Anda di halaman 1dari 16

TUGAS KELOMPOK

5 KASUS AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

Akuntansi Keuangan Menengah II

Febrinia Anasthasya (18061104035)


Delanno P. Tusang (18061104006)
Ferron T. Kapojos (180611040
Andreas Antolis (18061104014)
Nuefazria Salamun (180611040
CONTOH KASUS
Pada tanggal 1 Januari 1997 sebuah perusahaan membeli sebuah villa berikut tanahnya
dengan harga Rp 90.000.000,- Sebesar Rp 15.000.000,- diantaranya merupakan harga
tanahnya.
Menurut ketentuan perpajakan, bangunan villa harus disusut berdasar metode garis lurus
dengan taksiran umur 20 tahun. Sementara kebijakan akuntansi pada perusahaan tersebut
menetapkan bahwa bangunan villa disusut berdasar metode garis lurus dengan taksiran
umur 10 tahun.
Apabila perusahaan memperoleh pendapatan sebesar Rp 10.000.000,- dengan biaya
operasi (tidak termasuk biaya depresiasi) sebesar Rp 1.000.000,- setiap tahun selama 20
tahun, sedang tarif pajak yang berlaku untuk tingkat laba yang dihasilkan perusahaan pada
saat itu sebesar 40 %, maka perhitungan jumlah pajak penghasilan setiap tahun selama 20
tahun adl sbb :
Keterangan Masa 10 tahun pertama Masa 10 tahun berikutnya

SPT  Akuntansi SPT Akuntansi

Pendapatan 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000

Biaya Usaha 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000

Biaya Depresiasi 3.750.000 7.500.000 3.750.000 -

Laba Kena Pajak 5.250.000 1.500.000 5.250.000 9.000.000

Pajak Penghasilan 2.100.000 600.000 2.100.000 3.600.000


Tanpa alokasi pajak penghasilan, maka besarnya pajak penghasilan yang harus disajikan
dalam laporan Rugi/Laba akan sama jumlahnya dengan Pajak yang Terutang menurut
kantor Pajak (dalam SPT), yaitu sebesar Rp 2.100.000,- per tahun, yang berlangsung
selama 20 tahun.

Dengan demikian, Laporan Rugi – Laba perusahaan akan tampak sebagai berikut :
Laporan Rugi – Laba Partial
(Tanpa Alokasi Pajak Antar Periode)

Masa 10 tahun Masa 10 Tahun


Pertama Berikutnya
Pendapatan 10.000.000 10.000.000

Biaya Usaha ( 1.000.000) ( 1.000.000)

Depresiasi Bangunan ( 7.500.000) -

Laba sebelum PPh 1.500.000 9.000.000

Pajak Penghasilan ( 2.100.000) ( 2.100.000)

Laba (Rugi) Bersih 600.000 6.900.000

Pada tahun buku 1997 Pajak Penghasilan dicatat dengan jurnal :


(D) Pajak Penghasilan Rp 2.100.000,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 2.100.000,-
Perbedaan tarif depresiasi bangunan villa tersebut mengakibatkan Laporan Rugi-Laba
untuk masa 10 tahun pertama menunjukkan adanya kerugian sebesar Rp 600.000,- per
tahun, dan tarif pajak efektif sebesar 140 % dari Laba sebelum Pajak.
Sedangkan untuk 10 tahun berikutnya, di mana biaya depresiasi tidak lagi diperhitungkan,
tarif pajak efektifnya menjadi sebesar 23 % dari Laba sebelum pajak.
Alasan Perlunya Alokasi Pajak
Tanpa Alokasi Pajak, Laporan Perhitungan Rugi – Laba untuk Perusahaan tersebut tidak
menunjukkan jumlah yang realistis jika dibandingkan dengan laba yang diperoleh
perusahaan. Hal ini disebabkan Biaya Depresiasi untuk tujuan akuntansi diperhitungkan
atas dasar taksiran umur bangunan selama 10 tahun, sedang untuk perhitungan pajak
penghasilan ditetapkan umur bangunan adalah 20 tahun. Sebagai akibatnya, Pajak
Penghasilan dilaporkan (dalam Laporan Rugi – Laba) tidak sesuai dengan Laba Kena
Pajaknya.
Oleh karena itu perlu diadakan alokasi pajak antar periode agar Pajak Penghasilan
menunjukkan korelasinya dengan laba yang diperoleh perusahaan, sehingga apliksi
prosedur alokasi pajak Pada Laporan Perhitungan Rugi – Laba perusahaan setiap
tahunnya selama 20 tahun sbb :
Laporan Rugi – Laba Partial (Dengan Alokasi Pajak Antar Periode)

Masa 10 tahun Masa 10 tahun


pertama Berikutnya

Pendapatan 10.000.000 10.000.000

Biaya Usaha ( 1.000.000) ( 1.000.000)


Depresiasi Bangunan ( 7.500.000) -

Laba sebelum Pajak 1.500.000 9.000.000

Pajak Penghasilan – 40 % ( 600.000) ( 3.600.000)

Laba Bersih 900.000 5.400.000


Dengan alokasi pajak antar periode tidak berarti jumlah pajak yang harus dibayar
perusahaan tiap tahunnya menjadi berbeda. Pada dasarnya perusahaan tetap diwajibkan
membayar pajak Penghasilan sebesar Rp 2.100.000,- setiap tahun selama 20 tahun.

Perbandingan kedua prosedur tersebut dilihat dari segi pengaruhnya terhadap pajak
penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi – Laba adalah sbb :

Jumlah Pajak Penghasilan


Keterangan
Disajikan dalam Laporan Rugi – Laba
Dibayarkan
Tanpa Aloksi Dengan Alokasi

Masa 10 tahun Pertama :

1. Jumlah per-tahun 2.100.000 2.100.000 600.000

2. Jumlah selama 10 tahun 21.000.000 21.000.000 6.000.000

Masa 10 tahun Berikutnya :

1. Jumlah per-tahun 2.100.000 2.100.000 3.600.000

2. Jumlah selama 10 tahun 21.000.000 21.000.000 36.000.000

TOTAL (20 tahun) 42.000.000 42.000.000 42.000.000


Prosedur Pembukuan Alokasi Pajak Antar Periode
Contoh : Perusahaan melakukan setoran pajak penghasilan setiap bulan sebesar Rp
125.000,- dimulai pada bulan Januari 1997. Dengan demikian, sampai dengan akhir bulan
Desember 1987 Pajak Penghasilan yang sudah disetor sebesar Rp 1.375.000,- (Rp
125.000 x 11 bulan à Setoran pajak dalam bulan tertentu diperlakukan sebagai angsuran
pajak untuk bulan sebelumnya à Januari 1997 untuk Desember 1996, Februari 1997 untuk
Januari 1997, dst)
Apabila Pajak Penghasilan yang Terhutang untuk tahun 1997 sebesar Rp 2.100.000,- dan
Pajak Penghasilan yang diperhitungkan dari laba akuntansinya sebesar Rp 600.000,- maka
jurnal yang dibuat untuk tahun 1997 adalah sbb :
Mencatat setoran Pajak Penghasilan bulanan (Februari – Desember 1997)
(D) Uang muka Pajak Penghasilan Rp 125.000,- -
(K) Kas - Rp 125.000,-
Mencatat Pajak Penghasilan yang diperhitungkan untuk tahun 1987
(D) Pajak Penghasilan Rp 600.000,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 600.000,-
Mencatat perhitungan penyelesaian Uang Muka Pajak Penghasilan Terutang menurut SPT
tahunan pada tahun 1997
(D) Pajak Penghasilan yang Ditangguhkan Rp 1.500.000,- -
(K) Uang Muka Pajak Penghasilan     - Rp 1.375.000,-
(K) Hutang Pajak Penghasilan            - Rp 125.000,-
Dalam Buku Besar perusahaan, rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan tampak
sbb :
Pajak Penghasilan Ditangguhkan

Tanggal Uraian No. Debet Kredit Saldo


Bukti

31/12/1997 - - 1.500.000 - 1.500.000

31/12/1998 - - 1.500.000 - 3.000.000

dst

31/12/2006 - - 1.500.000 - 15.000.000

Pada akhir tahun 1997 rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan bersaldo debet sebesar
Rp 1.500.000,- yang akan disajikan dalam neraca sebagai Aktiva Lain-Lain. Situasi yang
demikian akan berlangsung untuk jangka waktu 10 tahun, yaitu sampai 31 Desember 1996,
sehingga pada akhir tahun 2006 tersebut rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan
mempunyai saldo Debet sebesar Rp 15.000.000,-

Untuk masa 10 tahun berikutnya, jumlah Pajak Penghasilan yang harus dibayarkan setiap
tahunnya sama, yaitu sebesar Rp 2.100.000,- sedangkan Pajak Penghasilan yang
dilaporkan dalam Laporan Rugi – Laba setiap tahunnya sebesar Rp 3.600.000,- Sehingga
dengan demikian, selama 10 tahun terakhir tersebut rekening Pajak Penghasilan yang
Ditangguhkan harus dikredit sebesar Rp 1.500.000,- setiap tahun.
Jurnal yang dibuat perusahaan adalah sbb :
Mencatat PPh yang diperhitungkan untuk tahun 2007
(D) Pajak Penghasilan Rp 3.600.000,-
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 3.600.000,-
Mencatat perhitungan penyelesaian Uang Muka PPh dan PPh terutang menurut SPT
tahunan dalam tahun 2007
(D) Hutang Pajak Penghasilan Rp 2.875.000,-
(K) Uang Muka Pajak Penghasilan - Rp 1.375.000,-
(K) Pajak Penghasilan yang Ditangguhkan - Rp 1.500.000,-
Dalam Buku Besar perusahaan, rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan tampak
sbb :
Pajak Penghasilan Ditangguhkan

Tanggal Uraian No. Debet Kredit Saldo


Bukti

31/12/2006 - - - - 15.000.000

31/12/2007 - - 1.500.000 13.500.000

31/12/2008 - - - 1.500.000 12.000.000

dst

31/12/2015 - - - 1.500.000 1.500.000

31/12/2016 - - - 1.500.000 -

Melalui prosedur alokasi pajak yang demikian tersebut, maka pada akhir masa kegunaan
bangunan, yaitu pada akhir tahun 2016, rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan
bersaldo NIHIL (0). Berbagai Faktor yang Memerlukan Prosedur Alokasi Pajak Antar
Periode. Ada banyak faktor yang menyebabkan timbulnya perbedaan Pajak Penghasilan
menurut ketentuan perpajakan, dan Pajak Penghasilan yang dihitung berdasar laba
akuntansi. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu :
1.      Perbedaan Waktu (Time Differences)
Selisih terjadi apabila terdapat item-item dari pendapatan dan biaya yang diperhitungkan
dalam penentuan laba akuntansi untuk suatu periode, tetapi diperhitungkan dalam
penentuan pendapatan atau laba kena pajak untuk periode yang berlainan. Beberapa
trransaksi yang menyangkut perbedaan waktu tersebut antara lain :
-          Pendapatan atau laba kena pajak diperhitungkan sebagai bagian dari Pendapatan Kena
Pajak lebih awal dari pada pengakuannya dalam Laba Akuntansi. Contoh : Pendapatan
Sewa, Royalti, Jasa, Bunga yang diterima dimuka
-          Pendapatan atau laba yang diperhitungkan sebagai bagian dari Pendapatan Kena Pajak
lebih akhir daripada pengakuannya dalam Laba Akuntansi.Contoh : Laba Kotor untuk
Penjualan Angsuran, Laba Atas Kontrak Jangka Panjang (Akuntansi à metode %
penyelesaian, Pajak à Metode Kontrak Selesai) Pendapatan atau hak atas laba dari
investasi pada perusahaan afiliasi (Akuntansi à metode equity, Pajak à metode Harga
Pokok)
-          Biaya atau rugi yang diperhitungkan dalam penentuan pendapatan atau laba kena pajak
lebih awal dari pada pengakuannya dalam penentuan laba akuntansi.
Penggunaan metode depresiasi yang semakin berkurang jumlahnya untuk tujuan pajak,
sedang untuk tujuan akuntansinya digunakan metode garis lurus, Penggunaan taksiran
umur aktiva tetap yang lebih pendek sebagai dasar perhitungan depresiasi untuk tujuan
pajak dibanding untuk tujuan akuntansinya. Biaya bunga selama masa konstruksi aktiva
tetap yang dibebankan kepada pendapatan pada saat terjadinya transaksi untuk tujuan
pajak, sedang untuk tujuan akuntansi dikapitalisasi sebagai bagian dari harga perolehan
aktiva tetap ybs. Biaya atau rugi yang diperhitungkan lebih akhir dalam penentuan lba kena
pajak dari pada pengakuannya dalam penentuan laba akuntansi. Contoh : Taksiran biaya
garansi dan hadiah. Taksiran rugi penurunan nilai persediaan, kontrak pembelian dengan
penyerahan kemudian, kerugian piutang, dan penurunan nilai surat berharga. Taksiran
kerugian dari klaim ganti kerugian atau kontingensi
2.      Perbedaan Permanen (Permanent Differences)
Selisih ini terjadi karena transaksi yang diperhitungkan dalam penentuan laba akuntansi
tetapi tidak diakui untuk tujuan pajak. Contoh : Pendapatan bunga dari deposito berjangka,
Amortisasi Goodwill, amortisasi biaya pendirian, Biaya Premi asuransi jiwa para karyawan,
Biaya kompensasi karyawan yang dikaitkan dengan program pemberian hak beli saham
kepada karyawan ybs. Transaksi yang diakui untuk tujuan pajak, tetapi tidak diakui untuk
tujuan akuntansi. Contoh : Rugi Operasi Selisih permanen ini tidak pernah
terkompensasikan, atau dengan kata lain, selisih permanen tidak dibenarkan atau tidak
memerlukan adanya alokasi antar periode untuk tujuan akuntansinya. Sehingga apabila
dalam suatu periode terdapat selisih permanen, maka akan dibebankan seluruhnya kepada
periode ybs.
Contoh : PT GUNADARMA melaporkan laba sebelum pajak (Laba Akuntansi) untuk tahun
2008 s.d. 2010 sebesar Rp 5.000.000,- per tahun. Tarif pajak yang berlaku 30 %. Informasi
yang diperoleh sehubungan dengan pajak penghasilan adalah sbb : Laba kotor dari
penjualan angsuran pada tahun 2008 sebesar Rp 525.000,-. Laba tersebut untuk keperluan
perpajakan seharusnya diakui secara bulanan selama 18 bulan terhitung sejak tanggal 1
Januari 2009, dengan jumlah yang sama setiap bulan. Sedangkan untuk keperluan
akuntansi, laba tersebut diakui seluruhnya dalam tahun buku 2008.  Perusahaan telah
mengamortisasi Biaya Pendirian sebesar masing-masing Rp 375.000,- untuk tahun  2009
dan 2010 yang ternyata tidak diperkenankan untuk tujuan perpajakan.  Rekonsiliasi yang
dibuat sehubungan dengan adanya perbedaan perhitungan antara perusahaan dengan
kantor Pajak adalah sbb :
Rekonsiliasi Laba Akuntansi dan Laba Kena Pajak serta Perhitungan Pajak Penghasilan
Terhutang

2008 2009 2010

Jumlah Laba Akuntansi 5.000.000 5.000.000 5.000.000

Selisih Permanen :
Amortisasi Biaya Pendirian - ( 375.000) ( 375.000)

Selisih Temporer :
Laba Kotor Penjualan Angsuran

- Jumlah mula-mula ( 525.000) - -

- Jumlah reversing - 350.000 175.000

Jumlah Laba Kena Pajak 4.475.000 5.725.000 5.550.000

Pajak Penghasilan Terhutang (30 %) 1.342.500 1.717.500 1.665.000

Untuk mencatat ke dalam rekening yang berhubungan dengan Pajak Penghasilan, maka
perlu dibuat suatu perhitungan yang teliti, khususnya terhadap jumlah pajak yang
ditangguhkan.
Perhitungan Pajak Penghasilan dan Pajak Yang Ditangguhkan
2008 2009 2010

Jumlah PPh Terhutang 1.342.500(K) 1.717.500 (K) 1.665.000 (K)

Pengaruh selisih laba temporer thd 157.500 (K) 105.000 (D) 52.500 (D)
PPh (Pajak yang ditangguhkan) ***

Pajak Penghasilan diperhitungkan 1.500.000 1.612.500 (D) 1.612.500 (D)


(D)
*** Perhitungan : Jumlah Selisih Laba Temporer x tarif PPh
2008 à Rp 525.000 x 30 % = Rp 157.500,-
2009 à Rp 350.000 x 30 % = Rp 105.000,-
2010 à Rp 175.000 x 30 % = Rp 52.500,-
Atas dasar perhitungan di atas, maka jurnal yang dibuat untuk mengakui biaya Pajak
Penghasilan adalah sbb :
Tanggal 31/12/2008
(D) Pajak Penghasilan Rp 1.500.000,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 1.342.500,-
(K) Pajak Penghasilan Ditangguhkan - RP 157.500,-

Tanggal 31/12/2009   
(D) Pajak Penghasilan Rp 1.612.500,- -
(D) Pajak Penghasilan Ditangguhkan Rp 105.000,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 1.717.500,-

Tanggal 31/12/2010
(D) Pajak Penghasilan Rp 1.612.500,- -
(D) Pajak Penghasilan Ditangguhkan Rp 52.500,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 1.665.000,-

Pada akhir tahun buku 2010, yaitu pada saat berakhirnya masa kompensasi dari selisih
temporer, maka saldo rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan menjadi NIHIL (0).
PT Runsoed Ultimate Challenge (RUC) memperoleh laba sebelum pajak tahun 2015
Rp1.200.000.000,- dengan catatan koreksi fiskal atas laba tersebut adalah sebagai berikut:

Beda Permanan
1.      Pendapatan bunga deposito Rp40.000.000,-
2.      Beban jamuan tanpa daftar nominatif Rp30.000.000,-
3.      Pendapatan sewa bangunan Rp60.000.000,-
4.      Beban bunga pajak Rp20.000.000,-
5.      Beban pemberian fasilitas dalam bentuk natura Rp50.000.000,-
6.      Pendapatan Jasa Giro Rp50.000.000,-
7.      Beban Pajak Penghasilan Rp15.000.000,-
Beda Temporer
1.      Penyusutan komersial Rp60.000.000 lebih rendah dari penyusutan fiskal
2.      Amortisasi fiskal Rp30.000.000 lebih rendah dari amortisasi komersial
Kredit Pajak yang sudah dibayar selama tahun 2015 adalah sebagai berikut:
1.      PPh Pasal 22 Rp20.000.000,-
2.      PPh Pasal 23 Rp10.000.000,-
3.      PPh Pasal 24 Rp15.000.000,-
4.      PPh Pasal 25 Rp45.000.000,-
 
Pertanyaan: a) Berapa Penghasilan Kena Pajak untuk tahun 2015? b) Berapa PPh Kurang/
Lebih bayar untuk tahun 2014? c) Tentukan apakah aset atau kewajiban pajak tangguhan
yang timbul? d) Buat jurnal dan penyajian laba bersih dalam laporan laba rugi PT RUC!
Jawab:

Perhitungan Penghasilan Kena Pajak


Laba sebelum pajak (komersial)
Koreksi Beda Tetap Koreksi Fiskal (+) Koreksi Fiskal (–)
Pendapatan bunga deposito Rp40.000.000,- – Rp40.000.000,-
Pendapatan sewa bangunan Rp60.000.000,- – Rp60.000.000,-
Pendapatan Jasa Giro Rp50.000.000,- – Rp50.000.000,-
Laba Sebelum Pajak (Fiskal)
Beban Jamuan tanpa Daftar
Nominatif Rp30.000.000,- Rp30.000.000,- –
Beban Bunga Pajak Rp20.000.000,- Rp20.000.000,- –
Beban pemberian fasilitas
dalam bentuk natura Rp50.000.000,- Rp50.000.000,- –
Beban PPh Rp15.000.000,- Rp15.000.000,- –
Total Koreksi Beda Tetap Pada Beban
Total Penghasilan Kena Pajak (Setelah Koreksi Beda Tetap)
Koreksi Beda Waktu Koreksi Fiskal (+) Koreksi Fiskal (–)
Penyusutan Komersil < Fiskal   (Rp60.000.000,-)
Amortisasi Fiskal < Komersial Rp30.000.000,-  
Total Penghasilan Kena Pajak (Setelah Koreksi Beda Tetap dan Beda Waktu)
 
1. Dari rekonsiliasi fiskal diatas diketahui bahwa Penghasilan Kena Pajak adalah
Rp1.135.000.000,- atau lebih kecil dari Laba Sebelum Pajak Rp1.200.000.000,-. Sehingga
sesuai dengan ketentuan bila Laba Sebelum Pajak (komersial) lebih besar dari Penghasilan
Kena Pajak (fiskal) akan muncul Kewajiban Pajak Tangguhan sebesar tarif PPh Badan
dikali dengan perbedaan temporer (beda waktu) yang terjadi.
1. Perhitungan PPh Kurang/ Lebih Dibayar (Beban Pajak Kini)
 

Pajak Penghasilan Terutang 25% x Rp1.135.000.000,- Rp283.750.000,-


PPh Dibayar Dimuka (Kredit Pajak)    
PPh Pasal 22 Rp20.000.000,-  
PPh Pasal 23 Rp10.000.000,-  
PPh Pasal 24 Rp15.000.000,-  
PPh Pasal 25 Rp45.000.000,-  
Total Kredit Pajak   Rp90.000.000,-
PPh Kurang Dibayar (Beban Pajak
Kini)   Rp193.750.000,-
 
1. Perhitungan Kewajiban Pajak Tangguhan
 
Kewajiban Pajak Tangguhan = Tarif PPh Badan x Jumlah Beda Temporer
= 25% x Rp30.000.000,-
= Rp7.500.000,-
1. Jurnal Pencatatan
 
Beban Pajak Kini Rp283.750.000,- –
Beban Pajak Tangguhan Rp7.500.000,- –
          Kewajiban Pajak Tangguhan – R
          PPh Pasal 22 (Kredit Pajak) – R
          PPh Pasal 23 (Kredit Pajak) – R
          PPh Pasal 24 (Kredit Pajak) – R
          PPh Pasal 25 (Kredit Pajak) – R
          Kewajiban PPh Pasal 29 – R
Penyajian Pada Laporan Keuangan (Laporan Laba Rugi)

Laba Sebelum Pajak   Rp1.200.000.000,-


Beban Pajak Kini   (Rp283.750.000,-)
Beban Pajak Tangguhan   (Rp7.500.000,-)
Total Laba Bersih   Rp908.750.000,-
 Sehingga setelah diperhitungkan dengan beban pajak kini (PPh Pasal 29 akhir tahun) dan
beban pajak tangguhan, jumlah laba bersih PT RUC adalah Rp908.750.000,-.

Contoh soal II:


Pada tahun 2011 PT Maju Terus membeli komputer seharga Rp10.000.000,-. Menurut
ketentuan PSAK, komputer tersebut disusutkan selama 5 tahun dengan nilai residu
Rp2.000.000,-. Sementara menurut pajak masa manfaatnya seharusnya hanya 4 tahun.
Jika PT Maju Terus memiliki laba kotor belum termasuk biaya penyusutan sebesar
Rp5.000.000,- sama untuk rentang waktu selama 5 tahun dan ternyata pada akhir tahun ke-
7 komputer tersebut dijual dengan harga Rp3.000.000,-. Maka bantulah PT Maju Terus
untuk menganalisis kemungkinan munculnya Pajak Tangguhan dan bagaimana
memperlakukannya dalam pembukuan dan pelaporan keuangan perusahaan serta jelaskan
adanya pemulihan nilai pajak terutang melalui kasus ini.
Jawab:
Perhitungan Penyusutan/ Tahun Menurut Akuntansi = (Rp10.000.000 – Rp2.000.000) : 5
Tahun
= Rp1.600.000,- (2011 s.d. 2015)
Perhitungan Penyusutan/ Tahun Menurut Pajak        = (Rp10.000.000) : 4 Tahun
= Rp2.500.000,- (2011 s.d. 2014)
Analisis Penentuan Pajak Tangguhan (Dalam Rp000)

Tahun
Keterangan 2011 2012 2013 2014
Laba Kotor Rp5.000 Rp5.000 Rp5.000 Rp5.00
Beban Penyusutan (Akuntansi) Rp1.600 Rp1.600 Rp1.600 Rp1.60
Laba Bersih Sebelum Pajak Rp3.400 Rp3.400 Rp3.400 Rp3.40
Beban Pajak Kini (PPh 25%) Rp850 Rp850 Rp850 Rp850
         
Laba Kotor Rp5.000 Rp5.000 Rp5.000 Rp5.00
Beban Penyusutan (Pajak) Rp2.500 Rp2.500 Rp2.500 Rp2.50
Penghasilan Kena Pajak Rp2.500 Rp2.500 Rp2.500 Rp2.50
Beban Pajak Kini (PPh 25%) Rp625 Rp625 Rp625 Rp625
         
Perbedaan Sementara Rp900 Rp900 Rp900 Rp900
Kewajiban (Manfaat) Pajak Tangguhan Rp225 Rp225 Rp225 Rp225
Kewajiban Pajak Tangguhan Rp225 Rp450 Rp675 Rp900
 
Dari tabel analisis diatas, terlihat bahwa sampai dengan tahun keempat nilai Laba Sebelum
Pajak (Akuntansi) lebih besar daripada Penghasilan Kena Pajak (Rp3.400 > Rp2.500)
sehingga menimbulkan adanya Kewajiban Pajak Tangguhan sebesar selisih beda
sementara dikali tarif yang berlaku yaitu (Rp2.500-Rp1.600) x 25% = Rp225. Dengan jurnal
yang digunakan pada setiap tahun adalah sebagai berikut:

Beban Pajak Tangguhan Rp225.000,-


           Kewajiban Pajak Tangguhan –
 
Kewajiban Pajak Tangguhan ini harus dibayar oleh PT Maju Terus pada setiap tahun sesuai
dengan alokasinya sebesar Rp225.000,-
Namun hal ini tidak terjadi pada tahun kelima dimana yang terjadi adalah Laba Sebelum
Pajak lebih kecil daripada Penghasilan Kena Pajak (Rp3.400< Rp5.000) sehingga
menimbulkan adanya Aset Pajak Tangguhan sebesar (Rp1.600- Rp0) x 25%= Rp400. Hal
ini terjadi karena pada tahun ke-5 menurut ketentuan perpajakan tidak diperbolehlan
dilakukan penyusutan atas komputer mengingat masa manfaatnya menurut pajak hanya
selama 4 tahun. Dengan jurnal yang digunakan pada setiap tahun adalah sebagai berikut:

Kewajiban Pajak Tangguhan Rp400.000,-


           Manfaat Pajak Tangguhan –
 
Adanya Manfaat Pajak Tangguhan ini juga sekaligus menghapus atau memulihkan sebesar
Rp400.000,- atas Kewajiban Pajak Tangguhan yang muncul dari tahun- tahun sebelumnya.
Pemulihan ini mengakibatkan Kewajiban Pajak Tangguhan PT Maju Terus mengalami
pengurangan menjadi hanya tersisa Rp500.000,-
Ketika pada akhir tahun ke-7 komputer tersebut dijual, maka nilai keuntungan yang diakui
menurut Akuntansi dan menurut Pajak berbeda, secara Pajak laba yang diperoleh adalah
sebesar harga jual yaitu Rp3.000.000,- karena komputer tersebut sudah tidak lagi memiliki
nilai namun menurut Akuntansi laba dihitung dengan mengurangkan terlebih dahulu dengan
nilai sisa Rp2.000.000,- sehingga laba yang didapat hanya Rp1.000.000,-. Akibat
perbedaan ini maka menurut pajak, beban PPh adalah Rp750.000,- (Rp3.000.000,- x 25%)
dan menurut Akuntansi, beban pajak adalah Rp250.000,- (Rp1.000.000,- x 25%). Karena
Laba Sebelum Pajak (Akuntansi) lebih kecil daripada Penghasilan Kena Pajak (dari
penjualan komputer) sehingga menimbulkan adanya Aset/Manfaat Pajak Tangguhan
sebesar Rp500.000,- (Rp3.000.000- Rp1.000.000,-) x 25%. Nilai ini akan menghapus
Kewajiban Pajak Tangguhan yang masih tersisa sehingga tidak ada lagi kewajiban yang
harus dibayar pada masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai