PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam suatu perkara, apabila penggugat telah memasukkan gugatan
dalam daftar pada Kepaniteraan Pengadilan dan melunasi biaya perkara, maka
ia tinggal menunggu pemberitahuan hari sidang. Gugatan itu tidak akan
didaftar apabila biaya perkara belum dibayar (Pasal 121 ayat 4 HIR, 145 ayat 4
Rbg). Oleh sebab itu, setelah gugatan didaftarkan dan dibagikan dengan surat
penetapan penunjukan, maka akan dilakukan pemeriksaan di persidangan.
Untuk itu, penulis ingin membahas tentang tahap-tahap dalam persidangan,
pencabutan dan perubahan gugatan serta perdamaian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pra peradilan?
2. Apa yang dimaksud dengan perkara biasa, singkat dan cepat
3. Apa yang dimaksud dengan perkara koneksitas?
4. Bagaimana surat penetapan ketua pengadilan negeri menunjukkan hakim?
5. Bagaimana surat penetapan persidangan oleh ketua majelis hakim?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui pra peradilan
2. Untuk mengetahui perkara biasa, singkat dan cepat
3. Untuk mengetahui perkara koneksitas
4. Untuk mengetahui surat penetapan ketua pengadilan negeri menunjukkan
hakim
5. Untuk mengetahui surat penetapan persidangan oleh ketua majelis hakim
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pra Peradilan
Praperadilan, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Indonesia, Pasal 1 butir 10 adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk
memeriksa dan memutus tentang:
Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan
tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasa tersangka;
Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan
atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan
ke pengadilan.1
2
a. Prosedur dismisal
Pemeriksaan administratif untuk menetapkan apakah suatu gugatan dapat
diterima atau tidak dapat diterima.
b. Pemeriksaan persiapan
Tahap ini dimaksudkan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas.
c. Pemeriksaan di sidang pengadilan
2. Pemeriksaan dengan Acara Cepat
Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan apabila terdapat
kepentingan penggugat yang cukup mendesak yang harus dapat
disimpulkan dari alasan-alasan permohonannya, penggugat dalam
gugatannya dapat memohon kepada Pengadilan supaya pemeriksaan
sengketa dipercepat. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dengan
Hakim Tunggal.
Ketua Pengadilan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari
setelah diterimanya permohonan pemeriksaan acara cepat,
mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau tidak dikabulkannya
permohonan tersebut.
Terhadap penetapan tersebut tidak dapat digunakan upaya hukum.
Dalam hal permohonan pemeriksaan dengan acara cepat dikabulkan,
Ketua Pengadilan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah
dikeluarkannya penetapan menentukan hari, tempat, dan waktu sidang
tanpa melalui prosedur pemeriksaan persiapan. Tenggang waktu untuk
jawaban dan pembuktian bagi kedua belah pihak, masing-masing
ditentukan tidak melebihi 14 (empat belas) hari.3
3. Pemeriksaan dengan Acara Singkat
Pemeriksaan dengan acara singkat dilakukan terhadap perlawanan.
Perlawanan tersebut diajukan terhadap penetapan dari prosedur dismisal
dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah penetapan diucapkan.
3
Pemeriksaan singkat dilakukan karena adanya perlawanan
penggugat tentang gugatannya yang tidak diterima atau tidak
berdasar. Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh Pengadilan,
maka penetapan tersebut gugur demi hukum dan pokok gugatan akan
diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut acara biasa. Terhadap putusan
mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum.
Perbedaan Acara Biasa, Acara Cepat dan Acara Singkat
Philipus (hal. 331 - 332) memberikan perbedaan antara acara biasa,
acara cepat, dan acara singkat sebagai berikut:
Acara Biasa Acara Cepat Acara Singkat
1. Diawali dengan 1. Dilakukan karena 1. Dilakukan terhadap
pemeriksaan persiapan kepentingan perlawanan
dengan majelis hakim 3 mendesak dengan
orang hakim tunggal 2. Penundaan
2. Tahapan penanganan 2. Dalam hal pelaksanaan
sengketa: permohonan TUN ,tidak untuk
a. Prosedur dikabulkan, menyelesaikan
dismisal pemeriksaan pokok sengketa
b. Pemeriksaan acara cepat 3. Bentuk akhir:
persiapan dilakukan tanpa penetapan
c. Pemeriksaan di melalui prosedur
sidang pemeriksaan
pengadilan persiapan.[19]
3. Bentuk akhir: putusan 3. Bentuk akhir:
(vonis) putusan (vonis)
C. Perkara Koneksitas
1. Badan Peradilan yang Berhak Dalam Mengadili Perkara Koneksitas
Perkara koneksitas merupakan suatu tindak pidana yang dilakukan
bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum
dan lingkungan peradilan militer, artinya para pihak berasal dari
lingkungan peradilan yang berbeda, sebab dalam ketentuan pasal 10 ayat
(2) Undang-Undang nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman,
dikenal empat lingkungan peradilan yang berada dalam lingkungan
Mahkamah Agung, yang mana masing-masing lembaga peradilan
4
memiliki kompetensi dan kewenangan yang berbeda dalam mengadili,
Kewenangan masing-masing lingkungan peradilan bersifat absolut dan
tidak bisa dicampuri oleh lingkungan peradilan lain.4
Suatu perkara koneksitas diperiksa dalam lingkungan peradilan militer
hanya apabila terdapat 2 hal yaitu :
5
lingkungan peradilan umum yang akan mengadili perkara pidana sebagaimana
dimaksud dalam pasal 89 ayat 1, diadakan penelitian bersama oleh jaksa atau
jaksa tinggi dan oditur militer oditur militer tinggi atas dasar hasil penyidikan
tim tersebut pada pasal 89 ayat 2,
6
Peradilan Militer.5
- Hakim Anggota yang berasal dari lingkungan Peradilan Umum diberi pangkat
militer “tituler”.
- Yang mengusulkan Hakim Anggota adalah Menteri hukum dan Hak Asasi
Manusia bersama dengan Menteri Pertahanan.
Susunan ini juga berlaku pada susunan Majelis Hakim pada tingkat Banding.
7
ayat 5 uu 31 tahun 1997 tentang pengadilan militer, dimana ditentukan jika
terdakwanya berpangkat kolonel setidaknya hakim yang menangani perkara itu
harus setingkat dengan pangkat terdakwa.
Dalam hal ini, KUHAP tidak memberikan pengaturan yang jelas tentang
kepangkatan dalam perkara koneksitas, sehinggga perlu adanya revisi, setidaknya
memberikan penjelasan atau pengecualian dalam uu pengadilan militer.
b. Adanya Penghapusan Perkara Koneksitas dalam RUU Pengadilan Militer
Menurut Mayjen TNI Burhan Dahlan, Dalam draft RUU Peradilan Militer yang
saat ini dibahas bahwa judul bagian kelima Bab IV telah dihapus, begitu juga
ketentuan Pasal 198 s.d. 203 dihapus, sehingga tidak terdapat lagi ketentuan
pemeriksaan koneksitas. Kenyataannya Pasal 24 Undang-undang Nomor 4 Tahun
2004 jo Pasal 16 Undang-undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman mengatur pemeriksaan koneksitas, yakni untuk memeriksa dan
mengadili tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang
termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer.
Pemeriksaan dilakukan oleh peradilan umum tapi juga dapat diperintahkan untuk
diperiksa oleh peradilan militer.
Berdasarkan hal ini beliau menyarankan dalam draft RUU Peradilan Militer perlu
untuk mencantumkan tentang pemeriksaan perkara koneksitas sesuai ketentuan
Undang-undang pokok kekuasaan kehakiman yang ada saat ini.
c. Perkara Koneksitas Memakan Waktu yang Lama
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, suatu perkara hanya bisa disidangkan
sebagai perkara koneksitas jika ada keputusan dari Menteri Pertahanan dan telah
disejui oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Belum lagi menunggu hasil
pengkajian dari tim penyidik yang dibentuk untuk menentukan apakah perkara
masuk lingkungan peradilan umum atau militer, sehingga dapat kita bayangkan
waktu yang akan diperlukan untuk menyelesaikan perkara tersebut.
Hal ini pernah menjadi alasan dari brigadir Jenderal Soenarko GA, selaku
komandan polisi angkatan laut dalam kasus pembunuhan Direktur PT Asaba
Budyarto Angsono tahun 2004 silam. Ketika itu pengacara Gunawan Santosa
meminta untuk menyidangkan kasus tersebut secara koneksitas, karena sesuai
8
dengan dugaan awal terdakwa Gamawan dibantu oleh 4 orang marinir.
Seharusnya masalah ini juga perlu untuk diperhatikan agar prinsip-prinsip
pengadilan yang cepat. Tepat dan murah dapat terwujud tanpa menyampingkan
nilai-nilai keadilan yang sesunggunya.6
9
E. Surat Penetapan Hari sidang
SURAT PENETAPAN HARI SIDANG
Nomor: 02/2013/PTUN/Banda Aceh
PENETAPAN
Kami selaku Panitera Muda Pengadilan PTUN Banda Aceh, mengingat
perkara No.03/G/ 2013 / PTUN- BNA, manyatakan penetapan hari sidang antara :
CUT JULIANA PENGGUGAT,
melawan
T. ABDUL HALIM TERGUGAT I
ZAHRATUL FAJRI TERGUGAT II
Menimbang, bahwa untuk memeriksa perkarat tersebut perlu ditentukan
hari persidangan, pada hari mana kedua belah pihak harus hadir guna didengar
keterangan masing-masing; Mengingat pasal-pasal dari undang-undang yang
bersangkutan;
MENETAPKAN:
Persidangan dalam perkara tersebut pada hari Selasa, tanggal 9 April 2013, jam
10.00 WIB; Memerintahkan untuk memanggil kedua belah pihak pada hari
persidangan, dengan Agenda Pemeriksaan Identitas Para Pihak, baik pihak
penggugat maupun Tergugat.Menetapkan bahwa tenggang antara hari panggilan
dan hari persidangan sekurang-kurangnya tiga hari;
Demikian ditetapkan di Banda Aceh, pada tanggal 5 April 2013.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seiring dengan perkembangan yang ada, perkara-perkara koneksitas
telah sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, untuk mengatasi hal ini
dibutuhkan perhatian khusus dari pemerintah. Dengan adanya pembentukan
sikap, karakter prajurit merupakan langkah yang paling tepat untuk dilakukan,
dan tak kalah penting adanya pembenahan hukum terkait perkara koneksitas
dalam mengantisipasi jika hal-hal seperti ini terjadi. Dan pada akhirnya biarlah
hukum terus kita ditegakkan, fiat justitia raut caelum.
Perkara koneksitas merupakan suatu tindak pidana yang dilakukan
bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan
lingkungan peradilan militer, artinya para pihak berasal dari lingkungan
peradilan yang berbeda, sebab dalam ketentuan pasal 10 ayat (2) Undang-
Undang nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dikenal empat
lingkungan peradilan yang berada dalam lingkungan Mahkamah Agung, yang
mana masing-masing lembaga peradilan memiliki kompetensi dan kewenangan
yang berbeda dalam mengadili, Kewenangan masing-masing lingkungan
peradilan bersifat absolut dan tidak bisa dicampuri oleh lingkungan peradilan
lain.
B. Saran
Demikian makalah ini kami buat, mudah-mudahan dengan adanya
makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan manfaat bagi kita semua.
Untuk kesempurnaan makalah ini, kami selaku pemakalah bersedia menerima
kritik dan saran yang membangun untuk menuju yang lebih baik nantinya.
untuk perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
11
DAFTAR PUSTAKA
12
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Tahap Penyidangan” Tanpa
pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya
dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya kami ucapkan terima kasih kepada Bapak dosen yang telah
berkenan membimbing kami dalam mata kuliah “Hukum Acara Pidana ” yang
telah membantu. Oleh karenanya kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan dan terlebih dahulu kami ucapkan terima kasih.
Demikian makalah ini kami sajikan semoga bermanfaat bagi kami dan
pembaca.
i 13
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pra peradilan............................................................. 2
B. Perkara biasa, singkat dan cepat............................... 2
C. Perkara koneksitas.................................................... 4
D. Surat penetapan ketua pengadilan negeri menunjukkan
Hakim....................................................................... 9
E. Surat penetapan persidangan oleh ketua majelis hakim 10
DAFTAR PUSTAKA
ii 14