OLEH:
KELOMPOK V
1. Sujirman, S.Kep
2. Sri Indriningsi, S.Kep
3. Dina Afiani, S.Kep
4. Wini Olivia Pratiwi, S.Kep
5. Nur Hikma, S.Kep
Telah Disahkan
Mengetahui :
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
BPH merupakan kelainan pembesaran kelenjar yaitu hiperplasia yang
mendesak jaringan asli keporifer. Pada pasien BPH usia lanjut sangat
memerlukan tindakan yang tepat untuk mengantisipasinya. Sebagai salah satu
tindakan yang akan dilakukan adalah dengan operasi prostat atau
prostatektomi untuk mengangkat pembesaran prostat. Dari pengangkatan
prostat, pasien harus dirawat inap sampai keadaannya membaik, guna
mencegah komplikasi lebih lanjut. (Suwandi, 2007)
Menurut Silva (2007), BPH dianggap menjadi bagian dari proses penuaan
yang normal. Walaupun demikian, jika menimbulkan gejala yang berat dan
tidak segera ditangani dapat menimbulkan komplikasi yang mungkin terjadi
pada penderita BPH yang dibiarkan tanpa pengobatan adalah pembentukan
batu vesika akibat selalu terdapat sisa urin setelah buang air kecil, sehingga
terjadi pengendapan batu. Bila tekanan intra vesika yang selalu tinggi tersebut
diteruskan ke ureter dan ginjal, akan terjadi hidroureter dan hidronefrosis yang
akan mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.
Di Dunia, dapat dilihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an, kemungkinan
seseorang itu menderita penyakit ini adalah sebesar 40%, dan setelah
meningkatnya usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya meningkat menjadi
50% dan diatas 70 tahun, persen untuk mendapatkannya bisa 1 2 sehingga
90%. Sedangkan hasil penelitian Di Amerika 20% penderita BPH terjadi pada
usia 41-50 tahun, 50% terjadi pada usia 51-60 tahun dan 90% terjadi pada usia
80 tahun (Johan, 2005).
Di Indonesia pada usia lanjut, beberapa pria mengalami pembesaran
prostat benigna. Keadaan ini di alami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan
kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun (Nursalam dan Fransisca, 2006).
Menurut pengamatan peneliti selama praktek Di RSUD Pandanarang Boyolali
pada tanggal 7 Mei 2012, Di Bangsal Bedah Flamboyan, dari hasil Rekam
Medik pada tahun 2012 dari bulan Januari sampai Mei 2012 Di RSUD
Pandanarang Boyolali dari 40 % terdapat 30 % yang menderita BPH rata-rata
penderita berusia 50 tahun keatas dan berjenis kelamin laki-laki. Dan dari 20
% penderita harus dilakukan operasi.
2. Identifikasi Masalah
Apa itu benign prostatic hyperplasia (BPH), Bagimana cara penegakan
diagnosisnya dan bagaimna penatalkasanaan yang tepat pada pasien penderita
penyakit ini.
3. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Setelah membuat laporan ini diharapkan mahasiswa mengerti dan
mampu memberikan asuhan keperawatan secara konfrehensip pada
pasien dengan kasus benign prostatic hyperplasia (BPH).
b. Tujuan Khusus
Setelah menyusun laporan ini diharapkan klien mampu :
1) Mengenal benign prostatic hyperplasia (BPH)
2) Merumuskan diagnosa untuk pasien benign prostatic hyperplasia
(BPH)
3) Membuat perencanaan untuk pasien dengan benign prostatic
hyperplasia (BPH)
4) Melakukan implementasi pada pasien dengan benign prostatic
hyperplasia (BPH)
5) Membuat evaluasi pada pasien dengan benign prostatic
hyperplasia (BPH)
4. Manfaat Penulisan
a. Dengan adanya laporan kasus ini kita dapat mengetahui karakteristik
dari penyakit benign prostatic hyperplasia (BPH).
b. Dengan adanya laporan kasus ini kita dapat memberikan
asuhankeperawatan pada pasien yang mengalami benign prostatic
hyperplasia (BPH).
BAB II
PENDAHULUAN
A. Definisi
Menurut Taufan (2015) Pembesaran jinak kelenjar prostat yang
disebabkan karena hyperplasia beberapa/semua komponen prostat. Menurut
Tanto (2016) Hiperplasia prostat jinak (benign prostate hyperplasia-BPH)
merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki. Insidennya
terkait pertambahan usia, prevelensi yang meningkat dari 20 % pada laki-laki
berusia 41-50 tahun menjadi lebih dari 90% pada laki-laki berusia lebih dari
80 tahun.
B. Anatomi Fisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak
disebelah inferior buli-buli di depan rektum dan membungkus uretra posterior.
Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa
kurang lebih 20 gram. Kelenjar prostat yang terbagi atas beberapa zona, antara
lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler, dan zona
periuretra. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional
(zona yang terdapat bagian salah satu organ genitalia pria yang menjadi besar
akbat penumpukan urine) (Tanto, 2016).
D. Patofisiologi
Menurut Tanto (2016) kelenjar prostat terletak dibawah kandung
kemih dan tembus oleh uretra.kelenjar ini dibagi empat zona yaitu zona
perifer, sentral, stoma fibromuskularis anterior, dan transsisional, yang
disebut dengan benign prostat obstruksi (BPO). Gejala klinis yang timbul
terbagi atas dua jenis yaitu gejala obstruksi dan gejala iritasi, gejala
obstruksi timbul akibat sumbatan secara langsung akibat uretra, gejala
iritatif terjadi sekunder pada kandung kemih sebagai respon
meningkatkan resitensi pengeluaran dan pengosongan yang tidak
sempurna menyebakan ransangan pada kandung kemih berkontraksi pada
kondisi belum penuh.
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
a. Miksi terputus
b. Hesitancy: saat miksi pasien harus menunggu sebelum urin keluar
c. Harus mengedang saat mulai miksi
d. Kurangannya kekuatan dan pancaran urine
e. Sensasi tidak selesai berkemih
f. Miksi ganda (berkemih untuk kedua kalinya dala waktu ≤ 2 jam
setelah miksi sebelumnya
g. Frekuensi sering miksi
h. Urgensi : rsa tidak dapat menahan lagi, rasa ingin miksi
G. Komplikasi
1. Retensi urine. Retensi urine ditandai dengan ketidakmampuan seseorang
untuk buang air kecil. Pengidap BPH yang mengalami retensi urine
mungkin perlu dibantu dengan kateter yang dimasukkan ke dalam
kandung kemih untuk mengeringkan urine.
2. Infeksi saluran kemih. BPH juga bisa membuat pengidapnya tidak mampu
mengosongkan kandung kemih sepenuhnya. Kondisi ini meningkatkan
risiko infeksi saluran kemih.
3. Batu kandung kemih. Batu kandung kemih juga dapat terbentuk apabila
pengidap BPH tidak mampu mengosongkan kandung kemih sepenuhnya.
Jika ukurannya semakin besar, batu bisa menyebabkan infeksi, mengiritasi
kandung kemih, dan menyumbat aliran urine.
4. Kerusakan kandung kemih. Kandung kemih yang tidak dikosongkan
sepenuhnya lama kelamaan dapat meregang dan melemah. Akibatnya,
dinding otot kandung kemih tidak lagi berkontraksi dengan baik.
5. Kerusakan ginjal. Tekanan pada kandung kemih akibat retensi urine terus-
menerus dapat merusak ginjal atau menyebarkan infeksi kandung kemih
sampai ke bagian ginjal.
H. Pemeriksaan Diagnostok
1. labolatorium
a. BNO IVP
b. Transrekral ultrasonografi – prostat
c. Lab : rutin persiapan operasi, PSA.
d. Biopsi jarum bila ada kecurigaan pada colok dubur atau PSA 10
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Prostat spesifik anti gen (PSA), bersifat spesifik tetapi tidak spesifik
kanker. Pemeriksaan ini dpat dilakukan untuk menilai bagaimana
perjalan penyakit BPH selanjutnya, keluhan alkibat BPH lebih berat
atau lebih mudah terjadi retensi urine akut, rentang normal nilai
PSA adalah:
1) 40-49 tahun : 0-2,5 ng/mL
2) 50-59 tahun : 0-3,5 ng/mL
3) 60-69 tahun : 0-4,5 ng/mL
4) 70-79 tahun : 0-6,5 ng/mL
b. Nilai PSA >4 ng/mL merupakan indikasi tindakan biopsi prostat
c. Flowmetri : Qmax (laju pancaran urine maksimal) turun biasanya < 15
cc
d. USG/kateter untuk menilai volume urine residual
e. Transrectal/transabdominal Ultrasonografi (TRUS/TAUS)
mengukur volume prostat dan menemukan gambaran hipoekoik
f. Pemeriksaan atas indikasi : intravenous
I. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Mulai berolahraga secara teratur, misalnya berjalan kaki setiap hari
selama setengah hingga satu jam. Mulai mengurangi atau berhenti
mengonsumsi kafein dan minuman keras, Mencari jadwal minum obat yang
tepat, agar terhindar dari nokturia (meningkatnya frekuensi buang air kecil
sepanjang malam),Mulai membiasakan diri untuk tidak minum apapun dua
jam sebelum waktu tidur, agar terhindar dari nokturia.
2. Tindakan medis
1. Observasi
2. Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada
penderita BPH adalah :
a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi untuk
mengurangi tekanan pada uretra
b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa
blocker (penghambat alfa adrenergenik)
c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone testosterone/
dehidrotestosteron (DHT).
d. Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, menurut
Purnomo (2011) diantaranya :
J. Asuhan Keperawatan
1. Identitas
a. Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama,
pekerjaan, pendidikan, alamat.
b. Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat.
2. Pengkajian
a. Alasan utama datang ke rumah sakit
b. Keluhan utama (saat pengkajian)
c. Riwayat kesehatan sekarang
d. Riwayat kesehatan dahulu
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Riwayat pengobatan dan alergi
3. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum : sakit / nyeri, status gizi, sikap, personal hygiene dan
lain-lain.
b. Data sistemik
1. Sistem persepsi sensori : pendengaran, penglihatan, pengecap /
penghidu, peraba, dan lain-lain
2. Sistem penglihatan : nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan mata,
alis, kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, reflek, pupil, respon
cahaya, dan lain-lain.
3. Sistem pernapasan : frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan jalan
napas, dan lain-lain.
4. Sistem kardiovaskular : tekanan darah, denyut nadi, bunyi jantung,
kekuatan, pengisian kapiler, edema, dan lain-lain.
5. Sistem saraf pusat : kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu, orientasi
tempat, orientasi orang, dan lain-lain.
6. Sistem gastrointestinal : nafsu makan, diet, porsi makan, keluhan,
bibir, mual dan tenggorokan, kemampuan mengunyah, kemampuan
menelan, perut, kolon dan rektum, rectal toucher, dan lain-lain.
7. Sistem muskuloskeletal : rentang gerak, keseimbangan dan cara jalan,
kemampuan memenuhi aktifitas sehari-hari, genggaman tangan, otot
kaki, akral, fraktur, dan lain-lain.
8. Sistem integumen : warna kulit, turgor, luka, memar, kemerahan, dan
lain-lain.
9. Sistem reproduksi : infertil, masalah menstruasi, skrotum, testis,
prostat, payudara, dan lain-lain.
10. Sistem perkemihan : urin (warna, jumlah, dan pancaran), BAK,
vesika urinaria.
c. Data penunjang
d. Terapi yang diberikan
e. Pengkajian masalah psiko, sosial, budaya dan spiritual
1. Psikologi
a. Perasaan klien setelah mengalami masalah ini
b. Cara mengatasi perasaan tersebut
c. Rencana klien setelah masalahnya terselesaikan
d. Jika rencana ini tidak terselesaikan
e. Pengetahuan klien tentang masalah/penyakit yang ada
2. Sosial
a. Aktivitas atau peran klien di masyarakat
b. Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai
c. Cara mengatasinya
d. Pandangan klien tentang aktivitas sosial di lingkungannya
3. Budaya
a. Budaya yang diikuti oleh klien
b. Aktivitas budaya tersebut
c. Keberatannya dalam mengikuti budaya tersebut
d. Cara mengatasi keberatan tersebut
4. Spiritual
a. Aktivitas ibadah yang biasa dilakukan sehari-hari
b. Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan
c. Aktivitas ibadah yang sekarang tidak dapat dilaksanakan
d. Perasaaan klien akibat tidak dapat melaksanakan hal tersebut
e. Upaya klien mengatasi perasaan tersebut
f. Apa keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan yang
sekarang sedang dialami
Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi :
untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingktkan intake
nutrisi
12. Berikan terapi
antibiotik bila perlu
Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
2. Monitor hitung
granulosit, WBC
3. Monitor
kerentanan terhadap
infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung
terhadap
penyakit menular
6. Partahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
7. Pertahankan teknik
isolasi k/p
8. Berikan
perawatan kuliat pada
area epidema
9. Inspeksi kulit dan
membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas,
drainase
Ispeksi kondisi
luka/ insisi bedah
11. Dorong
masukkan nutrisi yang
cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik
sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
16. Ajarkan
cara menghindari
infeksi
17. Laporkan kecurigaan
infeksi
10. Laporkan kultur
positif
- Genogram
Keterangan gambar :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
C. AKTIVITAS SEHARI-HARI
Jenis kegiatan Dirumah Dirumah Sakit
Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan:
Makan/ minum
Jumlah 3 kali sehari 3 kali sehari
Jenis Nasi putih,lauk dan Nasi, sayur dan lauk
sayuran
Pantangan Tidak ada pantangan Tidak ada pantangan
Kesulitan makan/minum Tidak ada Tidak ada
Porsi makan di
habiskan
Usaha mengatasi Tidak ada Tidak ada
kesulitan
Pola Eliminasi
BAK:
Jumlah 8 – 12 kali sehari Klien terpasang kateter :
5 5
H. Analisa data
I. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis di tandai dengan :
a. Data ds :
Klien mengatakan nyeri tidak tertahankan
Klien menhatakan nyeri perut bagian bawah
Klien mengatakan nyeri saat buang air kecil
Klien mengatakan nyeri dirasakan saat melakukan miring kiri
dan kanan
Klien juga mengatakan nyeri pada saat buang air besar
b. Data objektif :
Ttv :
TD : 130/90 mmhg
S : 36,5c
N : 78x/menit
R : 20x/menit
Skala nyeri 8
Klien Nampak meringis
2. Retensi Urine berhubungan dengan blok spingter
Di buktikan dengan :
a. Data subjektif
Klien mengatakan nyeri pada saat buang air kecik
Klien mengatakan tidak tuntas saat buang air kecil
b. Data objektif
Nampak distensi kandung kemih
Keluaran urine : 800 cc / 8 jam
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang control tidur di
tandai dengan :
1. Data subjektif
Klien mengatakan susah untuk tidur
Klien mengatakan sering terbangun saat malam hari
Klien mengatakan sering terbangun karena nyeri yang
dirasakan
Klien mengatakan pola tidurnya tidak teratur
2. Data objektif :
Klien Nampak lemah
Klien Nampak lusuh
Klien Nampak gelisah
H. Intervensi keperawatan
meringis durasi,
saat kualitas,
intensitas) 7. Untuk menentukan intervensi yang
- Menyatakan 8. Berikan analgetik ketorolac akan dilakukan.
rasa nyaman 30 mg/iv/12 jam
setelah nyeri 8. Analgesik berfungsi sebagai
berkurang depresan system saraf pusat
- Skala nyeri 2 sehingga dapat mengurangi atau
(ringan) menghilangkan nyeri
- Tanda-tanda
vital
TD : 110/80 –
120/80 Mmhg
N : 60 - 100
kali/menit
S : 36,5 – 37
℃
R : 12 – 20
kali/menit.
2. 2. Retensi Urine berhubungan Setelah dilakukan (SIKI )
dengan blok spingter tindakan asuhan Manajemen eliminasi urin
Di buktikan dengan : keperawatan selam (1.04152)
a. Data subjektif 3 24 jam Identifikasi tanda dan gejala 1. Mengetahui tanda dan gejala retensi
5. Klien mengatakan diharapkan retensi atau inkontinensia urine urin urine
nyeri pada saat masalah retensi Identifikasi factor yang
buang air kecik urin pasien menyebabkan retensi atau 2. Mengetahui penyebab dari retensi
6. Klien mengatakan teratasi. inkontinensia urine. urine.
tidak tuntas saat Dengan kriteria Monitor eliminasi urine
buang air kecil hasil : (misalnya : frekuensi, konsistensi, 3. Mengatahui karakterristik urine
1. Adanya sensasi
aroma, volume, dan warna
b. Data objektif berkemih Catat waktu-waktu haluaran
Nampak 2. Tidak adanyaberkemih
distensi distensi Anjurkan mengurangi minum
kandung kandung kemih Kolaborasi pemasangan kateter
kemih 3. Tidak terjadi 4. Mengetahui jumlah keluaran urine
Keluaran urine : disuria
800 cc / 8 jam
5. Agar mengurangi penumpukan
cairan pada vesika urinaria
2. 1. Mengkaji pola tidur klien. S : Klien mengatakan pola istirahat dan tidur mulai
Hasil : Klien mengatakan sering membaik.
terbangun pada malam hari karena nyeri
tiba-tiba muncul. O:
2. mengajarkan klien distraksi sebelum - Klien terlihat segar
tidur. - Klien Nampak tenang
Hasil : Klien mengatakan bisa lebih
tenang dan cepat tidur kembali dengan A : Masalah gangguan pola tidur teratasi sebagian.
tehnik distraksi dengan mendengarkan
musik. P : Intervensi gangguan pola tidur dilanjutkan.
3. Menganjurkan klien dan keluarga untuk 4. Kaji pola tidur klien
mengatur dan merapikan tempat tidur 5. Ajarkan klien distraksi sebelum tidur
sebelum beristirahat. 6. Anjurkan klien dan keluarga untuk mengatur
Hasil : Tempat tidur bersih dan klien dan merapikan tempat tidur sebelum beristrahat.
nyaman.
CATATAN PERKEMBANGAN
HARI/ JAM Diagnosis keperawatan CATATAN PERKEMBANGAN
sabtu, 17 april 2021 1. Nyeri akut S:
berhubungan dengan Klien mengatakan nyeri pada daerah perut bagian bawah sudah hilang
agent pencedera muncul hanya sesekali apabila klien beraktivitas ringan
fisiologis O:
- skala nyeri 3 (ringan)
- terlihat klien rileks
- Tanda-tanda vital:
- TD= 110/ 70 mmHg
- N= 78x/ menit
- S=36,5°C
- R= 18x/menit
A: Nyeri teratasi
P : pertahankan intervensi
2. Identifikasi skala nyeri
4. Kaji non verbal dari ketidaknyamanan
7. Berikan obat Injeksi ketorolac 30 mg IV/12 jam
2. Retensi urine S:
berhubungan dengan - Klien mengatakan setelah di lakukan pemasangan kateter klien
blog sfingter merasa nyaman
- Klien mengatakan sudah tidak ada keluhan bak
O:
- Tidak Nampak distensi kandung kemih
- Klien Nampak terpasang kateter
A:
- Masalah retensi urin teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Monitor eliminasi urine (misalnya : frekuensi, konsistensi, aroma,
volume, dan warna
O:
- Wajah klien nampak segar
- Klien Nampak tenang
A:
- Masalah gangguan pola tidur teratasi
P:
- Pertahankan intervensi
1. Kaji Pola Tidur klien
2. Ajarkan klien distraksi sebelum tidur
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengkajian pasien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) pada Tn. J sesuai
dengan teori yang ada, dijumpai beberapa data penting dari aspek biologis,
antara lain susah untuk berkemih, nyeri bila mau berkemih, dan urine masih
menetes setelah berkemih. Sebelum dilakukan operasi pasien sering
berkemih dimalam hari, tetapi urin yang keluar sedikit, kadang tidak keluar
sama sekali. Setelah dioperasi pasien mengalami nyeri luka operasi dan
sering terdapat gumpalan darah pada selang kateter pasien, pasien juga
mengalami perdarahan dengan urin berwarna merah. Aspek psikologis
pasien tampak cemas menghadapi prosedur bedah, ini merupakan operasi
pertama pasien, selalu bertanya tentang tindakan yang didapat. diagnosa
keperawatan yang ada secara teori pada pasien BPH juga dijumpai pada Tn.
J. Masalah keperawatan yang muncul pada Tn. J sebelum operasi adalah
retensi urine, nyeri akut, pola tidur Tindakan keperawatan penting yang
dilakukan pada pasien antara lain tindakan mengatasi nyeri dengan teknik
relaksasi, tindakan ini efektif untuk mengatsi nyeri pada pasien, tindakan
penting lainya melakukan pemasangan kateter pada pasien, tindakan ini
efektif untuk mengatsi retensi urin dan penghitungan balance cairan yang
dilakukan irigasi yang melibatkan pasien dan keluarga secara mandiri untuk
melakukan pencatatan, tindakan ini memberikan hasil yang positif, tindakan
penting lainya adalah memberikan informasi pada pasien tentang perawatan
dan 89 pengobatan pre operasi untuk mengatasi kecemasan dan
meningkatkan pengetahuan. Namun ada beberapa keterbatasan yaitu pasien
kurang paham, karena tidak menggunakan media saat memberiakan
edukasi.
B. Saran
1. Saat merawat pasien BPH perawat perlu melakukan pengkajian secara
komprehensif dari aspek biologis, psikologis dan spiritual. Pengkajian
dilakukan mulai dari anamnesa dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan
data yang menunjang terhadap masalah pasien agar asuhan keperawatan
pasien dapat secara optimal
2. Perawat perlu ketelitian dalam menentukan diagnosa keperawatan pasien,
prioritas sebaiknya diutamakan berdasarkan tingkat kegawatan.
3. Perawat perlu mengaplikasikan intervensi keperawatan secara mandiri
seperti, mengajarkan teknik relaksasi, memberikan edukasi, melakukan
pendokumentasian yang lengkap dan benar. Perawat saat melakukan
edukasi harus menggunakan media yang sesuai, oleh karena itu ruangan
perlu menyediakan media-media yang bisa digunakan untuk pembelajaran
pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
EGC. Dinkes Muara Bungo Jambi Tahun 2016. Jumlah Kejadian Pasien
BPH di Dinas
Kesehatan Bungo.
Dinkes Provinsi Jambi Tahun 2018. Jumlah Kejadian Pasien BPH di
Dinas Kesehatan Provinsi Jambi. Provinsi Jambi
Nusalam. 2017. Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik
Keperawatan Nasional. Edisi 5. EGC : Jakarta.
Riskesdas RI. 2016. Perawatan Maksimal Pasca Post Op BPH.Jurnal
Kesehatan. Dipublikasikan. Http://blogspot.com. (Diakses
Tanggal 10 April 2019, Pukul 20:30 WIB
Sjamjuhidajat, R & Jong Wim De. 2016. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta :
Jakarta