ASMA BRONCHIALE
2. Epidemiologi
Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia ,sekitar setengah dari kasus terjadi
pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun .Asma dapat
berakibat fatal ,lebih sering lagi asma sangat mengganggu ,mempengaruhi kehadiran
disekolah ,pilihan pekerjaan ,aktivitas fisik,dan banyak aspek kehidupan lainnya.
3.Etiologi
Penyebab dari asma bronchiale dapat meliputi infeksi virus/bakteri,
imunologik/alergik, dan imunologik. Sedangkan faktor pencetus dari asma bonchiale
meliputi :
a. Alergen utama : debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan
b. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan
c. Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus
d. Perubahan cuaca yang ekstrim
1
e. Kegiatan jasmani yang berlebihan
f. Lingkungan kerja
g. Obat-obatan
h. Emosi
i. Lain-lain seperti refluks gastro esophagus
4.Patofisiologi
a. Asma bronchiale tipe atopik (ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan allergen.
Alergen yang masuk tubih melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain
akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya akan merangsang pembentukan IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan
basifil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada
permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil ,makrofag dan trombosit juga
memiliki resepotor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orangyang sudah memiliki
sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan
gejala.Orang tersebut sudah dianggap desentisasi atau baru menjadi rentan.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan allergen yang
sama ,allergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan
mastofit dan basofil.Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi
perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel .Dalam proses
degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung
dalam granul-granul(preformed ) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologic,yaitu
histamin, Eosinofil Chemotactic Factor A(ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF),
trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh
histamin.
Hiperaktifitas bronkus yaitu brokus yang mudah sekali mengkerut ( konstriksi) bila terpapar
dengan bahan/ faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak
2
menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya polusi, asap rokok/ dapur, bau-bauan yang tajam dan
lainnya baik yang berupa iritan maupun bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa
hiperaktifitas bronkus disebabakan oleh inflamasi brponkus yang kronik. Sel-sel inflamasi
terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilaas bronkus pasien asma
bronchiale sebagai bronchitis kronik eosinofilik. Hiperreaktifitas berhubungan dengan derajat
berat penyakit.
Berdasarkan hal tersebut diatas penyakit asma dianggap secara klinik sebagai
penyakit bronkospasme yang reversible, secara patofisiologik sebagai suatu hiperreaksi
bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya ,infiltrasi sel radang
terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus
diatasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi .
Ditemukan pula pada pasien asma bronchiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus
terutama pada cabang-cabang bronkus.
Akibat dari bronkospasme, oedema mukosa dan dinding bronkus serta hipersekresi
mukus maka terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan
rasa sesak ,nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress
yang akan merangsang HPA axis.HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno
corticotropik hormone (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah akan mensupresi
immunoglobin A (IgA) . Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang
menurun yang direspon tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkus sehingga
menimbulkan asma bronkiale.
3
akibat ganguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blockade adrenergic
beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergic
alfa diduga meningkat yang mengakibatkan bronkokonstriksi sehingga menimbulkan sesak
nafas.
Secara singkat patofisilogi asma bronchiale sampai menimbulkan masalah keperawatan dapat
digambarkan sebagai berikut
Penyebab:
-Alergen
-Non allergen/idiopatik:
Common cold,infeksi
traktus Kontak terhadap tubuh
respiratorius,emosi,
latihan, dehidrasi,iritan
non spesifik Pembentukan antibody(IgE)
-Hipersensitif terhadap
penisilin
Ikatan antigen & antibody
4
mukosa yang banyak
Bersihan
jalan nafas Resiko
tidak efektif tinggi
infeksi
Kelemahan fisik
Intoleransi
aktivitas
5
3. Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi
4. Cemas b/d ancaman kematian
5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik
6. Gangguan istirahat dan tidur b/d sesak nafas
7. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d sesak nafas
8. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi
9. Resiko tinggi infeksi b/d produksi mukus yang meningkat
5. Klasifikasi
a. Klasifikasi derajat asma
DERAJAT GEJALA GEJALA MALAM FUNGSI PARU
ASMA
INTERMITEN -Gejala <1x /minggu < 2 kali sebulan APE > 80%
Mingguan -Tanpa gejala diluar
serangan
-Serangan singkat
-Fungsi paru asimtomatik
dan normal luar serangan
PERSISTEN -Gejala >1x minggu tapi > 2 kali seminggu APE > 80 %
RINGAN <1x / hari Normal
Mingguan -Serangan dapat
mengganggu aktivitas
dan tidur
PERSISTEN -Gejala harian > sekali seminggu APE >60 % tetapi <
SEDANG -Menggunakan obat setiap 80 %
Harian hari Normal
-Serangan mengganggu
aktivitas dan tidur
6
-Serangan 2x / minggu,
bisa berhari-hari
PERSISTEN -Gejala terus menerus Sering APE < 80%
BERAT -Aktivitas fisik terbatas Normal
Kontinu -Sering serangan
6. Gejala klinis
Batuk berdahak .
Dispnea – pernafasan labored
Mengi , dengan makin besarnya obstruksi mengi dapat hilang yang sering menjadi
pertanda bahaya gagal nafas.
Pernafasan lambat : lebih susah dan panjang dibandingkan inspirasi.
Retraksi otot-otot bantu pernafasan.
Berkeringat
Takikardia.
Pelebaran tekanan nadi
Pembesaran vena leher.
Auskultasi suara nafas : wheezing (+)
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Pernafasan cuping hidung, sianois perifer dan sentral,pembesaran vena leher,retraksi
otot-otot bantu pernafasan,
pasien lebih senang dalam posisi duduk, pasien tampak gelisah dan batuk
berdahak kental.
7
b. Palpasi
Turgor kulit lembab berkeringat , pembesaran vena leher
c. Perkusi
Tidak ada kelainan
d. Auskultasi
Terdapat suara wheezing (+)
9. Diagnosis
Diagnosis Status Asmatikus atau Asma berdasarkan :
1.Anamnesis : riwayat perjalanan penyakit ,faktor- faktor yang berpengaruh
asma, riwayat keluarga,riwayat alergi,serta gejala klinis.
2.Pemeriksaan fisik.
3.Pemeriksaan laboratorium :darah (terutama eosinofil, Ig E total, Ig E spesifik)
sputum(eosinofil,spiral Curshman, kristal Charcot –Leyden).
4.Tes fungsi paru dengan spirometri untuk menentukan adanya obstruksi jalan
nafas.
10. Therapy
Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma bronkial:
1. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan :
Saatnya serangan
Obat-obatan yang telah diberikan (macam obatnya dan dosisnya)
2. Pemberian obat bronchodilator
3. Penilaian terhadap perbaikan serangan
8
4. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid
5. Setelah serangan mereda :
Cari faktor penyebab
Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya
OBAT-OBATAN
1. Bronchodilator
Tidak digunakan alat-alat bronchodilator secara oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau
parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik, maka
sebaiknya diberikan aminofilin secara parenteral sebab mekanisme yang berlainan,
demikian sebaliknya, bila sebelumnya telah digunakan obat golongan Teofilin oral maka
sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral.
Obat-obat bronchodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap adreno
reseptor (Orsiprendlin, Salbutamol, Terbutalin, Ispenturin, Fenoterol ) mempunyai sifat
lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek samping kecil dibandingkan dengan
bentuk non selektif (Adrenalin, Efedrin, Isoprendlin)
Obat-obat Bronkhodilatator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping
sistemik lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak nafas berat pada anak-anak dan
dewasa. Mula-mua diberikan 2 sedotan dari suatu metered aerosol defire ( Afulpen
metered aerosol ). Jika menunjukkan perbaikan dapat diulang tiap 4 jam, jika tidak
ada perbaikan sampai 10 - 15 menit berikan aminofilin intravena.
Obat-obat Bronkhodilatator Simpatomimetik memberi efek samping takhikardi,
penggunaan perentral pada orang tua harus hati-hati, berbahaya pada penyakit
hipertensi, kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan 0,3 ml
larutan epineprin 1 : 1000 secara subkutan. Anak-anak 0.01mg / kg BB subkutan
(1mg per mil ) dapat diulang tiap 30 menit untuk 2 - 3 x tergantung kebutuhan.
Pemberian Aminophilin secara intrvena dosis awal 5 - 6 mg/kg BB dewasa/anak-
anak, disuntikan perlahan-lahan dalam 5 - 10 menit. untuk dosis penunjang 0,9 mg/kg
BB/jam secara infus. Efek samping TD menurun bila tidak perlahan-lahan.
2. Kortikosteroid
Jika pemberian obat-obat bronkhodilatator tidak menunjukkan perbaikan, dilanjutkan
dengan pengobatan kortikosteroid . 200 mg hidrokortison atau dengan dosis 3 - 4 mg/kg
BB intravena sebagai dosis permulaan dapat diulang 2 - 4 jam secara parenteral sampai
serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30 - 60 mg prednison atau dengan
dosis 1 - 2 mg/kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi
secara bertahap.
3. Pemberian Oksigen
9
Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit dan dialirkan melalui
air untuk memberi kelembaban. Obat Ekspektoran seperti Gliserolguayakolat dapat juga
digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, maka intik cairan peroral dan infus harus cukup,
sesuai dengan prinsip rehidrasi, antibiotik diberikan bila ada infeksi.
Objektif :
Sesak napas yang berat dengan ekspirasi disertai wheezing
Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sukar dikeluarkan
Bernapas dengan menggunakan otot-otot tambahan
Sianosis, takikardi, gelisah, pulse paradoksus
Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus)
Klien tampak kepayahan
Subyektif :
Klien merasa sukar bernapas, sesak, dan anoreksia
Klien mengatakan tidak bisa tidur
Klien mengatakan tidak tahu penyebab penyakit dan kekambuhan
Psikososial :
Klien cemas, takut, dan mudah tersinggung
1.Bersihan jalan nafas tak efektif b/d peningkatan produksi mukus yang ditandai dengan
os mengatakan batuk dan dahak sulit keluar,sputum warna putih kental, os gelisah
2.Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi yang ditandai dengan
os mengatakan nafas sesak , tampak retraksi otot bantu pernafasan,RR > 20 kali
/menit,PaO2 < 60 mmHg, Pa CO2 > 40 mmHg, os tampak sianosis
3.Pola nafas tak efektif b/d bronkospasme yang ditandai os mengatakan sesak nafas, os
gelisah, terdengar suara wheezing (+), tampak pembesaran vena leher, takikardi,
berkeringat.
4.Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik yang ditandai dengan os mengatakan badan
lemah, os mengatakan nafas sesak,berkeringat
10
5.Cemas b/d takut ancaman kematian yang ditandai os gelisah, os mengatakan tidak bisa
bernafas,suara wheezing (+)
6.Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d susah makan
7.Gangguan istirahat dan tidur b/d sesak nafas yang ditandai dengan os tampak payah, os
mengatakan sesak nafas, os mengatakan tidak bisa tidur ,retraksi otot dada (+)
8.Kurang pengetahuan b/d kurang informasi yang ditandai dengan os mengatakan tidak
tahu faktor penyebab penyakit dan kekambuhan
9 Resiko tinggi infeksi b/d peningkatan produksi mukus
3. Rencana Tindakan
11
-Lakukan drainage -Merontokkan
postural dengan sekret agar mudah
perkusi dan fibrasi dikeluarkan
pada pagi dan malam
sesuai yang
diharuskan
12
-Dorong nafas dalam -Memfasilitasi
perlahan atau nafas pernafasan yang
bibir sesuai dalam sehingga O2
kemampuan yang masuk lebih
banyak
13
pernafasan
14
normal mendukung
pasien untuk
beraktivitas
5. .Cemas b/d takut Setelah diberi -Kaji tingkat cemas -Petunjuk intervensi
ancaman kematian tindakan perawatan pasien(ringan ,sedang, yang terapeutik
yang ditandai os 2x 30 menit rasa berat,panik)
gelisah, os cemas pasien
mengatakan tidak berkurang dengan, -Bantu pasien -Bisa
bisa bernafas,suara KE : menggunakan koping menghilangkan
wheezing (+) -Pasien mengatakan yang efektif cemas ,membantu
sudah bisa bernafas pasien
-Pasien mengatakan menggunakan
merasa nyaman pikiran yang sehat
-Pasien tidak kedepan.
gelisah dan merasa
aman -Berikan informasi -Pengetahuan
tentang tindakan dan meningkat akan
prosedur therapy yang mengurangi cemas
dilakukan
15
-Pasien tahu
pentingnya nutrisi -Beri diet lunak TKTP -Makanan mudah
untuk pemulihan dicerna dan
kebutuhan kalori
terpenuhi
16
mengurangi aktivitas /
latihan berlebih.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer Arif ,dkk (2011) . Kapita Selekta Kedokteran Ed.3 Jilid 1.Jakarta : Media
Aesculapius.
17
Lynda Juall Carpenito ,(2012). Diagnosa Keperawatan Ed. 6. Jakarta : EGC
Silvia A Price ,(2012) . Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit Jilid 2 .Ed 8. Jakarta : EGC
18