Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIC

NAMA : SURATMI
NIM : 2720190124

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH JAKARTA
2021

STROKE NON HEMORAGIC


A. Definisi

Stroke adalah cedera vascular akut pada otak. Ini berarti bahwa stroke adalah
suatu cedera mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak. Cedera
dapat disebabkan oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah,
sumbatan dan penyempitan, atau pecahnya pembuluh darah. Semua ini
menyebabkan kurangnya pasokan darah yang memadai. Stroke mungkin
menampakan gejala, mungkin juga tidak (stroke tanpa gejala disebut silent
stroke), tergantung pada tempat dan ukuran kerusakan. (valery feigin, 2002).

Menurut Ir. B Mahendra dan dr. Evi Rachmawati N.H. Stroke iskemik merupakan
80% dari semua kejadian stroke. Stroke iskemik dapat terjadi bila asupan darah ke
otak berkurang atau terhenti. Derajat dan gangguan dari otak berfariasi tergantung
dari pembuluh darah yang terkena dan luas daerah yang dialiri darah oleh
pembuluh darah tersebut. Bila stroke terjadi, otak akan mengalami gangguan
homeostasis (keseimbangan dalam pengaturan cairan dan elektrolit), terjadi
penimbunan cairan dalam sel dan ion-ion kalsium serta kalium yang berlebihan
didalam sel otak. Akibatnya, otak akan membengkak dan terjadilah udema otak.
Udema otak ini sangat berbahaya jika tidak di tangani karna dapat menyebabkan
kematian, Stroke non hemoragi atau disebut juga dengan stroke iskemik atau
stroke infark biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau
dipagi hari. Namun menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. (Wijaya, 2013).

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke iskemik adalah terjadi ketika
terdapat sumbatan bekuan darah dalam pembuluh darah di otak atau arteri yang
menuju ke otak, sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat
berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak non straumatik.
B. Anatomi Fisiologi Otak
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang saling
berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita. Otak
terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron (Leonard, 1998). Otak merupakan organ
yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-neuron di otak mati tidak mengalami
regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas pada otak dalam situasi tertentu bagian-
bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang rusak. Otak
sepertinya belajar kemampuan baru. Ini merupakan mekanisme paling penting yang
berperan dalam pemulihan stroke (Feigin, 2006).
Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan sistem
saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla spinalis. Sistem
saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari SST adalah
menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh lainnya
(Noback dkk, 2005). Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan
komponen bagiannya adalah:
1) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer
kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan
girus (Ganong, 2003). Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi, seperti
kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat
penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di
gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area
premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus
ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif
(Purves dkk, 2004).
b) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke
bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis (White,
2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan
berperan dlm pembentukan dan perkembangan emosi.
c) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus postsentralis
(area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran (White, 2008).
d) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi penglihatan:
menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari nervus optikus dan
mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain & memori (White, 2008).
e) Lobus Limbik Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori
emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas
susunan endokrin dan susunan otonom (White, 2008).

Gambar Lobus dari cerebrum, dilihat dari atas dan smping. (Sumber : White, 2008)
2) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak neuron
dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang penting dalam
fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori yang diterima, inputnya
40 kali lebih banyak dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian
fungsional yang berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain
dari sistem saraf pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan
dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara optimal. Bagian-
bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan lobus
fluccolonodularis (Purves, 2004).

Gambar Cerebellum, dilihat dari belakang atas. (Sumber : Raine, 2009)


3) Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses kehidupan
yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan medulla spinalis
dibawahnya. Strukturstruktur fungsional batang otak yang penting adalah jaras
asenden dan desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-bagian
otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial. Secara garis besar brainstem
terdiri dari tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons dan medulla oblongata.
Gambar Brainstem. (Sumber : White, 2008)
Anatomi Peredaran Darah Otak
Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang diperlukan bagi
fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat mendesak dan vital, sehingga
aliran darah yang konstan harus terus dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak
merupakan suatu jalinan pembuluhpembuluh darah yang bercabang-cabang,
berhubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang
adekuat untuk sel.
1) Peredaran Darah Arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri
karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk circulus willisi.
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis yang berakhir
pada arteri serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir arteri karotis
interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans posterior yang bersatu
kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior saling
berhubungan melalui arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan
berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan merupakan
cabang dari arteria inominata,sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang
langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk
arteri basilaris.
2) Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater, suatu saluran
pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater. Sinus-sinus duramater
tidak mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk triangular. Sebagian besar vena
cortex superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior yang berada di
medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena anastomotica magna yang
mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior dan vena anastomotica parva yang
mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena serebri profunda memperoleh aliran
darah dari basal ganglia (Wilson, et al., 2002).

Gambar Circulus Willisi (Sumber : swaramuslim. Stroke, 2009)


C. Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian :
a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain)
c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak)
d. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan
ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak).
Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan
kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori bicara, atau
sensasi. Trombosis serebral. Arteosklerosis serebral dan pelambatan sirkulasi
serebral adalah penyebab utama trombosis serebral, yang adalah penyebab paling
umum stroke.

Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak
umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau
kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari
hemoragi intracerebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului
awitan pralisis berat pada beberapa jam atau hari Embolisme serebral.

Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis infektif, penyakit


jantung reumatik, dan infark miokard, serta infeksi pulmonal, adalah tempat-
tempat di asal emboli. Mungkin saja bawah pemasangan katup jantung prostetik
dapat mencetuskan stroke, karena terdapat peningkatan insiden embolisme
setelah prosedur ini.(Brunner & suddarth edisi 8). Menurut dr. Valery Feigin,
PhD faktor resiko yang tidak dapat di modifikasi ini mencakup penuaan,
kecendrungan genetis, dan suku bangsa.
 Faktor-faktor yang menyebabkan stroke :
a. Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible)
1. Jenis kelamin dan penuaan
Pria berusia kurang dari 65 tahun memiliki resiko terkena stroke iskemik
atau perdarahan intraserebrum lebih tinggi 20% daripada wanita.
Namun, wanita usia berapa pun memiliki resiko perdarahan subaraknoid
sekitar 50% lebih besar. Dibandingkan pria, wanita juga tiga kali lipat
lebih mungkin mengalami aneurisma intrakranium yang tidak pecah.
Perbedaan gender ini tidak terlalu mencolok pada kelompok usia dewasa
muda, dimana stroke mengenai pria dan wanita hampir sama banyak.
Resiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun.

Setelah mencapai usia 50 tahun, setiap penambahan usia tiga tahun


meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%, dengan peningkatan
bertambah seiring usia. Orang berusia lebih dari 65 tahun memiliki
risiko paling tinggi, tetapi hamper 25% dari semua stroke terjadi pada
orang berusia kurang dari ini, dan hampir 4%terjadi pada orang berusia
antara 15-40 tahun. Stroke jarang terjadi pada anak berusia kurang dari
15 tahun, tetapi jika terjadi, stroke ini biasanya disebabkan oleh penyakit
jantung bawaan, kelainan pembuluh darah, trauma kepala atau leher,
migrain, atau penyakit darah.
b. Faktor yang dapat dirubah (Reversible)
1. Hipertensi
Meningkatnya risisko stroke dan penyakit kardiovaskuler lain berawal
pada tekanan 115/75 mmHg dan meningkat dua kali lipat setiap
peningkatan 20/10
mmHg. Orang yang jelas menderita hipertensi (tekanan darah sistolik
sama atau lebih besar dari 140mmHg atau tekanan darah diastolik sama
atau lebih besar dari 90 mmHg) memiliki resiko stroke tujuh kali lebih
besar dibandingkan dengan mereka yang tekanan darahnya normal atau
rendah. Untuk orang yang berusia di atas 50 tahun, tekanan darah
sistolik yang tinggi (140 mmHg atau lebih) dianggap sebagai faktor
risiko untuk stroke atau penyakit kardiovaskuler lain yang lebih besar
dibandingkan dengan tekanan darah diastolik yang tinggi. Namun,
tekanan darah meningkat seiring usia dan orang yang memiliki tekanan
darah normal pada usia 55 tahun mempunyai risiko stroke hampir dua
kali lipat dibandingkan orang berusia muda.
2. Penyakit jantung
Orang yang mengidap masalah jantung, misalnya angina, fibrilasi
atrium, gagal jantung, kelainan katup, katup buatan, dan cacat jantung
bawaan, berisiko besar mengalami stroke. Bekuan darah yang dikenal
sebagai embolus, kadang-kadang terbentuk di jantung akibat adanya
kelainan di katup jantung, irama jantung yang tidak teratur, atau setelah
serangan jantung. Embolus ini terlepas dan mengalir ke otak atau bagian
tubuh lain. Setelah berada di otak, bekuan darah tersebut dapat
menyumbat arteri dan menimbulkan stroke iskemik.
3. Kolesterol tinggi
Meskipun zat lemak (lipid) merupakan komponen integral dari tubuh
kita, kadar lemak darah (terutama kolesterol dan trigleserida) yang tinggi
meningkatkan risiko aterosklerosis dan penyakit jantung koroner.
Keadaan ini juga dikaitkan dengan peningkatan 20% risiko stroke
iskemik atau TIA.
4. Obesitas
Untuk mempertahankan berat badan, seorang dewasa yang sehat ratarata
memerlukan asupan makanan harian sekitar 30-35 kkal untuk setiap
kilogram beratnya. Bagi orang yang lebih tua kebutuhan ini mungkin
lebih sedikit, terutama jika mereka tidak banyak beraktivitas fisik.
Makanan yang tidak sehat dan tidak seimbang (misalnya, makanan yang
kaya lemak jenuh, kolesterol, atau garam dan kurang buah serta sayuran)
adalah salah satu faktor
risiko stroke yang paling signifikan.
5. Diabetes mellitus
Mengidap penyakit ini akan menggandakan kemungkinan terkena
stroke, karena diabetes menimbulkan perubahan pada sistem vascular
(pembuluh darah dan jantung) serta mendorong terjadinya aterosklerosis.
6. Strees emosional
Kadang-kadang pekerjaan, hubungan pribadi, keuangan, dan factor
faktor lain menimbulkan stres psikologis, dan penyebebnya tidak selalu
dapat dihilangkan. Meskipun sebagian besar pakar stroke menganggap
bahwa serangan stres yang timbul sekali-sekali bukan merupakan faktor
risiko stroke, namun stres jangka panjang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol.

D. Tanda dan Gejala / Manifestasi Klinis

Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau
bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi
kolateral. Pada stroke Iskemik, gejala klinis meliputi:

e. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau hemiplegia


(paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan terjadi akibat adanya
kerusakan pada area motorik di korteks bagian frontal, kerusakan ini bersifat
kontralateral artinya jika terjadi kerusakan pada hemisfer kanan maka
kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien juga akan kehilangan kontrol otot
vulenter dan sensorik sehingga pasien tidak dapat melakukan ekstensi
maupun fleksi.
f. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
Gangguan sensibilitas terjadi karena kerusakan system saraf otonom dan
gangguan saraf sensorik.
g. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma), terjadi
akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang otak atau
terjadinya gangguan metabolik otak akibat hipoksia.
h. Afasia (kesulitan dalam bicara)Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi
bicara, termasuk dalam membaca, menulis dan memahami bahasa. Afasia
terjadi jika terdapat kerusakan pada area pusat bicara primer yang berada
pada hemisfer kiri dan biasanya terjadi pada stroke dengan gangguan pada
arteri middle sebelah kiri.
 Afasia dibagi menjadi 3 yaitu:
i. Afasia motorik
Afasia motorik atau ekspresif terjadi jika area pada area Broca, yang
terletak pada lobus frontal otak. Pada afasia jenis ini pasien dapat
memahami lawan bicara tetapi pasien tidak dapat mengungkapkan dan
kesulitan dalam mengungkapkan bicara.
ii. Sensorik
Afasia sensorik terjadi karena kerusakan pada area Wernicke, yang
terletak pada lobus temporal. Pada afasia sensori pasien tidak dapat
menerima stimulasi pendengaran tetapi pasien mampu mengungkapkan
pembicaraan. Sehingga respon pembicaraan pasien tidak nyambung atau
koheren.
iii. Afasia global
Pada afasia global pasien dapat merespon pembicaraan baik
menerima maupun mengungkapkan pembicaraan.
i. Disatria (bicara cedel atau pelo)
Merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi sehingga ucapannya
menjadi tidak jelas. Namun demikian, pasien dapat memahami pembicaraan,
menulis, mendengarkan maupun membaca. Disartria terjadi karena
kerusakan nervus cranial sehingga terjadi kelemahan dari otot bibir, lidah
dan laring. Pasien juga terdapat kesulitan dalam mengunyah dan menelan.
j. Gangguan penglihatan, diplopia.
Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga pandangan menjadi ganda,
gangguan lapang pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi karena
kerusakan pada lobus temporal atau parietal yang dapat menghambat serat
saraf optik pada korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat
disebabkan karena kerusakan pada saraf cranial III, IV dan VI.
k. Disfagia
Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus cranial IX.
Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis menutup kemudian
makanan masuk ke esophagus.
l. Inkontinensia.
Inkontinensia baik bowel maupun badder sering terjadi karena terganggunya
saraf yang mensarafi bladder dan bowel.

Manisfestasi stroke iskemik :


1. Transient Ischemic Attack (TIA) atau serangan stroke sementara
Pada TIA, kelainan neurologis yang timbul berlangsung hanya dalam hitungan
menit sampai sehari penuh. TIA biasanya disebabkan oleh sumbatan karena
thrombus atau emboli. Gejala dan tanda-tandanya sesuai dengan bagian yang
terserang, apakah pada sistem karotis atau vertebrobasilaris. Gejala TIA yang
disebabkan terserangnya sistem karotis adalah gangguan penglihatan pada satu
mata tanpa disertai rasa nyeri (amaurosis fugax), terutama bila disertai dengan:
a) Kelumpuhan lengan, tungkai, atau keduanya pada sisi yang sama.

b) Deficit motorik dan sensorik pada wajah. Wajah dan lengan atau tungkai
saja secara unilateral.
c) Kesulitan untuk berbahasa, sulit mengerti atau berbicara, pemakaian kata
kata yang salah atau diubah.
Gejala TIA yang disebabkan terserangnya sistem
vertebrobasilaris sebagai berikut:
a) Vertigo dengan atau tanpa nausea dan atau munta, terutama bila
disertai dengan diplopia, disfagi, atau disartri.
b) Mendadak tidak stabil.
c) Gangguan visual, motorik, sensorik, unilateral, atau bilateral.
d) Hemianopsia homonym.
e) Serangan drop atau drop attack (Iskandar 2011)

Menurut (Anurogo, 2014) gambaran klinis stroke iskemik meliputi:


penurunan kesadaran, kelemahan dan atau kesemutan satu sisi
tubuh, bicara pelo, wajah mencong, sulit menelan, tiba- tiba tidak
bisa melihat, dan dapat menyebabkan kematian.

E. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah
dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau
cepat) pada gangguan local (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskuler)
atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Arterosklerosis sering sebagai factor penyebab infark pada otak. Trombus dapat
berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
tem pat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi. Trombus dapat
pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah.
Trombus mengakibatkan iskemia jaringan yang disuplai oleh pembuluh darah
yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema
dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari.
Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena itu
thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif.

Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma
pecah atau rupture Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik
dan hipertensi pembuluh darah.
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan
kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskuler, karena
perdarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat
dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebei atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus peradarahan otak
di nekleus kaudatus, talamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral. Perubahan
yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit.
Perubahan inversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain
kerusakan perenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi
otak serta gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar
dan kaskade iskemik akibat menurunya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di
area yang terkena dan sekitarnya tertekan lagi. (Arif Mutaqin, 2013).
Patway

F. Pemeriksaan Penunjang CVA


1. Agriografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti CVA
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada CVA perdarahan
akan ditemukan adanya aneurisma
2. Elektroencefalography
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak
3. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada
trombus serebral.Klafisikasi parsial dinding, aneurisma pada pendarahan
subarachnoid.
4. Ultrasonography Doppler
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik

5. CT Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil
pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk ke
ventrikel atau menyebar ke permukaan otak
6. MRI
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik
7. Fotothorax
Dengan dilakukannya foto thorax dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke. (Wijaya & Putri,2013)

G. Penatalaksnaan
1. Keperawatan
a) Fase akut
Pasien yang koma dalam pada saat masuk rumah sakit
dipertimbangkan mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya, pasien sadar
penuh menghadapi hasil yang lebih dapat diharapkan. Fase akut biasanya
berakhir 48 sampai 72 jam. Dengan mempertahankan jalan napas dan
ventilasi adekuat adalah prioritas dalam fase akut ini.

i. Pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan


kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang.
ii. Intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk pasien dengan
stroke masif, kerena henti pernafasan biasanya faktor yang
mengancam kehidupan pada situasi ini.
iii. Pasien dipantau untuk adanya komplikasi pulmonal (aspirasi,
atelektasis, pneumonia), yang mungkin berkaitan dengan kehilangan
refleks jalan napas, immobilitas, atau hipoventilasi.
iv. Jantung diperiksa untuk abnormalitas dalam ukuran dan irama serta
tanda gagal jantung kongestif.
2. Medis
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk
menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5
hari setelah infark serebral. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah
terjadinya atau memberatnya trombosis atau embolisasi dari trombosit dapat
diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan trombus dan embolisasi.

H. Komplikasi Stroke

Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral,

dan luasnya area cedera.

a) Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah


adekuat
ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan
ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan
hemoglobin serta hematrokrit pada tingkat yang dapat diterima akan
membantu dalam mempertahankan oksigenisasi jaringan.
b) Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah. Curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus
menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah
serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah
perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
c) Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah
serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan
penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan
embolus serebral dan harus diperbaiki.

Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan. Hasil dari


pengkajian adalah terkumpulnya data, sehingga proses ini sangat penting dalam
terkumpulnya data, sehingga proses ini sangat penting dalam akurasi data yang
dikumpulkan. Data yang terkumpulkan meliputi : Riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (test diagnostik, laboratorium)

a. Riwayat kesehatan
Beberapa hal yang harus dikaji dalam riwayat kesehatan pada gangguan
sistem persarafan diantaranya adalah data umum pasien, keluhan utama
pasien, riwayat penyakit yang lalu dan riwayat kesehatan keluarga.

b. Data umum pasien


Data umum pasien yang perlu dikaji diantaranya :
1. Data demografi meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat
rumah.
2. Pekerjaan : jelaskan aktivitas sehari-hari pasien, jenis pekerjaan.
3. Lingkungan : apakah terekpos pencemaran lingkungan seperti bahan
kimia, listrik, polusi udara, dll.
4. Tingkat intelektual : riwayat pendidikan, pola komunikasi

5. Status emosi : ekspresi wajah, perasaan tentang dirinya, keluarga


pemberi pelayanan kesehatan, penrimaan stres dan koping mekanisme.
6. Riwayat pengobatan : obat-obatan yang pernah diberikan (nama,
penggunaan, dosis, berapa lama), keadaan setelah pengobatan, alergi
obat dan makanan. Kebiasaan minum alkohol, obat-obatan, rokok.
7. Pelayanan kesehatan : puskesmas, klinik, dokter praktek.
c. Keluhan utama
1. Trauma : urutan kejadian, waktu kejadian, siapa yang menangani,
pengobatan yang diberikan, keadaan trauma.
2. Infeksi akut : kejadian, tanda dan gejala kejang, tempat infeksi,
sumber infeksi, penanganan yang sudah diberikan dan responya.
3. Kejang : urutan kejadian, karakter dari gejala kejang, kemungkinan
faktor pencetus, riwayat kejang, penggunaan obat kejang.
4. Nyeri : lokasi, kualitas, intensitas, lamanya, menetap atau tidak
penanganan sebelumnya.
5. Gaya berjalan : seimbang, kaki diseret, gangguan aktivitas.
6. Vertigo : kejadian, faktor pencetus, mual dan muntah, tinitus,
perubahan kognitif, perubahan penglihatan, nyeri dada.
7. Kelemahan : kejadian, lamanya, reflek menelan, adakah batuk,
bagaimana jika menelan air atau lebih padat.

d. Riwayat kesehatan yang lalu


1. Apakah ada trauma : kepala, tulang belakang, spinal cord, trauma lahir,
trauma saraf.
2. Apakah ada kelainan kongenital, deformitas/kecacatan.
3. Adakah penyakit stroke
4. Adakah enchephalitis dan meningitis.
5. Adakah gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aneurisma, disritmia,
pembedahan jantung, tromboenboli.

e. Riwayat keluarga
Epilepsi dan kejang, Nyeri kepala, Retardasi mental, Stroke, Gangguan
psikiatri, Penggunaan alkohol, rokok, dan obat-obatan terlarang, Penyakit
keturunan : DM, muskular distropi.
f. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui kelainan dari fungsi
neurologi. Pemeriksaan fisik yang lengkap meliputi : tanda vital, status
mental, pemeriksaan kepala, leher dan punggung, saraf kranial, saraf
sensorik, saraf motorik, refleks dan sistem saraf otonom.
h. Tanda vital
Sebelum melakukan tindakan yang lain, yang harus diperhatikan adalah
tanda vital, karena sangat berhubungan dengan fungsi kehidupan dan tanda-
tanda lain yang berkaitan dengan masalah yang terjadi. Misalnya, pada
pasien dengan spinal cord injury akan ditemukan masalah klasik hipotensi,
bradikardia, dan hiportemia karena hilangnya fungsi saraf simpatis. Tidak
adekuatnya perfusi organ vital dapat diakibatkan oleh tekanan darah yang
tidak adekuat. Perubahan tanda vital dapat pula terjadi pada peningkatan
tekanan intrakranial. Tubuh akan berusaha untuk mencukupi kebutuhan
oksigen dan glukosa di otak dengan meningkatkan aliran darah ke otak
sebagai akibat meningkatnya tekananan intrakranial. Demikian juga dengan
respirasi rate juga terganggu jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
i. Status mental
Tabel 2.1 tingkat kesadaran : GCS
Respon Membuka Mata Nilai
Spontan 4
Terhadap bicara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada respon 1
Respon Verbal Nilai
Terorientasi 5
Percakapan membingungkan 4
Penggunaan kata-katayang tidak sesuai 3
Suara menggumam 2
Tidak ada respon 1
Respon Motorik Nilai
Mengikuti perintah 6
Menunjuk tempat rangsangan 5
Menghindar dari stimulus 4
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ektensi abnormal 2
Tidak ada respon 1

Tabel 2.2 Kekuatan Otot


Respon Nilai
Tidak ada kontraksi otot. 0
Ada tanda dari 1
kontraksi. 2
Bergerak tapi tak mampu menahan gaya gravitasi. 3
Beregerak melawan gaya gravitasi tetapi tidak
4
dapat melawan tahanan otot pemeriksa.
Bergerak dengan lemah terhadap tahanan dari otot
pemeriksa
Dapat menahan tahan dari otot periksa 5

Kekuatan dan rangsangan yang normal.


Tabel 2.3 Pemeriksaan Saraf Kranial

NO. Syaraf Kranial Cara Pemeriksaan


1. N. Olfactori Pasien memejamkan mata,disuruh
Saraf sensorik membedakan bau yang
Untuk penciuman. dirasaka(kopi, teh, dll)
2. N. Optikus Dengan snelend card, dan
Saraf sensorik. Untuk penglihatan. periksa lapang pandang.
3. N. Okulomotoris Tes putaran bola
Saraf motorik. mata,menggerakan konjungtiva,
Untuk mengangkat kelopak mata refleks pupil dan inspeksi
keatas, kontraksi pupil,dan sebagian kelopak mata.
gerak ekstraokuler.

4. N. Trochlearis. Sama seperti nervus III


Saraf motorik.
Gerakan mata ke bawah dan ke dalam.
5. N. Trigeminus. Menggerakan rahang kesemua sisi,
Saraf motorik.
Gerakan mengunyah, sensasi wajah, pasien memejamkan mata, sentuh
lidah dan gigi, refleks kornea dan dengan kapas pada dahi atau pipi,
refleks kedip. menyentuh permukaan kornea
dengan kapas.
6. N. Abdusen Sama seperti nervus III
Saraf motorik.
Deviasi mata kelateral.
7. N. Fasialis. Senyum, bersiul, mengangkat
Saraf motorik. alis,mata, menutup kelopak mata
Untuk ekspresi, wajah. dengan tahanan, menjulurkan lidah
untuk membedakan gula dan
garam.
8. N. Verstibulocochlearis. Test webber dan rinne.
Saraf sensorik.
Untuk pendengaran dan keseimbangan.
9. N. Glosofaringeus. Membedakan rasa manis dan
Saraf sensorik dan motorik, asam.
Untuk sensasi rasa.

j. Pemeriksaan Fungsi Refleks


1. Refleks Bisep
1) Pasien duduk dilantai
2) Lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan
sedikit pronasi, lengan diletakkan diatas lengan
pemeriksa
3) Stimulus: ketokan pada jari pemeriksa pada tendon
m. biceps brachii, posisi lengan setengah ditekuk
pada sendi siku.
4) Respon: fleksi lengan pada sendi siku.
2. Refleks Trisep
1) Pasien duduk dengan rileks
2) Lengan pasien diletakan diatas lengan pemeriksa

3) Pukul tendon trisep melalui fosa olekrani

4) Stimulus: ketukan pada tendon otot triceps brachii,


posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit
pronasi.
5) Respon: ekstensi lengan bawah disendi siku.

3. Refleks Patella
1) Pasien duduk santai dengan tungkai menjuntai
2) Raba daerah kanan-kiri tendon untuk menentukan daerah yang tepat.
3) Tangan pemeriksa memegang paha pasien
4) Ketuk tendon patella dengan palu refleks menggunakan tangan
yang lain.
5) Respon: pemeriksa akan merasakan kontraksi otot kuadrisep,
ekstensi tungkai bawah
6) Stimulus: ketukan pada tendon patella
7) Respon: ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m.quadrisep femoris.

4. Refleks Babinski
Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui
sisi lateral. Orang normal akan memberikan respon fleksi jari-jari dan
penarikan tungkai. Pada lesi UMN maka akan timbul respon jempol
kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau
membuka. Normal pada bayi masih ada.

5. Refleks Achilles
Ketukan pada tendon Achilles. Respon: plantar fleksi longlegs karena
kontraksi m.gastroenemius.

6. Refleks Kornea
Dengan cara menyentuhkan kapas pada limbus, hasil positif bila
mengedip N IV & X).
7. Refleks Faring
Faring digores dengan spatel, reaksi positif bila ada reaksi muntahanm
(N IX & X).

B. Diagnosis Keperawatan

1. Perfusi serebral tidak efektif b.d aneurisma serebri (D.0017)


2. Gangguan mobilitas fisik b.d neorumuskuler, penurunan kekuatan otot.
(D.0054)
3. Risiko gangguan integritas kulit b.d penurunan mobilitas,kelembaban , faktor
mekanis (pembedahan) (D.0139)
4. Resiko defisit nutrisi b.d ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrient, faktor
psikologis (D.0019)
5. Gangguan komunikasi verbal b.d. penurunan sirkulasi serebral, gangguan
neuromuscular (D. 0119)

C. Intervensi
No SDKI SLKI SIKI RASIONAL
1 Perfusi Setelah dilakukan Manajemen peningkatan
serebral tidak tindakan selama tekanan intra kranial
efektif b.d 3x24 jam (I.06194)
aneurisma diharapkan perfusi Observasi:
serebri serebral meningkat 1) Identifikasi R/ Mengetahui
(D.0017) dengan kriteria penyebab penyebab terjadinya
hasil :(L. 02014) peningkatan tekanan peningkatan tekanan
1) Tingkat kesadaran intracranial. intra kranial
meningkat. 2) Monitor gejala R/ Gejala peningkatan
2) Tekana peningkatan tekanan tekanan intra kranial
intrakranial intra kranial memerlukan
menurun penanganan yang cepat
3) Gelisah menurun. 3) Monitor penurunan dan tepat
4) Tekanan darah kesadaran.
sistolik membaik 4) Monitor tanda-tanda R/ Penurunan kesadaran,
5) Tekanan darah vital perubahan tanda-tanda
diastolik membaik vital ekstrim merupakan
6) Reflex saraf tanda-tanda gangguan
5) Monitor intake dan
membaik neurologis
output cairan
7) Nilai rata-rata R/ Mengetahui balance
6) Monitor cairan
tekanan darah cairan
serebrospinal
membaik R/Menentukan pilihan
intervensi dari hasi CSS
Terapeutik:
1) Minimalkan R/ Memberikan ruangan
stimulus dengan dengan suasana yang
menyediakan nyaman dan tenang
ruangan yang
tenang.
2) Beri posisi
semifowler R/ Mengoptimalkan
3) Hindari manuver ekspansi paru
valsava R/ Manuver valsava
seperti mengejan
beresiko meningkatkan
4) Cegah terjadinya TIK dan kerja jantung
kejang
5) Pertahankan suhu R/ Rangsangan
tubuh normal meningkatkan fase
eksitasi
Edukasi:
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan R/ Pasien dan keluraga
memahami tujuan dan
Kolaborasi prosedur dilakukannya
pemantauan
Kolaborasi terapi sedatif,
antikonvulsan, diuretik R/ Terapi antikonvulsif
osmosis k/p dan sedatif diberikan
untuk memberikan
relaksasi neuromuskuler
R/ Terapi laxantif
memperlancar BAB dan
menghindari tejadinya
manuver valsava
2 Gangguan Setelah Dukungan mobilisasi
mobilitas fisik dilakukan ( I.05173)
berhubungan tindakan Observasi :
dengan 1) Identifikasi adanya R/ Mengetahui keluhan
selama 3x24
gangguan nyeri atau keluhan nyeri dan keluhan
neuromukuler jam diharapkan lainnya secara spesifik
mobilitas fisik fisik lainnya
(D.0054) R/ Mengetahui sejauh
meningkat 2) Identifikasi toleransi
mana batas kemampuan
dengan krieria fisik melakukan mobilisasi yang bisa
hasil:( L.05042 ) pergerakan dilakukan oleh pasien
1) Pergerakan 3) Monitor frekuensi R/ Tanda-tanda vital
jantung dan tekanan sebagai dasar kondisi
esktremitas
darah sebelum klinis pasien
meningkat
2) Kekuatan otot memulai mobilisasi
R/ Mobilisasi bisa
meningkat 4) Monitor kondisi
mempengaruhi kondisi
3) Nyeri menurun umum selama umum pasien, karena
4) Kecemasan melakukan memerlukan energi dan
menurun mobilisasi meningkatkan
5) Kaku sendi Terapetik : metabolisme
menurun 1) Fasilitasi aktivitas R/ Alat bantu
6) Gerakan mobilitas dengan alat mempermudah pasien
terbatas bantu dalam melakukan
menurun latihan mobolisasi
2) Fasilitasi
7) Kelemahan fisik R/ Merangsang
menurun melakukan pergerakan
pergerakan neoromuskuler
3) Libatkan keluarga R/ Memberikan
untuk membantu kesempatan pada
pasien dalam keluarga untuk
meningkatkan berpartisipasi dalam
pergerakan latihan mobilisasi pasien
Edukasi :
1) Jelaskan tujuan R/ Dengan penjelasan
dan prosedur tujuan dan prosedur
mobilisasi mobilisasi ,pasien dan
keluarga akan faham
dan bisa
mempraktekkan sendiri
cara -cara latihan
2) Anjurkan mobilisasi
melakukan R/Mencegah terjadinya
mobilisasi dini kekakuan dan atropi
3) Anjurkan sendi yang makin
memburuk
mobilisasi R/ Mobilisasi bertahap
sederhana yang sesuai kemampuan
harus dilakukan menambah rasa percaya
(misalnya duduk diri pasien
di tempat tidur)
Kolaborasi:
Kolaborasi dengan
fisioterapis R/ Meningkatkan
kualitas latihan
mobilisasi [pasien
3 Resiko Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit
gangguan tindakan ( I.11353)
integritas kulit keperawatan 3x24 Observasi
b. d penurunan jam, maka Identifikasi penyebab
R/ Mengetahui
mobilitas,kele diharapkan integritas gangguan integritas kulit
penyebab terjadinya
mbaban, faktor kulit dan jaringan Terapeutik gangguan integritas kulit
mekanis terjaga (L. 14125) 1) Ubah posisi tiap 2 jam R/ Menghindari
(D.0139) dengan Kriteria : k/p terjadinya penekanan
1) Elastisitas 2) Lakukan pemijatan pada pada kulit yang terlalu
meningkat lama
area penonjolan tulang
2) Perfusi jaringan R/ Memberi kelembaban
3) Gunakan lotion/ minyak dan kenyamanan pada
meningkat pada kulit kering kulit yang kering
3) Kerusakan R/ Melindungi kulit dari
lapisan 4) Gunakan produk reaksi alergi
kulit/jaringan hipoalergenik pada kulit
menurun yang sensitif R/ Kandungan alkohol
4) Pigmentasi dapat membuat kulit
5) Hindari produk berbahan
abnormal makin terasa kering
dasar alkohol pada kulit
menurun kering
5) Tekstur R/ Memberikan nutrisi
membaik Edukasi pada kulit dan menjaga
1) Anjurkan menggunakan kelembaban kulit
pelembab R/ Minum cukup
2) Anjurkan minum cukup mensuplay kebutuhan
sesuai kondisi cairan bagi tubuh

3) Anjurkan meningkatkan R/ Asupan nutrisi tinggi


protein, cukupbuah dan
asupan nutrisi tinggi
sayur meningkatkan
protein, buah dan sayur metabolisme tubuh
4) Anjurkan menghindari sehingga integritas kulit
terpapar suhu ekstrim terjaga

5) Anjurkan menggunakan R/ Melindungi kulit dari


tabir surya SPF 30 saat di paparan sinar matahari
luar rumah
6) Anjurkan menggunakan
sabun mandi secukupnya R/ Menjaga kesehatan
dan kebersihan kulit dari
saat mandi.
kuman
Kolaborasi
Kolaborasi terapi Antibiotik R/ Terapi antibiotik
k/p membantu
penyembuhan infeksi.
4 Resiko defisit Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (I.03119)
nutrisi b.d tindakan Observasi :
ketidakmampu keperawatan 3x24 1) Identifikasi status nutrisi R/ menyediakan data
an jam, maka 2) Identifikasi alergi dan dasar untuk memantau
mengabsorbsi diharapkan status intoleransi makanan perubahan dan
nutrien,faktor nutrisi pasien mengevaluasi intervensi
3) Identifikasi makanan
psikologis membaik dengan R/ Pola diet dulu dan
( D.0019) kriteria hasil: yang disukai sekarang dapat
( L.03030) 4) Identifikasi kalori dan dipertimbangkan dalam
1) Porsi makan jenis nutrien penyusunan menu
yang dihabiskan 5) Identifikasi perlunya
meningkat penggunaan NGT
6) Monitor asupan makanan R/ Mengevaluasi status
2) Berat badan
nutrisi pasien
membaik 7) Monitor berat badan
R/ Menyediakan
3) Nafsu makan 8) Monitor hasil informasi mengenai
membaik pemeriksaan faktor lain yang bisa
4) Membran laboratorium (Hb, diubah atau dihilangkan
mukosa albumin) untuk meningkatkan
(lembek) masukan diet
membaik
R/ Rasa mual dan
5) Pasien tidak 9) Monitor mual muntah muntah dibisa
lemah. diakibatkan karena
6) Konjungtiva peningkatan asam
membaik lambung dan efek
peningkatan serum
ureum creatinin
R/ Konjungtiva anemis
menunjukkan penurunan
10) Monitor konjungtiva konsentrasi Hb dan
defisit nutri

R/ Hygiene oral
Terapeutik: mengurangi kekeringan
1) Lakukan oral hygiene membran mulut
sebelum makan R/ Mendorong
peningkatan masukan
diet
2) Fasilitasi menentukan R/ Penyajian visual
pedoman diet makanan yang menarik
bisa meningkatkan nafsu
makan
3) Sajikan makanan secara R/ Makanan tinggi serat
menarik dan suhu yang dapat menambah
sesuai volume dan melunakkan
4) Beri makanan tinggi serat feses
untuk mencegah R/ Makanantinggi
konstipasi protein diperlukan untuk
proses penyembuhan
5) Beri makanan sesuai diit
luka dan menyediakan
yang ditentukan (tinggi kalori untuk energi,
kalori, tinggi membagi protein untuk
protein,rendah natrium) pertumbuhan dan
6) Beri suplemen makanan penyembuhan jaringan
k/p R/ Memantau
perubahan berat badan
7)
8) Timbang BB R/ Meningkatkan
pemahaman pasien
tentang hubungan
Edukasi:
antara diet, kadar ureum
1) Ajarkan diit yang
kreatinin dengan
digunakan penyakit ginjal.
R/ Menggunakan gaya
gravitasi untuk
memudahkan proses
menelan dan
mengurangi resiko
2) Anjurkan posisi duduk
aspirasi
jika mampu
R/ Pemberian anti
emetik dapat
mengurangi rasa mual

Kolaborasi:
R/ untuk menentukan
1) Kolaborasi pemberian
diit, jumlah kalori dan
medikasi sebelum makan jenis nutrien yang
(antiemetik, pereda nyeri) dibutuhkan.
k/p

Kolaborasi
5 Gangguan Setelah dilakukan Promosi komunikasi : Defisit
komunikasi tindakan selama bicara ( I. 13492)
verbal b.d 3x24 jam diharapkan Observasi :
penurunan komunikasi verbal 1) Monitor kecepatan, R/ Mengetahui
sirkulasi meningkat, dengan tekanan, kuantitas, kemampuan bicara
serebral, kriteria hasil : ( L. volume dan diksi bicara pasien
gangguan 13118) 2) Monitor proses kognitif, R/ Sebagai penilaian
neuromuskuler 1) Kemampuan anatomis, dan fisiologis terhadap adanya
( D. 0119) bicara meningkat yang berkaitan dengan kerusakan neurosensorik
2) Kemampuan bicara misalnya memori
mendengar pendengaran dan bahasa
meningkat 3) Monitor frustasi, marah, R/ Mencegah hal-hal
3) Kesesuaian depresi atau hal lain yang yang tidak diinginkan
ekspresi wajah mengganggu bicara saat frustasi, marah,
meningkat depresi
4) Kontak mata 4) Identifikasi perilaku R/ Memperoleh
meningkat emosional dan fisik gambaran respon koping
5) Disfasia sebagai bentuk pasien
menurun komunikasi
6) Pelo menurun Terapeutik
7) Pemahaman 1) Gunakan metode R/ Metode alternatif
komunikasi komunikasi alternatif memudahkan pasien
membaik (menulis, mata untuk melakukan
berkedip,papan komunikasi
komunikasi, isyarat
tangan, komputer)
2) Sesuaikan gaya R/ Memberi rasa saling
komunikasi dengan pecaya antara pasien dan
kebutuhan( berdiri depan perawat dalam
pasien, dengarkan dengan melakukan komunikasi
seksama, tunjukkan
gagasan skaligus, bicara
perlahan, hindari
teriakan, gunakan
komunikasi tertulis,minta
bantuan keluarga untuk
memahami ucapan
pasien)
3) Modifikasi lingkungan R/Lingkungan yang
untuk meminimalkan mendukung membantu
bantuan kelancaran proses
komunikasi
4) Ulangi apa yang R/ Merespon ulang
disampaikan pasien komunikasi dari pasien
5) Beri dukungan psikologis R/ Meningkatkan rasa
6) Gunakan juru bicara k/p percaya diri pasien
Edukasi
1) Anjurkan bicara perlahan R/ Agar konmunikasi
dapat dipahami dengan
mudah
2) Ajarkan pasien dan R/ Dengan pemahaman
keluarga proses kognitif, penjelasan yang
anatomis dan fisiologis diberikan, pasien dan
yang berhubungan keluarga akan
dengan kemampuan memahami dan
bicara koperatif dalam
Kolaborasi meningkatkan
Kolaborasi terapis wicara k/p kemampuan komunikasi
pasien

DAFTAR PUSTAKA

Canadia Best Practice Recommendation For Stroke Care. (2013). Diunduh pada tanggal
20 Juli 2017 dari http://www.strokebestpratice.ca/

Depkes RI. (2013). Pola pembinaan kesehatan usia lanjut di panti werdha. Jakarta :
Directorat Bina Kesehatan Keluarga
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES). (2014). Profil kesehatan
indonesia tahun 2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Lemone, P., & Burke, K. (2004). Medical surgical nursing: assement & management of

clinical problem. 7th Edition. St. Louis: Missouri. Mosby-Year Book, Inc

Mutaqqin, A. (2013). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
persarafan
Tarwanto,(2013),Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta:CV Sagung Seto.

Price, S.A., & Wilson, L. M. (2002). Patofisiologi konsep klinis proses penyakit. Edisi
1. Jakarta : EGC
Sitorus, R. J. (2008). Faktor-faktor resiko yangb mempengaruhi kejadian stroke pada usia
muda kurang dari 40 tahun (studi kasus di semarang). Jurnal Epidemiologi.
Diunduh pada tanggal 23 Juli 2017 dari http://www.eprints.undip.ac.id/6482.pdf
Smeltzer,S.C., & Bare, B. G. (2002). Brunner & Suddarth’s textbook of medical

surgical nursing. 11th edition. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins


Stockslager, J., & Schaeffer, L. (2008). Buku Saku: Asuhan Keperawatan Geriatric.
Edisi 2. Alih Bahasa: Nike BS. Jakarta: EGC

Tim Pokja DPP PPNI ,2019 Jakarta. SDKI,SLKI,SIKI

Word Health Organization (WHO). (2014). Environmental health.diunduh pada 23 juli


2017 dari http://www.who.

Anda mungkin juga menyukai