Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

FARMAKOTERAPI 2

“ CUSHING DISEASE ”

Disusun Oleh:
Kelompok : 3 (TIGA )

MEI NISSAR YULAS TARI ( 15160013 )


KARONILAH ( 15160044 )
NADIA GUSTI ( 16160027 )
SURYANI MAYANG SARI ( 16160033 )
SITI NURHAYATI ( 16160055 )
VANISCHA JUNATRI ( 17160002 )
INTAN PUTRI DINANTI ( 17160012 )
FELA NOVALIA ( 17160023 )

PROGRAM STUDI FARMASI


UNIVERSITAS DHARMA ANDALAS
PADANG
2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah dengan judul Cushing’s Disease

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam menulis
makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Padang , 16 Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
BAB I...........................................................................................................................................................2
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................2
A. LATAR BELAKANG............................................................................................................................2
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................................................2
C. TUJUAN............................................................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................2
1. PATOFISIOLOGI……………………………………………………………………………………………………………………….5

2. ALGORITMA…………………………………………………………………………………………………………………………….9

3. TERAPI FARMAKOLOGI dan NON FARMAKOLOGI………………………………………………………………….12

BAB III..........................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN KASUS..................................................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................................2

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sindrom Cushing adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis akibat peningkatan kadar
glukokortikoid (kortisol) dalam darah. Pada tahun 1932 Harvey Cushing pertama kali
melaporkan sindrom ini dan menyimpulkan bahwa penyebab primer sindrom ini adalah
adenoma hipofisis, sehingga penyakit ini disebut sebagai penyakit Cushing (Cushing’s
disease).Beberapa tahun kemudian dilaporkan bahwa sindrom seperti ini ternyata bisa
disebabkan oleh penyebab primer selain adenoma hipofisis, dan sindrom ini pun disebut
sebagai sindrom Cushing(Cushing syndrome).1

Berdasarkan pengaruh hormon adrenokortikotropik(Adrenocorticotropic hormone–


ACTH) terhadap terjadinya hipersekresi glukokortikoid, maka sindrom Cushing dapat dibagi
menjadi dua kelompok yaitu tergantung ACTH(ACTH-dependent) dan tidak tergantung
ACTH (ACTH-independent) :

1. .Sindrom Cushing tergantung ACTH


Pada tipe ini hipersekresi glukokortikoid dipengaruhi oleh hipersekresi ACTH.
Hipersekresi kronik ACTH akan menyebabkan hiperplasia zona fasikulata dan zona
retikularis korteks adrenal. Hiperplasia ini mengakibatkan hipersekresi adrenokortikal
seperti glukokortikoid dan androgen. Pada tipe ini ditemukan peninggian kadar hormon
adrenokortikotropik dan kadar glukokortikoid dalam darah. Yang termasuk dalam
sindrom ini adalah adenoma hipofisis dan sindrom ACTH ektopik.
2. Sindrom Cushing tidak tergantung ACTHPada tipe ini tidak ditemukan adanya pengaruh
sekresi ACTH terhadap hipersekresi glukokortikoid, atau hipersekresi glukokortikoid
tidak berada di bawah pengaruh jaras hipotalamus-hipofisis.Pada tipe ini ditemukan
peningkatan kadar glukokortikoid dalam darah, sedangkan kadar ACTH menurun karena
mengalami penekanan. Yang termasuk dalam sindrom ini adalah tumor adrenokortikal,
hiperplasia adrenal nodular, dan iatrogenik.

1
Finding JW dkk. Glukokortikoid dan adrenal androgen.Dalam: Greenspan FS, Strewler GJ, penyunting. Basic & clinical
endocrinology, edisi 5. Stanford: Appleton & Lange 1997; 317-58

4
B. RUMUSAN MASALAH

Adapaun rumusan masalah dari kondisi ini adalah :


1. Bagaimana patofisiologi dari kondisi ini ?
2. Bagaimana algoritma dari kondisi ini ?
3. Bagaimana untuk terapi farmakologi dan non farmakologinya ?

C. TUJUAN

Adapun tujuan dari pembahasan dalam makalah ini adalah :

1. Dapat mengetahui dan memahami patofisiolgi dari kondisi Cushing’s Disease


2. Mengetahui dan memahami algoritma dari Cushing’s Disease
3. Mengetahui terapi farmakologi dan non farmakologi dari Cushing’s Disease

5
BAB II

PEMBAHASAN

1. PATOFISIOLOGI

Keadaan hiperglukokortikoid pada sindrom Cushing menyebabkan katabolisme


protein yang berlebihan sehingga tubuh kekurangan protein. Kulit dan jaringan subkutan menjadi
tipis, pembuluh-pembuluh darah menjadi rapuh sehingga tampak sebagaistriaberwarna ungu di
daerah abdomen, paha, bokong, dan lengan atas. Otot-otot menjadi lemah dan sukar
berkembang, mudah memar, luka sukar sembuh, serta rambut tipis dan kering.Keadaan
hiperglukokortikoid di dalam hati akan meningkatkan enzim glukoneogenesis dan
aminotransferase. Asam-asam amino yang dihasilkan dari katabolisme protein diubah menjadi
glukosa dan menyebabkan hiperglikemia serta penurunan pemakaian glukosa perifer, sehingga
bisa menyebabkan diabetes yang resisten terhadap insulin. 2

Pengaruh hiperglukokortikoid terhadap sel-sel lemak adalah meningkatkan enzim


lipolisis sehingga terjadi hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia. Pada sindrom Cushing ini
terjadi redistribusi lemak yang khas. Gejala yang bisa dijumpai adalah obesitas dengan
redistribusi lemak sentripetal. Lemak terkumpul di dalam dinding abdomen, punggung bagian
atas yang membentuk buffalo hump, dan wajah sehingga tampak bulat seperti bulan dengan dagu
ganda. Pengaruh hiperglukokortikoid terhadap tulang menyebabkan peningkatan resorpsi matriks
protein, penurunan absorbsi kalsium dari usus, dan peningkatan ekskresi kalsium dari ginjal.
Akibat hal tersebut terjadi hipokalsemia, osteomalasia, dan retardasi pertumbuhan. Peningkatan
ekskresi kalsium dari ginjal bisa menyebabkan urolitiasis.Pada keadaan hiperglukokortikoid bisa
timbul hipertensi, namun penyebabnya belum diketahui dengan jelas. 3

2
Ganong WF. Fisiologi kedokteran, penerbit EGC. Jakarta, cetakan ke-2, 1992
3
Guyton CA. Fisiologi kedokteran, penerbit EGC. Jakarta, cetakan ke XI, 1993.

6
Hipertensi dapat disebabkan oleh peningkatan sekresi angiotensinogen akibat kerja
langsung glukokortikoid pada arteriol atau akibat kerja glukokortikoid yang mirip
mineralokortikoid sehingga menyebabkan peningkatan retensi air dan natrium, serta ekskresi
kalium. Retensi air ini juga akan menyebabkan wajah yang bulat menjadi tampak pletorik.
Keadaan hiperglukokortikoid juga dapat menimbulkan gangguan emosi, insomnia, dan euforia.
Pada sindrom Cushing, hipersekresi glukokortikoid sering disertai oleh peningkatan sekresi
androgen adrenal sehingga bisa ditemukan gejala dan tanda klinis hipersekresi androgen seperti
hirsutisme, pubertas prekoks, dan timbulnya jerawat.4

Kelenjar adrenal terdapat pada bagian atas ginjal tersusun atas korteks dan medula.
Korteks kelenjar adrenal memiliki 3 lapisan berturut-turut dari luar ke dalam yaitu zona
glomerulosa, zona fasikulata dan zona retikularis. Ketiga lapisan ini mensekresi hormon steroid
yaitu mineralokortikoid yang dihasilkan oleh zona glomerulosa, serta glukokortikoid dan
androgen yang disekresi oleh zona fasikulata dan zona retikularis. Kortisol merupakan produk
utama dari glukokortikoid, berperan dalam mengatur metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak. Konsentrasi kortisol yang tinggi juga menunjukkan aktivitas mineralokortikoid.

Hipotalamus menghasilkan CRH yang merangsang kelenjeer pituitari untuk


memproduksi ATCH.ACTH masuk kedalam darah menuju kekelenjar adrenal dan menstimulasi
adrenal menghasilkan kortisol.cortisol di sekresi oleh korteks adrenal dari area yang disebut zona
fasikulata,kemudian terjadi kegagaglan pengaturan kortisol dalam darah sehingga rekresi cortisol
menjadi tinggi terus menerus adapun karateristik yang timbul adalah efek glukortiroid
berlebihan,penumpukan lemak,dan glukogenesis meningkat.5

Sindroma Cushing terjadi akibat adanya hormon kortisol yang sangat tinggi di dalam
tubuh. Kortisol berperan dalam berbagai fungsi tubuh, misalnya dalam pengaturan tekanan
darah, respon tubuh terhadap stress, dan metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak dalam
makanan. Sindroma Cushing dapat diakibatkan oleh penyebab di luar maupun di dalam tubuh.
Penyebab sindroma Cushing dari luar tubuh yaitu sindroma chusing latrogenik yaitu akibat
konsumsi obat kortikosteroid (seperti prednison) dosis tinggi dalam waktu lama. Obat ini

4
Orth DN. Cushing syndrome. Medical progress 1995; 332(12): 794-801.

5
AHFS. 2011. AHFS Drug Information. Bethesda: American Society of Health System Pharmacists

7
memiliki efek yang sama seperti kortisol pada tubuh. Penyebab sindroma Cushing dari dalam
tubuh yaitu akibat produksi kortisol di dalam tubuh yang berlebihan. Hal ini terjadi akibat
produksi yang berlebihan pada salah satu atau kedua kelenjar adrenal, atau produksi hormon
ACTH (hormon yang mengatur produksi kortisol) yang berlebihan dari kelenjar hipofise. Hal ini
dapat disebabkan oleh : 6

1) Hiperplasia adrenal yaitu jumlah sel adrenal yang bertambah. Sekitar 70-80% wanita
lebih sering menderita sindroma chusing.
2) Tumor kelenjar hipofise, yaitu sebuah tumor jinak dari kelenjar hipofise yang
menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menstimulasi kelenjar
adrenal untuk membuat kortisol lebih banyak.
3) Tumor ektopik yang menghasilkan hormon ACTH. Tumor ini jarang terjadi, dimana
tumor terbentuk pada organ yang tidak memproduksi ACTH, kemudian tumor
menghasilkan ACTH dalam jumlah berlebihan. Tumor ini bisa jinak atau ganas, dan
biasanya ditemukan pada paru-paru seperti oat cell carcinoma dari paru dan tumor
karsinoid dari paru, pankreas (tumor pankreas), kelenjar tiroid (karsinoma moduler
tiroid), atau thymus (tumor thymus)
4) Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi kortisol secara
berlebihan diluar stimulus dari ACTH. Biasanya terjadi akibat adanya tumor jinak pada
korteks adrenal (adenoma). Selain itu dapat juga tumor ganas pada kelenjar adrenal
(adrenocortical carcinoma).
5) Sindrom chusing alkoholik yaitu produksi alkohol berlebih, dimana akohol mampu
menaikkan kadar kortisol.
6) Pada bayi, sindrom cushing paling sering disebabkan oleh tumor adrenokorteks yang
sedang berfungsi, biasanya karsinoma maligna tetapi kadang-kadang adenoma benigna.

6
Joseph T. DiPiro.at.all. Pharmacotherapi Handbook Ninth Edition . McGraw Hill education

8
9
2. ALGORITMA

10
Berdasarkan Jurnal Cushing’s disease: pathobiology, diagnosis, and management terapi
lini pertama dari cushing’s disease adalah perawatan bedah.
 selective adenomectomy
Adenektomi yang berhasil memberantas adenoma yang mensekresi ACTH dan segera
menghilangkan kelebihan produksi kortisol sambil mempertahankan fungsi hipofisis normal .
Akibatnya, rekomendasi perawatan awal untuk CD adalah operasi7. Sementara beberapa pusat
menganjurkan terapi medis sebelum operasi untuk membalikkan efek dari hiperkortisolisme,
terapi medis pra operasi mempersulit evaluasi pasca operasi dan jarang diperlukan. Sejak 2010,
seri bedah umumnya menunjukkan tingkat remisi antara 65% dan 85% dan tingkat kekambuhan
10% -35% 8. Keberhasilan operasi dan tingkat kekambuhan tergantung pada pengalaman ahli
bedah, serta kriteria yang digunakan untuk menentukan penyembuhan dan lama tindak lanjut.

Manajemen bedah CD.


a. Setelah adenoma hipofisis mencapai diameter 3 mm, ia menekan jaringan kelenjar
hipofisis di sekitarnya untuk membentuk pseudokapsul histologis yang terdiri dari
kelenjar hipofisis yang dikompresi dan reticulin (inset) yang terkait. Fitur histologis ini
7
Biller BM, Grossman AB, Stewart PM, Melmed S, Bertagna X, Bertherat J, et al: Treatment of adrenocorticotropindependent
Cushing’s syndrome: a consensus statement. J Clin Endocrinol Metab 93:2454–2462, 2008
8
Wagenmakers MA, Boogaarts HD, Roerink SH, Timmers HJ, Stikkelbroeck NM, Smit JW, et al: Endoscopic transsphenoidal
pituitary surgery: a good and safe primary treatment option for Cushing’s disease, even in case of macroadenomas or invasive
adenomas. Eur J Endocrinol 169:329–337, 2013

11
menciptakan bidang jaringan yang terpisah antara adenoma dan kelenjar hipofisis normal
yang dapat dieksploitasi untuk secara efektif reseksi adenoma kecil dan besar sambil
meminimalkan cedera pada kelenjar hipofisis sekitarnya. Beberapa faktor, termasuk
ukuran adenoma, temuan pencitraan MR, dan invasi dural, berdampak pada kemungkinan
keberhasilan bedah dalam CD.
b. Probabilitas keberhasilan reseksi tertinggi (lebih dari 95% pasien mengalami remisi
biokimiawi) terjadi pada pasien CD dengan adenoma yang cukup besar untuk membuat
pseudokapsul peritumoral, terlihat pada pencitraan MR (atas) dan tidak menyerang
dinding dural. dari sinus kavernosa.
c. Sejumlah kasus CD dikaitkan dengan adenoma yang tidak terlihat pada pencitraan MR
(atas) dan yang sering kecil. Ketika tumor ini cukup besar untuk membentuk
pseudokapsul histologis, mereka sering dapat ditemukan melalui serangkaian sayatan
yang dibuat secara berurutan lebih dalam di kelenjar hipofisis dan berhasil diangkat
setelah mereka diidentifikasi secara visual (lebih dari 95% pasien dalam keadaan ini
memiliki remisi biokimiawi) . Namun demikian, pada beberapa pasien CD, adenoma
tidak ditemukan setelah eksplorasi lengkap kelenjar hipofisis, dan sebagian
(pengangkatan 70% -80% kelenjar hipofisis anterior atau setengah dari kelenjar hipofisis
yang sesuai dengan peningkatan kadar ACTH selama IPSS) atau hipofisektomi lengkap
dilakukan. Hipofisektomi parsial dan lengkap dikaitkan dengan tingkat remisi biokimia
yang sama (60% -80%) tetapi hipofisektomi lengkap menghasilkan hilangnya fungsi
hipofisis.
d. Ketika makroadenoma (diameter 1 cm atau lebih) terjadi pada pasien CD, mereka lebih
sering dikaitkan dengan invasi dural. Dalam kasus ini, eksisi adenoma menggunakan
pseudocapsule histologis dilakukan dan dura yang diinvasi diangkat secara selektif. Hak
Cipta OSU Perpustakaan Ilmu Kesehatan Visual Medis. Diterbitkan dengan izin.

3. TERAPI FARMAKOLOGI dan NON FARMAKOLOGI

12
 Farmakologi
Terapi medis adalah pengobatan lini kedua standar jika pembedahan tidak berhasil atau
jika tidak mungkin. Dalam keadaan ini, terapi medis dapat digunakan secara tambahan dengan
terapi radiasi untuk mencapai eucortisolism sambil menunggu efek terapi radiasi. Efektivitas
terapi medis (biasanya dinilai dengan normalisasi kadar kortisol bebas urin) harus ditetapkan
sebelum memulai pengobatan radiasi untuk menghindari hiperkortisolemia sambil menunggu
efek radiasi. Terapi medis termasuk penghambat steroidogenesis, agen yang diarahkan
kortikotrof, dan penghambat reseptor glukokortikoid.
a. Steroidgenesis Inhibitor
Steroidogenesis inhibitor, mitotane, ketoconazole, metyrapone, dan etomidate memblokir satu
atau lebih langkah steroidogenesis adrenal dari kortisol. Mitotane biasanya bukan agen lini
pertama karena tingginya tingkat efek samping gastrointestinal, awitan yang lama untuk beraksi,
dan efek teratogenik / abortifacient pada wanita yang menginginkan kehamilan. Baru-baru ini,
sebuah penelitian retrospektif besar (200 pasien) mengungkapkan bahwa 49% pasien CD yang
diobati dengan ketoconazole mencapai normalisasi kadar kortisol bebas urin (tambahan 26%
pasien mengalami penurunan 50% atau lebih) .9 Efek samping gastrointestinal, penghambatan
produksi testosteron, dan disfungsi hati (dan jarang kematian) terjadi. Metyrapone juga telah
digunakan untuk berhasil mengobati pasien CD.10 Metyrapone juga telah dikaitkan dengan efek
samping gastrointestinal dan dapat memperburuk hipertensi / hirsutisme dengan memblokir 21-
hidroksilase dan meningkatkan prekursor ke kortisol yang memiliki aktivitas mineralokortikoid
dan androgenik. Akibatnya, ketoconazole mungkin lebih cocok untuk wanita dan metyrapone
untuk pria. Jarang, etomidat orang tua (anesagen induksi thetic) digunakan dalam kasus-kasus
refraktori untuk secara cepat mengurangi kadar kortisol supraphysiological tetapi membutuhkan
dosis-titrasi yang cermat.11

b. Corticotroph-Directed Agents

9
Castinetti F, Guignat L, Giraud P, Muller M, Kamenicky P, Drui D, et al: Ketoconazole in Cushing’s disease: is it worth a try? J
Clin Endocrinol Metab 99:1623–1630, 2014
10
Jeffcoate WJ, Rees LH, Tomlin S, Jones AE, Edwards CR, Besser GM: Metyrapone in long-term management of Cushing’s
disease. BMJ 2:215–217, 1977
11
Schulte HM, Benker G, Reinwein D, Sippell WG, Allolio B: Infusion of low dose etomidate: correction of hypercortisolemia in
patients with Cushing’s syndrome and doseresponse relationship in normal subjects. J Clin Endocrinol Metab 70:1426–1430,
1990

13
Pasireotide dan cabergoline dapat menghambat produksi ACTH melalui pengikatan pada
reseptor somatostatin dan dopamin yang diekspresikan pada adenoma corticotroph. Baru-baru
ini, pasireotide ditemukan efektif dalam mengurangi kadar kortisol bebas urin (pengurangan rata-
rata 50%) dan fitur klinis yang terkait. 12 Efek samping yang umum termasuk gejala
gastrointestinal, batu empedu, dan hiperglikemia13. penggunaan obat pada pasien dengan diabetes
atau intoleransi glukosa. Cabergoline mengurangi kadar kortisol bebas urin pada pasien CD
(respons parsial 40% dan 35% lengkap) tetapi pelarian terapeutik terjadi pada 33% pasien setelah
6 sampai 18 bulan pengobatan.14 Pengobatan ditoleransi dengan baik dan hipotensi adalah satu-
satunya efek samping yang serius ( 13%). Steroidogenesis inhibitor juga telah dikombinasikan
dengan agen-agen yang diarahkan kortikotrof ini (dalam penggunaan jangka pendek) untuk
memperoleh kontrol biokimiawi pada 90% pasien CD.
c. Glucocorticoid Receptor Antagonist
Mifepristone antagonis reseptor glukokortikoid dapat digunakan untuk memblokir efek perifer
dari peningkatan kortisol, termasuk hiperglikemia. Sementara penelitian terbaru menunjukkan
bahwa mifepristone meningkatkan ACTH (2 kali lipat) pada pasien CD, data pencitraan jangka
pendek menunjukkan bahwa adenoma terkait CD tidak berkembang pada pengobatan. 15 Karena
mifepristone meningkatkan kadar ACTH dan kortisol secara tidak langsung melalui blokade
reseptor glukokortikoid perifer, tidak ada titik akhir yang jelas untuk diikuti mengenai
kecukupan dosis. Efek samping yang umum (mual, kelelahan, sakit kepala, dan hipokalemia)
biasanya ditoleransi dengan baik dan reversibel,16tetapi efek antiovulasi dan abortifacient dapat
menghalangi penggunaan pada wanita yang menginginkan kehamilan.

12
Feelders RA, de Herder WW, Neggers SJ, van der Lely AJ, Hofland LJ: Pasireotide, a multi-somatostatin receptor ligand with
potential efficacy for treatment of pituitary and neuroendocrine tumors. Drugs Today (Barc) 49:89–103, 2013
13
Colao A, Pivonello R, Spiezia S, Faggiano A, Ferone D, Filippella M, et al: Persistence of increased cardiovascular risk in
patients with Cushing’s disease after five years of successful cure. J Clin Endocrinol Metab 84:2664–2672, 1999
14
Pivonello R, De Martino MC, Cappabianca P, De Leo M, Faggiano A, Lombardi G, et al: The medical treatment of Cushing’s
disease: effectiveness of chronic treatment with the dopamine agonist cabergoline in patients unsuccessfully treated by surgery. J
Clin Endocrinol Metab 94:223–230, 2009
15
Fleseriu M, Findling JW, Koch CA, Schlaffer SM, Buchf elder M, Gross C: Changes in plasma ACTH levels and corticotroph
tumor size in patients with Cushing’s disease during long-term treatment with the glucocorticoid receptor antagonist
mifepristone. J Clin Endocrinol Metab 99:3718–3727, 2014
16
Fleseriu M, Biller BM, Findling JW, Molitch ME, Schteingart DE, Gross C: Mifepristone, a glucocorticoid receptor
antagonist, produces clinical and metabolic benefits in patients with Cushing’s syndrome. J Clin Endocrinol Metab 97:2039–
2049, 2012

14
 Radiation Therapy
Terapi radiasi telah digunakan untuk perawatan pasien dengan CD selama beberapa
dekade. Terapi radiasi adalah pengobatan andalan ketika sumber CD awalnya dijelaskan. Baru-
baru ini, radiosurgery stereotactic (SRS) mendekati (yaitu, Gamma Knife, akselerator linier,
sinar proton) yang secara tepat menargetkan wilayah perawatan telah diperkenalkan. Dosis
optimal adalah 20-25 Gy untuk SRS dan 45-50,4 Gy diberikan selama 5 minggu untuk terapi
radiasi.17 Secara umum, kejadian remisi dalam CD tampaknya serupa antara berbagai bentuk
18
radiosurgery (43% -58% ) dan terapi fraksinasi (46% -84%; tetapi laju respon terapeutik
mungkin lebih cepat dengan SRS. Risiko utama SRS atau terapi iradiasi fraksionasi adalah
hilangnya fungsi hipofisis, yang mungkin merupakan efek bersih dari pembedahan dan radiasi.
Kehilangan fungsi hipofisis terjadi pada sekitar 20% -40% pasien pada 10 tahun setelah terapi
radiasi dan meningkat setelahnya. Keuntungan utama dari pendekatan SRS dibandingkan metode
radiasi fraksionasi adalah bahwa mereka dapat diberikan dalam satu sesi terapi, daripada
beberapa minggu.

 Adrenalactomy

17
Starke RM, Williams BJ, Vance ML, Sheehan JP: Radiation therapy and stereotactic radiosurgery for the treatment of
Cushing’s disease: an evidence-based review. Curr Opin Endocrinol Diabetes Obes 17:356–364, 2010
18
Budyal S, Lila AR, Jalali R, Gupta T, Kasliwal R, Jagtap VS, et al: Encouraging efficacy of modern conformal fractionated
radiotherapy in patients with uncured Cushing’s disease. Pituitary 17:60–67, 2014

15
Karena korteks adrenal adalah organ target ACTH dan sumber sekresi kortisol
suprafisiologis dalam CD, adrenalektomi bilateral dapat digunakan untuk mengobati kasus CD
refraktori. Adrenalektomi biasanya dilakukan secara laparoskopi dan menghasilkan remisi
biokimiawi dalam lebih dari 95% kasus CD refraktori. Adrenalektomi bilateral dikaitkan dengan
angka kesakitan median 18% dalam 30 hari operasi. Ada rata-rata 28% tingkat krisis adrenal
setelah adrenalektomi bilateral. Mortalitas yang berhubungan dengan adrenalektomi bilateral
diperkirakan 9% dan paling sering disebabkan oleh stroke dan infark miokard.19
Ada rata-rata 21% tingkat sindrom Nelson (progresi hipofisis pituitari dengan peningkatan
progresif ACTH karena kurangnya umpan balik kortisol negatif) setelah adrenalektomi
bilateral.20 Data awal menunjukkan insidensi dan keparahan sindrom Nelson diminimalkan oleh
preseden. radiasi pasca operasi (setelah operasi hipofisis ).21 Sindrom Nelson dapat diobati
dengan pengamatan (untuk tumor kecil yang stabil), reseksi tumor, radiasi tumor / sella, dan /
atau farmakoterapi. Biasanya, reseksi adenoma hipofisis atau hipofisektomi adalah pengobatan
pilihan. Jika pembedahan tidak efektif atau tidak memungkinkan, radioterapi tumor / sella atau
radiosurgery dapat dilakukan. Akhirnya, farmakoterapi digunakan sebagai tambahan untuk
mengobati sindrom Nelson.22

 Terapi Non Farmakologi 23


Diet : kalori ,lipid,natrium,dan kolesterol harus dibatasi. Modifikasi diet untuk pasien
dengan diabetes mellitus disesuaikan kadar gula dalam darah.

BAB III

19
Ritzel K, Beuschlein F, Mickisch A, Osswald A, Schneider HJ, Schopohl J, et al: Clinical review: Outcome of bilateral
adrenalectomy in Cushing’s syndrome: a systematic review. J Clin Endocrinol Metab 98:3939–3948, 2013
20
Nelson DH, Meakin JW, Dealy JB Jr, Matson DD, Emerson K Jr, Thorn GW: ACTH-producing tumor of the pituitary gland.
N Engl J Med 259:161–164, 1958
21
Mehta GU, Sheehan JP, Vance ML: Effect of stereotactic radiosurgery before bilateral adrenalectomy for Cushing’s disease on
the incidence of Nelson’s syndrome. J Neurosurg 119:1493–1497, 2013
22
Patel J, Eloy JA, Liu JK: Nelson’s syndrome: a review of the clinical manifestations, pathophysiology, and treatment
strategies. Neurosurg Focus 38(2):E14, 2015
23
Gunawan et all farmakologi dan terapi edisi 5 .At a glance medicine:Jakarta :Erlangga

16
PEMBAHASAN KASUS

SOAL MATA KULIAH FARMAKOTERAPI II 6 FARKELOMPOK 4

Tn Sm, 48 tahun, datang ke dokter penyakit dalam dengan keluhan letih, lemah pada otot,
peningkatan BB yang cukup drastis dari 55 kg menjadi 75 kg.
Pemeriksaan fisik :
Keluhan Umum : baik
N : 85 x/menit (60-100 X/menit) normal
RR : 25 x/menit (12-18 X/menit) takipnea
Suhu : 360C (37 0C) rendah normal
Tensi : 170/110 mmHg (<140/90 mmHg) tinggi
Kondisi fisik Px : Muka bulat, adanya garis ungu-pink di sekitar abdomen dan paha,
adanya pertumbuhan rambut yang berlebihan sekitar wajah

Pemeriksaan Lab :
GDP : 160 mg/dL
K : 3,3 mEq/L
Na : 138 mEq/L
BUN : 12 mg/dL
S Cr : 0,9 mg/dL
Kortisol serum : 10 µg/dL
Kortisol urin 24 jam : 100 µg/24 jam
ACTH : 9 pg/mL

Pemeriksaan radiologi :
Pertumbuhan tumor jinak pada kelenjar adrenal adenoma
Diagnosis : Cushing’s Disease

17
 Subjektif

 Keluhan utama
keluhan letih ,lemah pada otot ,penngkatan BB yang cukup drastis dari 55 kg menjadi
75kg
 Riwayat penyakit sekarang
muka bulat ,adanya garis ungu pink di sekitar abdomen dan paha, adanya pertumbuhan
rambut yangberlebih di sekitar wajah
 Riwayat penyakit terdahulu
Tidak ada
 Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada
 Riwayat social
Tidak ada
 Riwayat penggunaan obat
Tidak ada
 Riwayat alergi
Tidak ada

 Objektif
 Hasil pemeriksaan fisik
 N : 85x/menit
 RR : 25x / menit
 Suhu : 36o c
 Tensi : 170/110 mmHg
 Kondisi fisik Px : muka bulat ,adanya garis ungu pink di sekitar abdomen dan paha,
adanya pertumbuhan rambut yangberlebih di sekitar wajah

 Hasil pemeriksaan laboratorium


 GDP : 160 mg/ dL( kurang dari 140 mg/dl) = tidak normal
 K : 3,3 mEq/ L (normal 3,5-5 mEq/L) = tidak normal
 Na : 138 mEq/L (normal 135-145 mEq/L) = normal
 BUN : 12 mg/dL(normal 20-45 mg/dl) = tidak normal
 SCr : 0,9 mg/ Dl (normal 0,6 – 1,1 mg/dl) = normal

18
 Kortisolserum : 10 μg/dL (normal 5-30 μg/dL) = normal
 Kortisol urin 24 jam : 100 μg/dL (normal 10-100 μg/dL) = normal
 ACTH : 9 pg/ml (normal 20-100pg/mL) = tidak normal
 Pemriksaan radiologi :
 Pertumbuhan jinak pada kelenjar adrenal adenoma
 Diagnose: cushing’ diseas

Drug Related Problem

1. Indikasi yang tidak ditangani (untreated indication)


Tidak ada
2. Pilihan obat yang kurang tepat ( improper drug selection)
Tidak ada
3. Penggunaan obat tanpa indikasi (drug use without indication)
Tidak ada
4. Dosis terlalu kecil ( sub-therapautic dosage)
Tidak ada
5. Dosis terlalu besar ( over dosage)
Tidak ada
6. Reaksi obat yang tidak dikehendaki (adverse drug reactions)
Tidak ada
7. Interaksi obat (drug interaction)
Tidak ada
8. Gagal menerima obat (failure to receive medication)
Tidak ada

 Assessmen
Dari data subjepktif dan objektif dapat di lihat pasien saat ini mengalami gangguan
cushing’ diseas dan Pertumbuhan jinak pada kelenjar adrenal adenoma

19
 Plan
Pilihan terapi yaitu

a. Farmakologi
1. Pembedahan
2. Pasca operasi : Ketokonazol 200mg 1-2 kali sehari
Farmakokinetik

 Absorbsi : Ketoconazol memiliki kemampuan rendah untuk larut dalam air.


Penyerapan ke dalam darah sangat bervariasi bergantung pada kadar
keasaman (semakin asam semakin baik penyerapannya dalam darah) sehingga
penyerapan akan lebih baik bersamaan dengan makan. Rata-rata konsentrasi
ketoconazole dalam darah 3.5 ug/mL dalam waktu 1 hingga 2 jam. Rasio
konsentrasi antara CSF (Cerebro Spinal Fluid)dibanding serum kurang dari
0.1
 Distribusi : Ketoconazole dapat didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh
melalui ikatan albumin, namun rendah dalam CSF.
 Metabolisme :  metabolisme lintas pertama di hati 
 Ekskresi : Rata-rata, 13% dari dosis yang diminum akan dieksresikan ke
urin. Sedangkan eksresi terbesar adalah melalui cairan empedu yang dialirkan
ke intestinal lalu sebanyak 57% dibuang ke feses.

Data farmakodinamik

 Indikasi : ketokonazole turunan imidazol yang Menghambat


steroidogenesis adrenal
 Mekanisme kerja
Inhibisi enzim P450 meliputi langkah pertama dalam sintesis kortisol,
pembelahan rantai samping kolesterol, dan konversi 11-deoksikortisol
menjadi kortisol.
 Efek samping : Efek GI (mual, muntah), efek hati, .
 Kontraindikasi: penyakit hati akut atau kronik, hipersensitif terhadap
wanita hamil, anak kecil dari 2 tahun

20
 IO: terfenadin dan astemizol, rifampisin, INH.
 Dosis : sehari 1x200mg, dapat di tingkatkan menjadi sehari 400mg
 Harga Rp600/tablet
 Rute pemberian : Oral

b. Non farmakologi
 Pembedahan bagi tumor adrenal dan kelenjar hipofisis atau jaringan lain
 Diet : Kalori,lipid,natrium,dan kolesterol harus dibatasi. Modifikasi diet
untuk pasien
 Konsumsi makanan yang mengandung kalium seperti pisang,dll

 KIE/ Komunikasi, Informasi dan Edukasi


 Persiapan fisik preoperasi yang dialami pasien harus di cek status kesehatan
,keseimbangan cairan
 Efek ketokonazole seperti mual muntah sering dijumpai keadaan lebih ringan bila obat
ditelan sebaiknya bersama makanan.

 Monitoring dan follow up


 Kadar kortisol serum pada pemeriksaan urin 24 jam bebas kortisol
 Perbaikan gejala & manifestasi klinik Cushing’syndrome
 Monitoring pada pasien dan tanda dan gejala subjektif apakah sudah berkurang
 Monitoring glukosa darah puasa < 110 mmhg/dl
 Monitoring tekanan darah < 140/90 mmHg

21
DAFTAR PUSTAKA

AHFS. 2011. AHFS Drug Information. Bethesda: American Society of Health System
Pharmacists

Biller BM, Grossman AB, Stewart PM, Melmed S, Bertagna X, Bertherat J, et al:
Treatment of adrenocorticotropindependent Cushing’s syndrome: a consensus statement. J Clin
Endocrinol Metab 93:2454–2462, 2008

Budyal S, Lila AR, Jalali R, Gupta T, Kasliwal R, Jagtap VS, et al: Encouraging efficacy
of modern conformal fractionated radiotherapy in patients with uncured Cushing’s disease.
Pituitary 17:60–67, 2014

Castinetti F, Guignat L, Giraud P, Muller M, Kamenicky P, Drui D, et al: Ketoconazole in


Cushing’s disease: is it worth a try? J Clin Endocrinol Metab 99:1623–1630, 2014

Colao A, Pivonello R, Spiezia S, Faggiano A, Ferone D, Filippella M, et al: Persistence of


increased cardiovascular risk in patients with Cushing’s disease after five years of successful
cure. J Clin Endocrinol Metab 84:2664–2672, 1999

Feelders RA, de Herder WW, Neggers SJ, van der Lely AJ, Hofland LJ: Pasireotide, a
multi-somatostatin receptor ligand with potential efficacy for treatment of pituitary and
neuroendocrine tumors. Drugs Today (Barc) 49:89–103, 2013

Finding JW dkk. Glukokortikoid dan adrenal androgen.Dalam: Greenspan FS, Strewler GJ,
penyunting. Basic & clinical endocrinology, edisi 5. Stanford: Appleton & Lange 1997; 317-58

Fleseriu M, Biller BM, Findling JW, Molitch ME, Schteingart DE, Gross C: Mifepristone,
a glucocorticoid receptor antagonist, produces clinical and metabolic benefits in patients with
Cushing’s syndrome. J Clin Endocrinol Metab 97:2039–2049, 2012

Fleseriu M, Findling JW, Koch CA, Schlaffer SM, Buchf elder M, Gross C: Changes in
plasma ACTH levels and corticotroph tumor size in patients with Cushing’s disease during long-
term treatment with the glucocorticoid receptor antagonist mifepristone. J Clin Endocrinol
Metab 99:3718–3727, 2014

Ganong WF. Fisiologi kedokteran, penerbit EGC. Jakarta, cetakan ke-2, 1992

Gunawan et all farmakologi dan terapi edisi 5 .At a glance medicine:Jakarta :Erlangga

Guyton CA. Fisiologi kedokteran, penerbit EGC. Jakarta, cetakan ke XI, 1993.

Jeffcoate WJ, Rees LH, Tomlin S, Jones AE, Edwards CR, Besser GM: Metyrapone in
long-term management of Cushing’s disease. BMJ 2:215–217, 1977

22
Joseph T. DiPiro.at.all. Pharmacotherapi Handbook Ninth Edition . McGraw Hill
education

Mehta GU, Sheehan JP, Vance ML: Effect of stereotactic radiosurgery before bilateral
adrenalectomy for Cushing’s disease on the incidence of Nelson’s syndrome. J Neurosurg
119:1493–1497, 2013

Nelson DH, Meakin JW, Dealy JB Jr, Matson DD, Emerson K Jr, Thorn GW: ACTH-
producing tumor of the pituitary gland. N Engl J Med 259:161–164, 1958

Orth DN. Cushing syndrome. Medical progress 1995; 332(12): 794-801.

Patel J, Eloy JA, Liu JK: Nelson’s syndrome: a review of the clinical manifestations,
pathophysiology, and treatment strategies. Neurosurg Focus 38(2):E14, 2015

Pivonello R, De Martino MC, Cappabianca P, De Leo M, Faggiano A, Lombardi G, et al:


The medical treatment of Cushing’s disease: effectiveness of chronic treatment with the
dopamine agonist cabergoline in patients unsuccessfully treated by surgery. J Clin Endocrinol
Metab 94:223–230, 2009

Ritzel K, Beuschlein F, Mickisch A, Osswald A, Schneider HJ, Schopohl J, et al: Clinical


review: Outcome of bilateral adrenalectomy in Cushing’s syndrome: a systematic review. J Clin
Endocrinol Metab 98:3939–3948, 2013

Schulte HM, Benker G, Reinwein D, Sippell WG, Allolio B: Infusion of low dose
etomidate: correction of hypercortisolemia in patients with Cushing’s syndrome and
doseresponse relationship in normal subjects. J Clin Endocrinol Metab 70:1426–1430, 1990

Starke RM, Williams BJ, Vance ML, Sheehan JP: Radiation therapy and stereotactic
radiosurgery for the treatment of Cushing’s disease: an evidence-based review. Curr Opin
Endocrinol Diabetes Obes 17:356–364, 2010

Wagenmakers MA, Boogaarts HD, Roerink SH, Timmers HJ, Stikkelbroeck NM, Smit
JW, et al: Endoscopic transsphenoidal pituitary surgery: a good and safe primary treatment
option for Cushing’s disease, even in case of macroadenomas or invasive adenomas. Eur J
Endocrinol 169:329–337, 2013

23

Anda mungkin juga menyukai