2. Klasifikasi BBLR
a. Ada beberapa pengelompokan dalam BBLR (Mitayani, 2009) :
1) Prematuritas murni
Bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan
berat badan sesuai dengan gestasi atau yang disebut neonates kurang
bulan sesuai dengan masa kehamilan.
2) Baby small for gestational age (SGA).
Berat badan lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan. SGA terdiri dari
tiga jenis.
Simetris
Gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan dalam jangka waktu yang
lama.
Asimetris
Terjadi defisit pada fase akhir kehamilan.
Dismaturitas
Bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya untuk masa
gestasi, dan si bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri, serta
merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan.
3. Etiologi BBLR
Etiologi atau penyebab dari BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010):
a. Faktor ibu
1) Penyakit
Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi,
HIV/AIDS, penyakit jantung.
Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20
tahun atau lebih dari 35 tahun.
Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
b. Faktor Janin
Faktor janin meliputi: kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh: hidramnion, plasenta previa, solutio
plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah
dini.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain: tempat tinggal di dataran
tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan dengan bayi berat lahir rendah (Mitayani,
2009):
a. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar
dada kurang dari 30 cm, dan lingkar kepala kurang dari 33cm.
b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
c. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan amat sedikit.
d. Osofikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar.
e. Genitalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia miyora.
f. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan
sering mendapatkan serangan apnea.
g. Lebih banyak tidur dari pada bangun, reflek menghisap dan menelan belum
sempurna.
5. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum
cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi
lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih
kecil dari masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Masalah ini
terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang
disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi
dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi
berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak
mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat badan
lahir normal. Kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak
menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat
hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat dari pada ibu dengan
kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada
masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian
yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
Ibu hamil umumnya mengalami deplesi atau penyusutan besi sehingga hanya
memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang
normal. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada
pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat
mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, dan
BBLR. Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal
secara bermakna lebih tinggi, sehingga kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan
prematur juga lebih besar (Nelson, 2010).
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada bayi dengan berat lahir rendah (Mitayani,
2009) :
a. Sindrom aspirasi mekonium
b. Hipoglikemi simptomatik
c. Penyakit membran hialin
d. Asfiksia neonatorum
e. Hiperbilirubinemia
8. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada bayi BBLR (Mitayani, 2009) :
a. Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb (normal: 12-24gr/dL), Ht (normal:
33 -38% ) mungkin dibutuhkan.
b. Dektrosik: menyatakan hipoglikemi (normal: 40 mg/dL).
c. Analisis Gas Darah (AGD): menentukan derajat keparahan distres pernafasan
bila ada.
d. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia.
e. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia.
Bilirubin normal:
bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl.
bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
f. Urinalisis: mengkaji homeostatis.
g. Jumlah trombosit (normal: 200000 - 475000 mikroliter): Trombositopenia
mungkin menyertai sepsis.
h. EKG, EEG, USG, angiografi: defek kongenital atau komplikasi.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi BBLR yaitu dengan menerapkan
beberapa metode Developemntal care yaitu :
a. Pemberian posisi
Pemberian posisi pada bayi BBLR sangat mempengaruhi pada kesehatan
dan perkembangan bayi. Bayi yang tidak perlu mengeluarkan energi untuk
mengatasi usaha bernafas, makan atau mengatur suhu tubuh dapat
menggunakan energi ini untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi kebanyakan bayi preterm
dan BBLR yang dapat menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, lebih
menoleransi makanan, dan pola tidur istirahatnya lebih teratur. Bayi
memperlihatkan aktifitas fisik dan penggunaan energi lebih sedikit bila
diposisikan telungkup. Akan tetapi ada yang lebih menyukai postur berbaring
miring fleksi. Posisi telentang lama bagi bayi preterm dan BBLR tidak disukai,
karena tampaknya mereka kehilangan keseimbangan saat telentang dan
menggunakan energi vital sebagai usaha untuk mencapai keseimbangan
dengan mengubah postur.
Posisi telentang jangka lama bayi preterm dan BBLR dapat
mengakibatkan abduksi pelvis lebar (posisi kaki katak), retraksi dan abduksi
bahu, peningkatan ekstensi leher dan peningkatan ekstensi batang tubuh
dengan leher dan punggung melengkung. Sehingga pada bayi yang sehat posisi
tidurnya tidak boleh posisi telungkup (Wong, 2008).
b. Minimal handling
1) Dukungan Respirasi
Banyak bayi BBLR memerlukan oksigen suplemen dan bantuan
ventilasi, hal ini bertujuan agar bayi BBLR dapat mencapai dan
mempertahankan respirasi. Bayi dengan penanganan suportif ini
diposisikan untuk memaksimalkan oksigenasi. Terapi oksigen diberikan
berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi. Kebutuhan yang paling krusial
pada bayi BBLR adalah pemberian kehangatan eksternal setelah
tercapainya respirasi. Bayi BBLR memiliki masa otot yang lebih kecil dan
deposit lemak cokelat lebih sedikit untuk menghasilkan panas, kekurangan
isolasi jaringan lemak subkutan, dan control reflek yang buruk pada
kapiler kulitnya. Pada saat bayi BBLR lahir mereka harus segera
ditempatkan dilingkungan yang dipanaskan hal ini untuk mencegah atau
menunda terjadinya efek stres dingin.
3) Termoregulasi
Kebutuhan yang paling krusial pada bayi BBLR adalah pemberian
kehangatan eksternal setelah tercapainya respirasi. Bayi BBLR memiliki
masa otot yang lebih kecil dan deposit lemak cokelat lebih sedikit untuk
menghasilkan panas, kekurangan isolasi jaringan lemak subkutan, dan
control reflek yang buruk pada kapiler kulitnya. Pada saat bayi BBLR
lahir mereka harus segera ditempatkan dilingkungan yang dipanaskan hal
ini untuk mencegah atau menunda terjadinya efek stres dingin.
4) Hidrasi
Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan
tambahan kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting
pada bayi preterm, karena kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi
(70% pada bayi cukup bulan dan sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini
dikarenakan permukaan tubuhnya lebih luas dan kapasitas osmotik
diuresis terbatas pada ginjal bayi preterm yang belum berkembang
sempurna, sehingga bayi tersebut sangat peka terhadap kehilangan cairan.
5) Nutrisi
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR, tetapi
terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena
berbagai mekanisme ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya
berkembang. Jumlah, jadwal, dan metode pemberian nutrisi ditentukan
oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral
ataupun enteral atau dengan kombinasi keduanya.
c. Perawatan Metode Kanguru
1) Definisi dan manfaat perawatan metode kanguru
Perawatan metode kanguru (PMK) merupakan salah satu alternatif
cara perawatan yang murah, mudah, dan aman untuk merawat bayi BBLR.
Dengan PMK, ibu dapat menghangatkan bayinya agar tidak kedinginan
yang membuat bayi BBLR mengalami bahaya dan dapat mengancam
hidupnya, hal ini dikarenakan pada bayi BBLR belum dapat mengatur
lapisan lemak dibawah kulitnya.
PMK dapat memberikan kehangatan agar suhu tubuh pada bayi
BBLR tetap normal, hal ini dapat mencegah terjadinya hipotermi karena
tubuh ibu dapat memberikan kehangatan secara langsung kepada bayinya
melalui kontak antara kulit ibu dengan kulit bayi, ini juga dapat berfungsi
sebagai pengganti dari inkubator.
PMK dapat melindungi bayi dari infeksi, pemberian makanan yang
sesuai untuk bayi (ASI), berat badan cepat naik, memiliki pengaruh positif
terhadap peningkatan perkembangan kognitif bayi, dan mempererat ikatan
antara ibu dan bayi, serta ibu lebih percaya diri dalam merawat bayi
(Perinansia, 2008).
PMK tidak diberikan sepanjang waktu tetapi hanya dilakukan jika ibu
mengunjungi bayinya yang masih berada dalam perawatan di inkubator
dengan durasi minimal satu jam secara terus-menerus dalam satu hari
atau disebut PMK intermiten. Sedangkan PMK yang diberikan
sepanjang waktu yang dapat dilakukan di unit rawat gabung atau
ruangan yang dipergunakan untuk perawatan metode kanguru disebut
PMK kontinu.
2. Pengkajian respirasi
a. Observasi bentuk dada (barrel, konkaf), simetri, adanya insisi, slang dada, atau
devisiasi lainnya.
b. Observasi adanya penggunaan otot penapasan tambahan cuping hidung atau
retraksi substernal, interkostal atau subklavikular.
c. Tentukan frekuensi pernapasan dan keteraturannya.
d. Lakukan auskultasi dan jelaskan suara napas (stridor, krepitasi, mengi, suara
basah berkurang, daerah tanpa suara, grunting), berkurangnya masukan udara,
dan kesamaan suara napas.
e. Tentukan apakah diperlukan pengisapan
3. Pengkajian kardiovaskuler
a. Tentukan denyut jantung dan iramanya.
b. Jelaskan bunyi jantung, termasuk adanya bising.
c. Tentukan titik intensitas maksimal (point of maximum intensity/PMI), titik
ketika bunyi denyut jantung paling keras terdengar dan teraba (perubahan PMI
menunjukkan adanya pergeseran imediastinum).
d. Jelaskan warna bayi ( bisa karena gangguan jantung, respirasi atau
hematopoetik), sianosis pucat, plethora, jaundis, dan bercakbercak.
e. Kaji warna dasar kuku, membran mukosa, dan bibir.
f. Tentukan tekanan darah, dan tunjukkan ekstermitas yang dipakai.
4. Pengkajian gastrointestinal
a. Tentukan adanya distensi abdomen, adanya edema dinding abdomen, tampak
pelistaltik, tampak gulungan usus, dan status umbilicus.
b. Tentukan adanya tanda regurgitasi dan waktu yang berkaitan dengan
pemberian makanan, karakter dan jumlah residu jika makanan keluar, jika
terpasang selang nasogasrtik, jelaskan tipe penghisap, dan haluaran (warna,
konsistensi, pH).
c. Palpasi batas hati (3 cm dibawah batas kosta kanan).
d. Jelaskan jumlah, warna, dan konsistensi feses, periksa adanya darah.
e. Jelaskan bising usus.
5. Pengkajian genitourinaria
a. Jelaskan setiap abnormalitas genitalia.
b. Jelaskan jumlah (dibandingkan dengan berat badan), warna pH, temuan lab-
stick, dan berat jenis kemih (untuk menyaring kecukupan hidrasi).
c. Periksa berat badan (pengukuran yang paling akurat dalam mengkaji hidrasi).
6. Pengkajian neurologis-muskuloskeletal
a. Jelaskan gerakan bayi, kejang, kedutan, tingkat aktivitas terhadap
b. rangsang, dan evaluasi sesuai masa gestasinya.
c. Jelaskan posisi bayi atau perilakunya (fleksi, ekstensi).
d. Jelaskan refleks yang ada ( moro, rooting, sucking, plantar, tonick neck,
palmar).
e. Tentukan tingkat respons dan kenyamanan.
7. Suhu tubuh
a. Tentukan suhu kulit dan aksila.
b. Tentukan hubungan dengan suhu sekitar lingkungan.
8. Pengkajian kulit
a. Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda iritasi,
melepuh, abrasi, atau daerah terkelupas, terutama dimana peralatan pemantau
infus atau alat lain bersentuhan dengan kulit. Periksa juga dan catat preparat
kulit yang dipakai (missal plester, povidone-jodine).
b. Tentukan tekstur dan turgor kulit kering, lembut, bersisik, terkelupas dan lain-
lain.
c. Terangkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir.
C. Diagnosa keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya napas
2. Defisit Nutrisi b/d ketidakmampuan mengapsorsikan nutrisi
3. Termoregulasi tubuh tidak efektif b/d ketidakadekuat suplai lemak subkutan
D. Intervensi Keperawatan
2 Defisit Nutrisi berhubungan Setelah dilakukan tindakan ....x24 jam status nutrisi bayi Manajemen nutrisi (I.03119)
dengan ketidakmampuan membaik dengan kriteria hasil: Observasi
mengapsorsikan nutrisi 1. Berat badan meningkat Identifikasi status nutrisi
2. Panjang badan meningkat Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Pucat menurun Identifikasi makanan yang disukai
4. Bayi Cengeng menurun Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
5. Lapisan lemak membaik Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogatrik
Monitor asupan makan
Monitor berat badan
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
Fasilitasi menentukan pedoman diet (Mis. Piramida
makanan)
Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Berikan suplemen makanan, jika perlu
Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik
jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Ajarkan diet yang diprogramkan
kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiemetik) jika perlu.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
3 Termoregulasi tubuh tidak efektif Setelah dilakukan tindakan ....x24 jam Termoregulasi Regulasi temperatur (I.14578)
berhubungan dengan neonatus membaik dengan kriteria hasil: Observasi
Ketidakadekuat suplai lemak 1. Menggigil menurun Monitor suhu tubuh bayi (36,5oC-37,5oC)
subkutan 2. Akrosianosis menurun Monitor suhu tubuh anak tiap 2 jam, jika perlu
3. Suhu tubuh menurun Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan nadi
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia dan
hepertermia
Terapeutik
Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu.
Tingkatkan asupan cairan dan nutrsi yang adekuat
Bedong bayi segera setelah lahir untuk mencegah
kehilangan panas
Gunakan topi bayi untuk mencegah kehilangan panas
pada bayi baru lahir
Atur inkubator sesuai kebutuhan
Hangatkan terlebih dahulu bahan-bahan yang akan
kontak denan bayi (mis, selimut, kain bedongan,
stetoskop)
Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
Edukasi
Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat
stroke
Jelaskan cara mencegah hipotermi karena terpapar
udara dingin
Demonstrasikan teknik perawatan metode kanguru
(PMK) untuk bayi BBLR
kolaborasi
Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Indrasanto Eriyati. dkk. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal
Emergency Komprehensif (PONEK): Asuhan Neonatal Esensial. Jakarta: JNPK, KR,
IDAI, POGI.
Mendri, Ni Ketut, Prayogi, Sarwo Agus. (2017). Asuhan Keperawatan pada Anak
Sakit & Bayi Risiko Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. 240 halaman
Rendle, John, Gray, O.P, Dodge, J.A. (2004). Penyakit Anak. Jakarta: Binarupa
Aksara. 291 halaman