi pada klien, mendemonstrasikan

penerimaan, respek, memahami klien dan mempromosikan ketertarikan klien

dan berpartisipasi dalam interaksi (Yosep, 2013).

Berdasarkan hasil pre survei yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit Jiwa

Daerah Provinsi Lampung angka kejadian skizofrenia rawat inap tahun 2015

di RSJ Provinsi Lampung sebesar 1067 Pasien, sedangkan tahun 2016 jumlah

pasien rawat inap di RSJ Provinsi Lampung mengalami peningkatan menjadi

1244 pasien skizofrenia. Sedangkan pada Tahun 2019 sampai dengan bulan

Februari jumlah pasien skizofrenia rawat inap sendiri sebanyak 661 pasien dan

pasien halusinasi sebanyak 124 pasien (Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi

Lampung, 2019). Hasil observasi pada pasien gangguan jiwa yang mengalami

halusinasi diantaranya mengalami halusinasi pendengaran yaitu mendengar

suara-suara yang tidak didengar orang lain dan halusinasi visual seolah seperti

melihat sesuatu namun benda tersebut sebenarnya tidak ada.


Berdasarkan masalah dan latar belakang diatas peneliti tertarik melakukan

asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa utama halusinasi di Ruang

Cendrawasih RSJ Daerah Provinsi Lampung Tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti merumuskan

permasalahan penelitian sebagai berikut: ” Bagaimanakah penatalaksanaan

asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa utama halusinasi di Ruang

Cendrawasih RSJ Daerah Provinsi Lampung Tahun 2019”?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penulis mampu melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif

meliputi asfek bio, psiko, sosio dan spiritual pada klien dengan gangguan jiwa

“halusinasi” dengan menggunaan pendekatan keperawatan yang meliputi

pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

2. Tujuan khusus

Penulis mampu melakukan:

a. Melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan jiwa halusinasi.

b. Melakukan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa

halusinasi.

c. Melakukan intervensi keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa

halusinasi.
d. Melakukan implementasi keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa

halusinasi.

e. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa

halusinasi.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis

Sebagai tambahan informasi dalam perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya dalam ilmu keperawatan Jiwa dalam perencanaan program

peningkatanmutu pelayanan. Serta hasil penulisan karya tulis ilmiah ini

diharapkan dapat memberikan informasi dan pemecahan masalah

keperawatan jiwa tentang asuhan keperawatan jiwa halusinasi.

2. Manfaat Aplikatif

a. Bagi tenaga kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi tenaga kesehatan

di RS. Jiwa Provinsi Lampung dalam menentukan kebijakan-kebijakan serta

memberikan masukan bagi perawat untuk meningkatkan perannya dalam

perawatan psikiatrik khususnya pada pasien gangguan jiwa dengan masalah

keperawatan gangguan halusinasi.

b. Bagi peneliti lain

Diharapkan dapat menjadi informasi dalam meningkatkan pengetahuan

bagi penelitian selanjutnya tentang asuhan keperawatan gangguan jiwa

dengan halusinasi, dan sebagai bahan masukan dalam melakukan asuhan

keperawatan yang akan datang yang berkaitan dengan karya ilmiah ini.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Jiwa

1. Pengertian

Gangguan jiwa adalah gangguan pada fungsi mental yang meliputi

emosi, pikiran, prilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya tarik

diri dan persepsi sehingga mengganggu dalam proses hidup di masyarakat

(Nasir & Muhith, 2011).

2. Jenis-Jenis Gangguan Jiwa :

Gangguan jiwa yang sering ditemukan pada masyarakat adalah (Nasir &

Muhith, 2011) :

a. Skizofrenia

Jenis gangguan jiwa ini menunjukkan gejala utama dalam gangguan fungsi

kognitif (pikiran) berupa disorganisasi dengan kata lain, gangguan jiwa ini

mengenai pembentukan arus serta isi pikiran. Selain itu, ditemukan gejala

gangguan persepsi, wawasan diri, perasaan dan keinginan.

b. Depresi

Depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan yang

ditandai dengan kemurungan, kelesuan, tidak bergairah, perasaan tidak

berguna dan putus asa. Gangguan ini sering ditemukan pada masyarakat

dengan kesulitan ekonomi.

6 6
c. Cemas

Gejala ini merupakan komponen utama bagi semua gangguan psikiatri,

baik akut maupun kronis.Sebagian menjelma menjadi gangguan panik,

fobia, obsesi kompulsi dan sebagainya.

d. Penyalahgunaan Narkoba dan HIV/AIDS

Pengungkapan kasus narkoba di Indonesia per tahunnya meningkat dengan

rata-rata 28.9%. Di Indonesia saat ini diperkirakan terdapat 1.365.000

pecandu narkoba (survey BNN). Meningkatnya jumlah pecandu narkoba

meningkat pula penderita penyakit HIV/AIDS. Meski berbagai upaya telah

dilakukan, penyakit yang belum ditemukan obatnya ini belum dapat

dikendalikan dengan baik.

e. Bunuh Diri

Kasus bunuh diri di Indonesia meningkat seiring terjadinya kasus ekonomi

yang menjerat kehidupan sehari-hari mereka. Bahkan yang lebih

mengkhawatirkan adalah adanya pergeseran usia pelaku bunuh diri.

Dahulu, pelaku bunuh diri adalah usia dewasa, jarang sekali pada anak

usia 12 tahun yang melakukan bunuh diri (Nasir & Muhith, 2011).

3. Tanda-tanda Gangguan Jiwa

Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep (2013) adalah sebagai

berikut :

a. Ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas,

perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah,

tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.

7
b. Gangguan kognisi pada persepsi seperti merasa mendengar

(mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh, melempar,

naik genting, membakar rumah, padahal orang di sekitarnya tidak

mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya tidak ada, hanya muncul dari

dalam diri individu sebagai bentuk kecemasan yang sangat berat dia

rasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, klien bisa mendengar sesuatu

atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada menurut orang lain.

c. Gangguan kemauan: klien memiliki kemauan yang lemah (abulia) susah

membuat keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi,

mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau dan tidak rapi.

d. Gangguan emosi : klien merasa gembira yang berlebihan (euforia). Klien

merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha, orang kaya, titisan

Bung Karno tetapi di lain waktu ia bisa merasa

e. Sangat sedih, menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide ingin

mengakhiri hidupnya.

B. Halusinasi

1. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respon

neurobiologis yang maladaptif, klien mengalami distorsi sensori yang nyata

dan meresponnya, namun dalam halusinasi stimulus internal dan eksternal

tidak dapat diidentifikasi (Satrio. dkk, 2015).


Menurut Varcarolis, halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya

persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Halusinasi yang

paling sering adalah halusinasi pendengaran (auditory hearingvoices or

sounds) penglihatan (visual seeing persons or things), penciuman (olfactory

smeling odors), pengecapan (gustatory experiencing tastes) (Yosep, 2013).

2. Jenis Halusinasi

Jenis halusinasi menurut Stuart 2009 dalam Satrio. dkk (2015) adalah

sebagai berikut:

a. Halusinasi pendengaran

Halusinasi dengar merupakan gejala mayoritas yang sering dijumpai

pada pasien skizofrenia.Padaklien halusinasi dengar tanda dan gejala dapat

dikarakteristik mendengar bunyi atau suara, paling sering dalam bentuk

suara, rentang suara dari suara sederhana atau suara yang jelas, suara

tersebut membicarakan tentang pasien, sampai percakapan yang komplet

antara dua orang atau lebih seperti orang yang berhalusinasi. Suara yang

didengar dapat berupa perintah yang memberitahu pasien untuk melakukan

sesuatu, kadang-kadang dapat membahayakan atau mencederai(Satrio.

dkk, 2015).

b. Halusinasi penciuman

Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa klien mencium

aroma atau bau tertentu seperti urine atau feces atau bau yang bersifat

lebih umum atau bau busuk atau bau yang tidak sedap.
c. Halusinasi penglihatan

Pada klien yang mengalami halusinasi penglihatan , isi dari halusinasi

berupa melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada sama seklai, misalnya

cahaya atau orang yang telah meninggal atau mungkin sesuatu yang

bentuknya menakutkan.

d. Halusinasi pengecapan

Pada halusinasi pengecapan , isi halusinasi berupa klien mengecap

rasa yang tetap ada dalam mulut atau perasaan bahwa makanan terasa

seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut dapat berupa rasa logam atau pahit,

dapat berupa rasa busuk, tak sedap dan anyir seperti darah, urine dan feces.

e. Halusinasi perabaan

Isi halusinasi perabaan adalah klien merasakan sensasi seperti aliran

listrik yang menjalar ke seluruh tubuh atau binatang kecil yang merayap di

kulit.

f. Halusinasi Chenesthetik

Halusinasi chenesthetik klien akan merasa fungsi tubuh seperti darah

berdenyut melalui vena dan arteri, mencerna makanan atau bentuk urin.

(Satrio. dkk, 2015).

g. Halusinasi Kinesteteik

Terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensasi gerakan

tubuh, gerakan tubuh yang tidak lazim seperti melayang di atas tanah.

Sensasi gerakan sambil berdiri tak bergerak (Satrio. dkk, 2015).


3. Fase Halusinasi

Menuurt Satrio. dkk (2015). Fase halusinasi terdiri dari empat fase, yaitu:

a. Comforting (Halusinasi menyenangkan, cemas ringan)

Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang intense seperti

cemas, kesepian, rasa bersalah, dan takut dan mencoba untuk berfokus

pada pikiran yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan.

Perilaku yang dapat diobservasi:

1) Tersenyum lebar, menyeringai tetapi tampak tidak tepat

2) Menggerakkan bibir tanpa membuat suarapengerakan mata yang cepat

3) Respon verbal yang lambat seperti asyik

4) Diam dan tampak asyik

b. Comdemning (halusinasi menjijikan, cemas sedang)

Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien yang

berhalusinasi mulai merasa kehilangan control dan mungkin berusaha

menjauhkan diri serta merasa malu dengan adanya pengalaman sensori

tersebut dan menarik diri dari orang lain.

Perilaku yang dapat diobservasi:

1) Ditandai dengan peningkatan kerja system saraf autonomic yang

menunjukan kecemasan misalnya terdapat peningkatan nadi, pernafasan

dan tekanan darah

2) Rentang perhatian menjadi sempit

3) Asyik dengan pengalaman sendori dan mungkin kehilangan

kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realitas.


c. Controlling (pengalam sensori berkuasa, cemas berat)

Klien yang berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan

pengalaman halusinasinya. Isi halusinasi bisa menjadi menarik/ memikat.

Perilaku yang dapat diobservasi:

1) Arahan yang diberikan halusinasi tidak hanya dijadikan objek saja oleh

klien tetapi mungkin akan diikuti/dituruti

2) Klien mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain

3) Rentang perhatian hanya dalam beberapa detik atau menit

4) Tampak tanda kecemasan berat seperti berkeringan , tremor, tidak

mampu mengikuti peritah

d. Conquering (melebur dalam pengaruh halusinasi, panic)

Pengalaman sensori bisa mengancam jika klien tidak mengikuti

perintah dari halusinasi. Halusinasi mungkin berakhir dalam waktu empat

jam atau sehari bila tidak ada intervensi terapeutik.

Perilaku yang dapat diobservasi:

1) Perilaku klien tampak seperti dihantui teror dan panic

2) Potensi kuat untuk bunuh diri dan membunuh orang lain

3) Aktifitas fisik yang digambarkan klien menunjukkan isi dari halusinasi

misalnya klien melakukan kekerasan, agitasi, menarik diri atau

katatonia

4) Klien tidak dapat berespon pada arahan kompleks

5) Klien tidak dapat berespon pada lebih dari satu orang (Satrio. dkk,

2015).
4. Rentang Respon Neurobiologis

Gambar 2.1
Rentang Respon Neurobiologis

Respon Adaptif Respon Maladaptif

1. Pikiran Logis 1. Kadang proses 1. Gangguan proses


2. Persepsi Akurat pikir terganggu pikir (waham)
3. Emosi konsisten 2. Ilusi 2. Halusinasi
dengan 3. Emosi 3. RPK
pengalaman 4. Perilaku tidak 4. Perilaku tidak
4. Perilaku sesuai biasa terorganisir
5. Menarik diri 5. Isolasi sosial

5. Proses Terjadinya Masalah

a. Faktor Predisposisi

1) Faktor Biologis

Faktor biologi yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia yaitu :

a) Genetik

Secara genetik ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6

yang mempredisposisikan individu mengalami skizofrenia.

Kromosom yang berperan dalam menurunkan skizofrenia adalah

kromosom 6. Sedangkan kromosom lain yang juga berpean adalah

kromosom 4,8,15,dan 22, Craddock et al (2006 dalam Stuart, 2009

dalam Satrio. dkk, 2015).


b) Neuroanatomi

Penelitian menunjukkan kelainan anatomi, fungsional dan

neurokimia di otak klien skizofrenia hidup dan postmortem,

penelitian menunjukkan bahwa kortek prefrontal dan sistem limbik

tidak sepenuhnya berkembang pada di otak klien dengan skizofrenia.

Penurunan volume otak mencerminkan penurunan baik materi putih

dan materi abu-abu pada neuron akson (Kuroki et al, 2006; Higgins,

2007 dalam Stuart, 2009).

Hasil pemeriksaan Computed Tomography (CT) dan Magnetic

Resonance Imaging (MRI), memperliatkan penurunan volume otak

pada individu dengan skizofrenia, temuan ini memperlihatkan

adanya keterlambatan perkembangan jaringan otak dan atropi.

Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET)menunjukkan

penurunan aliran darah ke otak pada lobus frontal selama tugas

perkembangan kognitif pada individu dengan skizofrenia.

Keadaan patologis yang terjadi pada lobus temporalis dan

frontalis berkolerasi dengan terjadinya tanda-tanda positif dan

negatif dari skizofrenia. Tanda-tanda positif skizofrenia seperti

psikosi disebabkan karena fungsi otak yang abnormal pada lobus

temporalis. Sedangkan tanda-anda negatif seperti tidak memiliki

kemauan untuk motivasi dan anhedonia disebabkan oleh fungsi otak

yang abnormal pada lobus frontalis.


Hal ini sesuai dengan Sadock dan Sadock (2007 dalam

Towsend, 2009) yang menyatakan bahwa fungsi utama lobus

frontalis adalah aktivasi motorik, intelektual, perencanaan

konseptual, aspek kepribadian, aspek produksi bahasa. Sehingga

apabila terjadi gangguan pada lobus frontalis, maka akan terjadi

perubahan pada aktivitas motorik, gangguan intelektual, perubahan

kepribadian dan juga emosi yang tidak stabil. Sedangkan fungsiutam

adari lobus temporalis adalah pengaturan bahasa, ingatan dan juga

emosi. Sehingga gangguan yang terjadi pada korteks temporalis dan

nukleus-nukleus limbik yang berhubungan pada lobus temporalis

akan menyebabkan timbulnya gejala halusinasi (Satrio, dkk, 2015).

c) Neurokimia

Penelitian di bidang neurotransmisi telah memperjelas hipotetsi

disregulasi pada skizofrenia, gangguan terus menerus dalam satu

atau lebih neurotransmiter atau neuromodulator mekanisme

pengaturan homeostatic menyebabkan neurotransmisi tidak stabil

atau tidak menentu. Teori ini menyatakan bahwa area mesolimbik

overaktif terhadap dopamine, sedangkan area prefrontal mengalami

hipoaktif sehingga terjadi ketidakseimbangan antara sistem

neurotransmiter dopamine dan serotonin serta yang lain (Stuart,

2009). Pernyataan ini memberi arti bahwa neurotransmitter

mempunyai peranan yang penting menyebabkan terjadinya

skizofrenia.
d) Imunovirologi

Sebuah penelitian untuk menemukan “virus Skizofrenia” telah

berlangsung (Torrey et al, 2007; alman et al, 2008). Bukti campuran

menunjukkan bahwa paparan prenatal terhadap virus influenza,

terutama selama trimester pertama, mungkin menjadi salah satu

faktor penyebab skizofrenia pada beberapa orang tetapi tidak pada

orang lain (Brown et al, 2004). Teori ini didukung oleh temuan riset

yang memperlihatkan lebih banyak orang dengan skiofrenia lahir di

musim dingin atau awal musim semi dan di daerah perkotaan (Van

Os et al, 2004). Temuan ini menunjukkan musim potensial dan

tempat lahir dampak terhadap resiko untuk skizofrenia. Infeksi virus

lebih sering terjadi pada tempat-tempat keramaian dan musim dingin

dan awal musing semi dan dapat terjadi in utero atau pada anak usia

dini pada beberapa orang yang rentan (Stuart, 2009)

2) Psikologis

Awal terjadinya skizofrenia difokuskan pada hubungan dalam

keluarga yang mempengaruhi perkembangan gangguan ini, teori awal

menunjukkan kurangnya hubungan antara orangtua dan anak, serta

disfungsi sistem keluarga sebagai penyebab skizofrenia. Dalam

penelitian lain, beberapa anak dengan skizofrenia menunjukkan

kelainan halus yang meliputi perhatian, koordinasi, kemampuan sosaial,

fungsi neuromotordan respon emosional jauh sebelum mereka


menunjukkan gejala yang jelas dari skizofrenia. Lingkunganemosional

yang tidak stabil mempunyai resiko yang besar terhadap perkembangan

skizofrenia, pada masa kanak disfungsi situasi sosial seperti trauma

masa kecil, kekerasan, hostilitas dan huungan interpersonal yang

kurang hangat diterima oleh anak sangat mempengaruhi perkembangan

neurologikal anak sehingga lebih rentan mengalami skizofrenia

dikemudian hari (Satrio, dkk, 2015).

Faktorpsikologis yang dapat mempengaruhi adalah tingkat

intelegensi, kemampuan verbal, moral, kepribadian, pengalaman masa

lalu, konsep diri dan motivasi. Selain itu faktor penyebab terjadinya

skizofrenia berdasarkan teori interpersonal berpendapat bahwa s

skizofrenia muncul akibat hubungan disfungsional pada masa

kehidupan awal dan masa remaja, skizofrenia terjadi akibat ibu yang

cemas atau ayah yang jauh dan suka mengontrol (Satrio, dkk, 2015).

3) Sosial Budaya

Sosial budaya yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia

adalah adanya double bind didalam keluarga dan konflik dalam

keluarga.Salahsatu faktor sosial yang dapat menyebabkan terjadinya

skizofrenia adalah asnya disfungsi dalam pengasuhan anak maupun

dinamika keluarga.Faktorbudaya dan sosial dapat menyebabkan

terjadinya skizofrenia adalah karena tidak adanya penghasilan, adanya

kekerasan , tidak memiliki tempat tinggal, kemiskinan dan diskriminasi

ras, golongan , usia maupun jenis kelamin (Satrio, dkk, 2015).


b. Faktor Presipitasi

Faktor pencetus halusinasi diakibatkan gangguan umpan balik di otak

yang mengatur jumlah dan waktu dalam proses informasi. Stimulasi

penglihatan dan pendengaran pada awalnya di saring oleh hipotalamus dan

dikirim untuk diproses oleh lobus frontal dan bila informasi yang

disampaikan terlalu banyak pada suatu waktu atau jika informasi tersebut

salah, lobus frontal mengirimkan pesan overload ke ganglia basal dan

diingatkan lagi hipotalamus untuk memperlambat transmisi ke lobus

frontal. Penurunan fungsi dari lobus frontal menyebabkan gangguan pada

proses umpan balik dalam penyampaian informasi yang menghasilkan

proses informasi overload. Selain itu , penurunan pintu mekanisme/gatting

proses ini ditunjukkan dengan ketidakmampuan individu dalam memilih

stimuli secara selektif.

c. Penilaian Terhadap Stressor

Penilaian terhadap stressor merupakan penilaian individu ketika

mengalami stressor yang datang. Faktor biologis, psikososial dan

lingkungan saling berintegrasi datu sama lain pada saat individu

mengalami stress sedangkan individu sendiri memilki kerentanan

(diatesis), yang jika diaktifkan oleh pengaruh stress maka akan

menimbulkan gejala skizofrenia.

d. Sumber Koping

Sumberkoping merupakan hal yang penting dalam membantu klien

dalam mengatasi stressor yang dihadapinya. Sumber koping tersebut


meliputi aset ekonomi, sosial support, nilai dan kemampuan individu

mengatasi masalah. Apabila individu mempunyai sumber koping yang

adekuat maka ia akan mampu beradaptasi dan mengatasi stressor yang ada.

Keluarga merupakan salah satu sumber koping yang dibutuhkan individu

ketika mengalami stress. Keluargamemang merupakan salah satu sumber

pendukung yang utama dalam penyembuhan klien skizofrenia. Psikosis

atau skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan sangat

menjengkelkan yang memerlukan penyesuaian baik bagi klien dan

keluarga. Proses penyesuaian psikotik terdiri dari empat fase : (1)

disonansi kognitif (psikosis aktif), (2) pencapaian wawasan, (3) stabilitas

dalam semua aspek kehidupan (ketetapan kognitif), dan (4) bergerak

terhadap prestasi kerja atau tujuan pendidikan. Proses multifase

penyesuaian dapat berlangsung 3 sampai 6 tahun (Moller, 2006 dalam

Stuart,2009) :

e. Mekanisme Koping

Padaklien skizofrenia, klien berusaha untuk melindungi dirinya dan

pengalaman yang disebabkan oleh penyakitnya. Klien akan melakukan

regresi untuk mengatasi kecemasan yang dialaminya, melakukan proyeksi

sebagai usaha untuk menjelaskan persepsinya dan menarik diri yang

berhubungan dengan masalah membangun kepercayaan dan keasyikan

terhadap pengalaman internal (Satrio. dkk, 2015).


C. Konsep Dasar Keperawatan

1. Masalah Keperawatan

Diagnosis keperawatan NANDA-1 untuk respon Neurobiologi,

Skizofrenia dan gangguan psikotik (NANDA, 2012; Stuart, 2009).

a. Anxiety

b. Impaired verbal communication

c. Comfusion, acute

d. Compromised family coping

e. Ineffective coping

f. Decisional complict

g. Hopelessness

h. Impaired memory

i. Noncompliance

j. Disturbed personal identity

k. Ineffective role performance

l. Self care deficit (bathing/hygiene, dressing/grooming

m. Disturbed sensory perception

n. Impaired sicial interaction

o. Social isolation

p. Risk for suicide

q. Ineffective therapeutic regimen management

r. Disturbed thought prosceses (Satrio. dkk, 2015).


2. Tanda gejala halusinasi

a. Pendengaran

1) Melirik mata kekanan/kekiri untuk mencari sumber suara

2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang sedang

berbicara/benda mati didekatnya

3) Terlibat pembicaraan dengan benda mati atau orang yang tidak nampak

4) Menggerakan mulut seperti mengomel (Satrio. dkk, 2015).

b. Penglihatan

1) Tiba-tiba tampak tergagap, ketakutan karena orang lain , benda mati

atau stimulus yang tak terlihat

2) Tiba lari keruang lain

c. Pengecapan

1) Meludahkan makanan atau minuman

2) Menolak makanan atau minum obat

3) Tiba-tiba meninggalkan meja makan.

d. Penghirup

1) Mengkerutkan hidung seperti menghirup udara yang tidak enak

2) Menghirup bau tubuh

3) Menghirup bau udara ketika berjalan kearah orang lain

4) Berespon terhadap bau dengan panik (Satrio. dkk, 2015).

e. Peraba

1) Menampar diri sendiri seakan-akan sedang memadamkan api


2) Melompat-lompat dilantai seperti menghindari sesuatu yang

menyakitkan

f. Sintetik

1) Memverbalisasi terhadap proses tubuh

2) Menolak menyelesaikan tugas yang menggunakan bagian tubuh yang

diyakini tidak berfungsi (Satrio. dkk, 2015).

3. Data Yang Perlu Dikaji Pada Masalah Keperawatan halusinasi

Tanda dan gejala halusinasi secara umum.

a. Data subyektif

Pasien mengatakan

1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan

2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap

3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya

4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat

hantu atau monster

5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau

itu menyenangkan

6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses

7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya

b. Data obyektif

1) Bicara atau tertawa sendiri

2) Marah-marah tanpa sebab

3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu


4) Menutup telinga

5) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu

6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas

7) Mencium sesuatu seperti membaui bau-bauan tertentu

8) Menutup hidung

9) Sering meludah

10) Muntah

11) Mengaruk-garuk permukaan kulit

4. Pohon Masalah

Menurut Keliat,dkk (2010) pohon masalah isolisasi sosial adalah sebagai

berikut :

Resiko perilaku Kekerasan

Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

5. Diagnosis Keperawatan

Menurut Yosep (2013) diagnosis keperawatan isolasi adalah:

a. Resiko perilaku kekerasan

b. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi

c. Isolasi sosial

d. Harga diri rendah


6. Tindakan Keperawatan

Menurut Yosep (2013) tindakan keperawatan halusinasi adalah:

a. Tindakan keperawatan

1) Membantu klien mengenal halusinasi

Perawat mencoba menanyakan pada klien tentang isi halusinasi

(apa yang didengar/dilihat) waktu terjadi halusinasi, frekuensi, situasi

yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan pasien saat

halusinasi muncul.

2) Melatih pasien mengontrol halusinasi

Untuk membantu klien agar mampu mengontrol halusinasi perawat

dapat mendiskusikan empat cara mengontrol halusinasi pada klien.

Yaitu:

a) Menghardik halusinasi

Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri

terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul.

b) Melatih bercakap-cakap dengan orang lain

c) Melatih klien beraktivitas secara terjadwal

d) Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

3) Pemberian psikomfarmakoterapi

4) Membantu efek samping obat

5) Melibatkan keluarga dalam tindakan


b. Terapi Tindakan Keperawatan Spesialis

1) Terapi individu : Terapi perilaku

2) Terapi kelompok :Psikoedukasi kelompok

3) Terapi keluarga : Terapi Triangel.

4) Terapi komunitas : Assertive community therapy (ACT)

c. Rencana Tindakan Medis/ psikofarmadinamika

1) Anti Psikotik :

a) Chlorpromazine ( Promactile, Largactile)

b) Haloperidol ( Haldol, srenace, Lodomer)

c) Stelazine

d) Clozapine (Clozaril)

e) Risperidone ( Risperidal)

2) Anti parkinson

a) Trihexyphenidile

b) Arthan (Satrio.dkk, 2015).

7. Rencana Tindakan Keperawatan

Perencanaan
No Rasional
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1 Pasien Mampu : Setelah 4x SP 1
1) Mengontrol pertemuan, 1) Membantu pasien 1) Mencari tahu apa yan
halusinasi pasien dapat mengenal halusinasi g terjadi ketika pasien
dengan cara menjelaskan ( isi, frekuensi, halusinasi.
menghardik. tentang: waktu terjadinya,
2) Mengontrol 1)Cara Menghardik situasi pencetus, 2) Memberi pengetahuan
Cara minum obat perasaan saat terjadi
halusinasi 2)
dengan cara (6 Benar) halusinasi) 3) Memberikan latihan
minum obat (6 Bercakap-cakap 2) Menjelaskan cara praktik langsung untuk
Benar) 3) dengan orang mengontrol mencegah datangnya
3) Mengontrol lain. halusinasi : hardik, halusinasi
Melakukan obat, bercakap-cakap,
halusinasi melakukan kegiatan 4) Mengontrol/evaluasi apa
dengan cara 4)
bercakap-cakap Kegiatan Harian. harian saja yang sudah pasien
dengan orang 3) Mengajarkan pasien lakukan.
lain. mengontrol halusinas
4) Mengontrol dengan cara
halusinasi menghardik
dengan cara halusinasi
melakukan
kegiatan harian.

4) Masukan oada jadwa


kegiatan untuk latihan
menghardik
SP 2
1) Evaluasi kegiatan 1) Membandingkan hasil
menghardik,beri dan harapan.
pujian
2) Latih cara 2) Memberikan latihan
mengontrol praktik langsung untuk
halusinasi' mencegah datangnya
halusinasi.
3) Latih cara mengontro
halusinasi dengan 3) Memberikan latihan
obat ( jelaskan 5 benar praktik langsung untuk
: jenis, guna, dosis mencegah datangnya
frekuensi, halusinasi.
cara,kontinuitas
minum obat)
4) Masukan pada 4) Mengontrol/evaluasi apa
jadwal kegiatan saja yang sudah pasien
untuk latihan lakukan.
menghardik dan
minum obat
SP 3
1) Evaluasi kegiatan 1) Membandingkan hasil
harian menghardik dan harapan.
dan obat, beri pujian
2) Latih cara 2) Memberikan latihan
mengontrol praktik langsung
halusinasi bercakap- untukmencegah
cakap saat terjadi datangnya halusinasi.
halusinasi 3) Mengontrol/evaluasi apa
3) Masukkan pada saja yang sudah pasien
jadwal kegiatan lakukan.
untuk latihan
menghardik, minum
obat dan bercakap-
cakap.
SP 4
1) Evaluasi kegiatan 1) Membandingkan
harian menghardik, hasil dan harapan.
minum obat dan
bercakap-cakap, beri
pujian 2) Memberikan latihan
2) Latih cara praktik langsung
mengontrol untukmencegah
halusinasi dengan datangnya
melakukan kegiatan halusinasi.
harian (mulai 2
kegiatan) 3) Mengontrol/evaluasi
3) Masukkan pada apa saja yang sudah
jadwal kegiatan pasien lakukan.
untuk latihan
menghardik,minum
obat, bercakap-
cakap dan kegiatan
harian.
2 Keluarga Setelah 4x SP 1
mampumerawat pertemuan 1) Diskusikan 1) Mengetahui masalah
anggota keluarga keluarga mampu masalah yang yang dirasakan
yang mengalami meneruskan dirasakan dalam dalam merawat
masalah gangguan melatih pasien merawat klien klien.
persepsi sensori : dan mendukung 2) Jelaskan 2) Memberi
halusinasi agar kemampuan pengertian, tanda pengetahuan.
mengontrol dan gejala dan
halusinasinya proses terjadinya 3) Memberi
meningkat. halusinasi pengetahuan.
3) Jelaskan cara 4) Memberi latihan
merawat halusinasi praktik langusng
4) Latih cara merawat dalam mengontrol
halusinasi : hardik halusinasi.

5) Anjurkan 5) Mengontrol apa-apa


membantu klien saja yang pasien
sesuai jadwal dan lakukan untuk
memberi pujian latihannya
SP 2
1) Evaluasi kegiatan 1) Membandingkan
keluarga dalam hasil dan harapan.
merawat/melatih
klien
menghardik,beri 2) Memberi
pujian pengetahuan.
2) Jelaskan 6 benar
cara memberikan 3) Memberi latihan
obat praktik langusng
3) Latih cara dalam mengontrol
memberikan/ halusinasi.
membimbing minum 4) Mengontrol apa-apa
obat. saja yang pasien
lakukan untuk
latihannya
4) Anjurkan membantu
klien sesuai jadwal
dan memberi pujian
SP 3
1) Evaluasi kegiatan 1) Membandingkan hasil
keluarga dalam dan harapan.
merawat/melatih
klien menghardik
dan memberikan 2) Memberi pengetahuan.
obat, beri pujian
2) Jelaskan cara
bercakap-cakap dan 3) Memberi latihan
melakukan kegiatan praktik langusng
untuk mengontrol dalam mengontrol
halusinasi halusinasi.
3) Latih dan sediakan
waktu bercakap- 4) Mengontrol apa-apa
cakap dengan klien saja yang pasien
terutama pada saat lakukan untuk
halusinasi latihannya
4) Anjurkan membantu
klien sesuai jadwal
dan memberikan
pujian
SP 4
1) Evaluasi kegiatan 1) Membandingkan
keluarga dalam hasil dan harapan.
merawat/ melatih
klien menghardik,
memberikan obat,
dan bercakap- 2) Memberi
cakap, beri pujian pengetahuan.
2) Jelaskan follow up
ke RSJ/PKM, 3) Mengontrol apa-apa
tanda kambuh, saja yang pasien
rujukan lakukan untuk
3) Anjurkan latihannya
membantu klien
sesuai jadwal dan
memberikan
pujian
Sumber :(Satrio. dkk, 2015).

8. Pelaksanaan Keperawatan

Pelaksanaan adalah asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian

kegiatan yang sistematis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang

optimal. Sebelum melakukan rencana tindakan keperawatan, perawat

hendaklah menjelaskan tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap

pasien. Dalam pelaksanaan, perawatan melakukan fungsinya sebagai

independent, interdependent dan dependent. Pada fungsi independent perawat

melakukan tindakan atas dasar inisiatif sendiri (Nursalam, 2011).


9. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan yang dapat

digunakan sebagai alat pengukur keberhasilan suatu rencana keperawatan

yang telah dibuat. Meskipun evaluasi dianggap sebagai tahap akhir dari

proses keperawatan proses ini tidak berhenti, yang telah terpecahkan dan

masalah yang perlu dikaji ulang, direncanakan kembali, dilaksanakan dan

dievaluasikan kembali (Nursalam, 2011).

D. Tinjauan Islam Yang Berkaitan Dengan Isolasi Sosial

Secara konseptual, kesehatan mental sebagai gam baran kondisi

normalsehat memiliki definisi yang beragam. hal dikarenakan, setiap ahli

memiliki orientasi yang berbeda-beda dalam merumuskan kesehatan mental.

Namun menurut Zakiah Daradjat, dibalik keberagaman tersebut, ada empat

rumusan kesehatan jiwa yang lazim dianut oleh para ahli, yakni rumusan

kesehatan mental yang berorientasi pada simtomatis, penyesuaian diri,

pengembangan potensi, dan agama/kerohanian (Suhaimi, 2015).

Didalam pandangan Islam, kesehatan mental merupakan suatu kondisi

yang memungkinkan perkembangan fisik (biologik), intelektual

(rasio/cognitive), emosional (affective) dan spiritual (agama) yang optimal

dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang

lain. Makna kesehatan mental mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi)

dan memperhatikan semua segi-segi dalam kehidupan manusia dalam

hubungannya dengan Tuhan (vertikal), dan sesama manusia (horisontal) dan

lingkungan alam (Suhaimi, 2015).


Islam sebagai agama yang ajaranajarannya diwahyukan Allah kepada

manusia melalui Nabi Muhamad Saw sangat sarat nilai dan bukan hanya

mengenai satu segi, namun mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia,

sebagaimana yang terkandung di dalam al-Qur’an. Quraish Shihab

menyebutkan bahwa Islam mempunyai aturan-aturan atau syariat yang

melindungi agama, jiwa, keturunan, akal, jasmani dan harta benda. Tiga dari

keenam hal tersebut yakni jiwa, jasmani dan akal sangat berkaitan erat

dengan kesehatan, oleh karena itu ajaran Islam sangat sarat dengan tuntutan

bagaimana memelihara kesehatan. (Suhaimi, 2015).

Dalam paradigma al-Qur’an, terdapat banyak sekali ayat-ayat yang

membicarakan tentang kesehatan, baik itu dari segi fisik, kejiwaan, sosial dan

kerohanian. Ayat-ayat ini terdiri dari dua bagian, yakni:

1. Konsep-konsep yang merujuk kepada pengertian normatif yang khusus,

doktirndoktrin etik. Dalam bagian pertama ini, kita mengenal banyak sekali

konsep mengenai kesehatan, baik yang bersifat abstrak maupun yang

kongkrit. Konsep yang abstrak di antaranya adalah konsep kondisi jiwa

(psikologis), perasaan (emosi), akal dan lain sebagainya. Sementara konsep

yang konkrit mengenai pola kepribadian manusia (personality), seperti pola

kepribadian yang beriman, pola kepribadian munafik, dan pola kepribadian

kafir.

2. Ayat-ayat yang berisi tentang sejarah dan amsal-amsal (perumpamaan).

Seperti kisah di dalam mengenai kesabaran Nabi Ayyub dalam m enghadapi

ujian yang di timpakan oleh Allah berupa penyakit. Kisah ini tertuang dalam
QS. al-Anbiyya’ (21) ayat 83-84 berikut ini: Artinya: ”Dan (ingatlah kisah)

Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: ”(Ya Tuhanku), Sesungguhnya Aku

Telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang

diantara semua penyayang. Maka kamipun memperkenankan seruannya itu,

lalu kamilenyapkan penyakit yang ada padanya dan kami kembalikan

keluarganya kepadanya, dan kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai

suatu rahmat dari sisi kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang

menyembah Allah.” (Suhaimi, 2015).

Menurut Muhammad Mahmud, ada sembilan ciri atau karakteristik

mental yang sehat, yakni:

1. Kemapanan (al-sakinah), ketenangan (ath-thuma’ninah) dan rileks (ar-

rahah) batin dalam menjalankan kewajiban, baik terhadap dirinya,

masyarakat maupun Tuhan.

2. Memadai (al-kifayah) dalam beraktivitas).

3. Menerima keadaannya dirinya dan keadaan orang lain.

4. Adanya kemampuan untuk menjaga diri.

5. Kemampuan untuk memikul tanggung jawab, baik tanggung jawab

keluarga, sosial, maupun agama.

6. Memiliki kemampuan untuk berkorban dan menebus kesalahan yang

diperbuat.

7. Kemampuan individu untuk membentuk hubungan sosial yang baik yang

dilandasi sikap saling percaya dan saling mengisi.

8. Memiliki keinginan yang realistik, sehingga dapat diraih secara baik.


9. Adanya rasa kepuasan, kegembiraan (al-farh atau al -surur) dan kebahagiaan

(al-sa’adah) dan menyikapi atau menerima nikmat yang diperoleh.

(Suhaimi, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Dalami. (2010). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Yogyakarta: Trans Info.

Media. Keliat, B. A. (2014). Proses keperawatan kesehatan jiwa, Edisi 2. Jakarta : EGC.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Badan

Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Kusumawati. (2010).

Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika. Nanda. (2012). Diagnosa

Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Buku Kedokteran : EGC. Nasir & Muhith.

(2011). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. Purwaningsih & Karlina.

(2010). Asuhan Keperawatan Jiwa. Dilengkapi Terapi Modalitas Dan Standar Operating

Procedure (SOP). Yogyakarta: Nuha Medika. Riyadi, S. & Purwoto, T. (2009). Asuhan

Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha Ilmu. Satrio, KL., Damayanti,R., & Ardinata. (2015).

Buku Ajar Keperawatan jiwa. Pusat penelitian dan penerbitan LP2M Institut Agama Islam

Negeri Raden Intan: Lampung. Stuart.G.W. (2009). Buku saku keperawatan jiwa. Alih bahasa.

Jakarta: EGC. Suhaimi, S. (2015). Gangguan Jiwa dalam Perspektif Kesehatan Mental Islam.

An-Nida', 40(1), 23-30. Jurnal RISALAH. Vol. 26, No. 4, Desember 2015: 197-205 Yosep, I.

(2013). Keperawatan Jiwa. Bandung : PT. Refika Aditama.

33

Anda mungkin juga menyukai