Anda di halaman 1dari 14

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teori Belajar dan Psikologi
Perkembangan yang dibina Dr. Nuril Mufidah,M.Pd

Oleh :
Devi Mufidatul Maulidiya (19150096)
Aimmatul Arifah (19150109)
Ahmad Abdal Akbar (19150121)

KELAS C
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA IBRAHIM MALANG
Maret, 2020
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang … 3
1.2 Rumusan Masalah … 3
1.3 Tujuan … 3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pandangan Kontruktivisme tentang belajar … 4
2.2 Karakteristik Pembelajaran Kontruktivisme … 5
2.3 Pembelajaran Menurut Gesalt Theory dan Processing Information Theory …7

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan … 11
3.2 Saran … 12

DAFTAR PUSTAKA … 13

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Belajar merupakan suatu proses orang untuk memperoleh berbagai kecakapan,
keterampilan dan sikap. Sebagian besar pencapaian peradaban manusia akan tidak
berguna lagi dalam satu generasi dan peradaban yang kemudian akan sirna sendiri
dari bumi. Faktor utama yang menjadikan manusia dapat bertahan di dunia adalah
pendidikan yang mana dapat diperoleh dari proses belajar dan pembelajaran.
Dalam pembagian teori belajar sendiri kita telah mengenal teori belajar
Behavioristik, Kognivistik, Kontruktivistik dan Humanistik. Teori Behavioristik
mengatakan bahwa dalam proses ini peran aktif stimulus yang diberikan, atau
bisa disebut juga dalam hal ini guru lebih aktif dari pada murid. Kemudian dalam
Kognitivistik dyang lebih menekankan pada mental anak dan berfikirnya. Kedua
teori diatas sebagaimana telah dijelaskan oleh kelompok sebelumnya.
Makalah kami akan membahas mengenai Teori Kontruktivistik. Untuk Teori
Kontruktivistik sendiri fokus pada proses pembelajaran. Murid dalam hal ini
lebih aktif dari pada guru. Guru hanya sebagai fasilitator dan pengawas dalam
proses belajar. Kami juga akan membahas Gesalt Theory dan Proccesing
Information Theory.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana Pandangan Teori Kontruktivisme Tentang Belajar?
1.2.2 Bagaimana Karakteristik Pembelajaran Kontruktivisme?
1.2.3 Bagaimana Pembelajaran Menurut Gesalt Theory dan Processing
Information Theory?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui Pandangan Teori Kontruktivisme Tentang Belajar.
1.3.2 Mengetahui Karakteristik Pembelajaran Kontruktivisme.
1.3.3 Mengetahui Pembelajaran Menurut Gesalt Theory dan Processing
Information Theory.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pandangan Kontruktivisme tentang belajar


Seperti yang kita ketahui dalam prinsip pembelajaran adalah bahwa guru tidak
begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswalah yang harus
aktif membangun pengetahuan dalam pemikiran mereka sendiri. Berbeda dengan
aliran behavioristik yang memehami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat
mekanistik antara stimulus dan respon, kontruktivisme memehami hakikat belajar
sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan cara
mencoba memberi makna pada pengetahuan sesuai pengalamannya. Secara
filosofis, belajar menurut teori kontruktivisme adalah membangun pengetahuan
sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-
fakta, konsep-konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat. Manusia
harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna dalam pengetahuan

nyata.1
Perspektif kontruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang
lebih menekankan proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai
penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai
penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar dan strategi belajar akan
mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai
upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ‘mengkontruksi’ atau
membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan
menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki. Dengan
demikian pemahaman atau pengetahuan dapat dikatakan bersifat subjektif karena
sesuai dengan proses yang digunakan seseorang untuk mengkontruksi pemahaman
tersebut. Sebagai contoh adalah konsep ‘jauh-dekat’. Pernahkah anda berjalan kaki
bersama seorang penduduk desa ke suatu tempat? Dia berkata, “oh, tempatnya
dekat, hanya dibalik bukit itu”. Bagi anda yang tidak terbiasa jalan jauh, berjalan
kaki satu meter saja sudah jauh sekali dan melelahkan. Tapi bagi rekan

1 Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, Cet. Ke-2, 2017) hal. 164.

4
seperjalanan anda, jarak tersebut bukan apa-apa, karena dia terbiasa tiap hari
berjalan ke hutan yang jauh untuk mencari kayu bakar. Begitu pula dengan konsep
‘besar-kecil’. Sepasang suami istri muda yang baru menikah menganggap bahwa
2
tinggal dirumah berukuran 80m dengan cukup besar dan longgar. Tetapi
beberapa tahun kemudian setelah dua anaknya tumbuh besar, dan dipengaruhi
pula oleh konsep pendidikan bahwa untuk mengembangkan kejiwaan yang sehat
anak-anak menjelang remaja sebaiknya mempunyai kamar sendiri, mereka
menganggap rumah menjadi terasa kecil dan sempit.2
Perspektif kontrutivis seringkali dibandingkan dengan perspektif tradisional
objektivis, yang beranggapan bahwa penggetahuan merupakan suatu objek diluar
manusia yang mempunyai sifat objektivis dengan struktur tertentu yang jelas.
Sebagai konsekuensi dari pandangan ini, pembelajaran dilakukan lebih bersifat
sebagai ‘transfer of knowlage’ dari guru kepada siswa. Dalam hal ini siswa lebih
banyak menerima apa saja yang disampaikan guru. Sedangkan menurut perspektif
kontruktivisme, pembelajaran di kelas dilihat sebagai proses ‘kontruksi’
pengetahuan oleh siswa. Perspektif kontruktivisme mengharuskan siswa bersikap
aktif. Dalam proses ini siswa mengembangkan gagasan atau konsep baru
berdasarkan analisis dan pemikiran ulang terhadap pengetahuan yang diperoleh
3
pada masa lalu dan masa kini.

2.2 Karakteristik Pembelajaran Kontruktivisme


Beberapa karakteristik yang juga merupakan prinsip dasar perspektif
kontruktivisme dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan strategi alternatif untuk memperoleh dan menganalisis
informasi.
2. Dimungkinkannya perspektif jamak (multiple perpektif) dalam proses belajar.
3. Peran siswa utama dalam proses belajar, baik dalam mengatur atau
mengendalikan proses berpikirnya sendiri maupun ketika berinteraksi dengan
lingkungannya.

2 Udin S. Winataputra, dkk, Teori Belajar dan Pembelajaran (Tangerang Selatan:


Universitas Terbuka, 2014), hal. 6.6.
3 Udin S. Winaputra, dkk, Teori Belajar dan Pembelajaran (Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka, 2014), hal 6.7.

5
4. Penggunaan scaffolding dalam pembelajaran.
5. Peranan pendidik/ guru lebih sebagai tutor, fasilitator dan mentor untuk
mendukung kelancaran dan keberhasilan proses belajar siswa.
6. Pentingnya kegiatan belajar dan evaluasi belajar yang otentik.
Prinsip-prinsip dasar tersebut dapat diterapkan guru dalam pembelajaran,
misalnya dengan:
a. Mengembangkan strategi alternatif untuk memperoleh dan menganalisis
informasi.; siswa perlu dibiasakan untuk menemukan (mengakses) informasi dari
berbagai sumber, seperti: buku, majalah, koran, pengamatan, wawancara, dan
dengan menggunakan internet.
b. Dimungkinkan perspektif jamak (multiple perspective) dalam proses belajar;
Dalam menjelaskan suatu peristiwa, diantara siswa akan terjadi perbedaan
pendapat yang dipengaruhi oleh pengalaman, budaya, dan struktur berpikir yang
dimiliki.
c. Siswa mempunyai peran utama dalam proses belajar, baik ketika mengatur atau
mengelola proses berpikirnya sendiri maupun ketika berinteraksi dengan
lingkungannya.
d. Penggunaan scaffolding dalam proses pembelajaran; Scaffolding merupakan
proses memberikan tuntunan atau bimbingan kepada siswa untuk mencapai apa
yang harus dipahami dapi apa yang telah diketahui.
e. Peran pendidik/ guru lebih sebagai tutor, fasilitator, dan mentor untuk
mendukung kelancaran dan keberhasilan proses belajar siswa.
f. Pentingnya kegiatan belajar dan evaluasi belajar yang otentik; yang dimaksud
adalah seberapa dekat kegiatan yang dilakukan dengan kehidupan dan
permasalahan nyata (sesungguhnya) yang terjadi pada masyarakat dan akan
4
dihadapi siswa ketika menerapkan ilmu tertentu pada masyarakat.
Fornot mengemukakan aspek-aspek pembelajaran kontruktivisme berupa
adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of envieronment), dan
pembentukan makna (the constructian of meaning). Dari ketiga aspek tersebut,
oleh J. Piagiat mengemukakan adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui
dua proses, yaitu:

4 Udin S. Winaputra, dkk, Teori Belajar dan Pembelajaran (Tangerang Selatan:


Universitas Terbuka, 2014), hal 6.22.

6
1. Proses Asimilasi
Proses Asimilasi adalah proses kognitif ketika seseorang mengintegrasikan
persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah

ada dalam pikirannya.5 Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang
menempatkan dan mengklasifikaskan kejadian atau rangsangan baru dalam skema
yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus menerus. Asimilasi adalah satu
proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan
lingkungan baru.

2. Proses Akomodasi
Proses Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan
rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok
dengan rangsangan itu.
Menurut Piagiat, adaptasi merupakan suatu keseimbangan antara asimilasi
dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan
adaptasi terhadap lingkungannya, terjadilah ketidakseimbangan. Akan tetapi, bila
terjadi keseimbangan individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada
6
sebelumnya.

2.3 Pembelajaran Menurut Gesalt Theory dan Processing Information Theory


1. Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai
bentuk atau konfigurasi. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau
peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang
terorganisasikan. Ada tiga tokoh yang mempelopori Teori Gestalt yaitu Max
Wertheimer, Kurt Koffka dan Wolfgang Kohler. Suatu konsep yang penting dalam

teori Gestalt adalah tentang “insight”.Kohler mencetuskan istilah insight. 7 Yaitu


pemahaman terhadap hubungan antar bagian dalam suatu situasi permasalahan
dan menganggap bahwa Insight adalah inti dari pembentukan

5 Diana Mutiah. Psikologi Bermain Anak Usia Dini (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hal.
50.

6 M. Thobroni, Belajar & Pembelajaran (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, cet-1, 2015), hal 100.
7 Sulistiawati, Pembelajaran Matematika Gasing Ditinjau dari Berbagai Perspektif Teori
Belajar (Tangerang: Jurnal Teorema, 2019), hal. 45.

7
tingkah laku. Insight yang merupakan inti dari belajar menurut teori gestalt,
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Kemampuan Insight seseorang tergantung kepada kemampuan dasar
orang, sedangkan kemampuan dasar itu tergantung kepada usia dan posisi
yang bersangkutan dalam kelompok (spesiesnya).
b. Insight dipengaruhi atau tergantung kepada pengalaman masa lalunya yang
relevan.
c. Insight tergantung kepada pengaturan dan penyediaan lingkungannya.
d. Pengertian merupakan inti dari insight. Melalui pengertian individu akan
dapat memecahkan persoalan. Pengertian itulah yang dapat menjadi kendaraan
dalam memecahkan persoalan lain pada situasi yang berlainan.
e. Apabila insight telah di peroleh,maka dapat digunakan untuk menghadapi
persoalan dan situasi lain.
Insight barulah berfungsi bila ada persepsi terhadap masalahnya. Hilgard
dalam Suryabrata memberikan enam macam sifat khas belajar dengan insight,
yaitu:
1. Insight itu dipengaruhi oleh kemampuan dasar
2. Insight itu dipengaruhi oleh pengalaman belajar masa lampau yang relevan,
3. Insight tergantung kepada pengaturan secara eksperimental,
4. Insight itu didahului oleh suatu periode mencoba-coba,
5. Belajar yang dengan Insight itu dapat diulangi,
6. Insight yang telah sekali didapatkan dapat dipergunakan untuk menghadapi
situasisituasi yang baru.
Ada delapan prinsip belajar menurut teori Gestalt, yaitu:
a. Belajar berdasarkan keseluruhan
b. Belajar adalah suatu proses perkembangan,
c. Siswa sebagai organisme keseluruhan,
d. Terjadinya transfer,
e. Belajar adalah reorganisasi pengalaman,
f. Belajar dengan insight,
g. Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan
siswa,

8
8
h. Belajar berlangsung terus-menerus.
2. Model Mengelola Informasi (InformatioProcessing Theory)
Model – model mengelola informasi menhelaskan juga tentang berbagai
macam ilmu pengetahuan dan perbedaannya. Teori ini menyatakan bahwa seperti
sebuah komputer, pikiran manusia adalah sebuah sistem yang pemrosesan
informasi melalui penerapan aturan–aturan strategi dan logika. Pikiran manusia
mempunyai keterbatasan kapasitas untuk informasi yang dapat diproses. a.
Pentingnya Pengetahuan dalam Belajar
Pengetahuan adalah hasil belajar. Pada saat seseorang belajar tentang
matematika, sekarah bangsa, sosial, dan aturan – aturan bermain bulutangkis,
seseorang mengetahui sesuatu yang baru. Pengetahuan bukanlah hasil akhir,
melainkan lebih dari itu pengetahuan adalah pembimbing atau pengarah bagi
belajar sesuatu yang baru.
Sebuah penelitian tentang pentingnya pengetahuan dalam memahami dan
mengingat suatu informasi yang batu telah dilakukan oleh Recht dan Leslie.
Keduanya meneliti siswa – siswa sekolah menengah pertama yang sangat bagus
membacanha dan sangat kurang membacanya. Mereka menguji pengetahuan
siswa tentang olahraga baseballtidakada kaitannya dwngan kemampuan membaca.
Kedua peneliti tersebeut membagi siswa dalam 4 kelompok:
1. Kelompok yang mampu membaca dengan bagus sekaligus memiliki
pengetahuan tentang baseball.
2. Kelompok yang mampu membaca dengan baik tapi kurang pengetahuannya
tenngangbaseball.
3. Kelompok yang kutang mampu membaca dengan baik tapi memiliki
pengetahuan tentang baseball yang luas.
4. Siswa yang memiliki kemampuan membaca yang kurang dan pengetahuan
tentang baseball juga kurang.
Hasilnya kekuatan dari pengetahuan siswa yang memiliki kemampuan membaca
kurang dan telah memiliki pengetahuan baseball yang luas ternyata lebih baik
daya ingatnya tentang baseball daripada siswa yang memiliki kemampuan

8 Trisnawati dkk., The Relevance


of The 2013 Curriculum for Primary Schools
Psychological Review (Jurnal JPGMI Vol 4 (01), 2018)

9
membaca baik tetapi pengetahuan tentang baseball kurang. Dan dari penelitian itu
pula diketahui bahwa siswa yang memiliki kemampuan membaca kurang dan
telah memiliki pengetahuan baseball yang luas sama baiknya dengan siswa yang
mampu membaca dengan baik serta memiliki pengetahuan baseball yang
baikpula.sedangkan siswa yang kurang mampu membaca dengan baik dan kurang
memiliki pengetahuan baseball mereka kurangg dapat mengingat apa yang mereka
baca.dan hasil penelitian dari kedua peneliti ini menyimpulkan bahwa dasar
pengetahuan yang baik lebih penting dari pada strategi belajar yang baik dalam
memahami dan mengingat.
b. Macam –Macam Pengetahuan
1. Pengetahuan Deklaratif
Pengetahuan Deklaratif adalah mengetahui tentang (knowing that) suatu kasus
atau masalah. Biasanya, pengetahuan ini berupa fakta–fakta, opini–opini,
kepercayaan, aturan–aturan, puisi, lirik lagu, teori–teori dan lainnya. Gagne
menyebut pengetahuan deklaratif sebagia informasi verbal.
2. Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan Prosedural adalah mengethaui bagaimana untuk melakukan
sesuatu atau memecahkan sebuah kasus. Seorang siswa yang dapat menyebutkan
aturan cara membagi pecahan menunjukan ia memiliki pengetahuan deklaratif,
tetapi ketika ia dapat membagi pecahan dengan benar menunjukan pengetahuan
prosedural. Pengetahuan prosedural harus ditunjukan dengan tingkah laku atau
tindakan. Pengetahuan prosedural disebutkna dengan keterampilan intelektual.
3. Pengetahuan kondisional
Pengetahuan kondisional adalah (mengetahui kapan dan mengapa) untuk
menggunakan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Misalkan
seorang siswa diberi soal matematika yang bermacam– macam. Pada saat siswa
menyebutkan rumus dan menggunakannya untuk memecahkan soal matematika
krmudian mengaplikasikan rumus yang lain untuk memecahkan persoalan yang
berbeda, maka hal itu menunjukan ia menggunakan pengetahuan kondisional.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.1.1 Perspektif kontruktivisme mempunyai pemahaman tentang belajar yang
lebih menekankan proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai
penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai
penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar dan strategi belajar akan
mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang.
3.1.2 Krakteristik Teori Kontruktivisme:
a. Mengembangkan strategi alternatif untuk memperoleh dan menganalisis
informasi.
b. Dimungkinkannya perspektif jamak (multiple perspektif) dalam proses belajar.
c. Peran siswa utama dalam proses belajar, baik dalam mengatur atau
mengendalikan proses berpikirnya sendiri maupun ketika berinteraksi dengan
lingkungannya.
d. Penggunaan scaffolding dalam pembelajaran.
e. Peranan pendidik/ guru lebih sebagai tutor, fasilitator dan mentor untuk
mendukung kelancaran dan keberhasilan proses belajar siswa. f. Pentingnya
kegiatan belajar dan evaluasi belajar yang otentik.
3.1.3 Pembelajaran Menurut Gesalt Theory dan Processing Information
Theory a. Gesalt Theory
Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan
dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Suatu konsep yang
penting dalam teori Gestalt adalah tentang “insight”. Yaitu pemahaman terhadap
hubungan antar bagian dalam suatu situasi permasalahan dan menganggap bahwa
Insight adalah inti dari pembentukan tingkah laku.
c. Processing Information Theory
Teori ini menyatakan bahwa seperti sebuah komputer, pikiran manusia adalah
sebuah sistem yang pemrosesan informasi melalui penerapan aturan–aturan
strategi dan logika.

11
3.2 Saran
Setelah kita mempelajari Teori Belajar Kontruktivisme dan dua teori
sebelumnya, dapat kita pahami bahwa hasil bukanlah pokok tujuan utama. Akan
tetapi proses juga suatu hal yang tidak kalah penting. Untuk itu penulis
mengingatkan bahwa proses tidak akan pernah menghianati hasil. Diharapkan
kepada para pembaca khususnya untuk maksimal dalam berproses serta tidak
menyia-nyiakannya dengan begitu saja.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Fatihul Amin. 2016. Aplikasi Teori Gesalt dalam Mewujudkan


Pembelajaran Bermakna. Sidoarjo: Jurnal STKIP PGRI Sidoarjo.
Baharuddin dan Nur Wahyuni, Esa. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran.
Ar-Ruzz Media: Yogyakarta.
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. 2017. Teori Belajar dan Pembelajaran.
Ar-Ruzz Media: Yogyakarta.
Mutiah, Diana. 2010. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Kencana Predana.
Media Group: Jakarta.
Rusman. 2017. Belajar & Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Kencana: Jakarta.
Sulistiawati. 2019. Pembelajaran Matematika Gasing Ditinjau dari Berbagai
Perspektif Teori Belajar. Tangerang: Jurnal Teorema.
Supardan, Dadang. 2016. Teori dan Praktek Pendekatan Kontruktivisme dalam
Pembelajaran. Bandung: Edunomik vol 4 (01).
Subakti. 2010. Paradigma Pembelajaran Sejarah Berbasis Kontruktivisme.
Yogyakarta: SPPS Vol 24 (01).
Thobroni, M. 2015. Belajar dan Pembelajaran (Teori dan Praktik). Ar-Ruzz
Media: Yogyakarta.
Trisnawati dkk. 2018. The Relevance of The 2013 Curriculum for Primary
Schools Psychological Review. Jurnal JPGMI Vol 4 (01).
Winata Putra, Udin S. dkk. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran. Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka.

13
14

Anda mungkin juga menyukai