NAMA : SURATMI
NIM : 2720190124
Stroke adalah cedera vascular akut pada otak. Ini berarti bahwa stroke adalah
suatu cedera mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak. Cedera
dapat disebabkan oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah,
sumbatan dan penyempitan, atau pecahnya pembuluh darah. Semua ini
menyebabkan kurangnya pasokan darah yang memadai. Stroke mungkin
menampakan gejala, mungkin juga tidak (stroke tanpa gejala disebut silent
stroke), tergantung pada tempat dan ukuran kerusakan. (valery feigin, 2002).
Menurut Ir. B Mahendra dan dr. Evi Rachmawati N.H. Stroke iskemik merupakan
80% dari semua kejadian stroke. Stroke iskemik dapat terjadi bila asupan darah ke
otak berkurang atau terhenti. Derajat dan gangguan dari otak berfariasi tergantung
dari pembuluh darah yang terkena dan luas daerah yang dialiri darah oleh
pembuluh darah tersebut. Bila stroke terjadi, otak akan mengalami gangguan
homeostasis (keseimbangan dalam pengaturan cairan dan elektrolit), terjadi
penimbunan cairan dalam sel dan ion-ion kalsium serta kalium yang berlebihan
didalam sel otak. Akibatnya, otak akan membengkak dan terjadilah udema otak.
Udema otak ini sangat berbahaya jika tidak di tangani karna dapat menyebabkan
kematian, Stroke non hemoragi atau disebut juga dengan stroke iskemik atau
stroke infark biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau
dipagi hari. Namun menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. (Wijaya, 2013).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke iskemik adalah terjadi ketika
terdapat sumbatan bekuan darah dalam pembuluh darah di otak atau arteri yang
menuju ke otak, sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat
berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak non straumatik.
B. Anatomi Fisiologi Otak
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang saling
berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita. Otak
terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron (Leonard, 1998). Otak merupakan organ
yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-neuron di otak mati tidak mengalami
regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas pada otak dalam situasi tertentu bagian-
bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang rusak. Otak
sepertinya belajar kemampuan baru. Ini merupakan mekanisme paling penting yang
berperan dalam pemulihan stroke (Feigin, 2006).
Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan sistem
saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla spinalis. Sistem
saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari SST adalah
menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh lainnya
(Noback dkk, 2005). Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan
komponen bagiannya adalah:
1) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer
kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan
girus (Ganong, 2003). Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi, seperti
kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat
penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di
gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area
premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus
ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif
(Purves dkk, 2004).
b) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke
bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis (White,
2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan
berperan dlm pembentukan dan perkembangan emosi.
c) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus postsentralis
(area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran (White, 2008).
d) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi penglihatan:
menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari nervus optikus dan
mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain & memori (White, 2008).
e) Lobus Limbik Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori
emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas
susunan endokrin dan susunan otonom (White, 2008).
Gambar Lobus dari cerebrum, dilihat dari atas dan smping. (Sumber : White, 2008)
2) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak neuron
dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang penting dalam
fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori yang diterima, inputnya
40 kali lebih banyak dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian
fungsional yang berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain
dari sistem saraf pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan
dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara optimal. Bagian-
bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan lobus
fluccolonodularis (Purves, 2004).
Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak
umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau
kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari
hemoragi intracerebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului
awitan pralisis berat pada beberapa jam atau hari Embolisme serebral.
Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau
bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi
kolateral. Pada stroke Iskemik, gejala klinis meliputi:
b) Deficit motorik dan sensorik pada wajah. Wajah dan lengan atau tungkai
saja secara unilateral.
c) Kesulitan untuk berbahasa, sulit mengerti atau berbicara, pemakaian kata
kata yang salah atau diubah.
Gejala TIA yang disebabkan terserangnya sistem
vertebrobasilaris sebagai berikut:
a) Vertigo dengan atau tanpa nausea dan atau munta, terutama bila
disertai dengan diplopia, disfagi, atau disartri.
b) Mendadak tidak stabil.
c) Gangguan visual, motorik, sensorik, unilateral, atau bilateral.
d) Hemianopsia homonym.
e) Serangan drop atau drop attack (Iskandar 2011)
E. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah
dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau
cepat) pada gangguan local (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskuler)
atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Arterosklerosis sering sebagai factor penyebab infark pada otak. Trombus dapat
berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
tem pat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi. Trombus dapat
pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah.
Trombus mengakibatkan iskemia jaringan yang disuplai oleh pembuluh darah
yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema
dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari.
Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena itu
thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma
pecah atau rupture Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik
dan hipertensi pembuluh darah.
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan
kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskuler, karena
perdarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat
dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebei atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus peradarahan otak
di nekleus kaudatus, talamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral. Perubahan
yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit.
Perubahan inversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain
kerusakan perenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi
otak serta gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar
dan kaskade iskemik akibat menurunya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di
area yang terkena dan sekitarnya tertekan lagi. (Arif Mutaqin, 2013).
Patway
5. CT Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil
pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk ke
ventrikel atau menyebar ke permukaan otak
6. MRI
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik
7. Fotothorax
Dengan dilakukannya foto thorax dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke. (Wijaya & Putri,2013)
G. Penatalaksnaan
1. Keperawatan
a) Fase akut
Pasien yang koma dalam pada saat masuk rumah sakit
dipertimbangkan mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya, pasien sadar
penuh menghadapi hasil yang lebih dapat diharapkan. Fase akut biasanya
berakhir 48 sampai 72 jam. Dengan mempertahankan jalan napas dan
ventilasi adekuat adalah prioritas dalam fase akut ini.
H. Komplikasi Stroke
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
Beberapa hal yang harus dikaji dalam riwayat kesehatan pada gangguan
sistem persarafan diantaranya adalah data umum pasien, keluhan utama
pasien, riwayat penyakit yang lalu dan riwayat kesehatan keluarga.
e. Riwayat keluarga
Epilepsi dan kejang, Nyeri kepala, Retardasi mental, Stroke, Gangguan
psikiatri, Penggunaan alkohol, rokok, dan obat-obatan terlarang, Penyakit
keturunan : DM, muskular distropi.
f. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui kelainan dari fungsi
neurologi. Pemeriksaan fisik yang lengkap meliputi : tanda vital, status
mental, pemeriksaan kepala, leher dan punggung, saraf kranial, saraf
sensorik, saraf motorik, refleks dan sistem saraf otonom.
h. Tanda vital
Sebelum melakukan tindakan yang lain, yang harus diperhatikan adalah
tanda vital, karena sangat berhubungan dengan fungsi kehidupan dan tanda-
tanda lain yang berkaitan dengan masalah yang terjadi. Misalnya, pada
pasien dengan spinal cord injury akan ditemukan masalah klasik hipotensi,
bradikardia, dan hiportemia karena hilangnya fungsi saraf simpatis. Tidak
adekuatnya perfusi organ vital dapat diakibatkan oleh tekanan darah yang
tidak adekuat. Perubahan tanda vital dapat pula terjadi pada peningkatan
tekanan intrakranial. Tubuh akan berusaha untuk mencukupi kebutuhan
oksigen dan glukosa di otak dengan meningkatkan aliran darah ke otak
sebagai akibat meningkatnya tekananan intrakranial. Demikian juga dengan
respirasi rate juga terganggu jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
i. Status mental
Tabel 2.1 tingkat kesadaran : GCS
Respon Membuka Mata Nilai
Spontan 4
Terhadap bicara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada respon 1
Respon Verbal Nilai
Terorientasi 5
Percakapan membingungkan 4
Penggunaan kata-katayang tidak sesuai 3
Suara menggumam 2
Tidak ada respon 1
Respon Motorik Nilai
Mengikuti perintah 6
Menunjuk tempat rangsangan 5
Menghindar dari stimulus 4
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ektensi abnormal 2
Tidak ada respon 1
3. Refleks Patella
1) Pasien duduk santai dengan tungkai menjuntai
2) Raba daerah kanan-kiri tendon untuk menentukan daerah yang tepat.
3) Tangan pemeriksa memegang paha pasien
4) Ketuk tendon patella dengan palu refleks menggunakan tangan
yang lain.
5) Respon: pemeriksa akan merasakan kontraksi otot kuadrisep,
ekstensi tungkai bawah
6) Stimulus: ketukan pada tendon patella
7) Respon: ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m.quadrisep femoris.
4. Refleks Babinski
Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui
sisi lateral. Orang normal akan memberikan respon fleksi jari-jari dan
penarikan tungkai. Pada lesi UMN maka akan timbul respon jempol
kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau
membuka. Normal pada bayi masih ada.
5. Refleks Achilles
Ketukan pada tendon Achilles. Respon: plantar fleksi longlegs karena
kontraksi m.gastroenemius.
6. Refleks Kornea
Dengan cara menyentuhkan kapas pada limbus, hasil positif bila
mengedip N IV & X).
7. Refleks Faring
Faring digores dengan spatel, reaksi positif bila ada reaksi muntahanm
(N IX & X).
B. Diagnosis Keperawatan
C. Intervensi
No SDKI SLKI SIKI RASIONAL
1 Perfusi Setelah dilakukan Manajemen peningkatan
serebral tidak tindakan selama tekanan intra kranial
efektif b.d 3x24 jam (I.06194)
aneurisma diharapkan perfusi Observasi:
serebri serebral meningkat 1) Identifikasi R/ Mengetahui
(D.0017) dengan kriteria penyebab penyebab terjadinya
hasil :(L. 02014) peningkatan tekanan peningkatan tekanan
1) Tingkat kesadaran intracranial. intra kranial
meningkat. 2) Monitor gejala R/ Gejala peningkatan
2) Tekana peningkatan tekanan tekanan intra kranial
intrakranial intra kranial memerlukan
menurun penanganan yang cepat
3) Gelisah menurun. 3) Monitor penurunan dan tepat
4) Tekanan darah kesadaran.
sistolik membaik 4) Monitor tanda-tanda R/ Penurunan kesadaran,
5) Tekanan darah vital perubahan tanda-tanda
diastolik membaik vital ekstrim merupakan
6) Reflex saraf tanda-tanda gangguan
5) Monitor intake dan
membaik neurologis
output cairan
7) Nilai rata-rata R/ Mengetahui balance
6) Monitor cairan
tekanan darah cairan
serebrospinal
membaik R/Menentukan pilihan
intervensi dari hasi CSS
Terapeutik:
1) Minimalkan R/ Memberikan ruangan
stimulus dengan dengan suasana yang
menyediakan nyaman dan tenang
ruangan yang
tenang.
2) Beri posisi
semifowler R/ Mengoptimalkan
3) Hindari manuver ekspansi paru
valsava R/ Manuver valsava
seperti mengejan
beresiko meningkatkan
4) Cegah terjadinya TIK dan kerja jantung
kejang
5) Pertahankan suhu R/ Rangsangan
tubuh normal meningkatkan fase
eksitasi
Edukasi:
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan R/ Pasien dan keluraga
memahami tujuan dan
Kolaborasi prosedur dilakukannya
pemantauan
Kolaborasi terapi sedatif,
antikonvulsan, diuretik R/ Terapi antikonvulsif
osmosis k/p dan sedatif diberikan
untuk memberikan
relaksasi neuromuskuler
R/ Terapi laxantif
memperlancar BAB dan
menghindari tejadinya
manuver valsava
2 Gangguan Setelah Dukungan mobilisasi
mobilitas fisik dilakukan ( I.05173)
berhubungan tindakan Observasi :
dengan 1) Identifikasi adanya R/ Mengetahui keluhan
selama 3x24
gangguan nyeri atau keluhan nyeri dan keluhan
neuromukuler jam diharapkan lainnya secara spesifik
mobilitas fisik fisik lainnya
(D.0054) R/ Mengetahui sejauh
meningkat 2) Identifikasi toleransi
mana batas kemampuan
dengan krieria fisik melakukan mobilisasi yang bisa
hasil:( L.05042 ) pergerakan dilakukan oleh pasien
1) Pergerakan 3) Monitor frekuensi R/ Tanda-tanda vital
jantung dan tekanan sebagai dasar kondisi
esktremitas
darah sebelum klinis pasien
meningkat
2) Kekuatan otot memulai mobilisasi
R/ Mobilisasi bisa
meningkat 4) Monitor kondisi
mempengaruhi kondisi
3) Nyeri menurun umum selama umum pasien, karena
4) Kecemasan melakukan memerlukan energi dan
menurun mobilisasi meningkatkan
5) Kaku sendi Terapetik : metabolisme
menurun 1) Fasilitasi aktivitas R/ Alat bantu
6) Gerakan mobilitas dengan alat mempermudah pasien
terbatas bantu dalam melakukan
menurun latihan mobolisasi
2) Fasilitasi
7) Kelemahan fisik R/ Merangsang
menurun melakukan pergerakan
pergerakan neoromuskuler
3) Libatkan keluarga R/ Memberikan
untuk membantu kesempatan pada
pasien dalam keluarga untuk
meningkatkan berpartisipasi dalam
pergerakan latihan mobilisasi pasien
Edukasi :
1) Jelaskan tujuan R/ Dengan penjelasan
dan prosedur tujuan dan prosedur
mobilisasi mobilisasi ,pasien dan
keluarga akan faham
dan bisa
mempraktekkan sendiri
cara -cara latihan
2) Anjurkan mobilisasi
melakukan R/Mencegah terjadinya
mobilisasi dini kekakuan dan atropi
3) Anjurkan sendi yang makin
memburuk
mobilisasi R/ Mobilisasi bertahap
sederhana yang sesuai kemampuan
harus dilakukan menambah rasa percaya
(misalnya duduk diri pasien
di tempat tidur)
Kolaborasi:
Kolaborasi dengan
fisioterapis R/ Meningkatkan
kualitas latihan
mobilisasi [pasien
3 Resiko Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit
gangguan tindakan ( I.11353)
integritas kulit keperawatan 3x24 Observasi
b. d penurunan jam, maka Identifikasi penyebab
R/ Mengetahui
mobilitas,kele diharapkan integritas gangguan integritas kulit
penyebab terjadinya
mbaban, faktor kulit dan jaringan Terapeutik gangguan integritas kulit
mekanis terjaga (L. 14125) 1) Ubah posisi tiap 2 jam R/ Menghindari
(D.0139) dengan Kriteria : k/p terjadinya penekanan
1) Elastisitas 2) Lakukan pemijatan pada pada kulit yang terlalu
meningkat lama
area penonjolan tulang
2) Perfusi jaringan R/ Memberi kelembaban
3) Gunakan lotion/ minyak dan kenyamanan pada
meningkat pada kulit kering kulit yang kering
3) Kerusakan R/ Melindungi kulit dari
lapisan 4) Gunakan produk reaksi alergi
kulit/jaringan hipoalergenik pada kulit
menurun yang sensitif R/ Kandungan alkohol
4) Pigmentasi dapat membuat kulit
5) Hindari produk berbahan
abnormal makin terasa kering
dasar alkohol pada kulit
menurun kering
5) Tekstur R/ Memberikan nutrisi
membaik Edukasi pada kulit dan menjaga
1) Anjurkan menggunakan kelembaban kulit
pelembab R/ Minum cukup
2) Anjurkan minum cukup mensuplay kebutuhan
sesuai kondisi cairan bagi tubuh
R/ Hygiene oral
Terapeutik: mengurangi kekeringan
1) Lakukan oral hygiene membran mulut
sebelum makan R/ Mendorong
peningkatan masukan
diet
2) Fasilitasi menentukan R/ Penyajian visual
pedoman diet makanan yang menarik
bisa meningkatkan nafsu
makan
3) Sajikan makanan secara R/ Makanan tinggi serat
menarik dan suhu yang dapat menambah
sesuai volume dan melunakkan
4) Beri makanan tinggi serat feses
untuk mencegah R/ Makanantinggi
konstipasi protein diperlukan untuk
proses penyembuhan
5) Beri makanan sesuai diit
luka dan menyediakan
yang ditentukan (tinggi kalori untuk energi,
kalori, tinggi membagi protein untuk
protein,rendah natrium) pertumbuhan dan
6) Beri suplemen makanan penyembuhan jaringan
k/p R/ Memantau
perubahan berat badan
7)
8) Timbang BB R/ Meningkatkan
pemahaman pasien
tentang hubungan
Edukasi:
antara diet, kadar ureum
1) Ajarkan diit yang
kreatinin dengan
digunakan penyakit ginjal.
R/ Menggunakan gaya
gravitasi untuk
memudahkan proses
menelan dan
mengurangi resiko
2) Anjurkan posisi duduk
aspirasi
jika mampu
R/ Pemberian anti
emetik dapat
mengurangi rasa mual
Kolaborasi:
R/ untuk menentukan
1) Kolaborasi pemberian
diit, jumlah kalori dan
medikasi sebelum makan jenis nutrien yang
(antiemetik, pereda nyeri) dibutuhkan.
k/p
Kolaborasi
5 Gangguan Setelah dilakukan Promosi komunikasi : Defisit
komunikasi tindakan selama bicara ( I. 13492)
verbal b.d 3x24 jam diharapkan Observasi :
penurunan komunikasi verbal 1) Monitor kecepatan, R/ Mengetahui
sirkulasi meningkat, dengan tekanan, kuantitas, kemampuan bicara
serebral, kriteria hasil : ( L. volume dan diksi bicara pasien
gangguan 13118) 2) Monitor proses kognitif, R/ Sebagai penilaian
neuromuskuler 1) Kemampuan anatomis, dan fisiologis terhadap adanya
( D. 0119) bicara meningkat yang berkaitan dengan kerusakan neurosensorik
2) Kemampuan bicara misalnya memori
mendengar pendengaran dan bahasa
meningkat 3) Monitor frustasi, marah, R/ Mencegah hal-hal
3) Kesesuaian depresi atau hal lain yang yang tidak diinginkan
ekspresi wajah mengganggu bicara saat frustasi, marah,
meningkat depresi
4) Kontak mata 4) Identifikasi perilaku R/ Memperoleh
meningkat emosional dan fisik gambaran respon koping
5) Disfasia sebagai bentuk pasien
menurun komunikasi
6) Pelo menurun Terapeutik
7) Pemahaman 1) Gunakan metode R/ Metode alternatif
komunikasi komunikasi alternatif memudahkan pasien
membaik (menulis, mata untuk melakukan
berkedip,papan komunikasi
komunikasi, isyarat
tangan, komputer)
2) Sesuaikan gaya R/ Memberi rasa saling
komunikasi dengan pecaya antara pasien dan
kebutuhan( berdiri depan perawat dalam
pasien, dengarkan dengan melakukan komunikasi
seksama, tunjukkan
gagasan skaligus, bicara
perlahan, hindari
teriakan, gunakan
komunikasi tertulis,minta
bantuan keluarga untuk
memahami ucapan
pasien)
3) Modifikasi lingkungan R/Lingkungan yang
untuk meminimalkan mendukung membantu
bantuan kelancaran proses
komunikasi
4) Ulangi apa yang R/ Merespon ulang
disampaikan pasien komunikasi dari pasien
5) Beri dukungan psikologis R/ Meningkatkan rasa
6) Gunakan juru bicara k/p percaya diri pasien
Edukasi
1) Anjurkan bicara perlahan R/ Agar konmunikasi
dapat dipahami dengan
mudah
2) Ajarkan pasien dan R/ Dengan pemahaman
keluarga proses kognitif, penjelasan yang
anatomis dan fisiologis diberikan, pasien dan
yang berhubungan keluarga akan
dengan kemampuan memahami dan
bicara koperatif dalam
Kolaborasi meningkatkan
Kolaborasi terapis wicara k/p kemampuan komunikasi
pasien
DAFTAR PUSTAKA
Canadia Best Practice Recommendation For Stroke Care. (2013). Diunduh pada tanggal
20 Juli 2017 dari http://www.strokebestpratice.ca/
Depkes RI. (2013). Pola pembinaan kesehatan usia lanjut di panti werdha. Jakarta :
Directorat Bina Kesehatan Keluarga
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES). (2014). Profil kesehatan
indonesia tahun 2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Lemone, P., & Burke, K. (2004). Medical surgical nursing: assement & management of
clinical problem. 7th Edition. St. Louis: Missouri. Mosby-Year Book, Inc
Mutaqqin, A. (2013). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
persarafan
Tarwanto,(2013),Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta:CV Sagung Seto.
Price, S.A., & Wilson, L. M. (2002). Patofisiologi konsep klinis proses penyakit. Edisi
1. Jakarta : EGC
Sitorus, R. J. (2008). Faktor-faktor resiko yangb mempengaruhi kejadian stroke pada usia
muda kurang dari 40 tahun (studi kasus di semarang). Jurnal Epidemiologi.
Diunduh pada tanggal 23 Juli 2017 dari http://www.eprints.undip.ac.id/6482.pdf
Smeltzer,S.C., & Bare, B. G. (2002). Brunner & Suddarth’s textbook of medical