Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu gangguan metabolisme yang
ditandai dengan tingginya rasio gula dalam plasma darah (Kerner & Bruckel,
2014). Diabetes melitus adalah penyakit gangguan metabolik yang terjadi akibat
gangguan pada sekresi insulin sehingga jumlah hormon insulin yang dibutuhkan
oleh tubuh tidak tercukupi (Kemenkes RI, 2014).
Data dari Internasional Diabetes Federation (2015) mencatat sebanyak 415
juta orang menderita DM pada tahun 2015 dan akan meningkat menjadi 642 juta
pada tahun 2040. Riset Kesehatan Dasar (2018) mencatat peningkatan prevalensi
DM di Indonesia mengalami peningkatan dimana sebanyak 6,9% kasus penyakit
DM (2013) dan meningkat menjadi 8,5% kasus penyakit DM (2018). Prevalensi
DM yang terjadi di Sulawesi Barat juga menunjukkan peningkatan dimana
sebanyak 0,8% kasus penyakit DM (2013) dan meningkat menjadi 1,7% kasus
penyakit DM (2018) (Riset Kesehatan Dasar, 2018). Prevalensi DM yang terjadi
di klinik Ikram Wound Care Center Kabupaten Majene menunjukkan peningkatan
dimana 389 kasus penyakit DM (2016) menjadi 394 kasus penyakit DM (2017)
dan meningkat menjadi 408 kasus penyakit DM (2018) (IWCC, 2019).
Diabetes melitus dapat menyerang seluruh organ tubuh dan menimbulkan
berbagai komplikasi (Waspadji, 2009). Ulkus kaki diabetik adalah komplikasi
utama dari DM dan juga merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi pada
pasien DM (Lopes et al, 2018). Ulkus kaki diabetik yang tidak dilakukan
perawatan dengan baik akan menimbulkan infeksi. Hasil penelitian menyatakan
bahwa rata-rata penderita ulkus kaki diabetik mengalami peningkatan sel darah
putih (leukosit) sebagai respon tubuh terhadap infeksi dan inflamasi (Cervantes-
Garcia et al, 2017).
Alexiadou dan Doupis (2012) menyebutkan terdapat beberapa metode yang
dilakukan dalam perawatan ulkus kaki diabetik yakni debridement, pembalutan,
dan pencucian luka. Pencucian luka merupakan elemen penting dan merupakan
tujuan standar dalam perawatan luka ulkus diabetik.
Pencucian luka melibatkan penggunaan cairan pembersih yang pemilihannya
harus didasarkan pada evektifitas dan kurangnya sitotoksitas dari larutan
pembersih (Klasinc et al, 2017). Contoh cairan pencucian ulkus kaki diabetik
seperti normal saline, tap water, povidone-iodine, larutan ringer lactat,
hypochlorous acid, polyhexamethylene biguanide (PHMB), natrium hipoklorit
(NaClO), dan electrolyzed strong water acid (ESWA) (Bell ingeri et al, 2016;
Klasinc et al, 2017; Bongiovanni, 2014; Creppy, 2014; Cheng et al, 2016).
Wattanaploy et al, (2017) menyebutkan bahwa beberapa bahan larutan tersebut
dapat digunakan sebagai bahan pencucian luka akan tetapi tidak semua bahan
larutan pencucian luka mempunyai aktivitas bakterisida.
Salah satu alternatif cairan yang juga dapat digunakan dalam pencucian luka
yaitu air rebusan kayu secang (Caesalpinia sappan) (Anariawati, 2009). Fazri
(2009) menjelaskan ekstrak kayu secang bersifat antibakteri yang mampu
mengahambat aktivitas bakteri karena mengandung asam galat. Senyawa-
senyawa aktif lain yang terkandung dalam kayu secang selain asam galat, yakni
Sappanchalcone dan Caesalpin P, terbukti memiliki khasiat sebagai anti
inflamasi dan diabetes (Rahmawati, 2011).
Penelitian Shiratori et al, (2017) menyebutkan bahan pencucian luka yang
mengandung bakterisida adalah polyhexamethylene biguanide (PHMB). Cairan
polyhexamethylene biguanide (PHMB) adalah antiseptik dengan aktivitas
mikroba yang dapat melawan bakteri patogen dan virus (Gray, 2018). Hubner et
al, (2018) menjelaskan bahwa cairan PHMB mampu membunuh kroba sehingga
dapat digunakan sebagai salah satu produk perawatan luka.
Penelitian tentang cairan ini belum banyak dilakukan baik di dalam maupun di
luar negeri. Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti di klinik
IWCC didapatkan bahwa air rebusan kayu secang dan cairan PHMB digunakan
dalam proses pencucian luka akan tetapi belum ada penelitian mengenai
efektivitas pencucian luka dengan menggunakan dua cairan tersebut. Hasil studi
pendahuluan yang juga dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa khusus di
Provinsi Sulawesi Barat belum ada penelitian mengenai efektivitas pencucian
luka dengan menggunakan air rebusan kayu secang dan cairan PHMB. Hal ini
menjadi dasar sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
efektivitas pencucian luka menggunakan air rebusan Caesalpinia sappan L. dan
cairan Polyhexamethylene Biguanide (PHMB) terhadap proses penyembuhan luka
ulkus diabetik di Klinik Ikram Wound Care Center Kabupaten Majene Tahun
2020.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini "Bagaimana efektivitas pencucian luka
menggunakan air rebusan Caesalpinia sappan dan cairan polyhexamethylene
biguanide (PHMB) terhadap proses penyembuhan luka ulkus diabetik di Klinik
Ikram Wound Care Center Kabupaten Majene Tahun 2020 ?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui efektivitas
pencucian luka menggunakan air rebusan Caesalpinia sappan dan cairan
polyhexamethylene biguanide (PHMB) terhadap proses penyambuhan luka
ulkus diabetik di Klinik Ikram Wound Care Center Kabupaten Majene Tahun
2020.
2. Tujuan khusus penelitian ini untuk :
a. Mengidentifikasi kondisi luka sebelum diberikan intervensi pencucian
luka menggunakan air rebusan Caesalpinia sappan dan cairan
Polyhexamethylene Biguanide (PHMB) terhadap proses penyembuhan
luka ulkus diabetik di Klinik Ikram Wound Care Center Kabupaten
Majene Tahun 2020.
b. Mengidentifikasi kondisi luka setelah diberikan intervensi pencucian luka
menggunakan air rebusan Caesalpinia sappan dan cairan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
merusak sel-sel penghasil insulin, yaitu sel β pada pankreas. Oleh karena
itu, pada tipe ini pankreas sama sekali tidak dapat memperoleh hormon
insulin.
b. Diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh kombinasi resistensi insulin dan
disfungsi sekresi insulin sel β. Diabetes tipe 2 biasa disebut dengan
diabetes life style karena selain faktor hereditas, DM tipe 2 disebabkan
oleh gaya hidup.
c. Diabetes tipe khusus disebabkan oleh suatu kondisi seperti endokrinopati,
penyakit eksokrin pankreas, sindrom genetic, induksi obat atau zat kimia,
infeksi, dan lain-lain.
d. Diabetes gestasional diabetes gestasional adalah diabetes yang muncul
pada saat hamil. Biasanya diabetes ini muncul pada minggu ke-24 dan
menghilang setelah melahirkan (Bilous & Donelly, 2014).
4. Faktor Risiko
a. Obesitas (kegemukan)
Obesitas berhubungan dengan kadar glukosa darah. Ketika kegemukan
IMT lebih dari 23 maka dapat mengakibatkan meningkatnya kadar
glukosa darah menjadi 200mg%.
b. Hipertensi
Tekanan darah tinggi sangat berhubungan dengan tidak sesuainya
penyimpanan garam dan air atau meningkatnya tekanan pada sirkulasi
pembuluh darah perifer.
c. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Pasien dengan diabetes mellitus diduga memiliki gen diabetes. Gen
diabetes tersebut merupakan gen resesif, akan tetapi hanya yang bersifat
homozigot dengan gen resesif yang dapat terkena Diabetes Mellitus.
d. Dislipedimia
Merupakan keadaan dimana kadar lemak darah meningkat (Trigliserida >
250 mg/dl). Pada pasien DM sering didapatkan kejadian meningkatnya
plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl)
e. Umur
Usia >45 tahun merupakan usia yang paling rentan terkena diabetes
mellitus yaitu.
f. Riwayat persalinan
Memiliki riwayat abortus, melahirkan bayi tidak normal atau berat badan
bayi lebih dari standar berat badan bayi normal merupakan kejadian yang
mampu memicu terjadinya penyakit diabetes mellitus.
g. Faktor Genetik
Faktor genetik memiliki korelasi dengan diabetes mellitus. Risiko
terjadinya DM tipe 2 dapat meningkat dua sampai enam kali lipat apabila
orang tua atau saudara kandung pernah mengidap menyakit ini.
h. Alkohol dan Rokok
Perubahan gaya hidup mempunyai korelasi dengan peningkatan jumlah
pasien dengan DM tipe 2. Alkohol dan rokok akan menganggu
metabolisme gula darah terutama pada penderita DM, sehingga akan
mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan darah.
Tekanan darah seseorang akan meningkat apabila mengkonsumsi alcohol
dan rokok.
5. Diagnostik Klinis
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan
khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin
disampaikan penderita antara lain badan terasa lemah, sering kesemutan,
gatal-gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada
wanita. Apabila ada keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga dapat digunakan
sebagai patokan diagnosis DM. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
2.1 berikut ini (Soegondo, 2013).
Tabel 1. Kriteria Penegakan Diagnosis
Glukosa Plasma Puasa Glukosa Plasma 2 Jam Setelah Makan
Normal <100 mg/dL <140 mg/dL
Pra-diabetis IFG atau 100 – 125 mg/dL ––
IGT –– 140 – 199 mg/dL
Diabetis >126 mg/dL >200 mg/dL
b. Fibroblast
Fibroblas memiliki peran yang sangat penting dalam fase ini.
Fibroblas memproduksi matriks ekstraselular yang akan mengisi
kavitas luka dan menyediakan landasan untuk migrasi keratinosit.
Matriks ekstraselular inilah yang menjadi komponen yang paling
nampak pada skar di kulit. Makrofag memproduksi growth factor
seperti PDGF, FGF dan TGF- yang menginduksi fibroblas untuk
berproliferasi, migrasi, dan membentuk matriks ekstraselular (Gurtner
GC, 2007).
c. Re-epitelisasi
Secara simultan, sel-sel basal pada epitelium bergerak dari
daerah tepi luka menuju daerah luka dan menutupi daerah luka (T
Velnar, 2009). Pada tepi luka, lapisan single layer sel keratinosit akan
berproliferasi kemudian bermigrasi dari membran basal ke permukaan
luka. Ketika bermigrasi, keratinosit akan menjadi pipih dan panjang
dan juga membentuk tonjolan sitoplasma yang panjang. Mereka akan
berikatan dengan kolagen tipe I dan bermigrasi menggunakan reseptor
spesifik integrin. Kolagenase yang dikeluarkan keratinosit akan
mendisosiasi sel dari matriks dermis dan membantu pergerakan dari
matriks awal. Sel keratinosit yang telah bermigrasi dan berdiferensiasi
menjadi sel epitel ini akan bermigrasi di atas matriks provisional
menuju ke tengah luka, bila sel-sel epitel ini telah bertemu di tengah
luka, migrasi sel akan berhenti dan pembentukan membran basalis
dimulai (T Velnar, 2009).
3. Fase Maturasi (Remodeling)
Fase maturasi ini berlangsung mulai hari ke-21 hingga sekitar 1 tahun
yang bertujuan untuk memaksimalkan kekuatan dan integritas struktural
jaringan baru pengisi luka, pertumbuhan epitel dan pembentukan jaringan
parut (T Velnar, 2009). Segera setelah kavitas luka terisi oleh jaringan
granulasi dan proses reepitelialisasi usai, fase ini pun segera dimulai. Pada
fase ini terjadi kontraksi dari luka dan remodeling kolagen. Kontraksi luka
terjadi akibat aktivitas fibroblas yang berdiferensiasi akibat pengaruh
sitokin TGF-β menjadi myofibroblas, yakni fibroblas yang mengandung
komponen mikrofilamen aktin intraselular. Myofibroblast akan
mengekspresikan α-SMA (α-Smooth Muscle Action) yang akan membuat
luka berkontraksi. Matriks intraselular akan mengalami maturasi dan asam
hyaluronat dan fibronektin akan di degradasi (T Velnar, 2009).
C. Tinjauan Umum Tentang Ulkus Diabetik
1. Definisi Ulkus Diabetik
Ulkus diabetik merupakan salah satu bentuk dari komplikasi kronik
diabetes melitus yang berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang
dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. Ulkus diabetik
merupakan luka terbuka akibat abnormalitas saraf dan gangguan
pembuluh darah arteri perifer pada permukaan kulit terjadi komplikasi
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insufisiensi dan neuropati, yang
lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan dan
dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun
anaerob (Tambun, 2015).
Ulkus diabetik adalah komplikasi jangka panjang diabetes melitus
yang sering terjadi. Pada kehidupan sehari-hari, ulkus diabetik
menyebabkan penurunan produktivitas pada pasien diabetes melitus.
Ulkus diabetik terjadi karena adanya hiperglikemi pada pasien diabetes
melitus yang kemudian menyebabkan kelainan neuropati dan pembuluh
darah. Kelainan neuropati mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit
dan otot yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi
tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya mempermudah terjadinya
ulkus. Dengan adanya ulkus yang terinfeksi, maka resiko amputasi
menjadi lebih besar (Galuhtiara, 2014).
2. Etiologi
Penyebab utama dari terjadinya luka pada kaki diabetik adalah kondisi
hiperglikemia yang menyebabkan perubahan di level molekul dan seluler.
Perubahan di level molekul dan seluler tersebut mengakibatkan
penundaan proses penyembuhan dan penurunan kekuatan luka. Kondisi
hiperglikemia tersebut juga mengakibatkan hipoksia jaringan dan
dislipidemia yang merupakan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
terjadinya neuropati (Benbow, 2012).
Etiologi terjadinya luka kaki diabetik adalah neuropati, iskemia dan
neuroiskemia. Neuropati merupakan faktor predisposisi terjadinya luka
kaki diabetik yang memberikan efek pada sensori, motorik dan syaraf
otonom. Kehilangan sensori akan mengakibatkan kehilangan perlindungan
tubuh terhadap trauma fisik, kimia dan termal. Motor neuropati dapat
menjadi penyebab deformitas pada kaki yang hasilnya adalah tekanan
abnormal pada kaki. Syaraf otonom secara tipikal berhubungan dengan
kulit kering yang mengakibatkan fisura, cracking dan kalus. Iskemia
berhubungan dengan sirkulasi yang buruk pada area perifer. Periperal
arterial disease adalah salah satu contoh dari iskemia ini. Kondisi ini
mengakibatkan hampir 50 % terjadinya luka kaki diabetik. Penyebab
terakhir adalah neuroiskemia dimana kondisi ini adalah kombinasi dari
neuropati dan iskemia (Wounds UK, 2013).
3. Patofisologi
Ulkus diabetik diawali dengan adanya hiperglikemia pada pasien
dengan diabetes melitus yang menyebabkan kelainan pada saraf dikaki
(neuropati perifer). Kelainan yang terjadi diantaranya adalah neuropati
sensorik, motorik dan autonomik. Saraf autonomik adalah saraf yang
mengontrol fungsi otot-otot halus, kelenjar dan organ viseral. Dengan
adanya gangguan pada saraf autonomi maka terjadilah perubahan tonus
otot yang menyebabkan abnormalnya aliran darah. Dengan demikian
d. Revaskularisasi
Iskemia dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
Iskemia adalah salah satu faktor resiko terhadap luka ulkus diabetik
dan juga sering terjadi bersamaan dengan penurunan sensasi.
e. Debridement
Debridement adalah pengangkatan jaringan nekrotik dari luka
agar dapat memicu pertumbuhan jaringan baru. Selanjutnya akan
mempermudah proses penyembuhan luka.
Manajemen perawatan luka meliputi pencucian luka, debridemen, pemilihan
bahan topical terapi. (Gitaraja, 2008)
a. Pencucian Luka
Pencucian luka dilakukan untuk membuang jaringan nekrosis,
meminimalisir cairan luka yang berlebihan, sisa balutan serta sisa
metabolik tubuh pada cairan luka. Pencucian luka ini menjadi sangat
penting karena merupakan komponen mendasar dalam manajemen luka.
Proses penyembuhan luka akan lebih baik bila lukanya dalam keadaan
bersih.
Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya akan sumber
daya alam, salah satu potensi alamnya yang bisa dimanfaatkan yaitu
tanaman kayu secang (Caesalpinia sappan). Tanaman ini termasuk dalam
famili Leguminosae yang pada umumnya lebih dikenal sebagai kayu
Brazil atau Sappan. Kayu secang memiliki berbagai manfaat biologis,
seperti anti-inflamasi, antibakteri, aktivitas antioksidan, antialergi,
aktivitas nuklease, analgesik, dan lain sebagainya (Nirmal et al., 2015).
Senyawa aktif pada kayu secang terdapat flavonoid, saponin, alkaloid,
tanin, fenolik, dan brazilin. Kandungan saponin, flavonoid, dan alkaloid
yang berfungsi sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan bersifat antifungi,
serta tanin yang dapat menunjukkan aktifitas antivirus, dan antibakteri
(Kusmiati et al, 2014). Senyawa utama yang terkandung pada kayu secang
hanya digunakan pada luka grade 0 sampai grade 1 (Wound & Solution,
2016).
Luka kronis dapat menghasilkan eksudat dan biofilm yang berlebihan,
dan membutuhkan antibakteri yang diresapi atau pembalut yang tepat
untuk mengurangi dan menghilangkan biofilm untuk penyembuhan luka.
Berdasarkan jurnal penelitian dengan kasus luka pada diabetes melitus tipe
2. Kondisi ulkus berukuran 2,6 cm x 2,6 cm, memiliki 10% slough dan
90% granulasi ke dasar, kalus maserasi dan tingkat eksudat moderat. Kaki
menunjukkan tanda-tanda infeksi, termasuk panas dan eritema, dan pasien
mengalami peningkatan suhu dan tidak merasakan sensasi sakit yang
dilaporkan karena neuropati. Dilakukan penatalaksanaan perawatan kaki
ulkus diabetik selama 4 minggu menggunakan PHMB
(Polihhexamethylene Biguanide) mampu memperlihatkan pengurangan
luas luka hingga 53% dari penilaian awal. (Welch & Forder, 2016)
b. Debridement
Debridement adalah sebuah tindakan pengangkatan jaringan nekrotik
yang ada pada luka. Jaringan nekrotik adalah jaringan mati akibat
degradasi enzim secara progresif sehingga terjadi perubahan morfologi
pada jaringan tersebut, hal ini merupakan respon yang normal dari tubuh
terhadap jaringan yang rusak.
Jaringan nekrotik dibedakan menjadi 2 bentuk:
1) Eschar yang berwarna hitam, keras serta dehidrasi impermeabel
dan lengket pada permukaan luka
2) Slough basah, kuning berupa cairan dan tidak lengket pada luka
Jaringan nekrotik ini harus disingkirkan dari luka karena dapat
mengakibatkan proses penyembuhan luka terhambat dan dapat juga
memberikan tempat yang bagus untuk pertumbuhan bakteri. Maka
tindakan untuk mengangkat jaringan sangat diperlukan seperti
debridement.
E. Kerangka Teori
Gangguan Proses
Ulkus Diabetik
Penyembuhan Luka
Penatalaksanaan
Pencucian luka dengan :
1. Pencucian luka
1. Air rebusan
2. Debridement Caesalpinia sappan
3. Penggunaan bahan topikal 2. Cairan
Polyhexamethylene
Biguanide (PHMB)
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Air rebusan
Caesalpinia sappan
Proses penyembuhan
Cairan luka ulkus diabetik
Polyhexamethylene
Biguanide (PHMB)
:Variabel bebas
:Variabel terikat
B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini:
Ada efek pencucian luka menggunakan air rebusan Caesalpinia sappan dan
cairan Polyhexamethylene Biguanide (PHMB) terhadap proses penyembuhan luka
ulkus diabetik di Klinik Ikram Wound Care Center Kabupaten Majene Tahun
2020.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian.
Desain studi penelitian ini adalah pre - experimental design dengan
pendekatan one-group pretest-posttest design, yaitu desain penelitian yang
terdapat pretest sebelum diberi treatment (perlakuan) dan posttest setelah diberi
perlakuan (treatment adalah sebagai variabel independen dan hasil adalah sebagai
variabel dependen). Dengan demikian dapat diketahui lebih akurat, karena dapat
membandingkan dengan diadakan sebelum diberi perlakuan (Wahab, 2012).
Dimana penelitian ini menerangkan atau menggambarkan tentang efektivitas
pencucian luka menggunakan air rebusan Caesalpinia sappan L. dan cairan
Polyhexamethylene Biguanide (PHMB) terhadap proses penyembuhan luka ulkus
diabetik di Klinik Ikram Wound Care Center Kabupaten Majene Tahun 2020.
B. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan orang yang tergambarkan dari sampel dan
hasilnya mampu digeneralisir atau keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti (Wahab, 2012). Populasi penelitian ini adalah keseluruhan penderita
ulkus diabetik yang berkunjung atau melakukan perawatan luka pada bulan
Desember 2019 di Klinik Ikram Wound Care Center Kabupaten Majene yang
berjumlah 23 orang.
b. Sampel
Sampel adalah unit terkecil dalam penelitian atau bagian kecil yang diambil
dari keseluruhan objek yang diamati dan dianggap mewakili seluruh populasi
tersebut (Wahab, 2012).
c. Sampling
Teknik pengambilan sampel menggunakan non probability sampling yaitu
accidental sampling. Dalam non probability sampling, setiap unsur dalam
populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk dipilih
sebagai sampel. Pemilihan unit smapling didasarkan pada pertimbangan waktu
atau penilaian subjektif dan tidak menggunakan teori probabilitas (Malhotra
dalam Muray, 2007).
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan Maret Tahun 2020 di Klinik
Ikram Wound Care Center Kabupaten Majene.
D. Definisi Operasional
Variabel Skala Hasil
No Defenisi Operasional Alat Ukur
Penelitian Ukur Ukur
Variabel Bebas
1 Caesalpin Suatu tanaman yang - - -
ia sappan batangnya dapat
dimanfaatkan sebagai
anti-inflamasi,
antibakteri, aktivitas
antioksidan,
antialergi, aktivitas
nuklease, dan
analgesik.
2 Polyhexa Senyawa sintetis - - -
methylene yang memiliki
Biguanide struktur serupa
(PHMB) sebagai antimikroba.
Variabel Terikat
3 Proses Proses yang dinamis Lembar Interval Score
Penyembu untuk menghasilkan observasi PUSH (0-
han Luka perbaikan kontuinitas dengan 17)
anatomi dan fisiologi menggunaka
luka. n PUSH
Score
Tabel 2. Definisi operasional
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah :
1. Kuesioner data demografi
Kuesioner data demografi terdiri dari inisial, tempat tanggal lahir,
alamat, jenis kelamin, usia, agama, suku, pekerjaan, pendidikan terakhir,
status pernikahan, lama menderita, dan lokasi luka.
2. Lembar observasi PUSH Score
Lembar observasi proses penyembuhan luka diukur dengan
menggunakan Pressure Ulcer Scale for Healing (PUSH) yang telah
diterjemahkan oleh Gardner et al (2005). PUSH Score adalah skala ukur
dalam rentang kontinum, dengan menjumlahkan item: panjang x lebar, jumlah
eksudat, dan tipe jaringan yang terdapat pada luka ulkus diabetik.
F. Alur Penelitian
J. Pengolahan Data
1. Editing
Editing yaitu memeriksa semua kuesioner yang telah diisi, berkaitan
dengan kekurangan cara pengisian yang dilakukan oleh responden yang
selanjutnya dilakukan pengolahan data, terutama memeriksa kuesioner
berdasarkan criteria sampel.
2. Koding
Koding disebut juga dengan pengkodean kuesioner. Koding dilakukan
dengan memberikan kode sesuai dengan jawaban yang diisi oleh responden.
Selanjutnya untuk memudahkan pemasukan data maka dibuat formulir koding
kemudian hasil koding dan pada saat ini data siap untuk dimasukkan kedalam
komputer.
3. Scoring
Pada tahap scoring peneliti memberi nilai sesuai dengan skor yang
ditentukan pada lembar kuesioner yang diisi oleh responden.
4. Entry Data
Kegiatan memasukan data yang telah dikumpul kedalam master tabel
atau data base komputer kemudian membuat distribusi frekwensi sederhana.
5. Tabulasi
Tabulasi dilakukan dengan mengelompokkan data kedalam satu tabel
sesuai sifat–sifat yang dimiliki.
6. Cleaning
Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry, Apakah
terdapat kesalahan atau tidak.
K. Etika Penelitian
Etika penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini yakni sebagai berikut:
a. Informed consent
Informed consent adalah lembar persetujuan yang diberikan kepada responden
penelitian yang akan diteliti. Peneliti menjelaskan terlebih dahulu maksud dan
tujuan dari penelitian yang dilakukan. Responden yang bersedia ikut dalam
penelitian peneliti akan meminta kesediaan responden untuk menandatangani
lembar persetujuan tersebut. Namun jika responden menolak untuk diteliti,
maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak responden.
b. Anonimity
Prinsip anonimity dilakukan dengan menjaga kerahasiaan responden,
peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar observasi,
cukup dengan memberi nomor kode pada masing-masing lembar tersebut.
c. Confidentiality
Kerahasiaan responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu
saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.
d. Benefcience
Segala tindakan dalam penelitian harus didasarkan untuk kebaikan
responden.
e. Keadilan
Peneliti tidak akan melakukan diskriminasi pada responden penelitian yang
meliputi suku, ras, agama, jenis kelamin, status sosial, jabatan, dan
kedudukan.