Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi pada dasarnya adalah sejumlah orang yang bekerjasama secara
reguler untuk mencapai suatu tujuan yang sulit untuk dicapai bila dilakukan secara
individu. Orang-orang dalam organisasi tersebut bekerja bersama dan bekerjasama
dalam kelompok-kelompok kerja sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Dengan
kata lain, kelompok tersebut memainkan peranan penting di dalam organisasi dan
menjadi cerminan kinerja organisasi.
Dalam sebuah organisasi, anggota kelompok-kelompok kerja bersinergi dalam
menutupi kekurangan dan menyumbangkan kelebihan masing-masing untuk
mencapai tujuan yang telah disepakati. Perlu diperhatikan, dalam sebuah kelompok
yang dapat disebut sebagai tim, yang ada adalah kata “kami” dan tidak ada kata
“aku”. Membangun kelompok kerja yang berperilaku sebagai tim yang solid
bukanlah pekerjaan yang mudah. Kelompok kerja yang para anggotanya enggan dan
tidak mampu bekerjasama dengan baik, tidak akan berkinerja unggul. Kelompok
kerja seperti ini dikatakan disfungsional karena tidak produktif dengan kinerja berada
di bawah standar. Sebuah tim yang bersinergi secara positif adalah sekolompok orang
yang bekerjasama dengan kontribusi masing-masing untuk mencapai hasil hingga
beberapa kali lebih baik daripada kelompok yang bukan tim.
Setiap organisasi yang berkinerja dengan kualitas unggul memiliki kelompok-
kelompok kerja yang berperilaku sebagai tim. Kelompok-kelompok kerja ini adalah
sekumpulan orang dengan kompetensi yang saling melengkapi, saling memercayai,
saling menghargai, saling belajar, serta saling menolong dan membantu dalam
kebersamaan. Dalam kelompok-kelompok kerja seperti ini dikenal semboyan seperti
“Together Everyone Achieve More (TEAM)”, dimana setiap anggota memiliki
“Personal, Responsibility In Delevering Excellence (PRIDE)”.
1
TINJAUAN TEORI
A. Organisasi Rasional
Organisasi adalah koordinasi rasional atas aktivitas-aktivitas sejumlah
individu untuk mencapai tujuan atau sasaran eksplisit bersama, melalui pembagian
tenaga kerja bersama dan fungsi dan melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab.
Pada bagian dasar organisasi terdapat “tingkat operator” yaitu para pegawai
dan pengawas mereka yang secara langsung memproduksi barang dan jasa yang
merupakan output organisasi. Diatas tingkat operator terdapat ‘manajer madya’ yang
mengarahkan unit-unit dibawahnya dan memperoleh arahan dari jabatan atau tingkat
yang lebih tinggi dalam garis kewenangan formal. Puncak piramida adalah
manajemen tertinggi : dewan direksi, pimpinan pejabat eksekutif, dan para staffnya.
Model organisasi rasional mengasumsikan bahwa sebagian besar informasi
dikumpulkan dari tingkat operator, naik melewati sejumlah tingkat manajemen
formal, yang masing-masing mengumpulkan informasi serupa, sampai akhirnya
mencapai manajemen tertinggi.
Berikut adalah contoh dari struktur organisasi sebuah perakitan ford;
Dewan Direksi
Presiden
c) Kewajiban loyalitas
Konsekuensi lain yang dimiliki seorang karyawan apabila dia bekerja di
dalam sebuah perusahaan adalah dia harus memiliki loyalitas terhadap perusahaan.
Dia harus mendukung tujuan-tujuan dan visi-misi dari perusahaan tersebut. Karyawan
yang sering berpindah-pindah pekerjaan dengan harapan memperoleh gaji yang lebih
tinggi dipandang kurang etis karena dia hanya berorientasi pada materi belaka. Ia
tidak memiliki dedikasi yang sungguh sungguh kepada perusahaan di tempat dia
bekerja. Maka sebagian perusahaan menganggap tindakan ini sebagai tindakan yang
kurang etis bahkan lebih ekstrim lagi mereka menganggap tindakan ini sebagai
tindakan yang tidak bermoral.
d) Kewajiban melaporkan kesalahan
Pegawai yang memiliki rasa tanggungjawab moral yang menemukan bahwa
perusahaan melakukan sesuatu yang merugikan masyarakat, perlu melakukan sesuatu
agar perusahaan menghentikan aktivitas-aktivitas yang merugikan tersebut dengan
melaporkannya kepada atasan. Namun sayangnya jika manajemen internal
perusahaan tidak bersedia melakukan apa-apa sehubungan dengan laporan tersebut,
maka pegawai hanya memiliki sedikit pilihan.
Konflik kepentingan dapat muncul dari berbagai macam situasi dan aktivitas.
Ada 2 jenis situasi dan aktivitas yang mendapat perhatian, yaitu :
a. Suap komersial
b. Pemberian
2. Trade Secret
Proprietary information or trade secret terdiri dari informasi yang tidak untuk
umum, yang hanya dimiliki perusahaan. Apabila digunakan maka melanggar kode etik
perusahaan, misalnya :
a. Aktivitas perushaan, teknologi, rencana yang akan datang, kebijaksanaan, data,
yang apabila diketahui pesaing akan mempengaruhi kemampuan perusahaan
dalam bersaing.
b. Segala sesuatu yang dimiliki perusahaan yang dikembangkan perusahaan untuk
kepentingan sendiri.
c. Segala sesuatu yang dilindungi perusahaan melalui peraturan kontrak kerja
dimana perusahaan tidak ingin pihak lain mengetahui informasi tersebut.
Misalnya : daftar supplier, proses produksi, hasil riset, formula, program
komputer, data, perencanaan pemasaran, produksi.
3. Insider Trading
Sebagai awalan, kita bisa mendefinisikan insider trading sebagai tindakan
membeli dan menjual saham perusahan berdasarkan informasi “orang dalam”
perusahaan. Informasi “dari dalam” atau “ dari orang dalam” tentang suatu perusahaan
merupakan informasi rahasia yang tidak dimiliki publik di luar perusahaan, namun
memiliki pengaruh material pada harga saham perusahaan.
Insider trading adalah ilegal. Selama dekade lalu, sejumlah besar pedagang
saham, banker dan manajer dituntut karena melakukan insider trading. Insider trading
juga tidak etis bukan hanya karena illegal, namun juga orang yang melakukannya
berarti “mencuri” informasi dan memperoleh keuntungan yang tidak adil dari anggota
masyarakat lain. Namun demikian, sejumlah pihak menyatakan bahwa insider trading
secara sosial menguntungkan dan menurut prinsip utilitarian tindakan ini seharusnya
tidak dilarang malah diajukan.
C. Kewajiban Perusahaan Terhadap Pegawai
Kewajiban moral dasar perusahaan terhadap pegawai, menurut pandangan
rasional adalah memberikan kompensasi yang secara sukarela dan sadar telah mereka
setujui sebagai imbalan atas jasa mereka. Ada dua masalah yang berkaitan dengan
kewajiban ini : kelayakan gaji dan kondisi kerja pegawai.
1. Gaji
Dari sudut pandang pegawai, gaji merupakan sarana (mungkin satu-satunya
sarana) untuk memenuhi kebutuhan ekonomi pegawai dan keluarganya. Dari sudut
pandang pengusaha atau perusahaan, gaji adalah biaya produksi yang harus ditekan
agar harga produk tidak terlalu tinggi dari kemampuan pasar. Jadi, setiap perusahaan
menghadapi dilema ketika menetapkan gaji pegawai. Bagaimana menyeimbangkan
kepentingan perusahaan untuk menekan biaya dengan kepentingan pegawai untuk
memperoleh kehidupan yang layak bagi diri mereka sendiri dan keluarga.
Meskipun tidak ada cara untuk menentukan gaji yang layak dengan pasti,
namun kita setidaknya bisa mengidentifikasi sejumlah faktor yang perlu
dipertimbangkan untuk menentukan gaji dan upah ;
a. Gaji dalam industri dan wilayah setempat seseorang bekerja
b. Kemampuan perusahaan
c. Sifat pekerjaan
d. Peraturan upah minimum
e. Hubungan dengan gaji lain
f. Kelayakan negoisasi gaji
g. Biaya hidup local
D. Organisasi Politik
Analisis politik atas organisasi yang kita akan lihat sekarang merupakan
pandangan yang lebih mutakhir tentang organisasi dibandingkan analisis rasional.
Tidak seperti model rasional, model organisasi politik tidak hanya melihat pada garis
kewenangan (otoritas) dan komunikasi dalam organisasi ataupun mengamsumsikan
bahwa semua perilaku organisasi secara rasional didesain untuk mencapai suatu tujuan
dan sasaran ekonomi seperti keuntungan atau produktivitas. Namun sebaliknya, model
politik melihat organisasi sebagai suatu sistem yang terdiri dari sejumlah koalisi
kekuatan yang saling bersaing, jalur pengaruh dan komunikasi formal dan informal
yang terbentuk dari koalisi-koalisi tersebut.
Dalam model politik, individu dilihat berkumpul membentuk koalisi yang
selanjutnya saling bersaing satu sama lain memperebutkan sumber daya, keuntungan,
dan pengaruh. Dengan demikian, “tujuan” organisasi menjadi tujuan yang dibentuk
oleh koalisi yang paling kuat dan paling dominan. Tujuan tidak ditetapkan oleh otoritas
yang “sah”, namun ditetapkan melalui tawar menawar antara berbagai koalisi. Realita
dasar organisasi, menurut model ini, bukanlah otoritas formal atau hubungan
kontraktual, namun kekuasaan:kemampuan individu (atau kelompok individu) untuk
mengubah perilaku pihak lain menuju cara yang diinginkan tanpa harus mengubah
perilaku mereka sendiri menuju cara yang tidak diinginkan.
E. Hak Pegawai
Para pengamat perusahaan berulang kali menyatakan bahwa kekuasaan
manajemen perusahaan modern sangat mirip dengan pemerintah. Pemerintah dibagi
menjadi tiga bagian :
a. Lembaga pembuat keputusan yang tersentralisasi, yang terdiri dari penjabat-
penjabat yang memiliki kekuasaan dan otoritas yang diakui untuk menerapkan
keputusan mereka pada bawahan (warga negara);
b. Para penjabat yang membuat keputusan-keputusan yang menetapkan distribusi
publik atas sumber daya, keuntungan, dan beban sosial diantara para bawahan,
dan;
c. Mereka memiliki kekuasaan monopoli atas para bawahannya.
1. Hak Privasi
Hak privasi dapat didefinisikan sebagai hak individu untuk menentukan apa,
dengan siapa, dan seberapa banyak informasi tentang dirinya yang boleh diungkapkan
pada orang lain.
Ada dua jenis privasi yaitu, privasi psikologis privasi yang berkaitan dengan
pemikiran, rencana, keyakinan, nilai, perasaan, dan keinginan seseorang. Dan privasi
fisik, yaitu privasi yang berkaitan dengan aktivitas-aktivitas fisik seseorang, khususnya
yang mengungkapkan kehidupan pribadi seseorang dan aktivitas-aktivitas fisik yang
secara umum dianggap sebagai aktivitas pribadi.
Ada tiga elemen yang perlu dipertimbangkan saat mengumpulkan informasi
yang mungkin mengancam hak privasi pegawai, yaitu “relevansi, persetujuan, dan
metode “.
6. Kebebasan Suara Hati
Seorang pegawai, ketika melaksanakan suatu pekerjaan, mungkin menemukan
bahwa perusahaan tempatnya bekerja melakukan sesuatu yang menurutnya merugikan
masyarakat. Dan memang, individu-individu dalam perusahaan biasanya merupakan
pihak pertama yang mengetahui bahwa, misalnya, perusahaan memasarkan produk-
produk yang tidak aman, mencemari lingkungan, menyembunyikan informasi
kesehatan, atau melanggar hukum.
Pegawai yang memiliki perasaan tanggung jawab moral, yang menemukan
bahwa perusahaan melakukan sesuatu yang merugikan masyarakat, biasanya akan
merasa perlu melakukan sesuatu agar perusahaan menghentikan aktivitas-aktivitas yang
merugikan tersebut dengan melaporkannya kepada atasan namun sayangnya, jika
manajemen internal perusahaan tidak bersedia melakukan apa-apa sehubungan dengan
laporan tersebut, maka pegawai hanya memiliki sedikit pilihan. Jika, setelah ditolak
perusahaan, pegawai tersebut memiliki keberanian untuk membawa masalah itu ke
lembaga pemerintah di luar perusahaan atau, yang lebih buruk lagi, menyebarkan
masalah ini kepada publik, maka perusahaan memiliki hak yang sah untuk
menghukumnya dengan cara memecatnya. Lebih jauh lagi, jika permasalahannya
cukup serius, perusahaan bisa melakukan langkah-langkah untuk memperkuat hukuman
dengan menambahkannya pada catatan kerja pegawai yang bersangkutan dan, dalam
kasus-kasus ekstrem, berusaha memastikan agar dia tidak akan diterima bekerja oleh
perusahaan-perusahaan pain dalam industri.
7. Whistleblowing
Whistleblowing merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh seorang anggota
atau mantan anggota suatu organisasi untuk mengungkapkan kesalahan atau aktivitas
merugukan yang dilakukan organisasi yang bersangkutan.
Whistleblowing bisa bersifat internal ataupun eksternal. Jika suatu pelanggaran
hanya dilaporkan pada pihak-pihak yang lebih tinggi dalam organisasi, seperti yang
dilakukan Mackowiak pada awalnya, maka tindakan tersebut adalah whistleblowing
internal. Apabila pelanggaran dilaporkan pada individu eksternal atau lembaga-lembaga
seperti agen pemerintah, surat kabar, atau kelompok-kelompok kepentingan publik,
maka tindakan tersebut merupakan whistleblowing eksternal.
A. Kajian Kasus
Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan penahanan terhadap Presiden
Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja, Sabtu. KPK menjerat
Ariesman sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap kepada anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Mohamad Sanusi.
Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, uang yang diberikan kepada Sanusi
terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan
Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
Dalam operasi tangkap tangan, KPK menyita uang tunai sebesar Rp
1.140.000.000 yang diterima Sanusi sebanyak dua kali. Dalam kasus ini, KPK telah
menetapkan 3 orang tersangka yaitu M Sanusi, Presiden Direktur PT Agung
Podomoro Land (PT APL) Ariesman Widjaja serta Trinanda Prihantoro selaku
Personal Assistant di PT APL. Ariesman dan Trinanda disangka sebagai penyuap
kepada Sanusi. Duit suap itu terkait dengan pembahasan Raperda tentang Zonasi
wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda
tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara
Sanusi sudah menerima uang dari Ariesman sebesar Rp 1 miliar pada 28
Maret lalu. Ariesman disangka dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 b
atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Pasal 55
ayat 1 ke-1 Pasal 64 ayat 1 KUHP
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 menyebutkan:
“Setiap orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai
negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat
pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau
janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh
juta rupiah)”
F. Pembahasan
1. Tindakan suap yang dilakukan Ariesman merupakan bentuk kejahatan
korporasi. Ia menilai PT APL dan perusahaan pengembang reklamasi lain
mendapat keuntungan luar biasa di balik tindakan Ariesman menyuap
anggota legislatif.
2. Suap tersebut diberikan dengan maksud agar M Sanusi yang juga anggota
Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI membantu mempercepat
pembahasan dan pengesahan Rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang
Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).
3. Selain itu, suap diberikan agar Sanusi mengakomodir pasal-pasal sesuai
keinginan Ariesman, selaku Presdir PT APL dan Direktur Utama PT Muara
Wisesa Samudra, agar mempunyai legalitas untuk melaksanakan
pembangunan di Pulau G, kawasan reklamasi Pantura Jakarta.
4. Salah satu yang dipersoalkan yakni, terkait pasal mengenai tambahan
kontribusi sebesar 15 persen bagi pemilik izin reklamasi. Ariesman dan para
pengembang merasa keberatan dengan pasal tersebut, kemudian
menggunakan Sanusi agar bunyi pasal tersebut diubah.
Jika melihat kronologis kasus di atas, maka kasus ini termasuk kedalam
pelanggaran kelalaian dalam melaksanakan kewajiban sebagai pekerja khususnya
pada aspek konflik kepentingan (conflict of interest), di mana PT. APL sudah jelas
melakukan suap dengan kategori actual conflict of interest (jelas mementingkan
kepentingan pribadi).
Apabila dipandang dalam teori Deontologi, peristiwa ini jelas tidak bernilai
moral karena tidak dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus
dilaksanakan. PT APL lalai dan melakukan tindak pelanggaran suap. Sama halnya
apabila diukur dari sudut padang teori Teleologi, dimana baik buruknya tindakan
diukur berdasarkan tujuan yang akan dicapai atau berdasarkan akibat yang
ditimbulkan oleh tindakan itu. Tindakan menghalalkan berbagai cara dalam
mendapatkan sesuatu yang diinginkan seperti menyuap merupakan perilaku yang
tidak baik dilakukan dalam dunia bisnis, atau dapat dikatakan dengan tidak beretika.
Prinsip kejujuran, keadilan/tidak merugikan orang lain (no harm) telah dilanggar
oleh PT. APL dalam kasus ini. Tindak suap menyuap yang mereka lakukan telah
mengindikasikan bahwa PT. APL dalam menghadapi persaingan memilih jalan yang
salah untuk memenangkan persaingan. Berbagai cara digunakan untuk mengalahkan
dan menjatuhkan pesaing. Tindakan menyuap juga sangat merugikan orang lain,
diantaranya perusahaan lain, rakyat, dan negara (melanggar prinsip no harm).
Pada intinya baik secara legaly atau ethically, perilaku suap menyuap yang
dilakukan PT. APL terhadap salah satu anggota DPRD DKI Jakarta telah melanggar
prinsip-prinsip dalam berbisnis.
G. Kesimpulan
1. Secara Legal,
Ariesman telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal
55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUH.
2. Tindakan Ariesman Widjaja selaku Presedir PT. APL yang memberikan suap
kepada M. Sanusi tidak etis karena mempengaruhi pembuatan kebijakan dan
PT. APL mengejar keuntungan dan kemajuan perusahaan (Etika Teleologi –
Aliran Egoisme Etis.
H. Saran
Ariesman Widjaja (AW) bertindak selaku Presdir PT. APL, dan tindakan AW
akan menguntungkan PT. APL, untuk itu selain AW yang mendapat sanksi,
seharusnya juga perusahaannya dalam hal ini PT. APL mendapatkan sanksi, bisa
berupa pencabutan ijin ataupun denda yang besar.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, S. 2011. Etika Bisnis Konsep Dasar Implementasi dan Kasus. Denpasar:
Udayana University Press
Mega. 2013. Etika Individu Dan Organisasi. [Online] Tersedia di :
http://megabudiarti.blogspot.co.id/2013/02/etika-individu-dan-organisasi.html
(22 Desember 2016)
Stephen Robbins, P. 2008. Organizational Behavior, Concept, and Application,12th
Edition, Prentice Hall, USA.
Velasquez, Manuel G. Etika Bisnis Konsep Dan Kasus, Edisi 5. Penertbit Andi,
Yogyakarta