Anda di halaman 1dari 17

ASPEK MISTISISME

Disusun untuk memenuhi tugas :


Mata Kuliah : Studi Islam
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed.

Disusun oleh :

Khoirun Maulana Ibroohim (11180170000029)


Mutiara Ananda (11200170000006)
Reka Fadlia Elvantio (11200170000013)
Aisyah Alifiah Dinhaq Lubis (11200170000020)
Widia Wulandari (11200170000035)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kepada Allah SWT. karena atas berkat
rahmat-Nya kami berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “Aspek
Mistisisme‘’ ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari Bapak Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed. pada mata kuliah Studi Islam. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan pengetahuan dan
mempermudah memahami Islam ditinjau dari aspek mistisisme bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Abdul Mu’ti,


M.Ed., selaku dosen mata kuliah Studi Islam yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah


membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karna itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 21 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I.............................................................................................................1

PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah.................................................................1


B. Perumusan Masalah........................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................1

BAB II...........................................................................................................2

PEMBAHASAN...........................................................................................2

A. Sejarah...........................................................................................2
B. Aliran-aliran..................................................................................4
1. Tasawuf Akhlaki.................................................................4
2. Tasawuf Amali....................................................................4
3. Tasawuf Falsafi...................................................................5
C. Eksistensi dan Relevansi...............................................................8

BAB III..........................................................................................................11

PENUTUP.....................................................................................................13

A. Kesimpulan........................................................................................13
B. Saran..................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah salah satu agama terbesar di dunia, khususnya di Indonesia,


Islam menjadi agama terbesar pertama dan menjadi agama mayoritas Indonesia.
Namun amat disayangkan pengetahuan masyarakat Indonesia tentang Islam hanya
sebatas aspek ibadah, fikih, dan tauhid. Hal itu dikarenakan kurangnya kurikulum
pendidikan di Indonesia hanya menekankan pada pengajaran ibadah, fikih, tauhid,
tafsir, hadits dan bahasa Arab. Jika hal tersebut tidak dimodifikasi, maka dapat
menimbulkan kekeliruan antar umat atau bahkan antar agama. Padahal, dalam
Islam terdapat banyak aspek selain ibadah, fikih dan tauhid yang dapat kita tinjau,
pelajari dan dapat menambah pengetahuan tentang Islam.Islam dapat ditinjau dari
aspek hukum, teologi, mistisisme, filsafat, politik, sejarah dan kebudayaan, dan
lembaga-lembaga kemasyarakatan. Setiap aspek yang ditinjau akan terdapat
berbagai bahan diskusi yang sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan
Islam yang lebih luas.

Oleh karena pentingnya mengenal Islam dari berbagai aspek, maka kami
membuat makalah yang memuat salah satu aspek Islam, yaitu aspek mistisisme.
Aspek mistisisme berikut memuat sejarah kelahiran mistisisme dalam Islam,
aliran-aliran Mistisisme Islam dan eksistensi dan relevansi mistisisme Islam
dalam masyarakat kontemporer. Makalah ini disusun dalam rangka mencoba
memberi pengetahuan yang luas tentang Islam dari segi aspek mistisme untuk
para pembaca dan pemateri. Sehingga ilmu yang kita dapat dari Islam tida hanya
ilmu ibadah, fikih dan tauhid.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah kelahiran mistisisme?


2. Apa saja aliran-aliran mistisisme Islam?
3. Bagaimana eksistensi dan relevansi mistisme Islam dalam masyarakat
kontemporer?

C. Tujuan

1. Memahami sejarah kelahiran mistisisme.


2. Memahami macam-macam aliran mistisisme Islam.
3. Memahami eksistensu dan relevansi mistisisme Islam dalam masyarakat
kontemporer.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH
Sejarah Kelahiran Mistisisme di Dalam Islam
Menurut Harun Nasution sejarah kelahiran mistisisme di dalam
Islam yaitu karena adanya segolongan umat Islam yang belum merasa
puas dengan pendekatan diri kepada Tuhan melalui ibadah salat puasa dan
haji. Mereka ingin merasa lebih dekat lagi dengan Tuhan. Jalan untuk itu
diberikan oleh Al –tasawwuf yakni kesadaran atas adanya komunikasi
antara ruh manusia dengan Allah melalui kontenplasi, Al- tasawwuf atau
sufisme ialah istilah yang khusus dipakai untuk menggambarkan
mistisisme dalam Islam.
Secara detail, Al-Junaid, salah satu tokoh besar Tasawuf,
mengemukakan; Tasawuf adalah membersihkan hati dari apa yang
mengganggu perasaan kebanyakan makhluk, berjuang menanggalkan
pengaruh budi yang asal (instink) kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan
kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan hawa nafsu, mendekati sifat-
sifat suci kerohanian, dan bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai
barang yang penting (terlebih bersifat kekal), menaburkan nasihat pada
sesama manusia, memegang teguh janji dengan Allah dalam hal hakikat,
dan meneladani syariat Rasulullah Saw1.
Seorang ahli Tasawuf (sufi) sejati, biasanya menjunjung tinggi
syariat dan akan menjalankannya dengan tidak banyak bertanya. Jika
mereka bertemu dengan satu perintah atau larangan, mereka akan turuti
atau hentikan dengan perasaan ridha dan patuh. Bahkan terkadang, hadits
yang dipandang dhaif (lemah) oleh para ahli hadits pun diamalkan isinya
oleh mereka dengan tidak banyak menanyakan siapa yang merawikan2.
Pada abad ketiga dan keempat, esensi utama ilmu Tasawuf adalah
tentang hubungan cinta manusia dengan Tuhan. Rabi’ah al-Adawiyah
terlebih dahulu telah mengungkapkan jiwa ke-Tasawufan dengan
ajarannya yang terkenal, yaitu Hubba, cinta. Sementara itu, Ma’ruf al-
Karakhi, seorang pemimpin besar Tasawuf di Baghdad, menambah hasil
peroleh jiwa dari cinta itu, yakni Thuma’ninah (ketenteraman jiwa) karena
cinta. Ketenteraman jiwa itulah yang menjadi tujuannya. Sebab, kekayaan
yang sebenarnya dan bersifat kekal itu bukanlah berupa harta benda,
melainkan kekayaan hati.

1
Hamka, Perkembangan dan Pemurnian Tasawuf (Jakarta: Republika, 2016), hlm. 104
2
Ibid., hlm. 108
3

Tujuan dari mistisisme, baik yang di dalam maupun yang di luar


Islam,iyalah memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan
Tuhan,sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan.
Intisari dari mistisisme, termasuk di dalamnya tasawwuf, adalah kesadaran
akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan,
dengan mengasingkan diri dan berkontemplasi.kesadaran itu selanjutnya
mengambil bentuk rasa dekat sekali dengan Tuhan dalam arti bersatu
dengan Tuhan yang dalam istilah Arab disebut Ittihad dan istilah Inggris
mystical unicon.
Mistisisme dalam Islam memiliki keragaman aliran, dan masing-
masing aliran memiliki stasion puncak dalam perjalanan spiritualnya.
Untuk mencapai puncak spiritual tersebut, masing-masing aliran memiliki
sejumlah al-maqamat (stations) yang harus dilali dan setiap al-maqamat
memiliki al-ahwal yang berbeda-beda pula.
Faktor munculnya tasawuf ada dua, yaitu faktor ekstern dan intern.
Adapun yang pertama faktor ekstern, diantaranya adalah: Pendapat yang
mengatakan dipengaruhi oleh ajaran kristen yang menjauhi hidup dunia
dan mengasingkan diri ke biara-biara. Sikap mengasingkan diri ini sangat
jelas terlihat prilaku sufi dengan istilah zuhud.
Pendapat adanya pengaruh dari filsafat phitagoras yang
berpendapat bahwa manusia itu kekal dan berada di dunia sebagai orang
asing. Badan atau raga adalah penjaga bagi roh. Untuk mencapai
kesenangan yang hakiki maka seseorang harus membersihkan roh tersebut
dengan cara meninggalkan kehidupan materi dan berkontemplasi.
Pendapat lain bahwa dipengaruhi dari filsafat Emanasi Plotinus
yang membawa paham bahwa wujud memancar dari zat tuhan. Roh
berasal dari tuhan dan akan kembali kapadaNya, dan untuk bisa kembali
roh harus kembali bersih. Dan untuk menjadi bersih harus meninggalkan
materi-materi dunia. Pendapat lain ada yang megatakan dipengaruhi dari
paham nirwana dalam bubdha. Untuk mencapai nirwana tersebut harus
meninggalkan materi duniawi dan berkontemplasi.
Kedua, faktor intern, yaitu faktor yang berasal dari ajaran islam itu
sendiri. Sebagai contoh yang ada di al-quran dan hadist. Dalam sebuah
ayat di surat al-baqoroh menjelaskan bahwa Allah sangatlah dekat dan
memperkenankan permohonan orang yang berdoa kepadaNya. Dalam
ayat lain yaitu surat Qof ayat 16, Allah menegaskan bahwa Allah lebih
dekat dari pembuluh darah yang ada di leher manusia itu sendiri. Bahkan
bahwa Allah sebenarnya berada dalam diri manusia, bukan diluarnya.
Maka dari itu kemanapun kita berpaling dan menghadap, kita selalu
menjumpai Allah.
4

Hadist yang lazim dipandang sebagai yang mengilhami sebagai


yang mengilhami lahirnya tasawuf di dunia islam adalah sabda nabi Man
‘arofa Robbahu faqod ‘arofa Robbahu. Hadist ini disamping melukiskan
kedekatan hubungan tuhan dan manusia, sekaligus mengisyaratkan bahwa
tuhan dan manusia adalah Satu.(Harun Nasution :1973:61).

B. ALIRAN-ALIRAN
Mitisisme dalam dunia islam dikenal dengan istilah Al-tasawuf dan ini
merupakan aliran-aliran dari Al-tasawuf :
1. Tasawuf Akhlaki
Tasawuf akhlaki merupakan gabungan antara dua ilmu yaitu ilmu
tasawuf dan ilmu akhlak. Hubungan akhlak erat sekali dengan perilaku
dan kegiatan manusia baik dalam interaksi sosial pada tempat tinggalnya.
Dalam suatu konteks agama akhlak mempunyai makna budi, perangai,
adab, tingkah laku dan tabiat. Manurut Imam Ghazali, Akhlak merupakan
sifat yang tertanam dalam setiap jiwa manusia yang akan melahirkan
perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa adanya memerlukan pemikiran
maupun pertimbangan.
Terbentuknya sebuah frase jika kata “tasawuf” dan kata “akhlak”
disatukan menjadi tasawuf akhlaki. Secara etimologi, tasawuf akhlaki
bermakna membersihkan tingkah laku atau juga saling membersihkan
tingkah laku.
2. Tasawuf Amali
Tasawuf amali merupakan kelanjutan dari tasawuf akhlaki karena
orang tidak bisa dekat dengan tuhan dengan amalan-amalan dan ibadah
jika ia belum membersihkan jiwanya. Kedaan jiwa yang bersih merupakan
syarat utama untuk bisa kembali kepada tuhan, karena Dia adalah zat yang
bersih dan suci dan hanya menerima orang-orang yang suci.
Menurut Al-Qusyaiti ada tiga alat yang dipergunakan kaum sufi
dalam hubungan mereka dengan Tuhan yaitu Al-qalb (jantung) untuk
mengetahui sidat-sifat Tuhan, Al-ruh (ruh) utuk mencintai Tuhan dan Al-
sir (hati nurani) untuk melihat Tuhan. 3 Orang sufi yaitu penganut tasawuf
amali membagi ajaran agama kepada ilmu lahir dan ilmu batin, yaitu
ajaran agama ada yang pengalamannya mengandung arti lahiriah dan ada
yang mengandung arti batiniyah. Yang lahiriyah merupakan amalan-
amalan yang mengikuti aturan-aturan syariah, sedangkan yang batiniyah
merupakan yang mengikuti aturan-aturan ahli tasawuf. Tasawuf amali

3
Prof. Dr. Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, ed 2. (Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia, 1005), hlm. 81.
5

dipandang masih sesuai dengan ajaran islam yang secara garis besar masih
didasarkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3. Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi merupakan tasawuf yang ajaran-ajarannya
memadukan antara visi mistis dan visi rasional dalam penggagasasnya.
Berbeda dengan tasawuf akhlaki, tasawuf falsafi ini menggunakan
terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Terminologi falsafi
tersebut dapat berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat yang telah
memengaruhi para tokohnya. Menurut At-Taftazani, tasawuf falsafi mulai
muncul dalam khazanah Islam pada abad keenam Hijriah. Meskipun para
tokoh-tokohnya baru dikenal setelah seabad kemudian. Sejak saat itu,
tasawuf falsafi ini terus hidup dan berkembang terutama di kalangan para
sufi yang juga filsuf, sampai saat ini.4

Tasawuf juga memiliki tingkatan dalam keimanannya :

1. Zuhd
Zuhd merupakan langkah pertama dalam usaha mendekati tuhan dan orang
yang mempunyai sifat ini disebut zahid
Orang-orang yang mempunyai sifat zuhd diantaranya :
a. Al-Hasan Al-Basri
Al-Hasan Al-Basri lahir di Madinah pada tahun 642 M dan meninggal
di Basrah pada tahun 728 M. Beliau disebut dalam aspek Teologi
ketika Wasol Ibn Ata' menyatakan pendapatnya tentang kedudukan
pembuat dosa besar. Beliau melihat dunia ini sebagai ular yang halus
dalam pegangan tangan tapi racunnya membawa kepada maut. Oleh
sebab itu ia menganjurkan supaya orang menjauhi hidup keduniawian
b. Ibhrahim Ibn Adham
Ibhrahim Ibn Adham lahir di Mekkah ketika orang tuanya
melaksanakan rukun haji. Ayahnya merupakan Raja dari Balkh.
Beliau sering berpindah-pindah tempat untuk mencari bekal hidupnya,
pernah suatu ketika beliau mendapat upah roti lalu beliau membagi
dua roti itu kepada orang miskin. Beliau juga sering mengucapkan
kata-kata zahid seperti “Kemiskinan adalah harta yang disimpan
Tuhan di surga dan yang tidak dianugerahkan-Nya kecuali kepada
orang-orang yang dicintai-Nya”5.
c. Rabi'ah Al-'Adawiyah
4
Annisa Zuhra Yahya, 2014, Tasawuf Akhlaki, Tasawuf Amali dan Tasawuf Falsafi.
Tersedia: http://annisazuhra20.blogspot.com/2015/05/tasawuf-akhlaki-tasawuf-amali-dan.html
[08 Mei 2015]
5
Prof. Dr. Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, ed 2. (Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia, 1005), hlm. 73.
6

Bernama lengkap Rabi’ah bin Ismail Al-Adawiah Al-Bashriyah Al-


Qaisiyah. Lahir tahun 95 H (713 H) di suatu perkampungan dekat kota
Bashrah (Irak) dan wafat tahun 185 H (801 M).
Rabiah Al-Adawiah dalam perkembangan mistisisme dalam Islam
tercatat sebagai peletak dasar tasawuf berasaskan cintanya kepada
Allah SWT. Beliau hidup dalam kemiskinan dan menolak segala
lamaran karena menurutnya kesenangan duniawi hanya akan
membuatnya berpaling dari urusan akhirat.
d. Abu Nasr Bisyr Al-Hafi
Abu Nasr Bisyr Al-Hafi lahir pada tahun 767 M dan meninggal di
Baghdad pada tahun 841 M. Beliau semasa mudanya sering ikut
dalam gerombolan perampok di Marw dan suka meminum-minuman
keras. Suatu ketika ia sedang berjalan sambil mabuk dan menemukan
secarik kertas yang bertuliskan Bismillah Al-Rahman Al-Rahim,
beliau mengambil kertas itu dan menempatkan kertas itu ditempat
yang baik dan bersih. Pada malamya beliau bermimpi dan mendengar
suara “Karena engkau memuliakan nama-Ku maka akan Kumuliakan
namamu di dunia dan di akhirat” 6. Semenjak itu beliau menjadi orang
yang zahid dan beliau selama 40 hari hanya memakan-makanan orang
miskin dan mengasihi orang miskin dengan perbuatan tersebut
wajahnya menjadi kuning (bersinar).
2. Sufi
Tingkatan ini merupakan langkah selanjutnya dari zuhd. orang yang
mempunyai sifat sufi pasti memiliki sifat zuhd tetapi orang yang
mempunyai sifat zuhd belum tentu mempunyai sifat sufi. Tujuan dari
seorang sufi ialah berada sedekat mungkin dengan Tuhan sehingga
mencapai persetujuan
Orang-orang yang mempunyai sifat sufi diantaranya :
a. Zunnun Al-Misri
Zunnun Al-Misri membawa ajaran paham Al-ma’rifah. Beliau lahir di
Mesir Selatan dan meninggal pada tahun 859 M. Beliau merupakan
ahli ilmu pengetahuan filsafat dan beliau juga dapat membaca huruf
hieroglif yang ditinggalkan zaman Fir’aun di Mesir. Al-Ma’rifah
menurut Zunnun adalah cahaya yang dilontarkan Tuhan ke dalam hati
sufi, Al-Ma’rifah tidak dapat diperoleh atas usaha sufi saja tetapi juga
ats kesabaran menunggu kasih sayang dan rahmat dari Tuhan.
b. Abu Yazid Al-Bustami

6
Prof. Dr. Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, ed 2. (Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia, 1005), hlm. 74.
7

Abu Yazid Al-Bustami merupakan seorang sufi yang mebawa ajaran


paham falsafat. Beliau lahir di Bistam Persia pada tahun 874 M dan
meninggal pada usia 73 tahun. Beliau mencapai Al-Fana, Al-Baqa
hingga Al-Ittihad dalam tingkatan ini seorang sufi merasa dirinya
telah bersatu dengan Tuhan yaitu yang Maha Mencintai dan yang
dicintai telah menjadi satu kesatuan.
c. Husein Ibn Mansur Al-Hallaj
Husein Ibn Mansur Al-Hallaj juga membahas ilmu persatuan dengan
Tuhan terjadi dalam bentuk Al-Hullul (mengambil tempat). Beliau
lahir di Al-Madinah Al-Baida’ di Iran Selatan pada tahun 858 M.
Menurut falsafatnya Tuhan mempunyai sifat kemanusiaan dan
manusia memiliki sifat ketuhanan dengan artian di dalam Adam
terdapat bentuk Tuhan dan di dalam Tuhan terdapat pula bentuk
Adam.
d. Ibn Al-'Arabi
Bernama lengkap Muhammad bin ‘Ali bin Ahmad bin ‘Abdullah Ath-
Tha’i Al-Haitami. Lahir di Murcia, Andalusia Tenggara, Spanyol
tahun 560 M. Di antara karya monumentalnya adalah Al-Futuhat Al-
Makiyyah yang di tulis tahun 1201, dan masih banyak karya lainnya.
Ajarannya yaitu:
1. Wahdat Al Wujud
Ajaran sentral Ibnu Arabi adalah tentang wahdat al-wujud
(kesatuan wujud). Menurut Ibnu Arabi wujud semua yang ada ini
hanya satu dan wujud makhluk pada hakikatnya adalah wujud
yang Khaliq.
2. Haqiqah Muhammadiyyah
Ibnu Arabi menjelaskan bahwa terjadinya alam ini tidak bisa
lepas dari ajaran Haqiqah Muhammadiyyah atau Nur Muhammad.
Menurutnya, tahapan-tahapan kejadian proses penciptaan alam
dan hubungannya dengan kedua ajaran itu dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Pertama, wujud tuhan sebagai wujud yang mutlak yaitu dzat yang
mandiri dan tidak berhajat kepada suatu apapun.
Kedua, wujud Haqiqah Muhammadiyyah sebagai emansi atau
pelimpahan pertama dari wujud Tuhan dan dari sini muncul
segala yang wujud dengan proses tahapan-tahapannya.
3. Wahdatul Adyan
Adapun yang berkenaan dengan konsepnya yaitu wahdat al-adyan
(kesamaan agama), Ibnu Arabi memandang bahwa sumber agama
merupakan satu, yaitu hakikat Muhammadiyyah.
8

Konsekuensinya, semua agama adalah tunggal dan semua itu


hanya kepunyaan Allah.

C. EKSISTENSI DAN RELEVANSI


Beberapa teori diajukan tentang asal-usul kata al tasawuf dan al sufi.
Teori yang banyak diterima ialah bahwa istilah itu berasal dari kata suf
yaitu wol. Yang dimaksudkan bukanlah wol dalam arti modern, wol yang
dipakai orang orang kaya atau tapi wol primitif dan kasar yang dipakai di
zaman dahulu oleh orang miskin di timur tengah. Di zaman itu pakaian
kemewahan ialah sutra. Orang sufi ingin hidup sederhana dari menjauhi
hidupku keduniawian dan kesenangan jasmani, dan untuk itu mereka
hidup sebagai orang-orang miskin dengan memakai wol kasar tersebut.
Menurut John O. Voll dalam bukunya yang berjudul “ Asian Islam in
the 21st Century ” , ia menyebutkan bahwa ada tiga pendekatan untuk
memahami sufisme kontemporer:
1. Kerangka kerja mapan yang menganggap sufisme (tasawuf) sebagai
Islam "tradisional" atau "populer" di daerah pedesaan, sebagai lawan
dari Islam "modern" diwilayah perkotaan, harus direstrukturisasi
untuk mengakuinya sebagai sarana ekspresi (keberagamaan) yang
penting. Untuk tren agama baru di antara populasi massal
dilingkungan pedesaan dan perkotaan.
2. Karena dikotomi Islam "lokal" dan "global" tidak lagi relevan, maka
dampak lokal maupun global pada gerakan sufi harus dieksplorasi.
3. Melampaui dikotomi Islam "modern" dan "tradisional", karena
beberapa ekspresi sufisme (tasawuf) kontemporer juga mencerminkan
masyarakat post modern. 7

Ini termasuk “New Age Sufism”, yang berkembang dari aspek


masyarakat kontemporer. Namun tren sufisme kontemporer dalam kasus
tertentu, seperti sufisme urban, bukan berarti tidak dapat dianalisis
menggunakan perspektif lama.8 Sebagai contoh kasus, Majelis Shalawat
Muhammad sebagai representasi urban sufisme, menunjukkan bahwa
teori cultural broker (Geertz) dan cultural transetter (Hirokosi) tetap
diperlukan untuk mengungkap kontribusi besar sufisme dalam perubahan
sosial masyarakat terhadap nilai maupun ideologi dari luar. Sistem nilai
yang inheren dalam sufisme yang disimbolisasi melalui mursyid, (selain

7
J. O. Voll, Asian Islam in the 21st Century (O. B. John L. Esposito, John O. Voll, Ed.) ( Oxford:
Oxford University Press, 2007 )
8
R. Rubaidi, “The Role of Urban Sufism of Shalawat Muhammad Assembly on Urban Middle
Class Society”, Jurnal Ushuluddin, Vol. 26 Edisi. 2, 2018, hal. 183. https://doi.org/10.24014/jush.
v26i2. 4895
9

sebagai cultural broker, juga sekaligus sebagai cultural transetter) dalam


menyikapi nilai dan ideologi dari luar, telah menjadi sistem tradisi dan
budaya baru.

Sufi-sufi mempunyai murid dan pengikut masing-masing yang pada


mulanya belum mempunyai ikatan atau organisasi. tetapi mulai di abad
ke-12 masehi bermunculan organisasi-organisasi yang dikenal dengan
nama tarekat. Tarekat berasal dari kata tariqah (‫ طر ىقة‬- jalan) yaitu jalan
yang harus ditempuh sekarang calon sufi dalam tujuan berada sedekat
mungkin dengan Tuhan. Tariqah kemudian mengandung arti organisasi
(tarekat). Tiap pabrikan mempunyai syeikh, upacara ritual dan bentuk
zikir sendiri.

Pada mulanya tempat tinggal Syeikh bersangkutanlah yang menjadi


pusat kegiatan tarekat, tetapi kemudian didirikan perumahan tersendiri
yang disebut ribat. Anggota dari tarekat tersusun atas dua kelompok,
murid dan pengikut yang tinggal dalam ribat dan memusatkan perhatian
pada ibadat, dan pengikut awam yang tinggal di luar serta tetap bekerja
dalam pekerjaan mereka sehari-hari, tetapi pada waktu-waktu tertentu
berkumpul di ribat untuk mengadakan latihan spiritual.

Murid yang telah sampai tingkat tertinggi diberi ijazah, ke luar dari
ribat dan kemudian mengadakan ribat yang serupa di tempat lain. Dengan
cara demikian meluaslah pengikut tarekat bersangkutan, mulanya pada
satu kota atau daerah kemudian dalam satu negara dan akhirnya meluas ke
berbagai dunia islam lainnya.

Di antara tarekat tarekat besar yang pertama timbul adalah tarekat


Qadiriah. Tarekat ini dihubungkan dengan Muhy Al-Din Abd Al-Qadir
Ibn Abdillah Al-Jili (juga disebut Al-Jilani). Sufi ini lahir di Jilan (Persia)
pada tahun 1078 M. Dari Jilan ia pindah ke Baghdad dan di sana belajar
fiqih Ibn Hambal, tetapi kemudian menjadi sufi. Sebelum meninggal pada
tahun 1166 ia telah mulai mempunyai pengaruh besar. Tarekat Qadariah
selain di Indonesia terdapat di Irak, Turki, India, Turkistan, Sudan, Cina
dan Marokko.

Di antara murid-murid tarekat ini kemudian ada yang mendirikan


tarekat-tarekat lain. Salah satu diantaranya tarekat Rifa'iah di Irak yang
kemudian mempunyai pengikut-pengikut di dunia Islam, bagian Barat,
seperti Mesir. Salah satu pengikut tarekat Rifa'iah ini di Mesir, Ahmad
Al-badawi (w. 1276 M) selanjutnya membentuk tarekat lain yang dikenal
dengan nama Ahmadiah atau Badawiah. Pusatnya ialah Tanta, satu kota
10

yang terletak di sebelah Utara Cairo. Dalam perang salib pengikut-


pengikut tarekat ini turut mengambil bagian. Sebagai pecahan dari tarekat
ini timbul tarekat Bayyumiah dan tarekat Dasuqiah, juga di Mesir.

Satu tarekat lain di antara yang pertama-tama timbul adalah tarekat


Al-Syadiliah. Nur Al-Din Ahmad Ibn Abdillah Al-Syadili (1196-1258 M.)
Berasal dari Marokko dan mempunyai pengikut yang banyak di Tunis.
Dari Tunis ia kemudian pindah ke Alexandria di Mesir. Tarekat ini
terutama terdapat di Afrika Utara, Suria dan dunia Arab lain.

Tarekat Mawlawiah juga termasuk dalam golongan tarekat tarekat


yang pertama muncul. Syekhnya adalah Jalal Al-Din Al-Rumi. Tarekat ini
terkenal dengan upacara tarian berputarnya, dan mempunyai pengaruh
besar di Turki. Jalal Al-Din Al-Rumi betul lahir di Persia tetapi kemudian
menetap di Turki dan meninggal di Konia.

Tarekat Al-Naqsyabandiah didirikan oleh Muhammad Ibn


Muhammad Baha' Al-Din Al-Naqsyabandi. Ia lahir di suatu desa di dekat
Bukhara pada tahun 1317 M dan di masa muda telah mempelajari
tasawuf, kemudian memasuki jalan tasawuf dan akhirnya menjadi sufi. Ia
meninggal di desa kelahirannya pada tahun 1389 M. Selain di Indonesia,
tarekat ini mempunyai pengikut-pengikut di India, Cina, Turkistan dan
Turki. Dalam penyebaran ajaran dan praktik tarekat Naqshbandi Haqqani,
di Amerika Serikat, Pengikut tarekat ini adalah campuran imigran dari
berbagai negara Muslim, dimana sebagian besarnya adalah kaum
berpendidikan, berkulit putih, dan mualaf kelas menengah. 9 Tarekat ini
memiliki puluhan situs web, meskipun pada level kelompok lokal, mereka
tetap terhubung secara vertikal dengan syekh melalui kunjungan
langsung. Tarekat ini memiliki salah satu fungsi sosial, sebagai ruang dan
tempat bagi para imigran dari berbagai latar belakang untuk menjadi
sebuah lingkungan kepercayaan, perlindungan spiritual, keluarga
pengganti dan koneksi dengan negara asal.

Di Turki, selain dari Mawlawiah terdapat tarekat Al-Bektasyiah yang


besar pengaruhnya pada tentara di zaman Kerajaan Usmani. Syekhnya
Hajji Bektasy Wali (abad ke-12 M) berasal dari Khurasan. Dalam
permainan politik yang dijalankan tentara Jenissari terhadap Sultan-sultan
Usmani tarekat ini turun mengambil bagian. Di tahun 1925, tarekat Al-

9
J. Hazen, Contemporary Islamic Sufism in America: the Philosophy and Practice of the Alami
Tariqa in Waterport ( New York. School of Oriental and African Studies University of London,
2011 )
11

Bektasyiah bersama dengan tarekat-tarekat lain di turki dibubarkan oleh


Kemal Ataturk.

Selain dari yang tersebut di atas masih banyak lagi tarekat-tarekat


seperti Al-Sanusiah di Libia dan Gurun Sahara, Al-Shattariah di India dan
Indonesia, Al-Suhrawardiah di Afghanistan dan India, dan Al- Tijaniah di
Marokko.

Di Indonesia, fenomena sufisme kaum urban juga menunjukkan tren


perkembangan yang luar biasa. Keberadaan kelompok ‘Majelis Dzikir and
Shalawat Nurul Mustafa’, dapat menjadi contohnya.10 Kelompok ini
menunjukkan bahwa tasawuf telah tumbuh secara signifikan di dalam
komunitas muslim perkotaan yang terdidik, bahkan sebagian anggotanya
berasal dari kelompok elit nasional di Indonesia. Dari sinilah terlihat,
bahwa sufisme telah mengalami pembaruan signifikan dalam konteks
praktik, metode dan organisasinya. Dari yang sebelumnya terkesan
eksklusif (tidak populer) karena kebanyakan di dominasi oleh orang tua
dari wilayah pedesaan, cenderung kurang terdidik, kini dengan berbagai-
berbagai metode penyampaian substansi yang kreatif dan didukung
dengan berbagai peralatan modern dalam berbagai aktifitasnya, telah
mampu menarik minat kaum muda untuk hadir dan bergabung dalam
berbagai ritual yang dilakukan. Organisasi sufi (tasawuf) yang
sebelumnya hanya dapat dipraktikkan melalui sejumlah kelompok sufi
terorganisir (tarekat), kini justru tidak menuntut harus tergabung dengan
struktur untuk dapat mempraktikkan ritualnya. Namun demikian,
meningkatnya tren sufisme urban ini tidak lantas menjadikan akar
klasiknya pudar. Akar sufisme klasik justru makin menguat, seperti yang
direpresentasikan oleh Majelis Shalawat Muhammad di wilayah Surabaya
dan Bojonegoro.11 Sufisme model ini memiliki kontribusi besar dalam
perubahan sosial masyarakat. Sistem nilai yang inheren di dalamnya, yang
disimbolisasi melalui mursyid, tidak hanya sekedar berperan sebagai
cultural broker, tetapi juga cultural transetter dalam pembentukan pikiran
dan perilaku pengikutnya.

10
A. Zamhari, “Socio-Structural Innovations in Indonesia’s Urban Sufism: the Case Study of the
Majelis Dzikir and Shalawat Nurul Mustafa” , Journal of Indonesian Islam, Vol. 7 Edisi 1, 2013, hal.
119–144. https://doi.org/10.15642/JIIS.2013.7.1.1 19-144
11
R. Rubaidi, “The Role of Urban Sufism of Shalawat Muhammad Assembly on Urban Middle
Class Society”, Jurnal Ushuluddin, Vol. 26 Edisi. 2, 2018, hal. 183. https://doi.org/10.24014/jush.
v26i2. 4895
12

Tarekat-tarekat yang pernah timbul dalam sejarah Islam, besar kecil,


berjumlah besar, tetapi lebih dari setengah sudah tidak mempunyai wujud
lagi
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pemikiran Harun Nasution (1919-1998) tentang mistisisme dalam Islam
adalah bahwa mistisisme timbul dari adanya segolongan umat Islam yang
belum merasa puas melakukan ibadah kepada Tuhan dengan salat, puasa,
zakat, dan haji semata. Mereka ingin merasakan lebih dekat lagi dengan
Tuhan. Untuk itu, mereka menempuh suatu jalan yang dinamakan tasawuf.
Tujuan tasawuf adalah untuk memperoleh hubungan langsung dengan
Tuhan, Selain itu, intisari dari mistisisme adalah kesadaran akan adanya
komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan dengan
cara berkontemplasi. Mistisisme dalam Islam memiliki keragaman aliran,
masing-masing aliran ini memiliki stasiun puncak dalam perjalanan
spritual mereka. Stasiun puncak yang menjadi titik tujuan para sufi
berbeda-beda paling tidak dalam peristilahan satu sama lain, sesuai dengan
konsep mistisisme yang mereka yakini.
2. Praktik mistisisme yang dilaksanakan oleh Harun Nasution adalah
pelaksanaan ibadah secara terpadu sehingga hakikat iman, salat, puasa,
zakat, dan haji benar-benar terwujud, sehingga punya rasa tanggung
jawab, amanah, mempunyai rasa kasih sayang, dan adil dalam bertindak.
3. Tasawuf adalah disiplin ilmu yang bertujuan untuk membersihkan hati dan
prilaku manusia, dan mendekatkan jiwa manusia kepada Allah. Jika jiwa
manusia sudah merasa dekat dengan Allah, segala sesuatu akan terasa
tenang dam hati pun ikut tenang dan damai. Ajaran-ajaran di dalam
tasawuf juga sangatlah penting bagi kita semua karena tanpa adanya
ajaran-ajaran tasawuf jiwa kita pasti akan terasa ada sesuatu yang kurang.
Seperti yang telah dibahas ada tiga pilar terpenting yaitu iman, islam, dan
ihsan. Jika kita sudah mencapai ihsan, jiwa dan raga kita akan terasa
tenang dan damai selamanya.

4. Saran
Makalah ini disusun dalam rangka membantu pemahaman mengenai
Aspek Mistisme dan tasawuf yang diawali dengan Sejarah Kelahiran
Mistisisme di Dalam Islam sampai Eksistensi dan Relevansi Mistisisme
Islam Dalam Masyarakat Kontemporer.Banyak sekali perbedaan pendapat.
Maka dari itu pembaca disarankan menambah bahan bacaan dan referensi
yang berkaitan dengan tasawuf dan Aspek Mistisme
.
DAFTAR PUSTAKA

Hamka. (2016). Perkembangan dan Pemurnian Tasawuf. Jakarta : Republika.

Hazen, J. (2011). Contemporary Islamic Sufism in America: the Philosophy and


Practice of the Alami Tariqa in Waterport, New York. School of
Oriental and African Studies University of London.

Rubaidi, R. (2018). The Role of Urban Sufism of Shalawat Muhammad Assembly


on Urban Middle Class Society. Jurnal Ushuluddin, 26(2), 183.
https://doi.org/10.24014/jush. v26i2. 4895

Voll, J. O. (2007). Asian Islam in the 21st Century (O. B. John L. Esposito, John
O. Voll, Ed.). Oxford: Oxford University Press.

Zamhari, A. (2013). Socio-Structural Innovations in Indonesia’s Urban Sufism:


the Case Study of the Majelis Dzikir and Shalawat Nurul Mustafa.
Journal of Indonesian Islam, 7(1), 119–144.
https://doi.org/10.15642/JIIS.2013.7.1.1 19-144

Nasution, Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, ed 2. (Jakarta:


Penerbit Universitas Indonesia, 1005),

14

Anda mungkin juga menyukai