Anda di halaman 1dari 41

KESELAMATAN PASIEN DAN KERJA

“ Root Cause Analysis ( RCA) dan Failure Mode and


Effect Analysis ( FMEA )”

DOSEN PEMBIMBING :
Eko Ari Bowo., S.KM.,M.KKK
KELAS : 3B KEPERAWATAN

Disusun Oleh Kelompok 1


1. Anggita Novia Villasari
2. Alifatul Azizah
3. Arindita Andrianti
4. M. Hasbi Ghozali Nizamuddin
5. M. Sandi Praftian
6. Selica Cindy Istikomah
7. Desty Nuris Safitri
8. Febrian Primadana Putra
9. Suci Ayu Aprilita
10. Mega Marhaenis Putri B
11. Ikhrosati Nur Sa’adah
12. Intan Juliyah Lestari
13. Astuti Kartika Prayogi
14. Alfiatun Kusmiati

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kita dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “”.

Makalah ini kami susun sebagai salah satu persyaratan untuk memenuhi tugas K3.

Dalam penyusunan, kami mendapat banyak pengarahan dan bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat
Bapak/Ibu:

1. Drs. H. Budi Utomo, Amd. Kep. M.Kes, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Lamongan.
2. Arifal Aris, S. Kep.,Ners., M.Kes selaku Dekan Universitas Muhammadiyah
Lamongan.
3. Suratmi, S. Kep.,Ners., M.Kep selaku Kaprodi S1 Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Lamongan.
4. Eko Ari Bowo., S.KM.,M.KKK selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
petunjuk dan saran dalam penyusunan makalah ini.
5. Teman-teman mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Lamongan.

Semoga Allah SWT memberi balasan pahala atas semua amal kebaikan yang diberikan.
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu segala kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Kami berharap semoga makalh ini
bermanfaat bagi semua pembaca pada umumnya.

Lamongan, 16 Desember 2019

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis
pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar,
merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut
Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned
action to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to
achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai : suatu
Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang
diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu
tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini
akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near
Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).

Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena
keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi
obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain
mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat
dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).

Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian
yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan
karena “underlying disease” atau kondisi pasien.

Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara
pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau
observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi,
metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak
layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow
up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi,
kegagalan alat atau system yang lain.

Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan


mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event
yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan,
tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.

Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees
mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety) merupakan
sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian peningkatan yang
terukur untuk medication safety sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine,
Amerika Serikat dalam “TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System” melaporkan
bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO
mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara
untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.

Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang


Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya
pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan
keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder
rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah sakit.

Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu memberikan


pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah sakit untuk berusaha
mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka
dikembangkan system Patient Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang
ada.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana metode RCA ?


2. Bagaimana tata cara melakukan RCA dengan whys ?
3. Bagaimana sejarah FMEA ?
4. Bagimana langkah dasar FMEA ?
5. Bagaimana tujuan FMEA ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui metode RCA


2. Untuk mengetahui tata cara melakukan RCA dengan whys
3. Untuk mengetahui sejarah FMEA
4. Untuk mengetahui langkah dasar FMEA
5. Untuk mengetahui tujuan FMEA
BAB 2

PEMBAHASAN

ROOT CAUSES ANALYSIS ( RCA )

1.1 Pengertian Root Causes Analysis ( RCA )

Menurut DOE untuk mengidentifikasi suatu kejadian mengunakan lima teknik


analisa. Kelima teknik analisa adalah sebagai berikut:

1. Event and causal factors charting and analysis


2. Barrier analysis
3. Change analysis
4. Root cause analysis
5. Verification analysis

Root Cause Analysis adalah setiap analisis yang mengidentifikasi kekurangan yang
mendasari dalam sistem manajemen keselamatan yang jika dikoreksi akan mencegah
kecelakaan yang sama dan serupa dari terjadi (methods for accident investigation).

RCA adalah proses sistematis yang menggunakan fakta-fakta dan hasil teknik analitik inti
untuk menentukan alasan yang paling penting untuk kecelakaan. Sedangkan teknik analisis
intinya harus memberikan jawaban atas pertanyaan tentang apa, kapan, di mana, siapa, dan
bagaimana, RCA harus menyelesaikan pertanyaan mengapa. Analisis akar penyebab
membutuhkan sejumlah sanksi (methods for accident investigation).

2.2 METODE RCA (Root Cause Analysis)

1. Teknik RCA dengan utilisasi 5 why


Root Cause Analysis atau RCA adalah salah satu tool yang digunakan dalam
inisiatif lean sigma di organisasi. RCA adalah salah satu metode problem solving
yang berfungsi untuk mengidentifakasi akar masalah (root cause) dari masalah yang
terjadi dalam operasional (shiftindonesia.com). praktek RCA fokus pada identifikasi
akar masalah dan bagaimana cara memperbaikinya, sehinga masalah akan tuntas
secara menyeluruh dan tidak akan kembali terjadi.
Tata cara melakukan RCA dengan whys adalah sebagai berikut:
a) Tulislah masalah yang spesifik dengan menuliskan masalah, anda akan
terbantu dalam pemetaan masalah dan mendapatkan deskripsi yang mendetail.
Selain itu,tim bisa fokus kepada masalah yang sama.
b) Lakukan brainstorming untuk mencari tahu bagaimana masalah bisa terjadi,
dan tuliskan juga jawabannya
c) Jika jawaban-jawaban tersebut tidak membantu identifikasi sumber masalah,
tanyakan ‘mengapa?’ sekali lagi dan tulislah jawabannya.
d) Kembalilah kepada langkah 3 hingga tim sepakat bahwa mereka telah
menemukan akar pemasalahan. Proses ini mungkin membutuhkan lima atau
lebih pertanyaan ‘mengapa?’

Mengapa menggunakan 5 whys?

a) 5 whys akan membantu mengidentifikasi akar masalah


b) 5 whys membantu menemukan hubungan antara akar masalah yang berbeda
c) 5 whys adalah salah satu metode analisa yang paling sederhana dan mudah, tanpa
perlu melakukan analisa statistikmudah dipelajari dan diaplikasikan
d) 5 whys dan diagram sebab akibat (fishbone diagram)
e) 5 whys dapat digunakan secara terpisah ataupun sebagai bagian dari diagram sebab
akibat (fishbone/ ishikawa diagram). Diagram ini akan membantu anda
mengeksplorasi semua potensi kesalahan ataupun masalah. Ketika anda telah
memasukkan semua input dalam diagram sebab akibat, anda bisa menggunakan
teknik 5 whys untuk menggali akar permasalahannya. Beberapa tips dalam
mengidentifikasi dengan RCA mengunakan 5 whys.
f) Bergerak kepada aksi perbaikan terlalu cepat akan membuat anda menyasar
simtomnya saja, tidak menyelesaikan masalah hingga akarnya. Dengan kata lain
inisiatif problem solving terancam gagal dan masalah mungkin akan kembali muncul.
Penggunaan teknik RCA seperti 5 whys dan diagram fishbone (tulang ikan?sebab
akibat) akan menghindarkan anda dari resiko ini.
g) Jika anda tidak melontarkan pertanyaan yang tepat, maka anda takkan mendapat
jawaban yang tepat. Usahakan ketepatan pertanyaan yang diajukan dalam proses 5
whys.
2. Diagram TIER
Salah satu metode untuk analisis akar penyebab dijelaskan oleh DOE adalah
TIER diagram. TIER diagram digunakan untuk mengidentifikasi baik akar penyebab
kecelakaan dan tingkat manajemen ini yang memiliki tanggung jawab dan wewenang
untuk memperbaiki faktor penyebab kecelakaan itu. Para peneliti menggunakan TIER
diagram untuk hirarki dan mengkatagorikan faktor-faktor penyebab yang berasal dari
peristiwa dan analisis faktor penyebabnya (methods for accident investigation).
Faktor- faktor penyebab yang diidentifikasi dalam suatu kejadian kecelakaan
dan semua penyebab/faktor grafik diinput ke TIER diagram. Setelah mengatur semua
faktor-faktor penyebab untuk menentukan apakah ada hubungan antara dua atau lebih
faktor yang terkait dengan kejadian kecelakaan. Mengevaluasi setiap pernyataan
faktor penyebab jika faktor tersebut adalah akar penyebab kecelakaan. Mungkin ada
lebih dari satu akar penyebab kecelakaan tertentu.
Failures Modes and Effects Analysis ( FMEA )

2.1. Sejarah FMEA ( Failure Modes and Effect Analysis )

Didalam mengevaluasi perencanaan sistem dari sudut pandang reliability, failure


modes and effect analysis (FMEA) merupakan metode yang vital. Sejarah FMEA berawal
pada tahun 1950 ketika teknik tersebut digunakan dalam merancang dan mengembangkan
sistem kendali penerbangan. Sejak saat itu teknik FMEA diterima dengan baik oleh industri
luas.

Terdapat standar yang berhubungan dengan metode FMEA. Standar Inggris yang
digunakan secara garis besar menjelaskan BS 5760 atau British Standar 5760, yaitu :

a) Bagian 2 Guide to the assesment of reliability


b) Bagian 3 Guide to reliability practice
c) Bagian 5 Guide failure modes and effect analysis (FMEA) memberikan pedoman
dalam pengaplikasian teknik tersebut.

Standar militer Amerika, US MIL STD 1629 ( procedur for performing a failure modes
effect and criticality analysis ) yang banyak dipertimbangkan menjadi referensi standar.

2.2. Dasar FMEA ( Failure Modes and Effect Analysis )

FMEA merupakan salah satu alat dari Six Sigma untuk mengidentifikasi sumber-
sumber atau penyebab dari suatu masalah kualitas. Menurut Chrysler (1995), FMEA dapat
dilakukan dengan cara :

1. Mengenali dan mengevaluasi kegagalan potensi suatu produk dan efeknya.


2. Mengidentifikasi tindakan yang bisa menghilangkan atau mengurangi kesempatan
dari kegagalan potensi terjadi.
3. Pencatatan proses ( document the process ).

Sedangkan manfaat FMEA adalah sebagai berikut :

1. Hemat biaya. Karena sistematis maka penyelesaiannya tertuju pada potensial causes
(penyebab yang potensial) sebuah kegagalan / kesalahan.
2. Hemat waktu, karena lebih tepat pada sasaran.
Kegunaan FMEA adalah sebagai berikut :

1. Ketika diperlukan tindakan preventive / pencegahan sebelum masalah terjadi.


2. Ketika ingin mengetahui / mendata alat deteksi yang ada jika terjadi kegagalan.
3. Pemakaian proses baru
4. Perubahan / pergantian komponen peralatan
5. Pemindahan komponen atau proses ke arah baru

2.3. Pengertian FMEA ( Failure Modes and Effect Analysis )

FMEA ( failure mode and effect analysis ) adalah suatu prosedur terstruktur untuk
mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan ( failure mode ). FMEA
digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah
kualitas. Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan/kegagalan
dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang telah ditetapkan, atau perubahan dalam
produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu.

Terdapat dua penggunaan FMEA yaitu dalam bidang desain (FMEA Desain) dan
dalam proses (FMEA Proses). FMEA Desain akan membantu menghilangkan kegagalan-
kegagalan yang terkait dengan desain, misalnya kegagalan karena kekuatan yang tidak tepat,
material yang tidak sesuai, dan lain-lain. FMEA Proses akan menghilangkan kegagalan yang
disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam variabel proses, misal kondisi diluar batas-
batas spesifikasi yang ditetapkan seperti ukuran yang tidak tepat, tekstur dan warna yang
tidak sesuai, ketebalan yang tidak tepat, dan lain-lain.

Para ahli memiliki beberapa definisi mengenai failure modes and effect analysis,
definisi tersebut memiliki arti yang cukup luas dan apabila dievaluasi lebih dalam memiliki
arti yang serupa. Definisi failure modes and effect analysis tersebut disampaikan oleh :

Menurut Roger D. Leitch, definisi dari failure modes and effect analysis adalah
analisa teknik yang apabila dilakukan dengan tepat dan waktu yang tepat akan memberikan
nilai yang besar dalam membantu proses pembuatan keputusan dari engineer selama
perancangan dan pengembangan. Analisa tersebut biasa disebut analisa “bottom up”, seperti
dilakukan pemeriksaan pada proses produksi tingkat awal dan mempertimbangkan kegagalan
sistem yang merupakan hasil dari keseluruhan bentuk kegagalan yang berbeda.

Menurut John Moubray, definisi dari failure modes and effect analysis adalah metode
yang digunakan untuk mengidentifikasi bentuk kegagalan yang mungkin menyebabkan setiap
kegagalan fungsi dan untuk memastikan pengaruh kegagalan berhubungan dengan setiap
bentuk kegagalan.

2.4. Tujuan FMEA ( Failure Modes and Effect Analysis )

Terdapat banyak variasi didalam rincian failure modes and effect analysis (FMEA),
tetapi semua itu memiliki tujuan untuk mencapai :

1. Mengenal dan memprediksi potensial kegagalan dari produk atau proses yang dapat
terjadi.
2. Memprediksi dan mengevalusi pengaruh dari kegagalan pada fungsi dalam sistem
yang ada.
3. Menunjukkan prioritas terhadap perbaikan suatu proses atau sub sistem melalui daftar
peningkatan proses atau sub sistem yang harus diperbaiki.
4. Mengidentifikasi dan membangun tindakan perbaikan yang bisa diambil untuk
mencegah atau mengurangi kesempatan terjadinya potensikegagalan atau pengaruh
pada sistem.
5. Mendokumentasikan proses secara keseluruan

2.5. Langkah Dasar FMEA

Terdapat langkah dasar dalam proses FMEA yang dilakukan oleh tim desain for six
sigma (DFSS) adalah :

1. Membangun batasan proses yang dibatasi oleh struktur proses.


2. Membangun proses pemetaan dari FMEA yang mendiskripsikan proses produksi
secara lengkap dan alat penghubung tingkat hirarki dalam struktur proses dan ruang
lingkup.
3. Melihat struktur proses pada seluruh tingkat hirarki dimana masing-masing parameter
rancangan didefinisikan.
4. Identifikasi kegagalan potensial pada masing-masing proses.
5. Mempelajari penyebab kegagalan dari pengaruhnya.

Pengaruh dari kegagalan adalah konsekuensi langsung dari bentuk kegagalan pada
tingkat proses berikutnya, dan puncaknya ke konsumen. Pengaruh biasanya diperlihatkan
oleh operator atau sistem pengawasan. Terdapat dua hal utama penyebab pada keseluruhan
tingkat, dengan diikuti oleh pertanyaan seperti :
1. Apakah variasi dari input menyebabkan kegagalan ?
2. Apakah yang menyebabkan proses gagal, jika diasumsikan input tepat dan sesuai
spesifikasi ?
3. Jika proses gagal, apa konsekuensinya terhadap kesehatan dan keselamatan operator,
mesin, komponen itu sendiri, proses berikutnya, konsumen dan peraturan ?
4. Pengurutan dari bentuk kegagalan proses potensial menggunakan risk priority
number (RPN) sehingga tindakan dapat diambil untuk kegagalan tersebut.
5. Mengklasifikasikan variabel proses sebagai karakteristik khusus yang membutuhkan
kendali seperti keamanan operator yang berhubungan dengan parameter proses, yang
tidak mempengaruhi produk.
6. Menentukan kendali proses sebagai metode untuk mendeteksi bentuk kegagalan atau
penyebab.
7. Rancangan yang digunakan untuk mencegah penyebab atau bentuk kegagalan dan
pengaruhnya.
8. Kegiatan tersebut dilakukan untuk mendeteksi penyebab dalam tindakan korektif.
9. Identifikasi saat mengukur tindakan korektif. Menurut nilai risk priority number
(RPN), tim melakukannya dengan :
a) Mentransfer resiko kegagalan pada sistem diluar ruang lingkup pekerjaan.
b) Mencegah seluruh kegagalan.
c) Meminimumkan resiko kegagalan dengan :
(1) Mengurangi severity.
(2) Mengurangi occurance
(3) Meningkatkan kemampuan deteksi.
10. Analisa, dokumentasi dan memperbaiki FMEA. Failure modes and effect analysis
(FMEA) merupakan dokumen yang harus dianalisa dan diurus secara terus-menerus.

2.6. Identifikasi Elemen-Elemen FMEA Proses

Elemen FMEA dibangun berdasarkan informasi yang mendukung analisa. Beberapa


elemen-elemen FMEA adalah sebagai berikut :

1. Nomor FMEA ( FMEA Number )


Berisi nomer dokumentasi FMEA yang berguna untuk identifikasi dokumen.
2. Jenis ( item )
Berisi nama dan kode nomer sistem, subsistem atau komponen dimana akan
dilakukan analisa FMEA.
3. Penanggung Jawab Proses ( Process Responsibility )
Adalah nama departemen/bagian yang bertanggung jawab terhadap
berlangsungnya proses item diatas.
4. Disiapkan Oleh ( Prepared by )
Berisi nama, nomer telepon, dan perusahaan dari personal yang bertanggung jawab
terhadap pembuatan FMEA ini.
5. Tahun Model ( Model Year(s))
Adalah kode tahun pembuatan item, bentuk ini yang dapat berguna terhadap
analisa sistem ini.
6. Tanggal Berlaku ( Key Date )
Adalah FMEA due date dimana harus sesuai dengan jadwal
7. Tanggal FMEA ( FMEA Date )
Tanggal dimana FMEA ini selesai dibuat dengan tanggal revisi terkini.
8. Tim Inti ( Core Team )
Berisi daftar nama anggota tim FMEA serta departemennya.
9. Fungsi Proses ( Process Function)
Adalah deskripsi singkat mengenai proses pembuatan item dimana sistem
akan dianalisa.
10. Bentuk Kegagalan Potensial ( Potential Failure Mode )
Merupakan suatu kejadian dimana proses dapat dikatakan secara potensial
gagal untuk memenuhi kebutuhan proses atau tujuan akhir produk.
11. Efek Potensial dari Kegagalan ( Potential Effect(s) of Failure )
Merupakan suatu efek dari bentuk kegagalan terhadap pelanggan. Dimana
setiap perubahan dalam variabel yang mempengaruhi proses akan menyebabkan
proses itu menghasilkan produk diluar batas-batas spesifikasi.
12. Tingkat Keparahan ( Severity (S) )
Penilaian keseriusan efek dari bentuk kegagalan potensial.
13. Klasifikasi ( Classification )
Merupakan dokumentasi terhadap klasifikasi karakter khusus dari subproses
untuk menghasilkan komponen, sistem atau subsistem tersebut.
14. Penyebab Potensial ( Potential Cause(s) )
Adalah bagaimana kegagalan tersebut bisa terjadi. Dideskripsikan sebagai
sesuatu yang dapat diperbaiki.
15. Keterjadian ( Occurrence (O) )
Adalah sesering apa penyebab kegagalan spesifik dari suatu proyek tersebut terjadi.
16. Pengendali Proses saat ini ( Current Process Control )
Merupakan deskripsi dari alat pengendali yang dapat mencegah atau
memperbesar kemungkinan bentuk kegagalan terjadi atau mendeteksi terjadinya
bentuk kegagalan tersebut.
17. Deteksi ( Detection (D) )
Merupakan penilaian dari kemungkinan alat tersebut dapat mendeteksi penyebab
potensial terjadinya suatu bentuk kegagalan.
18. Nomor Prioritas Resiko ( Risk Priority Number (RPN) )
Merupakan angka prioritas resiko yang didapatkan dari perkalian Severity,
Occurrence, dan Detection

RPN = S * O * D

19. Tindakan yang direkomendasikan ( Recommended Action )


Setelah bentuk kegagalan diatur sesuai peringkat RPNnya, maka tindakan
perbaukan harus segera dilakukan terhadap bentuk kegagalan dengan nilai RPN
tertinggi.
20. Penanggung jawab Tindakan yang Direkomendasikan ( Responsibility (for the
Recommended Action )
Mendokumentasikan nama dan departemen penanggung jawab tindakan
perbaikan tersebut serta target waktu penyelesaian.
21. Tindakan yang Diambil ( Action Taken )
Setelah tindakan diimplementasikan, dokumentasikan secara singkat uraian
tindakan tersebut serta tanggal efektifnya.
22. Hasil RPN ( Resulting RPN )
Setelah tindakan perbaikkan diidentifikasi, perkiraan dan rekam Occurrence,
Severity, dan Detection baru yang dihasilkan serta hitung RPN yang baru. Jika tidak
ada tindakan lebih lanjut diambil maka beri catatan mengenai hal tersebut.
23. Tindak Lanjut ( Follow Up )
Dokumentasi proses FMEA ini akan menjadi dokumen hidup dimana akan
dilakukan perbaikan terus menerus sesuai kebutuhan perusahaan.

2.7. Menentukan Severity, Occurrence, dan Detection

Untuk menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan maka tim FMEA harus
mendefinisikan terlebih dahulu tentang Severity, Occurrence, dan Detection.

1. Severity
Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa resiko yaitu menghitung
seberapa besar dampak/intensitas kejadian mempengaruhi output proses. Dampak
tersebut diranking mulai skala 1 sampai 10, dimana 10 merupakan dampak terburuk.
2. Occurrence
Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi dan
menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan produk.
3. Detection
Nilai Detection diasosiasikan dengan pengendalian saat ini. Detection adalah pengukuran
terhadap kemampuan mengendalikan / mengontrol kegagalan yang dapat terjadi.

2.8. Risk Priority Number ( Angka Prioritas Resiko )

RPN merupakan produk matematis dari keseriusan effect (Severity),kemungkinan


terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan effect
(Occurrence), dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi pada pelanggan
(Detection). RPN dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut :

RPN = S * O * D

Angka ini digunakan untuk mengidentifikasikan resiko yang serius, sebagai petunjuk
ke arah tindakan perbaikan.

2.9. Analisa Sistem Pengukuran ( Measurement System Analysis )

Analisa ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan alat ukur yang dipakai untuk
mendeteksi terjadinya suatu kegagalan dalam proses. Dari perhitungan akan didapatkan Gage
repeatability, reproducibility, dan nilai number of distinct category (n). Repeatability adalah
variasi pengukuran yang didapat pada saat operator menggunakan alat yang sama untuk
mengukur dimensi yang sama beberapa kali. Reproducibility merupakan variasi pengukuran
antara satu operator dengan operator yang lain. Number of distinct category untuk
mengetahui seberapa banyak / teliti alat ukur dapat membedakan. Perhitungan MSA ini dapat
dilakukan dengan software Minitab.
BAB 3

CONTOH KASUS

3.1 Contoh Kasus RCA ( Root Cause Analysis )

Kejadian pasien jatuh dari tempat tidur di ruang ICU dan menimbulkan cidera

LANGKAH-LANGKAH RCA ( Root Cause Analysis )

1. Identifikasi insiden yang akan di investigasi


2. Tentukan tim investigator
3. Kumpulkan data ( observasi, dokumentasi, dan interview )
4. Petakan kronologi kejadian : Narasi, time line, tabular time line
5. Identifikasi masalah ( CMP )
6. Analisis informasi ) 5 why, analisis perubahan, fish bone )
7. Rekomendasi/rencana kerja
LANGKAH 1 & 2 IDENTIFIKASI INSIDEN DAN TENTUKAN TIM

INSIDEN : Kejadian pasien jatuh dari tempat tidur di ruang ICU dan menimbulkan
cidera

TIM :

Ketua : Tim keselamatan pasien

Sekertaris : M. Sandi Praftian

Anggota :

1. Anggita Novia Villasari


2. Alifatul Azizah
3. Desti Nuris Safitri
4. Ikhrosari Nur Sa'adah
5. Arindita Andrianti

Apakah semua area yang terkait sudah terwakili ? Ya Tidak

Apakah macam-macam & tingkat pengetahuan yang berbeda, Ya Tidak

sudah diwakili didalam tim tersebut ?

Siapa yang menjadi notulen?

Tanggal dimulai 17 Des Tanggal dilengkapi 18 Des


LANGKAH 3 KUMPULAN DATA & INFORMASI

A. Observasi langsung :

Denah R. ICU dan tempat tidur

B. Dokumentasi

1. Berkas rekam medik pasien ( Status, catatan terintegrasi : dokter, perawat, asesmen
awal resiko jatuh )
2. Jadwal jaga ( dokter, perawat Ruang ICU, perawat jaga keliling )
3. Laporan Kronologis

C. Interview

1. Perawat R. ICU
2. Perawat jaga keliling
3. Dokter jaga
4. Kepala ruangan ICU
5. Keluarga/penunggu pasien
LANGKAH 4 FORM TABULAR TIMELINE
WAKTU/ 21/5/15 21/5/15 jam 21/5/15 jam 21.00 21/5/15 jam 22.25 21/5/15 jam 22.30 21/5/15 jam 22.45
KEJADIAN jam 17.30 20.00
K/U Operan jaga dari K/U Klien masih Petugas I pergi Perawat 2 dan Petugas melakukan
Compos ship malam K/U gelisah. kekamar kecil, penunggu klien (bed identifikasi Tn. Y
mentis tanda2 vital Td;  Petugas petugas 2 sedang 1, 3, dan 4)  Mengecek tingkat
kadang 160/110 mmhg, Mengkonfirmasikan menyiapkan mendengar suara kesadaran K/U
gelisah Hr; 120x/menit agar keluarga tidak makan (sonde) di benda jatuh, dan Kesadaran CM
RR; 40x/menit meninggalkan klien tempat terpisah ternyata itu adalah  Mengevakuasi klien
KEJADIAN SpO2 84%. sendirian. yang terhalang Tn. Y (bed 2) sudah dan memposisikan
Terpasang infus  Kemudian petugas skat permanen dibawah dengan kembaloi ke tempat
destrose 5%, O2 melakukan tindakan yang tembus posisi terlunkap tidur
via NRM keperawatan pada pandang  Mengukur tanda2
Petugas ship klien bed 1 vital Td: 140/100, N:
malam (petigfas  Sementara petugas 120x/mnt RR:
I) memberikan 2 berada di bed 3 & 35/mnt Spo2 99%
informasi kepada 4  Lapor keperawat
keluarga Tn Y jaga keliling dan dr
(Bed 2) tentang jaga
kondisi  Meminta pertolongan
kesehatan kepetugas lain
klien.Dilakukan (R.HCU) untuk
assessment ulang melakukan tindakan
resiko jatuh penjahitan luka

INFORMASI tn. Y  Restrain Dintara klien yang lain  Posisi tidur  Keluarga/penun  Dokter juga datang
TAMBAHAN masuk tidak dipisahkan oleh gorden klien semi ggu Tn. Y 45 menit kemudian
ruang ICU terpasang yang tidak tembus fowler sedang tidak
pindahan pandang  Bed plang ada di tempat
dari ruang Antara ruang perawat terpasang
TULIP dengan R. (tidak sesuai
dengan tindakan/persiapan standart)
diagnose dipisahkan oleh skat  Keluarga
medis permanen yang tidak masih berada
PPOK tembus pandang disisi klien
Good Practice 1. SPO 1. Kebijakan pelayanan 1. Kebijakan 1. Langkah- langkah
pemasangan ICU fasilitas sarana penanganan pasien
restrain 2. Metode tim dan prasarana jatuh (SPO)
2. Asesment keperawatan 2. Tata ruang
ulang resiko 3. Pembagian tugas dan
jatuh wewenang

MASALAH Restrain tidak Tata ruang tidak sesuai Tempat ruang Prosedur penanganan
PELAYANA terpasang standart tidak sesuai pasien jatuh
N standart

MASALAH RETRAIN TATA RUANG TIDAK TEMPAT TIDUR


PELAYANA TIDAKRERPAS SESUAI STANDART TIDAK
N ANG STANDAR
LANGKAH 5 IDENTIFIKASI CMP
FORM MASALAH / CARE MANAGEMENT PROBLEM ( CMP )

MASALAH INSTRUMEN / TOOLS

PASIEN TIDAK TERPASANG RESTRAIN 5 WHYS

TATA RUANG TIDAK SESUAI STANDAR 5 WHYS

TEMPAT TIDUR TIDAK SESUAI 5 WHYS


STANDAR

LANGKAH 6 ANALISIS INFORMASI


FORM TEHNIK ( 5 ) MENGAPA
MASALAH 1
RESTRAIN TIDAK TERPASANG
Mengapa, Restrain tidak terpasang Tidak ada asesmen ulang resiko pasien jatuh
Mengapa, tidak ada asesmen ulang resiko Komunikasi kurang efektif
pasien jatuh
Mengapa, Komunikasi kurang efektif Tidak ada penanggung jawab shiep

Mengapa, Tidak ada pj shiep Karena jml pj shiep terbatas dan tidak ada di
setiap pergantian shiep
Mengapa, Jml pj shiepnterbatas dan tidak ada SDM Kurang
di setiap pergantian shiep

FORM TEKHNIK ( 5 ) MENGAPA


MASALAH 2
TATA RUANG TIDAK SESUAI
STANDAR
Mengapa : Tata ruang tidak sesuai standar Ada skat permanen yang tidak tembus
pandang
Mengapa : Ada skat permanen yang tidak Bekas ruang perawatan penyakit dalam kelas
tembus pandang ( utama )
Mengapa : Bekas ruang perawatan penyakit Tidak ada lagi tempat
dalam kelas ( utama )
Mengapa : Tidak ada lagi tempat Belum terealisasinya pembangunan gedung
baru ICU sesuai standar akreditasi 2012
Mengapa : Belum terealisasinya Sedang dalam proses perencanaan
pembangunan gedung baru ICU sesuai
standar akreditasi 2012

FORM TEHNIK ( 5 ) MENGAPA

MASALAH 3
TEMPAT TIDUR TIDAK SESUAI
STANDAR
Mengapa, Tempat tidur tidak sesuai standar Spesifikasi tidak sesuai dengan permintaan /
order
Mengapa, spesifikasi tidak sesuai dengan Tidak ada koordinasi antar tim
permintaan / order
Mengapa, Tidak ada koordinasi Tidak ada komunikasi efektif
Mengapa, Tidak ada komunikasi efektif Kedua belah pihak belum paham tentang
pentingnya koordinasi
Mengapa, Kedua belah pihak belum paham Kurangnya informasi tentang pentingnya
tentang pentingnya koordinasi kerja sama antar tim
FISH BONE / ANALISIS TULANG IKAN
LANGKAH 7 REKOMENDASI
AKAR TINDAKAN TINGKAT PENANGGUN WAKTU SUMBER DAYA BUKTI PARAF
MASALAH REKOMENDASI G JAWAB YANG PENYELESAIAN
( TIM, DIBUTUHKAN
INDIVIDU,
DIREKTORAT,
RS )
Restrain tidak Simulasi Bidang Seksi asuhan 1 Minggu Fasilitator 1 orang Jadwal kegiatan
terpasang tentang SPO keperawatan keperawatan bed side teaching
pemasangan tentang SPO
restrain pemasangan
restrain

Tata ruang Mengajukan Direksi Ka. Bidang 3 Bulan Anggaran untuk Form usulan dari
tidak sesuai untuk Yanmed perbaikan / kepada
standar redesign pembangunan ruangan/instalasi
ruang ICU Gedung baru anaesteologi ke
sesuai standar bidang yanmed

Tempat tidur Yanmed ULP 2 Minggu Anggaran untuk Form usulan dari
tidak sesuai Melakukan pengadaan/perbaikan kepada
standar identifikasi ruangan/instalasi
tentang anaesteologi ke
spesifikasi bidang yanmed
tempat tidur
yang sesuai
standar
3.2. Contoh Kasus ( FMEA ) Failure Modes and Effect Analysis

Proses medikasi pada pelayanan rawat inap

Langkah-Langkah FMEA

1. Pilih proses beresiko tinggi dan bentuk tim


2. Diagram / gambaran alur proses
3. Brainstorming modus kegagalan / failure mode
4. Prioritas modus kegagalan
5. Identifikasi root causes of failure
6. Redesain proses
7. Analisa dan uji coba proses
8. Implementasi dan monitor proses baru

Tahapan FMEA

Langkah 1 a : PENENTUAN TOPIK

a. Judul proses :
Proses medikasi pada pelayanan rawat inap
b. Definisi :
Proses medikasi adalah pelayanan pengobatan kepada pasien dimulai dari
peresepan obat, penyiapan obat, penyimpanan obat, penyimpanan obat sampai
pemberian (minum/suntikan) obat kepada pasien.
c. Alasan pemilihan topik
Proses medikasi adalah penyebab dengan frekuensi paling tinggi insiden
keselamatan pasien yang terjadi di rumah sakit.

Langkah 1 b : PEMBENTUKIAN TIM

Ketua : Dr. Hesty Arbie, MARS

Anggota :

1. Perawat A
2. Perawat B
3. Perawat C
4. Perawat D
Langkah 2 : GAMBARAN ALUR PROSES

Tahapan proses :

1 2 3 4
Peresepan Persiapan Pemberian Pencatatan
Obat Obat Obat

Tahan Sub proses : Tahapan sub proses : Tahapan Sub Proses : Tahapan Sub
Proses:
A. Penulisan resep A. Penyiapan obat A. Penerimaan Obat A. Catat Jenis
Obat
B. Pengiriman Resep B. Pembacaan Resep B. Pengecekan Obat
C. Penerimaan Resep C. Peracikan Obat C. Test Obat
D. Penginputan D. Pelabelan Obat D. Pemberian Obat
E. Penyerahan Obat E. Follow Up Reaksi
Langkah 3 & 4 : Brainstrorm Modus Kegagalan dan Prioritas

GAMBAR ALUR SUB PROSES : PERSIAPAN OBAT

Tahapan Sub Proses :

Penyiapan Pembacaa Peracika Pelabelan Pembacaa Penyeraha


Obat n Resep n Obat Obat n Obat n Obat

Modus kegagalan : Modus Kegagalan : Modus Modus Kegagalan : Modus Kegagalan : Modus Kegagalan :
1. salah 1. Tulisan dokter Kegagalan : 1. Etiket tertukar 1. Kelalaian 1. Pasien salah terima
pengambilan tidak jelas 1. Salah ambil 2. Etiket tidak petugas. Obat.
Obat 2. Resep tidak obat. Lengkap. 2. Ketelitian kurang. 2. Petugas tidak lengkap
Lengkap 2. Salah tekhnik menuliskan identitas
3. Kemampuan SDM meracik. Pasien.
Kurang
4. Konfirmasi resep ke-
Dokter sulit
5. Belum pengecekan allergy
Langkah 5 : Identifikasi Root Cause Of Failure
Potential Potential Potential
Failure Causes Effects Current Likeli Detec RPN Recommended Severity Likeli Detec New
Severity
Mode For Of Control hood tion Action hood tion RPN
Failure Failure s
Tulisan Terburu- Pasien Remind
1 tidak Buru cidera ing 5 3 4 60 e-prescribing 2 2 1 4
jelas
Resep Dr malas Pasien
2 tidak menulis cidera None 5 4 5 100 e-prescribing 1 1 1 1
lengkap
Penggun Pengetah Buku
aan uan Pasien singka
3 singkatan SDM cidera tan 2 3 4 24 e-prescribing 1 1 1 1
yg tdk kurang
lazim
Konfirm Sulit di Pelayana Pemasangan
4 R/ ke Dr Hubungi an None 4 3 5 60 Line khusus 2 2 1 4
Sulit tertunda
Tidak Turn
Dilakuka over Pasien
5 n Resep cidera None 5 2 4 40 e-prescribing 1 1 1 1
pengecek tinggi
an alergy
Rank by RPN
Potential Potential Potential
Failure Causes Effects Current Likeli Detec RPN Recommended Severity Likeli Detec New
Severity
Mode For Of Control hood tion Action hood tion RPN
Failure Failure s
Resep Dr malas Pasien None
2 tidak menulis cidera 5 4 5 100 e-prescribing 1 1 1 1
lengkap
Tulisan Terburu- Pasien
1 tidak Buru cidera Remin 5 3 4 60 e-prescribing 2 2 1 4
jelas ding
Konfirm Sulit di Pelayana None
R/ ke Dr hubungi n Pemasangan
4 Sulit tertunda 4 3 5 60 Line khusus 2 2 1 4

Tidak Turn Pasien


5 dilakuka over cidera Form 5 2 4 40 1 1 1 1
n resep e-prescribing
pengecek tinggi
an alergy

Penggun Pengetah Pasien


3 aan uan cidera Buku 2 3 4 24 Sosialisasi 1 1 1 1
singkatan SDM Singka
yg tidak kurang tan
lazim
Grafik Perbandingan pre dan post redesign
LANGKAH 6 : REDESIGN PROSES

No SEBELUM REDESIGN SESUDAH REDESIGN


1 Resep tidak lengkap Penggunaan e-prescribing
2 Tulisan tidak jelas Penggunaan e-prescribing
3 Konfirm R/ Ke Dr sulit, belum ada Pengadaan telepon di depo Farmasi untuk
fasilitas telepon khusus konfirmasi resep ke dokter
4 Tidak dilakukan pengecekan alergy Penggunaan e-prescribing dengan system
alarm untuk adanya alergi pasien
5 Penggunaan singkatan yang tidak Penggunaan e-prescribing
lazim
Action Plan
Failure CAUSE Recomme Action(s) Impleme Impleme Impleme Resourc Resourc Evidenc Monito Sign Sign
ndation to achieve n tation ntation ntation e e e of ring & off off
mode
(s) recomme by by of the requlred requlred comple evaluat by date
ndations Whom When place (Time) (Money) tion ion
(how) (Where) arrang
ements
Resep Dr malas Menyiapk Ka Inst 1 sep Pav 3 bulan Rp 10 Software 1 Des
e- an SIRS palem juta Sudah di
tidak menulis
prescribin perangkat instal
lengkap g sistem e- dalam
prescribin
g
Tulisan Terburu- e- Menyiapk Ka Inst 1 Sep Pav 3 bulan Software 1 Des
prescribin an SIRS palem sudah di
Dr tidak buru
g perangkat instal
jelas sistem e- dalam
prescribin sistem
g
confirm Sulit di Menyiapk Ka Inst 1 Sep Depo 1 minggu Rp 1 juta Telp 1 Okt
Pemasang an Sarana farmasi sudah
resep ke hubungi
an line perangkat palem terpasan
Dr sulit khusus telepon g

Penambah Penerimaa Ka Depo 1.5 Tenaga


Tidak Turn an SDM n tenaga Instalasi 1 Sep farmasi 2 minggu jt/bulan sudah 15 Des
baru 3 Farmasi palem X3 terpenuhi
dilakuka over
orang orang
n resep
pengecek tinggi
an alergy
Penggun Pengeta Menyiapk Ka Inst 1 Sep Pav 3 bulan Software 1 Des
an SIRS palem sudah di
aan huan
e- perangkat instal
singkata SDM prescribin sistem e- dlm
g prescribin sistem
n yang kurang
g
tidak
lazim
PDSA
Tool : Implementasi penggunaan e-prescribing
Step : Sosialisasi penggunaan e-prescribing
Siklus 1
PLAN :
Rencana : mengetahui berapa banyak dokter yang telah menggunakan e-prescribing.
Target : dalam 1 bulan sudah 50 % dokter yang telah menggunakan e-prescribing.
DO :
Dokter sering masih menggunakan resep tertulis.
Beberapa dokter mengatakan tidak bisa mengoperasikan e-prescribing.
Ada dokter yang mengeluh tidak semua obat tersedia dalam menu.
STUDY :
Hasil pendataan hanya 10 % dokter yang telah menggunakan e-prescribing.
ACTION :
Belum semua dokter mengetahui cara mengoperasikan e-prescribing
Menu obat belum lengkap dalam sistem e-prescribing
Mengadakan pendampingan dari tim SIRS di ruangan dokter dalam penggunaan e-
prescribing.
Menambah usulan daftar obat yang belum masuk dalam menu.
BAB 4

PENUTUP

A. Kesimpulan
Metode Root Cause Analysis digunakan untuk mengidentifikasi kekurangan
yang mendasari dalam sistem manajemen keselamatan yang ada di lingkungan kerja
atau tempat kerja, sedangkan RCA adalah proses sistematis yang menggunakan
afakta-fakta dan hasil dari teknik analisa inti dari suatu kejaidamn kecelakaan untuk
menentukan alasan yang paling penting untuk penyebab terjadinnya kecelakaan
secara managemennya (prosedurnya).
Untuk mengidentifikasi sumbermasalah atau suatu kecelakaan sampai akar
(menyangkut manajemennya) dengan menggunakan TIER-diagram. Cara
mengidentifikasi menggunakan TIER-Diaggram ini adalah analisa yang memusatkan
pada tingkatan manajemen srta yang memiliki petanggung jawaban dalam sebuah
kecelakaan/kegagalan suatu proses pada industri yang digunakan untuk mengevaluasi
potensi permadalahan dan mencari akkar permasalahan.
FMEA adalah suatu cara dimana suatu bagian atau suatu proses yang mungkin
gagal memenuhi suatu spesifikasi, menciptakan cacat atau ketidaksesuaian dan
dampaknya pada pelanggan bila metode gagal itu tidak di cegah atau dikoreksi.
FMEA biasanya dilakukan selama tahap konseptual dan tahap awal design
dari sistem dengan tujuan untuk menyakinkan bahwa semua kemungkinan keggagalan
telah dipertimbangkan dan usaha yang tepat untuk mengatasinya telah dibuat untuk
meminimasi semua kegagalan-kegagalan yang potensial.

B. Saran
1. Monitoring perlu terus dilakukan untuk meminimalisir kejadian serta dampak
yang mungkin terjadi.
2. Evaluasi secara komprehensif perlu dilakukan secara rutin sehingga prioritas
rencana tindak lanjut dapat dilakukan oleh seluruh unit.
DAFTAR PUSTAKA

1997, Departement Of Energi Handbook


1997, Methods for accident investigation
Shiftindonesia.com. Diaskes pada taggal 26 Agustus 2013 pukul 22.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai