Anda di halaman 1dari 19

“PRAKTIK TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL”

Injeksi Epinefrin

Disusun Oleh :

1. R.A Cendi Elsa Karin


2. Renny Puteri Utami
3. Sari Damayanti
4. Sherly Nurmeita
5. Suci Permata Sari
6. Teguh Kurnianto

Kelas / Kelompok : REGULER 1A / 6

Dosen pembimbing :

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

JURUSAN FARMASI TAHUN AKADEMIK 2013/2014


I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Sediaan parenteral yaitu sediaan yang digunakan tanpa melalui mulut atau
dapat dikatakan obat dimasukkan de dalam tubuh selain saluran cerna ( langsung ke
pembuluh darah ) sehingga memperoleh efek yang cepat dan langsung sampai sasaran.
Misal suntikan atau insulin. Injeksi dan infus termasuk semua bentuk obat yang
digunakan secara parentral. Injeksi dapat berupa larutan, suspensi, atau emulsi. Apabila
obatnya tidak stabil dalam cairan, maka dibuat dalam bentuk sediaan kering. Apabila
mau dipakai baru ditambahkan aqua steril untuk memperoleh larutan atau suspensi
injeksi.
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang
harus dilakukan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral,
suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau
selaput lendir. Penyuntikan yang diperlukan, baik untuk respon terapeutik yang cepat
maupun  untuk obat yang tidak tersedia untuk rute non-injeksi. Penggunaan awal sediaan
parental menimbulkan banyak masalah dan berkembang relative lambat. Padahal Pasteur
dan Lister telah mengetahui pentingnya melakukan sterilisasi untuk mengeliminasi
mikroorganisme pathogen sejak tahun 1860-an. Tetapi, teknologi sterilisasi tidak
berkembang secara signifikan. Sebagai contoh, autoklaf sudah ditemukan sejak tahun
1884, filtrasi membrane pada tahun 1918, etilenoksida pada tahun 1944, penyaring udara
berefisiensi tinggi ( HEPA, high effiency particulate air ) pada tahun 1952, dan sungkup
aliran udara laminar ( LAF ) pada tahun 1961.
Peningkatan suhu tubuh dan dingin menggigil pada pasien yang menerima penyuntikan
obat sudah teramati sejak tahun 1911, dan pada tahun 1923 diketahui penyebabnya yaitu
pirogen yang dihasilkan bakteri.

Produksi injeksi mempunyai beberapa karakteristik khusus, seperti :


  Aman secara toksikologi :
         tetapi beberapa bahan tambahan formulasi tidak cukup aman jika diberikan
dengan cara penyuntikan
  Steril :
         bebas dari kontaminasi bahan pirogen ( termasuk endotoksin )
         bebas dari partikel partikulat asing
  Stabil :
         tidak hanya secara fisika dan kimia tetapi juga secara mikrobiologi
         dapat dicampur (kompatibel) dengan obat lain jika diberikan dalam bentuk
campuran (admikur) untuk pemberian obat secara intravena (jika
diindikasikan dan diperlukan
  Isotonis
Setiap karakteristik menimbulkan tantangan unik selama proses
pengembangan, manufaktur, pengujian, dan penggunaan sediaan steril ini.
Adapun beberapa tantangan yang akan muncul di antaranya sebagai berikut :
  Tantangan umum
  Petimbangan keamanan
  Tantangan mikroba dan kontaminasi lain
  Tantangan stabilitas
  Tantangan kelarutan
  Tantangan kemasan
  Tantangan manufacturing
  Tantangan pemberian injeksi

I.2. Rumusan Masalah

  Apa yang dimaksud dengan sterilisasi ?


  Bagaimana bentuk dan jenis sediaan steril ?
  Factor-faktor apa saja yang akan mempengaruhi sediaan steril ?
  Apa syarat-syarat pembuatan sediaan steril ?
  Bagaimana rute/jalannya pemberian sediaan steril berdasarkan tempat pemberiaannya ?
         Intravena
         Subkutis (Subkutan) 
         Intramuskuler 
         intrathekal-intraspinal 
         Intraperitoneal
         Intradermal
         Intratekal
  Bagaimana proses sterilisasi sediaan steril ?

I.3. Tujuan

  Untuk mengetahui definisi sterilisasi.


  Untuk mengetahui bentuk dan jenis sediaan steril.
  Untuk mengetahui faktor-faktor  yang akan mempengaruhi sediaan steril.
  Untuk mengetahui syarat-syarat pembuatan sediaan steril.
  Untuk mengetahui rute/jalannya pemberian sediaan steril berdasarkan tempat
pemberiaannya
  Untuk mengetahui  proses sterilisasi sediaan steril.
II. PEMBAHASAN

II.1 Pengertian
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril.
Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat
penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini
menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai kondisi konotasi relatif, dan
kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikrorganisme hanya dapat
diduga atas dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba.

Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas
dari mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik
diantara bentuk obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau
membran mukosa kebagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis
pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa,
sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksik dan
harus mempunyai tingkat kemurniaan tinggi dan luar biasa. Semua komponen dan
proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk
menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi.
Produk steril termasuk sediaan parentral, mata dan irigasi. Preparat parental bisa
diberikan dengan berbagai rute. Pada umumnya pemberian secara parenteral
dilakukan bila diinginkan kerja obat yang lebih cepat, seperti pada keadaan gawat,
bila penderita tidak dapat diajak bekerjasama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat
atau tidak tahan menerima pengobatan secara oral atau bila obat tersebut tidak efektif
dengan cara pemberian yang lain. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan,
atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut, atau dengan
mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda.

Sediaan steril dapat berwujud:


1.      Padat steril : merupakan obat untuk injeksi, yaitu obat kering yang disuspensikan bila
akan digunakan. Contoh: sodium ampisilin. Karena ampisilin tidak stabil dalam
cairan, maka dibuat padat. Cara pembuatannya yaitu dengaa liofilisasi pada suhu
rendah dengan pengeringan steril, kemudian didinginkan sampai -60oC untuk
pembekuan. Selanutnya dilakukan sublimasi (dengan pengurangan tekanan secra
bertahap), cairan menguap, sodium ampisilin padat tertinggal.
2.      Semi padat, misal salep mata.
3.      Cair, misal injeksi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sediaan:


1.      Terapi, meliputi:
         Dosis efektif obat. Obat dibuat dalam dosiss yang disesuaikan dengan dosis terapi
efektif obat tersebut.
         Lama penggunaan obat. Hal ni juga berpengaruh pada penentuan bentuk sediaan
obat yang akan dibuat dan besarnya dosis obat, sehingga pasien tetap merasa
nyaman selama terapi.
2.      Farmakokinetka obat. Meliputi waktu paruh, absorpsi, t ½ eliminasi, Vd, Cl, dan lain-
lain.
3.      Sifat fisika-kimia meliputi:
         Ukuran partikel
         Sifat alir
         Kompaktibilitas
         Ketahanan terhadap kelembapan
Sifat fisika kimia inilah yang menetukan formulasi dan pemilihan metode pembuatan
sediaan obat.
II.2 Syarat Sediaan Steril
1. Efikasi
2. Safety
3. Aceptable
4. Sediaan obat harus jernih
5. Tidak berwarna
6. Bebas dari partikel asing
7. Keseragaman bobot volume/berat
8. Memenuhi uji kebocoran
9. Stabil
Persyaratan dalam larutan injeksi :
1.      Kerja optimal dan sifat tersatukan dari larutan obat yang diberikan secara
parenteral hanya akan diperoleh jika persyaratan berikut terpenuhi
2.      Sesuainya kandungan bahan obat yang dinyatakan di dalam etiket dan yang ada
dalam sediaan, tidak terjadi penggunaan efek selama penyimpanan akibat
perusakan obat secara kimia dan sebagainya.
3.      Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya memungkinkan sediaan tetap
steril tetapi juga mencegah terjadinya antaraksi antarbahan obat dan material
dinding wadah.
4.      Tersatukan tanpa terjadinya reaksi. Untuk beberapa faktor yang paling
menentukan: bebas kuman, bebas pirogen, bebas pelarut yang secara fisiologis,
isotonis , isohidris, bebas bahan melayang.

2.3. Rute Pemberian


Sediaan injeksi berdasarkan cara pemberiannya atau penyuntikannya antara lain:
1)       Intra vena (i.v)   : Larutan yang disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena.
2)       Intra muscular (i.m): Larutan, suspense atau emulsi yang disuntikkan diantara lapisan
jaringan atau otot.
3)       Intra cutan (i.c)  : Larutan atau suspense air yang disuntikkan langsung ke dalam  kulit
dan biasanya digunakan untuk diagnose.
4)       Sub  cutan (s.c) : Larutan yang disuntikkan langsung ke dalam jaringan bawah kulit
biasanya di lengan atas atau paha.
5)       Dan lain-lain, meliputi:
a)       Intra tecal (i.t) atau intra spinal (i.s) atau intra dural (i.d)
b)       Intra peritoneal (i.p)
c)       Intra kardial (i.kd)
d)       Intra peridural (p.d), ekstradural, epidural

ANALISA FARMAKOLOGI
1)       Indikasi
a) Asma bronkhial, edema angioneurotik, biduran/kaligata, glaukoma, serum
sickness (sakit karena alergi serum) dan syok alergik.
b) Menghentikan perdarahan bila digunakan pada permukaan kulit dan
membran mukosa yang berdarah.
c) Menangani terhentinya detak jantung pada kasus syok, anestesi/pembiusan,
elektrokusi, injeksi intrakardial memungkinkan untuk diberikan.

2)       KontraIndikasi
a)       Dilatasi jantung,
b)       insufisiensi koroner,
c)       syok selama anestesi atau pembiusan,
d)       kerusakan otak organik,
e)       glaukoma sudut tertutup dan persalinan.

3)       Efek Samping


a) Kardiovaskuler   : Angina, aritmia jantung, nyeri dada, flushing, hipertensi,
peningkatan kebutuhan oksigen, pallor, palpitasi,
kematian mendadak, takikardi (parenteral),
vasokonstriksi, ektopi ventrikuler.
b) SSP                 :  Ansietas, pusing, sakit kepala, insomnia.
c) Gastrointestinal : tenggorokan kering, mual, muntah, xerostomia.
d) Genitourinari    : Retensi urin akut pada pasien dengan gangguan aliran
kandung kemih
4)       Mekanisme Kerja
Menstimulasi reseptor alfa-, beta1-, dan beta2-adrenergik yang berefek relaksasi
otot polos bronki, stimulasi jantung, dan dilatasi vaskulatur otot skelet; dosis kecil
berefek vasodilatasi melalui reseptor beta2-vaskuler; dosis besar menyebabkan
konstriksi otot polos vaskuler dan skelet.

5)       Interaksi Obat


a)       Dengan Obat Lain :
Karena epinefrin merupakan obat simpatomimetik dengan aksi agonis
pada reseptor alfa maupun beta, harus digunakan hati-hati bersama obat
simpatomimetik lain karena kemungkinan efek farmakodinamik yang
aditif, yang kemungkinan tidak diinginkan. Juga hati-hati digunakan pada
pasien yang menerima obat-obat seperti: albuterol, dobutamin, dopamin,
isoproterenol, metaproterenol, norepinefrin, fenilefrin, fenilpropanolamin,
pseudoefedrin, ritodrin, salmeterol dan terbutalin.
b)       Dengan Makanan :
Epinefrin tidak digunakan melalui oral

6)       Dosis Pemberian


a)       Dewasa :
0.3-0.5 mg SC atau IM; dapat diulang bila perlu tiap 10-15 menit untuk
anafilaksis, atau tiap 20 menit hingga 4 jam untuk asthma. Dosis tunggal
maksimal 1 mg. Pada kasus syok yang berat, harus digunakan rute IV.
Dosis 0.1-0.25 mg IV (diencerkan 1:10.000) pelan-pelan dalam waktu 5-
10 menit, bila perlu dapat diulang tiap 5-15 menit, dan diikuti pemberian
infus IV 1-4 mcg/menit.

b)       Anak-anak dan bayi :


0.01 mg/kg atau 0.3 mg/m2 SC; bila perlu dapat diulang setelah 20 menit
hingga 4-jam (dosis tunggal maksimal: 0.5 mg). Atau, 0.1 mg IV pelan-
pelan dalam waktu 5-10 menit (diencerkan 1:100.000) diikuti 0.1-1.5
mcg/kg/menit infus IV.

7)       Rute Pemberian


Diinjeksikan secara intramuscular ke dalam jaringan otot pantat atau paha.

8)       Farmakokinetik
a)       Absorbsi
  Pada pemberian oral, epinefrin tidak mencapai dosis tetapi karena
dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang terdapat pada dinding
usus dan hati.
  Pada penyuntikan subkutan, absorbsi lambat karena terjadinya
vasokontriksi lokal.
  IM : absorbsi cepat
  Inhalasi : Efek terutama pada saluran nafas.
b)       Biotransformas dan Ekskresi
  Epinefrin stabil pada pembuluh darah
  Degradasi terutama terjadi dihati, karena  terdapat banyak enzim
COMT dan MAO.
  Metabolit epinefrin dikeluarkan melalu urine.
PREFORMULASI
1)       Zat Aktif
Epinefrin Bitartrat
a)       Epinefrin  Bitartas: C9H13NO3.C4H6O6
b)       Pemerian : Serbuk hablur, putih hingga putih kelabu, tidak
berbau.
c)       Kelarutan : Larut dalam 3 bagian air, sukar larut larut dalam etanol
(95%) P; tidak larut dalam kloroform P dan dalam eter P
d)       Wadah dan Penyimpanan :
 Untuk zat aktif dalam wadah tertutup
 Untuk injeksi i.v atau i.m dalam wadah dosis tunggal terlindung dari
cahaya
e)       pH                                   :
 Untuk zat aktif 3,0 sampai 4,0
 Untuk injeksi i.v atau i.m antara 3,2 dan 3,6
f)        Inkompatibiltas            : Tidak becampur dengan Aminophylline,
hyaluronidase, mephentermine, sodium bicarbonate.
g)       Ekivalensi Nacl                 : ≤ 0,9

2)       Eksipien

a)       Natrium Bisulfit (FI ed.IV Hal: 69 dan HOPE Hal: 690)
  Pemerian        : Hablur putih atau serbuk hablur putih kekuningan, berbau
belerang dioksida
  Kelarutan      : Mudah larut dalam air dan dalam gliserin, sukar larut
dalam etanol.
  Fungsi           : Sebagai antioksidan.
  Stabilitas       : Stabil pada suhu dibawah 40oC.
  Inkompatibilitas: Na.matabisulfit bereaksi dengan simpatomimetik dan
obat lain yang merupakan turunan orto dan para
hidroksibenzil alkohol.
  Penyimpanan  : Dalam wadah yang terisi penuh, tertutup rapat dan
terhindar dari paans yang berlebihan.
  Konsentrasi     : 0,1%-1%

b)       Natrium Klorida (FI ed: IV Hal:  dan HOPE Hal: 671)
  Pemerian       : Hablur heksahedral, tidak berwarna atau serbuk hablur
putih, tidak berbau, dan rasa asin.
  Kelarutan     : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air
mendidih, dan sukar larut dalam etanol 95%.
  Fungsi           : Sebagai pengisotonis dan pengisi pada tablet dan
kapsul.
 Stabilitas    :Natrium klorida adalah larutan yang stabil tetapi dapat
menyebabkan pemishan pada partikel kaca pada wadah
kaca. Larutan ini juga biasa disterilkan dengan autoklaf
atau filtrasi.
  Inkompatibilitas :Larutan Natrium Klorida bersifar korosif terhadap
besi dan bereaksi dengan perak dan garam merkuri.
Kelarutan dari pengawet metil paraben akan menurun
pada penambahan larutan natrium klorida.
  Penyimpanan  : Dalam wadah tertutup baik.
  Konsentrasi     : < 0,9%

c)      Acidum Hydrochloridum atau HCl (FI ed: IV Hal: 49)


 Pemerian : cairan tidak berwarna; beasap; bau merangsang; jika
diencerkan denga 2 bagian volume air, asap hilang.
 Penyimpanan : dalam wadaj tertutup rapat.

d) Benzalkonium Klorida
 Pemerian :
 Kelarutan :
 Penyimpanan :

e) Aqua pro Injeksi (FI ed: IV Hal: 112)


  Pemerian          : Cairan jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau.
  Penyimpanan  : Dalam wadah dosis tunggal, dari kaca atau plastic,
tidak lebih besar dari 1 L.

PENDEKATAN FORMULASI
1)       Zat aktif yang digunakan adalah epinefrin, dipilih bentuk garamnya karena lebih
mudah larut dalm air dibanding bentuk garam bebasnya. Sediaan dibuat dalam bentuk
larutan intramuscular.
2)       Dibuat sediaan ... ml karena pada umumnya injeksi epinefrin yang beredar di pasaran
terdapat dalam volume tersebut dengan kadar epinefrin sebanyak 1%.
3)       Eksipien yang dibutuhkan:
a)       Antioksidan:
Digunakan Natrium bisulfit karena epinefrin mudah teroksidasi sehingga perlu
digunakan antioksidan untuk mencegah terjadinya oksidasi dan konsentrasi
yang digunakan adalah 0,15%
b)       Pengisotonis:
Karena pada formulasi awal sediaan mengalami hipotonis sehingga diperlukan
pengisotonis agar tekanan osmosa sediaan sama dengan tekanan osmosa cairan
tubuh dan pengisotonis yang digunakan adalah NaCl.
c)       Pelarut:
Digunakan Aqua pro Injeksi karena epinefrin mudah larut dalam air, sehingga
menggunakan pelarut air. Selain itu Aqua pro Injeksi ini digunakan karena pada
pembuatan obat suntik harus menggunakan pelarut steril yang bebas dari logam
Cu, Fe, Pb, zat pereduksi, bebas pirogen, tidak berwarna, tidak berasa serta tidak
berbau dan Aqua pro Injeksi memenuhi kriteria itu.
FORMULASI
1) Formulasi Standar ( Formularium Nasional Hal 121 )

Tiap ml mengandung:
Epinephrini Bitartrat        1,8 mg
Natrii Chloridum 8 mg
Natrii pyrosulfis 1 mg
Chlorbutanolum 1 mg
Aqua pro Injectione hingga 1ml

2)       Formulasi Beredar ( ISO Vol 45 Hal 414 )


Epinefrin 1%

3)       Formulasi Rencana


Epinefrin Bitartrat         1,8 mg
Na. Bisulfit                  1,5 mg
Nacl                           5,4 mg
Benzalkonium klorida 0,01 %
HCl qs
Aqua pro Injeksi          1 ml

PERHITUNGAN
1)       Perhitungan Tonisitas
Bahan Konsentrasi Berat E
Epinefrin Bitartrat 0,18 % 1,8 mg 0,18
Na. Bisulfit 0,15 % 1,5 mg 0,64
Benzalkonium Klorida 0,01 % 0,1 mg 0,18

2)       Perhitungan Formula


Volume ampul = (n + 2 ) v + 6
= (6 + 2) 1,1 + 6
= 14,8 mendekati 20 ml
W NaCl = 0,9 - (ΣC . E)
= 0,9 – (0,18.0,18 + 0,15.0,64 + 0,01.0,18)
= 0,9 – (0,0324 + 0,096 + 0,0018)
= 0,9 – 0,1302
= 0,7698 gr/100 ml
Untuk 20 ml
= 20 ml/100 ml x 0,7698 gr
= 0,15396 gr

Zat aktif
1. Epinefrin Bitartrat = 1,8 mg x 20 ml = 36 mg
Dilebihkan 5% = (5/100 X 36 mg) = 1,80 mg +
37,8 mg
2. Na. Bisulfit = 1,5 mg x 20 ml = 30 mg
3. Benzalkonium Klorida = 0,01 % x 20 ml = 0,002 gr = 2 mg
4. NaCl = 0,15396 gr = 153,96 mg
5. Aqua Pro Injeksi ad 20 ml

PENIMBANGAN
1)  Epinefrin bitartrat  = 37,8 mg → 40 mg
2)  Na. bisulfit        = 30 mg          
3)  NaCl  ` = 153,96 mg →  150 mg
4)  HCl            = qs (jika Ph belum mendekati range yang diinginkan)
5)  Aqua pro injeksi ad 20 ml

STERILISASI
a)       Sterilisasi dengan Oven (160o – 170oC) selama 60 menit untuk:
Ampul untuk mengemas sediaan.
b)       Sterilisasi dengan autoklaf (115-116) oC selama 30 menit untuk:
 Pipet tetes
 Corong gelas
 Gelas Ukur
c)       Sterilisasi dengan oven (170 oC) selama 30 menit untuk:
 Beker glass 10 ml dan 20 ml
 Erlenmeyer 100ml
 Kertas Saring
 Perkamen
 Kapas
d)       Sterilisasi dengan flambeer selama 20 detik untuk:
 Kaca arloji
 Cawan penguap
 Batang pengaduk
 Pinset
 Sendok spatula
E ) Sterilisasi dengan perebusan
 Karet pipet
 Aqua pro injeksi

CARA PEMBUATAN
1) Siapkan alat dan bahan dan lakukan sterilisasi sesuai dengan cara diatas.
2) Timbang bahan-bahan yang akan digunakan menggunakan kaca arloji.
3) Larutkan Epinefrin dengan air di dalam Erlenmeyer.
4) Larutkan NaCl dengan aqua pro injeksi dengan erlenmeyer yang telah disterilkan.
5) Na. Bisulfit dilarutkan dalam air masukkan lagi dalam campuran di atas.
6) campurkan kedua larutan, tambahkan aqua pro injeksi ad 10 ml.
7) cek pH sediaan dengan kertas pH.
8) Basahi kertas saring dalam corong dengan sedikit Aqua pro Injeksi.
9) Tambahkan aqua pro injeksi ad 20 ml.
10) Saring campuran diatas dengan corong yang sudah dilapisi dengan kertas saring.
lalu masukkan dalam Ampul masing-masing 1,1 ml (Sebelum dan sesudah mulut
ampul di flambeer dahulu).
11)  Lalu tutup dengan panas api dari bunsen gas, sterilkan kembali di autoclave.
12) Beri etiket dan penandaan.
13) Lakukan Evaluasi sediaan akhir yang belum dilakukan.

EVALUASI
Untuk menjamin bahwa semua peryaratan produk parenteral telah dipenuhi sesuai
dengan ketentuan pengujian kimia, fisika, dan mikrobiologi, meliputi:
a)       Kekedapan
Caranya:
Ampul dikumpulkan dalam bak 3 dan dimasukkan dalam larutan metilen biru yang
dicampur dengan 0,9% benzyl alkoholdan 3 ppm sodium hypoclorite. Selanjutnya,
bak ditutup dan divakumkan dengan tekanan 70 mmHg selama beberapa menit dan
tidak lebih dari 15 menit. Selanjutnya, bak dinormalkan kembali lalu dibuka.
Perhatikan apakah ampul terkontaminasi oleh larutan bahan pewarna atau setelah
pencucian ampul terkontaminasi oleh bahan pewarna. Pada ampul berwarna diuji
dengan larutan yang berfluoresensi yang diakhiri dengan pengamatan pada cahaya
UV.
b)       Kejernihan
Caranya:
Ampul atau botol diputar-putar secara vertical berulang-ulang di depan suatu latar
yang gelap dan sisinya diberi cahaya. Dengan demikian, serpihan gelas akan
berjatuhan yang mula-mula turun akan berkumpul di dasar ampul. Bahan melayang
akan berkilauan bila terkena cahaya. Pencahayaan menggunakan lampu Atherman
atau lampu proyeksi dengan cahaya 1000 lux – 3000 lux dengan jarak 25 cm.
c)       Kadar Zat Aktif
Pengukuran kadar dilakukan secara volumetric, spektrofotometer, HPLC, atau alat
lain ayng cocok secara kuantitif dengan standar Farmakophe.
d)       Uji Sterilitas
Pengujian sterilitas dilakukan secara mikrobiologi dengan menggunakan medium
pertumbuhan tertentu. Penetapan jumlah wadah yang diuji pada setiap kelompok
dalam masing-masing Farmakophe berbeda. Produk dikatakan bebas
mikroorganisme bila Sterility Assuranve Level (SAL) = 10 -6 atau 12 log reduction
(over kill sterilization). Bila proses pembuatan produk menggunakan aseptic maka
SAL = 10-4.
e)       Pirogenitas
Pengujian dilakukan dengan tes kelinci (FI) dan tes limulus.
f)        Volume
Pengujian dilakukan dengan alat ukur volume. Volume larutan tiap wadah harus
sedikit lebih dari volume yang ditetapkan. Kelebihan yang dianjurkan seperti yang
tertera pada tabel di bawah ini:
Volume pada Etiket Cairan encer Cairan kental
0,5 ml 0,10 ml 0,12 ml
1,0 ml 0,10 ml 0,15 ml
2,0 ml 0,15 ml 0,25 ml
5,0 ml 0,30 ml 0,50 ml
10,0  ml 0,50 ml 0,70 ml
20,0 ml 0,60 ml 0,90 ml
30,0 ml 0,80 ml 1,20 ml
29,9 ml atau lebih 2% v/v 3%

g)       Keseragaman Bobot


Caranya:
Hilangkan etiket dari 10 wadah, cuci bagian luar wadah dengan air, keringkan,
kemudian timbang satu per satu dalam keadaan terbuka. Selanjutnya, keluarkan
isi wadah, ciuci dengan air, lalu dengan etanol 95% dan keringkan pada suhu 105
o
C hingga bobot tetap. Dinginkan dan timbang satu per satu. Bobot isi wadah
tidak boleh menyimpang lebih dari batas tertentu dalam tabel yang tertera di
bawah ini, kecuali satu wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali
batas tertentu
Tabel batas penyimpangan bobot pada keseragaman bobot wadah:
Bobot yang tertera pada etiket Batas penyimpangan dalam %
Tidak lebih dari 120 mg 10
120 mg – 300 mg 7,8
300   atau lebih 5

h)       pH
Pengujian dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus atau kertas universal
(secara konvensional) atau dengan pH meter.
i)         Homogenitas
Pengujian homogenitas diberlakukan bagi suspense yang harus mennjukkan
tampak luar yang homogen setelah pengocokan dalam waktu tertentu
menggunakan Viskometer Brookfield, sedangkan homogenitas emulsi dilakukan
secara visual.
j)         Toksisitas
k)       Dilakukan untuk produk baru dengan menggunakan larva udang LD50.
DESIGN KEMASAN
a)       Kemasan Primer
Injeksi Epinefrin HCl dikemas dalam ampul. Ampul adalah wadah berbentuk
silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung runcing (leher) dan bidang
dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20 kadang-kadang juga 25 atau
30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya
ditentukan pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu kali injeksi.
Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk bahan
obat peka cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua. Ampul gelas
BIENEFRIN® berleher dua ini sangat berkembang pesat
Epinefrin 1,8mg/ml
Komposisi : sebagai ampul minum untuk pemakaian
Tiap ml mengandung :
Epinefrin 1,8mg
NaCl 5,4mg
Na.Metabisulfit 1,5mg
peroralia
HCL secukupnya

Farmakologi :
Farmakodinamika/Kinetika : Onset : Bronkodilatasi : SC : 5-10 menit;
Inhalasi : 1 menit. Metabolisme : diambil oleh saraf adrenergik dan
dimetabolisme oleh monoamine oxidase dan catechol-o-
methyltransferase; ;obat dalam sirkulasi mengalami metabolisme di hepar. b)       Kemasan Sekunder
Ekskresi : Urin (sebagai metabolit inaktif metanefrin, dan sulfat dan
derivat hidroksi asam mandelat, jumlah kecil dalam bentuk tidak
berubah) Dikemas dalam folding box
Indikasi :
Pengobatan anafilaksis berupa bronkospasme akut atau eksaserbasi
asthma yang berat.

Kontra Indikasi :
Meskipun diindikasikan untuk open-angled glaucoma, epinefrin
kontraindikasi mutlak pada closed-angle glaucoma karena dapat
memperparah kondisi ini. ;Hindari ekstravasasi epinefrin, karena dapat
menyebabkan kerusakan jaringan da/atau gangren atau reksi injeksi
setempat di sekitar suntikan. ;Epinefrin jangan disuntikkan ke dalam jari
tangan, ibu jari, hidung, dan genitalia, dapat menyebabkan nekrosis
jaringan karena terjadi vasokonstriksi pembuluh kapiler. ;Epinefrin,
terutama bila diberikan IV, kontraindikasi mutlak pada syok selain syok
anafilaksi. Gangguan kardiovaskuler yang kontraindikasi epinefrin
misalnya syok hemoragi, insufisiensi pembuluh koroner jantung, ;penyakit
arteri koroner (mis., angina, infark miokard akut) dilatasi jantung dan
aritmia jantung (takikardi). Efek epinefrin pada kardiovaskuler (mis.,
peningkatan kebutuhan oksigen miokard, kronotropik, ;potensial
proaritmia, dan vasoaktivitas) dapat memperparah kondisi ini.

Efek samping :
Kardiovaskuler : Angina, aritmia jantung, nyeri dada, flushing, hipertensi,
peningkatan kebutuhan oksigen, pallor, palpitasi, kematian mendadak,
takikardi (parenteral), vasokonstriksi, ektopi ventrikuler. ;SSP : Ansietas,
pusing, sakit kepala, insomnia. ;Gastrointestinal : tenggorokan kering,
mual, muntah, xerostomia. ;Genitourinari : Retensi urin akut pada pasien
dengan gangguan aliran kandung kemih.

Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian :


Injeksi parenteral, Dewasa : 0.3-0.5 mg SC atau IM; dapat diulang bila
perlu tiap 10-15 menit untuk anafilaksis, atau tiap 20 menit hingga 4 jam
untuk asthma. Dosis tunggal maksimal 1 mg. Pada kasus syok yang berat,
harus digunakan rute IV. Dosis 0.1-0.25 mg IV (diencerkan 1:10.000)
pelan-pelan dalam waktu 5-10 menit, bila perlu dapat diulang tiap 5-15
menit, dan diikuti pemberian infus IV 1-4 mcg/menit. Anak-anak dan
bayi : 0.01 mg/kg atau 0.3 mg/m2 SC; bila perlu dapat diulang setelah 20
menit hingga 4-jam (dosis tunggal maksimal: 0.5 mg). Atau, 0.1 mg IV
pelan-pelan dalam waktu 5-10 menit (diencerkan 1:100.000) diikuti 0.1-1.5
mcg/kg/menit infus IV.

Peringatan dan Perhatian :


Epinefrin dikontraindikasikan pada penyakit serebrovaskuler seperti
arteriosklerosis serebral atau 'organic brain syndrome' karena efek
simpatomimetik (diduga alfa) pada sistem serebrovaskuler dan potensial
perdarahan otak pada penggunaan IV. Hati-hati penggunaan epinefrin
pada pasien hipertensi karena risiko menambah berat penyakit. 'Hati-hati
penggunaan epinefrin pada pasien DM, obat ini dapat meningkatkan
kadar gula darah dengan cara meningkatkan glikogenolisis di hepar,
mengurangi ambilan glukosa oleh jaringan dan menghambat pelepasan
insulin dari pankreas.

Simpan di tempat sejuk dan kering


terhindar dari cahaya matahari

No. Reg : DKL1410032143A1


No.Batch : 14043
Exp.Date : 30 Oktober 2015

HARUS DENGAN RESEP DOKTER

ETIKETPHARMACEUTICAL
BIENFARMA
INDUSTRIES
PALEMBANG-INDONESIA
Netto : 1ml
6ampul

BIENEFRIN

Epinefrin 1,8mg/ml
Larutan Injeksi Steril i.v atau i.m
No.Batch : 14043
No.Reg : DKL1410032143A1
Exp.Date : 30 Oktober 2015

III. PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sterilisasi merupakan proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Steril
ini sendiri memiliki makna yang berarti suatu keadaan di mana terjadi pada kondisi konotasi
relative,ataupun pada kondisi mutlak bebas dari organisme. Sediaan steril dapat berbentuk
padat steril,semi padat,cair. Selain itu factor factor yang mempengaruhi sediaan steril yakni
farmakokinetika obat, terapi ( dosis efektif obat, lama penggunaan obat),sifat fisika kimia
( ukuran partikel, sifat alir, kompaktibilitas, ketahanann terhadap kelembaban). Kemudian
syarat sediaan steril juga meliputi efektivitas obat untuk mencapai terapi, keamanan obat,
ketertarika pasien, sediaann harus jernih, keseragaman bobot, memenuhi uji kebocoran, dan
stabil. Untuk rute/jalannya pemberian sediaan steril berdasarkan tempatnya yakni meliputi
Intravena,Subkutis (Subkutan), Intramuskuler, intrathekal-intraspinal, Intraperitoneal,
Intradermal, Intratekal.
Metode yang umum digunakan untuk proses sterilisasi dan disinfeksi dapat di kelompokkan
dalam 3 kelompok :
1.      Deskruksi mikroorganisme.
2.      Pembunuhan atau inaktivasi
3.      Penghilangan seca fisikal.

3.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta.

Susilo, Slamet.Drs. dkk . 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta

Anief Moh.1997. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Gajah Mada University Press:
Yogyakarta

Rowe C Raymond, Sheskey J Paul, Quinn E Marian Handbook of Pharmaceutical Excipients


sixth edition.

K Niazi, sarfaraz. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations Compressed


Solid Press

Anda mungkin juga menyukai