Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT ABSES PEDIS

DI RUANG PERAWATAN MAWAR

RSUD POLEWALI MANDAR

NAMA : LIO YUSTIN

PROGRAM :PROFESI NERS

CI LAHAN CI INSTITUSI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SULAWESI BARAT

TAHUN 2019/2020
KONSEP DASAR PENYAKIT ABSES PEDIS

A. Pengertian
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang
telah mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya
proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda
asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini
merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah
infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah.
(Siregar, 2004).
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari
infeksi yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu
campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah
mati yang dicairkan oleh enzim autolitik (Morison, 2003 dalam Nurarif &
Kusuma, 2013)
Abses (misalnya bisul) biasanya merupakan titik “mata”, yang
kemudian pecah; rongga abses kolaps dan terjadi obliterasi karena fibrosis,
meninggalkan jaringan parut yang kecil (Harrison, 2005)
Pedis adalah anggota badan yang menopang tubuh dan dipakai untuk
berjalan (dari pangkal paha ke bawah) (Mansjoer,2007).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan abses pedis adalah infeksi
kulit yang disebabkan oleh bakteri / parasit atau karena adanya benda asing
(misalnya luka peluru maupun jarum suntik) dan mengandung nanah yang
merupakan campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih
yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik yang timbul di kaki.
B. Anatomi dan Fisiologi Pedis

Terdiri atas 26 tulang,yaitu :14 phalanges, 5 os metatarsal dan 7


os Tarsi. Os tarsi terdiri atas os calcaneus,os talus, os navicular,3 os
cuneiform, dan os cuboid. Berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi 3
yaitu:
1. forefoot (metatarsal dan toes),
2. midfoot (cuneiform, navicular, dan cuboid),
3. hindfoot  (talus/astragalus, dan calcaneus(os calcis).
Tulang kaki dibentuk dan bersatu untuk membentuk kesatuan
longitudinal dan arcus transversal. Bagian permukaan anterior (superior)
kaki disebut dengan dorsum atau permukaan Dorsal, dan
inferior(posterior) aspek dari kaki disebut permukaan plantar. Karena
ketebalan yang beragam pada anatomi kaki, maka harus kita perhatikan
pemberian faktor eksposi untuk dapat menunjukkan densitas keseluruhan
bagian tulang kaki.

C. Etiologi
Menurut Siregar (2004) abses dapat disebabkan karena adanya:
1. Infeksi mikrobial
Salah satu penyebab yang paling sering ditemukan pada proses radang
ialah infeksi mikrobial. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara
multiplikasi intraseluler. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik
yaitu suatu sintesis kimiawi yang secara spesifik mengawali proses
radang atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan
dinding sel.
2. Reaksi hipersentivitas
Reaksi hipersentivitas terjadi bila perubahan kondisi respons
imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi
imun yang akan merusak jaringan.
3. Agen fisik
Kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang dapat melalui
trauma fisik, ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau dingin yang
berlebih (frosbite).
4. Bahan kimia iritan dan korosif
Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam,
basa) akan merusak jaringan yang kemudian akan memprovokasi
terjadinya proses radang. Disamping itu, agen penyebab infeksi dapat
melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan langsung
mengakibatkan radang.

D. Manifestasi Klinis
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk di kaki.
Menurut Smeltzer & Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada
lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa
berupa:
1. Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengakakan
5. Kemerahan
6. Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak
sebagai benjolan. Adapun lokasi abses antara lain ketiak, telinga, dan
tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan
lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh,
sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar.
Paling sering, abses akan menimbulkan Nyeri tekan dengan massa yang
berwarna merah, hangat pada permukaan abses , dan lembut.
1. Abses yang progresif, akan timbul "titik" pada kepala abses
sehingga Anda dapat melihat materi dalam dan kemudian secara
spontan akan terbuka (pecah).
2. Sebagian besar akan terus bertambah buruk tanpa perawatan.
Infeksi dapat menyebar ke jaringan di bawah kulit dan bahkan ke
aliran darah.
Jika infeksi menyebar ke jaringan yang lebih dalam, Anda mungkin
mengalami demam dan mulai merasa sakit. Abses dalam mungkin lebih
menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.

E. Patofisiologi
Proses abses merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk
mencegah penyebaran atau perluasan infeksi ke bagian lain tubuh.
Organisme atau benda asing membunuh sel-sel lokal yang pada akhirnya
menyebabkan pelepasan sitokin. Sitokin tersebut memicu sebuah respon
inflamasi (peradangan), yang menarik kedatangan sejumlah besar sel-sel
darah putih (leukosit) ke area tersebut dan meningkatkan aliran darah
setempat.
Struktur akhir dari suatu abses adalah dibentuknya dinding abses,
atau kapsul, oleh sel-sel sehat di sekeliling abses sebagai upaya untuk
mencegah pus menginfeksi struktur lain di sekitarnya. Meskipun
demikian, seringkali proses enkapsulasi tersebut justru cenderung
menghalangi sel-sel imun untuk menjangkau penyebab peradangan (agen
infeksi atau benda asing) dan melawan bakteri-bakteri yang terdapat dalam
pus.Abses harus dibedakan dengan empyema. Empyema mengacu pada
akumulasi nanah di dalam kavitas yang telah ada sebelumnya secara
normal, sedangkan abses mengacu pada akumulasi nanah di dalam kavitas
yang baru terbentuk melalui proses terjadinya abses tersebut.
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat
suatu infeksi bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat,
maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan
rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih
yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke
dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan
mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah, yang
mengisi rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan
terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi
dinding pembatas abses, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk
mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam
maka infeksi bisa menyebar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan
kulit, tergantung kepada lokasi abses ( Price, 2005 )
PATHWAY
Bakteri Gram Positif
(Staphylococcus aureus Streptococcus mutans)

Mengeluarkan enzim hyaluronidase dan enzim koagulase

merusak jembatan antar sel

transpor nutrisi antar sel terganggu

Jaringan rusak/ mati/ nekrosis

Media bakteri yang baik

Jaringan terinfeksi

Peradangan
Sel darah putih mati

Demam
Pembedahan
Jaringan menjadi abses
Gangguan & berisi PUS
Thermoregulator
(Pre Operasi) Pecah
Reaksi Peradangan
(Rubor, Kalor, Tumor, Dolor, Fungsiolaesea)

Luka Insisi
Resiko Penyebaran Infeksi
(Pre dan Post Operasi)
Nyeri Nyeri
(Pre Operasi) (Post Operasi)

Sumber : Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, 2001


F. Komplikasi
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan
sekitar atau jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang
ekstensif (gangren). Pada sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat
sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan medis secepatnya
diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses
dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal. Meskipun jarang, apabila
abses tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher dalam
yang dapat menekan trakea. (Siregar, 2004).

G. Pemeriksaan Diagnosis
 Pemeriksaan laboratorium
1. Pada pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan peningkatan
sel darah putih(leukosit) yang diakibatkan oleh terjadinnya
inflamasi atau infeksi pada skrotum.
2. Selain itu dapat dilakukan Kultur urin dan pewarnaan gram untuk
mengetahui kuman penyebab infeksi.
3. Analisa urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak
4. Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada
penderita
 Pemeriksaan pencitraan
USG, CT, Scan, atau MRI dan rongsen dilakukan untuk menentukan
lokasi dan ukuran abes

H. Penatalaksanaan Medis
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan
menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh
ditangani dengan intervensi bedah dan debridement.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi
penyebabnya, terutama apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda
asing tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing,
biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan dengan
pemberian obat analgetik dan antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan
apabila abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras
menjadi tahap nanah yang lebih lunak. Drain dibuat dengan tujuan
mengeluarkan cairan abses yang senantiasa diproduksi bakteri.
Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang
kritis, tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai
tindakan terakhir yang perlu dilakukan. Memberikan kompres hangat dan
meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan untuk membantu
penanganan abses kulit.
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus
aureus, antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin
sering digunakan. Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus
resisten Methicillin (MRSA) yang didapat melalui komunitas, antibiotik
biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk menangani MRSA yang
didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik lain: clindamycin,
trimethoprim-sulfamethoxazole, dan doxycycline.
Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa penanganan hanya
dengan menggunakan antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang
merupakan tindakan yang efektif. Hal tersebut terjadi karena antibiotik
sering tidak mampu masuk ke dalam abses, selain itu antibiotik tersebut
seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang rendah.
Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu
abses bisa ditusuk dan dikeluarkan isinya. Suatu abses tidak memiliki
aliran darah, sehingga pemberian antibiotik biasanya sia-sia.
Antibiotik biasanya diberikan setelah abses mengering dan hal ini
dilakukan untuk mencegah kekambuhan. Antibiotik juga diberikan jika
abses menyebarkan infeksi kebagian tubuh lainnya.
I. Pencegahan
Menjaga kebersihan kulit dengan sabun cair yang mengandung zat
anti-bakteri merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya infeksi atau
mencegah penularan.
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Abses bisa menyerang siapa saja dan dari golongan usia
berapa saja, namun yang paling sering diserang adalah bayi dan
anak-anak.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan pada area abses.
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah
dikenali, sedangkan abses dalam seringkali sulit
ditemukan.
b) Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak
steril atau terkena peluru, dll.
c) Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang secara
cepat menunjukkan rasa sakit diikuti adanya eksudat
tetapi tidak bisa dikeluarkan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit menular dan kronis, seperti TBC dan
diabetes mellitus.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
a. Luka terbuka atau tertutup
b. Organ / jaringan terinfeksi
c. Massa eksudat dengan bermata
d. Peradangan dan berwarna pink hingga kemerahan
e. Abses superficial dengan ukuran bervariasi
f. Rasa sakit dan bila dipalpasi akan terasa fluktuaktif.
3. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
a. Hasil pemeriksaan leukosit menunjukan peningkatan jumlah sel
darah putih.
b. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan
pemeriksaan rontgen, USG, CT, Scan, atau MRI.
4. Diagnosa Keperawatan
Tahap selanjutnya yang harus dilakukan setelah memperoleh data
melalui pengkajian adalah merumuskan diagnosa. Pengertian dari
diagnosa keperawatan itu sendiri adalah sebuah pernyataan singkat
dalam pertimbangan perawat menggambarkan respon klien pada
masalah kesehatan aktual dan resiko. Menurut Herdman (2007),
diagnosa keperawatan untuk abses adalah :
a. Pre operasi
1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi
2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
b. Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
2) Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka
terbuka
3) Kerusakan Intergritas kulit berhubungan dengan trauma
jaringan.
5. Perencanaan Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan dengan menetapkan tujuan,
kriteria hasil, dan menentukan rencana tindakan yang akan dilakukan :
a. Pre operasi
1) Nyeri berhubungan dengan reaksi peradangan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan gangguan rasa nyaman nyeri
teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan secara verbal
rasa nyeri berkurang, klien dapat rileks,
klien mampu mendemonstrasikan
keterampilan relaksasi dan aktivitas
sesuai dengan kemampuannya, TTV
dalam batas normal; TD : 120 / 80
mmHg, Nadi : 80 x / menit, pernapasan :
20 x / menit.
Intervensi Rasional
1) Observasi TTV 1) Sebagai data awal untuk melihat
2) Kaji lokasi, intensitas, dan lokasi keadaan umum klien
nyeri. 2) Sebagai data dasar mengetahui
seberapa hebat nyeri yang dirasakan
klien sehingga mempermudah
intervensi selanjutnya
3) Observasi reaksi non verbal dari 3) Reaksi non verba menandakan nyeri
ketidaknyamanan. yang dirasakan klien hebat
4) Dorong menggunakan teknik 4) Untuk mengurangi ras nyeri yang
manajemen relaksasi. dirasakan klien dengan non
farmakologis
5) Kolaborasikan obat analgetik sesuai 5) Mempercepat penyembuhan
indikasi. terhadap nyeri

2) Gangguan thermoregulator berhubungan dengan


proses peradangan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan Hipertermi dapat teratasi.
Intervensi Rasional
1) Observasi TTV, terutama suhu 1) Untuk data awal dan memudahkan
tubuh klien. intervensi
2) Anjurkan klien untuk banyak 2) Untuk mencegah dehidrasi akibat
minum, minimal 8 gelas / hari. penguapan tubuh dari demam
3) Lakukan kompres hangat. 3) Membantu vasodilatasi pembuluh darah
sehingga mempercepat hilangnya demam
4) Mempercepat penurunan demam
4) Kolaborasi dalam pemberian
antipiretik.
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal (36 0C –
37 0C).

b. Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan luka insisi akibat
pembedahan.
Intervensi Rasional
1) Observasi TTV 1) Sebagai data awal untuk melihat
keadaan umum klien
2) Kaji lokasi, intensitas, dan lokasi 2) Sebagai data dasar mengetahui seberapa
nyeri. hebat nyeri yang dirasakan klien
sehingga mempermudah intervensi
selanjutnya
3) Observasi reaksi non verbal dari 3) Reaksi non verba menandakan nyeri
ketidaknyamanan. yang dirasakan klien hebat
4) Dorong menggunakan teknik 4) Untuk mengurangi ras nyeri yang
manajemen relaksasi. dirasakan klien dengan non farmakologis
5) Mempercepat penyembuhan terhadap
5) Kolaborasikan obat analgetik nyeri
sesuai indikasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan gangguan rasa nyaman nyeri
teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan secara verbal
rasa nyeri berkurang, klien dapat rileks,
klien mampu mendemonstrasikan
keterampilan relaksasi dan aktivitas
sesuai dengan kemampuannya, TTV
dalam batas normal; TD : 120 / 80
mmHg, Nadi : 80 x / menit, pernapasan :
20 x / menit.
6. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Tujuan dari pelaksanaan yaitu mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan
dan memfasilitasi koping.
Pelaksanaan Keperawatan untuk abses adalah Drainase abses
dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses telah
berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah
yang lebih lunak, Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus aureus, antibiotik antistafilokokus seperti
flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan, kompres hangat bisa
membantu mempercepat penyembuhan serta mengurangi peradangan
dan pembengkakan.

7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil. Evaluasi
Keperawatan pada klien dengan abses adalah :
a. Klien melaporkan rasa nyeri berkurang
b. Rasa nyaman klien terpenuhi
c. Daerah abses tidak terdapat pus
d. Tidak ditemukan adanya tanda – tanda infeksi ( pembengkakan,
demam,kemerahan )
e. Tidak terjadi komplikasi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall & Moyet, Buku Saku; Diagnosis Keperawatan, 13 th


Edition, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2013
Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Editor dalam bahasa Inggris : kurt
J. Lessebacher. Et. Al : editor bahasa Indnesia Ahmad H. Asdie. Edisi 13.
jakarta : EGC. 2005.

Nanda International, Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi, Penerbit


Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2012

Nurarif, Amin Huda & Hardi Kusuma, Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA; NIC-NOC, Mediaction
Publishing, Jakarta, 2013

Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2.
Jakarta:EGC,2004.

Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Bruner and Suddarth. Ali Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa
Indonesia :Monica Ester. Edisi 8 jakarta : EGC,2007.

Anda mungkin juga menyukai