Anda di halaman 1dari 20

BAB II ISI

2.1 Paleontologi

Berikut ini adalah beberapa pengertian paleontologi menurut para ahli:

Beates dan Jackson (1987)


Paleontologi adalah studi mengenai kehidupan pada waktu lampau
geologi, berdasarkan fosil tumbuhan dan binatang dan termasuk fitogeni (ilmu
yang mempelajari jaringan/hubungan diantara kelompok-kelompok organisme),
hubungannya dengan tetumbuhan, binatang dan lingkungan yang ada, serta
kronologi sejarah bumi.

Shirock dan Twen Hofel (1952)


Paleontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan masa
lampau dalam skala umur geologi. Studi paleontolgi dibatasi oleh skala waktu
geologi yaitu umur termuda adalah Kala Holosen (0,01 juta tahun yang lalu).

Paleontologi adalah studi sejarah kehidupan di Bumi berdasarkan fosil.


Fosil adalah sisa-sisa tanaman, hewan, jamur, bakteri, dan makhluk hidup bersel
tunggal yang telah digantikan oleh bahan batuan atau kesan organisme yang
diawetkan dalam batu. Fosil biasanya ditemukan di dalam batuan sedimen (batuan
endapan). Melalui berbagai proses kimiawi dan fisika di dalam bumi, bagian
tubuh organisma tersebut berubah menjadi semakin keras hingga akhirnya
membatu. Bagian organisma yang terfosilkan biasanya adalah bagian tubuh yang
memiliki jaringan keras, seperti tulang, gigi, dan cangkang.

2.2 Proses Pemfosilan


2.2.1 Umum
Fosil adalah sisa-sisa tumbuhan, makhluk hidup yang sudah mati.
Makhluk hidup serta juga tumbuh-tumbuhan tersebut hidup di jaman purba. Yang
setelah berpuluh ribu tahun itu terpendam di bawah lapisan tanah, sisa-sisa
makhluk hidup dan juga tumbuhan purbakala itu mengeras. Sehingga akan
terbentuklah apa yang disebut dengan fosil. Fosil merupakan salah satu bukti yang
kuat bahwa dahulu itu terdapat kehidupan purba jauh sebelum seperti sekarang
ini. Dibawah ini akan dipaparkan pengertian fosil yang dikemukakan oleh
beberapa para ahli, diantaranya sebagai berikut :

Leonardo da Vinci (1452-1519)


Merupakan seorang pelukis kenamaan yang berasal dari Italia berpendapat
bahwa fosil itu merupakan suatu bukti adanya makhluk hidup serta juga
kehidupan di masa lalu.

Charles Darwin
Beliau berpendapat kalau makhluk hidup yang terdapat di lapisan bumi
yang tua itu akan mengadakan perubahan bentuk yang di sesuaikan dengan
lapisan bumi yang lebih muda. Oleh sebab itu, pada lapisan bumi yang lebih muda
ditemukan fosil yang berbeda dengan lapisan bumi yang lebih tua. Karena
terdapatnya perbedaan iklim, tanah, serta juga faktor-faktor lain, maka terjadilah
perubahan di permukaan bumi dengan secara bertahap yang menyebabkan adanya
perubahan pula pada makhluk hidup untuk menyesuaikan diri.

George Cuvier (1764-1832)


George cuvier juga memiliki pendapat bahwa pada masa tertentu sudah
diciptakan makhluk hidup yang berbeda dari masa ke masa lainnya. Makhluk
hidup tersebut dapat diciptakan khusus pada tiap-tiap zaman dan pada tiap-tiap
zaman tersebut diakhiri dengan kehancuran alam. tiap-tiap lapisan bumi tersebut
akan dihuni oleh makhluk hidup yang berbeda dengan makhluk hidup pada
lapisan bumi sebelumnya.

Suatu orgnisme dikatakan sebagai fosil apabila memenuhi syarat-syarat


berikut ini, yaitu:

1. Memiliki bagian tubuh yang keras, contohnya rangka, gigi, cangkang dan
jaringan kayu. Namun syarat ini tidak mutlak, karena dapat juga
ditemukan fosil hewan lunak.
2. Tubuh organisme yang mati tidak mengalami kehancuran, pelapukan,
pembusukan.
3. Organisme harus segera terkubur material yang mencegah terjadinya
pembusukan.
4. Fosil harus terawetkan melalui proses yang alami.
5. Dapat terekam pada batuan sedimen pada umumnya.
6. Berumur lebih dari 11.000 tahun

Proses pemfosilan adalah proses perubahan dari organisme hidup menjadi


fosil. Untuk mengetahui bagaimana fosil terbentuk, tergantung apa yang terjadi
setelah organisme tersebut mati. Kebanyakan organisme yang telah mati dimakan
oleh binatang atau hancur karena organisme yang lainnya. Selain itu, proses
dekomposisi dapat juga menghancurkan organisme tersebut.

Proses tersebut kadang sangat efektif, sehingga dapat menghilangkan sama


sekali jejak-jejak dari organisme yang telah mati. Tetapi ada kondisi tertentu sisa
atau jejak organisme yang mati tersebut dapat terawetkan dan menjadi fosil.
Untuk memahami proses fosilisasi, maka salah satu ilmu yang mempelajari
tentang proses fosilisasi disebut dengan taphonomy. Ilmu ini memahami
mekasnisme perubahan mulai dari kehidupan (life), kematian (death), pengawetan
(preservation), ketahanan (survival), dan penemuan (discovery) dari suatu
organisme. Dalam studi tentang mekanisme fosilisasi, maka proses tersebut
dimulai ketika organisme tersebut sudah mati dan akan terawetkan melalui
sedimentasi.
2.2.2 Jenis Pemfosilan
1. Fosil Tak Terubah (Unaltered Remains).
Unaltered Remains fosil yang tidak teralterasi terdiri dari material asli
( kadang-kadang jaringan ) diproduksi oleh organisme ketika masih hidup.
Material-material ini tidak berubah menjadi sesuatu yang lain selama waktu
geologis (yaitu, mereka belum diubah). Ada dua jenis: Unaltered mineralized
remains dan frozen remains

2. Fosil Terubah (Altered Remains)

a. Pemineralisasi dan Pertifikasi


Pemineralisasi merupakan tipe pengawetan dimana setelah organisme
terekubur, maka bagian tubuhnya akan digantikan oleh mineral melalui ruang-
ruang dalam organisme tersebut. Contoh pada tulang umumnya memiliki pori
dengan derajat yang beda-beda. Tulang yang berpori adalah tulang manusia dan
cangkang-cangkang dari berbagai jenis hewan invertebrata. Ketika air tanah
merembes masuk ke dalam fosil berpori, biasanya air akan mengendapkan
material mineral ke dalam pori-pori, proses ini disebut sebagai permineralization.
Material endapan dari proses ini dapat berkomposisi sama seperti tulang yang
ditempatinya, atau dapat sangat berbeda. Fosil Tumbuhan juga kadang-kadang
diawetkan sebagai permineralisasi karena, seperti tulang, tumbuhan sering juga
memiliki banyak ruang pori yang mungkin diisi dengan mineral setelah
terendapkan.

Secara harfiah, petrifikasi berarti pembatuan (beralih ke batu). Penggunaan


kata ini menyiratkan bahwa suatu zat yang membatu harus dimulai tanpa mineral
yang keras. Artinya, organisme yang terpetrifikasi adalah organisme yang
bertubuh lunak. Petrifikasi adalah proses dimana bagain lunak dari objek terubah
dengan mineral, contohnya mineral silika dalam bentuk mikrokristalin kuarsa,
kalsit atau kadang-kadang apatit - mineral kalsium fosfat dengan campuran
beberapa elemen lain, terutama fluorine. Contoh fosil yang mengalami petrifikasi
adalah fosil kayu / petrified wood - kayu yang membatu.
b. Replacement

Mineral dapat menggantikan tulang, cangkang, kayu, dan bahkan bagian


tubuh yang lembut saat mereka larut karena proses air dan pembusukan.
Repalacement dan Pemineralisasi adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan proses fosilisasi pada gambar dibawah ini (Garcia & Miller,
1998,) Bagian dari cangkang amonit di atas telah digantikan oleh pirit mineral.
Penggantian bagian tubuh lunak atau keras dapat terjadi ketika mineral
mengendap keluar dari larutan karena aksi perubahan bakteri atau pH.
Pyritized Ammonite
Jurassic

Contoh lainnya , cangkang yang awalnya kalsit dapat digantikan oleh


dolomit, kuarsa, atau pirit. Jika fosil kuarsa dikelilingi oleh matriks kalsit, kalsit
dapat dilarutkan dengan asam, meninggalkan fosil kuarsa yang diawetkan dengan
indah.

c. Leaching

Leaching ini merupakan larutnya unsur-unsur kabonat dalam sebuah fosil. Prroses
Leaching dapat diketahui dari hiasan yang hilang dan permkaan yang halus.

3. Impresi ( Cetakan )
Cast dan Mold adalah jenis fosilisasi di mana karakteristik fisik organisme
tercetak ke batu, terutama batuan berpori kasar seperti batu pasir. Biasanya,
bagian keras dari organisme (cangkang moluska, struktur kerangka koelenterat,
tulang dan gigi vertebrata, eksoskeleton chitinous arthropoda, batang pohon, dan
banyak sphenophyte) meninggalkan cetakan terbaik. Struktur keras ini biasanya
terdiri dari kalsium karbonat, kalsium fosfat, silika, atau kitin, dan tidak mudah
membusuk. Kekakuan bagian tubuh yang keras juga memungkinkan sedimen
terbentuk di sekitar organisme. Cast adalah bentuk cetakan bagian eksternal
organisme, sedangkan mold adalah bentuk negative imprint dari permukaan
organisme. (Taylor, Taylor & Krings, 2009, p. 22)
Ammonite Mold & Cast Dactylioceras commune Alum Shale

Organisme yang mati kemudian terendapkan pada sedimen sampai


sedimen disekelilingnya mengeras. Kemudian organisme tersebut larut. Jika tidak
ada pengisian rongga dengan mineral, pasir atau tanah liat cetakan ini disebut
Mold. Bagian luar cetakan, yang akan menjadi permukaan atau cangkang luar
hewan, disebut sebagai Eksternal Mold. Dicirikan memiliki detail halus dari
permukaan organisme asli. Permukaan bagian dalam yang tercetak disebut
sebagai Internal Mold. Internal Cast terbentuk ketika pasir atau tanah liat mengisi
cangkang siput dan kerang kosong. Jika rongga diisi dengan butiran pasir atau
tanah liat, menduplikasi permukaan bagian dalam asli organisme, ini disebut
sebagai Cast. Fosil amonit Procheloniceras di Gurun Sahara pesisir di Maroko
adalah contoh halus cetakan eksternal dan internal; Namun, karena cangkang
amonit hilang, pengrajin lokal sering memalsukan amonit ini dengan mengukirnya
dari batu.

4. Fosil Jejak (Trace Fossils)

Fosil jejak atau ichnofosil (ichno = tapak kaki, jejak) adalah jejak, jalur,
liang, lubang, dan struktur lainnya (mis., cetakan akar) yang dibuat oleh
organisme pada substrat (Frey, 1971dalam Paul Basan, dkk., 1978). Aktifitas
organisme yang terekam pada sedimen ini dapat menjadi informasi penting
mengenai perilaku organisme dan paleoekologi suatu lokasi. Terdapat beberapa
klasifikasi dari fosil jejak ini antara lain berdasarkan morfologi, tipe preservasi,
etologi atau tingkah laku,dan filogeni. Penulisan atau Penamaan fosil jejak
didasarkan pada zoological nomenclature, dengan penamaan icnogenus dan
ichnospesies sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dibuat secara sistematis serta
mengacu pada morfologi dan karakteristik lainnya.

2.3 Filum Coelenterata


2.3.1 Umum

Coelenterata atau yang juga biasa disebut dengan Cnidaria adalah filum
hewan yang memiliki tubuh sangat sederhana. Kata Coelenterata berasal dari kata
coelos yang berarti rongga dan enteron yang berarti usus. Jadi, Coelenterata
adalah hewan yang memiliki rongga di dalam tubuhnya yang sekaligus berfungsi
sebagai organ pencernaan makanan. Coelenterata disebut sebagai hewan
sederhana karena jaringan tubuhnya hanya terdiri dari dua lapis sel, yaitu sel
internal dan eksternal. Coelenterata (dalam bahasa yunani, coelenteron = rongga)
adalah invertebrata yang memiliki rongga tubuh.Rongga tubuh tersebut berfungsi
sebagai alat pencernaan (gastrovaskuler).Coeleanterata disebut juga Cnidaria
(dalam bahasa yunani, cnido = penyengat) karena sesuai dengan cirinya yang
memiliki sel penyengat.Sel penyengat terletak pada tentakel yang terdapat
disekitar mulutnya. Coelenterata memiliki struktur tubuh yang lebih
kompleks.Sel-sel Coelenterata sudah terorganisasi membentuk jaringan dan fungsi
dikoordinasi oleh saraf sederhana.

Anggota Coelenterata terbagi menjadi dua bentuk tubuh, yaitu polip dan
medusa. Meskipun ada dua bentuk tubuh yang sangat berbeda, namun struktur
tubuh dari filum ini kurang lebih sama, memiliki tentakel, mulut, rongga
gastrovaskuler (coelenteron), dan memiliki dua lapisan tubuh.
Pada bentuk tubuh polip, bentuknya seperti tabung dengan mulut di ujung yang
dikelilingi oleh tentakel. Sedangkan, bagian bawah atau dasarnya melekat pada
substrat. Untuk bentuk tubuh medusa, mereka berbentuk menyerupai lonceng atau
payung. Mereka yang memiliki bentuk tubuh seperti ini memiliki mulut di bagian
bawah atau pada bagian cekung (konkaf). Mereka memiliki tentakel yang
memanjang dari pinggiran payungnya. Anggota Coelenterata yang memiliki
bentuk tubuh medusa biasanya hidup bebas atau tidak menempe pada substrat.

2.3.2 Pembagian Kelas

Coelenterata dibedakan dalam tiga kelas berdasarkan bentuk yang


dominan dalam siklus hidupnya, yaitu Hydrozoa, Scypozoa, dan Anthozoa.

1. Hydrozoa
Hydrozoa berasal dari kata hydra, artinya hewan yang bentuknya seperti
ular. Umumnya hidup soliter atau berkoloni. Soliter berbentuk polip dan yang
berkoloni berbentuk polip dan medusa. Hydrozoa hidupnya ada yang soliter
(terpisah) dan ada yang berkoloni (berkelompok). Hydrozoa yang soliter
mempunyai bentuk polip, sedangkan yang berkoloni dengan bentuk polip
dominan dan beberapa jenis membentuk medusa. Contoh Hydra dan Obellia.

2. Scyphozoa
Scyphozoa (dalam bahasa yunani, scypho = mangkuk, zoa = hewan)
memiliki bentuk dominan berupa medusa dalam siklus hidupnya. Medusa
Scyphozoa dikenal dengan ubur-ubur.Medusa umumnya berukuran 2 – 40 cm.
Reproduksi dilakukan secara aseksual dan seksual.Polip yang berukuran kecil
menghasilkan medusa secara aseksual. Contoh Scyphozoa adalah Cyanea dan
Chrysaora fruttescens.

3. Anthozoa
Anthozoa (dalam bahasa yunani, anthus = bunga, zoa = hewan) memiliki
banyak tentakel yang berwarna-warni seperti bunga. Anthozoa tidak memiliki
bentuk medusa, hanya bentuk polip. Polip Anthozoa berukuran lebih besar dari
dua kelas Coelenterata lainnya.Hidupnya di laut dangkal secara berkoloni.
Anthozoa bereproduksi secara aseksual dengan tunas dan fragmentasi, serta
reproduksi seksual menghasilkan gamet.

Contoh Anthozoa adalah Tubastrea (koral atau karang), Acropora, Urticina


(Anemon laut), dan turbinaria. Koral hidup di air jernih dan dangkal karena koral
bersimbiosis dengan ganggang. Ganggang memberikan makanan dan membantu
pembentukan rangka pada koral. Sedangkan koral memberikan buangan yang
merupakan makanan bagi ganggang serta perlindungan bagi ganggang dari
herbivora. Rangka koral tersusun dari zat kapur. Rangka koloni dari polip koral
inilah yang membentuk karang pantai (terumbu karang) atau atol (pulau karang).
2.4 Filum Molusca
2.4.1 Umum

Filum Moluska merupakan filum dengan jumlah spesies terbesar kedua


setelah Arthropoda. Sebagian besar spesies filum ini hidup di laut, namun
beberapa spesies memiliki habitat terestrial. Semua organisme Moluska memiliki
tubuh yang lunak dan sebagian besar dapat mensekresi kalsium karbonat yang
membentuk cangkang pelindung yang keras.

Moluska merupakan hewan selomata (memiliki rongga tubuh sempurna).


Tubuhnya terbagi atas tiga bagian utama, yakni kaki berotot yang digunakan
sebagai alat gerak, massa viseral yang mengandung sebagian besar organ dalam,
serta mantel berupa lipatan jaringan yang menutupi massa viseral dan mensekresi
kalsium karbonat (jika memiliki cangkang). Umumnya moluska mendapatkan
makanannya menggunakan organ yang menyerupai tali yang disebut radula.
Filum Moluska secara umum dapat dibedakan menjadi tiga kelas, yaitu
Gastropoda, Bivalvia dan Cephalopoda.

Mollusca memiliki berbagai manfaat untuk manusia, seperti sumber


makanan bergizi, obat-obatan, bahan dasar industri, dll. Menurut Nontji, dalam
bukunya yang berjudul Laut Nusantara tahun 1993, Mollusca terbagi dalam lima
kelas, yaitu Amphineura, Gastropoda, Scaphopoda,Pelecypoda dan Cephalopoda.
2.4.2 Kelas Pelecypoda

Pelecypoda atau bivalvia merupakan hewan lunak yang memiliki


cangkang setangkup atau dua bagian yang umumnya simetri bilateral. Menurut
Astuti, dalam jurnalnya tentang struktur komunitas bivalvia pada tahun 2009,
mereka bisa menggerakkan cangkangnya (membuka dan menutup) dengan cara
menggunakan otot aduktor dan reduktornya. Di bagian dorsal ada gigi engsel dan
ligamen, mereka juga dilengkapi dengan labial-palp tanpa memiliki rahang dan
radula. Oh iya, cara hidupnya juga beragam lho, guys. Ada yang perairan laut, ada
juga yang perairan tawar, dan ada juga yang berenang aktif. Contoh hewan
Pelecypoda: Polymesoda bengalensis (kerang bakau).

Macam-macam lapisan cangkangnya adalah sebagai berikut:


1. Periostrakum, yaitu lapisan paling luar yang terdiri dari zat kitin dengan
fungsi sebagai pelindung tubuh.
2. Prismatic, adalah lapisan tengah yang terdiri dari kristal CaCo3
3. Nakreas, ialah lapisan paling akhir yang terdiri dari CaCo3 halus, yang
berfungsi untuk menghasilkan sekret lapisan mutiara.
4. Kaki, hewan ini memiliki bentuk kaki mirip dengan katak yang pipih, dan
bernapas dengan insang yang berlapis-lapis. Pelecypoda mempunyai alat
keseimbangan yang disebut dengan statocis yang terletak dekat ganglion
pedal.
2.4.3 Kelas Scaphopoda
Menurut LinnaeusScaphopoda disebut juga “tusk shells” atau siput taring,
karena bentuk cangkangnya mirip taring pada umumnya. Scaphopoda hidup
membenamkan diri pada substrat pasir atau lumpur yang bersih di laut dangkal
tetapi beberapa jenis spesies terdapat pada kedalam 1.850 m.
Cangkangnya tajam berbentuk silinder, taring atau terompet yang kedua
ujungnya terbuka, karena disesuaikan dengan tempat. Scaphopoda termasuk
dalam filum Mullosca dan merupakan kelas terkecil dari mollusca, panjang
tubuhnya sekitar 2 mm – 15 cm.

Kebanyakan filum scaphopoda memiliki warna dominan adalah putih-


coklat atau putih-hijau. Cangkang skaphopoda berfungsi untuk melindungi
cangkangnya yang sangat lunak. Scaphopoda ini tidak memiliki insang, juga tidak
memiliki jantung dan pembuluh darah. Dekat mulut terdapat tentakel kontraktif
bersilia, yaitu alat peraba. Fungsinya untuk menangkap mikroflora dan
mikrofauna. Sirkulasi air untuk pernafasan digerakkan oleh gerakan kaki dan silia,
sementara itu pertukaran gas terjadi dimantel. Kaki dan kepala Scaphopoda yang
kecil berbentuk seperti probosis, pada kepala terdapat mulut dan captacula, tetapi
tidak ada mata dan tentakel pada alat indera. Captacula berbentuk filamaen yang
kontraktil, dan pada ujungnya terdapat pentolan yang adhesif. Fungsi captacula
untuk menangkap makanan. Makanannya adalah organisme mikroskopis,
terutama foraminifera yang berda di sekitarnya.
Antalis vulgaris menunjukkan bentuk Dentaliidae klasik yang memberi hewan-
hewan ini nama umum mereka dari "cangkang gading." (kredit: Georges Jansoone)

2.5 Filum Molusca


2.5.1 Umum
Mollusca berasal dari bahasa latin molluscus yang berarti lunak, itulah
mengapa semua anggotanya adalah hewan yang tekstur tubuhnya lunak dan
tentunya tidak memiliki tulang belakang atau invertebrata. Mollusca adalah hewan
invertebrata terbesar kedua setelah Arthropoda, dan sebagian besar anggotanya
berada di wilayah perairan.

Menurut Dewi Ariani, dalam Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha tahun


2019, Mollusca memiliki tubuh lunak dan berdarah dingin. Tubuhnya terdiri atas
kepala, mantel, dan kaki otot. Mereka hidup secara heterotrof, sehingga
membutuhkan organisme lain sebagai nutrisinya, seperti ganggang, ikan, udang,
maupun sisa organisme. Umumnya mereka hidup di perairan, bisa juga menempel
pada batu atau permukaan lain.

2.5.2 Kelas Gaatropoda

ilustrasi menunjukkan anatomi gastropoda

Gastropoda merupakan kelompok yang memfungsikan perut sebagai alat


gerak. Istilah Gastropoda berasal dan terdiri dari 2 kata yaitu gaster yang berarti
perut dan Podos yang berarti kaki. Gastropoda menghasilkan lendir pada bagian
perut yang berfungsi untuk melindungi dan mempermudah dalam bergerak.
Gastropoda mempunyai cangkang dengan bentuk tubuh yang simetri bilateral. Di
bagian kepala terdapat 2 buah tentakel yang berfungsi sebagai alat indra
penglihatan dan penciuman. Cangkang ini berbentuk kerucut terpilin (spiral) dan
ada pula Gastropoda yang tidak mempunyai cangkang disebut siput telanjang
(vaginula). Gastropoda merupakan anggota dari filum Mollusca yang tubuhnya
lunak dan memiliki cangkang tunggal. Dilansir dari buku Animal Diversity oleh
Hickman dan Cleveland, umumnya cangkang tersebut terbuat dari kalsium
karbonat yang dilapisi periostrakum dan zat tanduk. Gastropoda dapat bergerak
disebabkan karena adanya kontraksi otot seperti gelombang yang menjalar dari
belakang ke depan. Pada saat bergerak kaki depan memiliki kelenjar untuk
menghasilkan lendir yang berfungsi mempermudah untuk berjalan.

Hewan ini dapat ditemukan pada air laut, tawar, dan darat. Kelas
Gastropoda bersifat Hermafrodit, yaitu tidak terjadi pembuahan secara sendiri.

Athleta, TERSIER BAWAH. 55-45 MYA. Athleta diakui oleh cangkang spiney yang
unik. Tidak seperti kebanyakan gastropoda, ia memiliki keturunan cepat ke titik. 5in
adalah ukuran yang layak untuk Athleta. Ini memiliki cangkang datar dengan Cembung
dan duri yang sangat panjang pada garis pertumbuhan yang berat.

2.5.3 Kelas Cephalopoda


Cephalopoda (Yunani: kephale yang berarti kepala, dan podos artinya
kaki) adalah Hewan yang memiliki alat gerak di bagian kepala. Kelas ini
merupakan kelas dengan tingkat evolusi tertinggi di antara Mollusca.
Cephalopoda memiliki habitat di perairan laut. Hewan ini dapat hidup, baik di
lautan dangkal hingga laut dalam.

Tubuh simetri bilateral dengan kaki yang terbagi menjadi lengan-lengan


yang dilengkapi alat pengisap dan system saraf yang berkembang baik berpusat di
kepala. Kelas Cephalopoda memiliki badan lunak dan tidak memiliki cangkang
tebal seperti kelas lainnya. Mantelnya menyelimuti seluruh tubuh dan membentuk
kerah yang longgar di dekat leher. Tubuh Cephalopoda dilindungi oleh cangkok,
kecuali Nautillus. Yang termasuk kelas Cephalopoda, yaitu cumi-cumi (Loligo
pealii), sotong (Sepia) dan gurita (Octopus). Tubuh terdiri atas kepala yang
terletak ventral, leher yang pendek dan badan yang berbentuk tabung dengan sirip
pada kedua sisinya. Pada kepala terdapat sepasang mata yang berkembang
sempurna, dan mulut yang terletak diujung dikelilingi oleh delapan tentakel
pendek dan dua tentakel panjang. Pada tangan terdapat mangkuk pengisap, Pada
sisi posterior kepala terdapat sifon, fungsinya untuk mengalirkan air saat bernapas
dan untuk berenang cepat.

2.6 Fosil Jejak ( Trace Fosil )


2.6.1 Umum

Fosil jejak (trace fossils) merupakan hasil dari aktivitas suatu organisme
yang terawetkan di dalam lapisan batuan (Ekdale, et. al, 1984). Fosil jejak sendiri
dianggap adalah struktur biogenik pada batuan sedimen yang merupakan
pencerminan akan suatu kehidupan dari suatu lingkungan pengendapan (Boggs,
2006). Klasifikasi dalam fosil jejak dapat didasarkan pada 4 hal, yaitu :
taksonomi, model pengawetan, pola hidup, dan lingkungan pengendapan (Ekdale,
et. al, 1984). Secara umum dari keempat dasar klasifikasi tersebut, tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya, dan bergantung pada tujuan penggunaan fosil jejak
tersebut.

Fosil jejak sendiri dianggap merupakan indikator penting dan sangat


representatif dalam menggambarkan lingkungan pengendapan dan juga terkait
proses-proses yang ada di dalamnya namun tidak secara langsung mewakili
kedalaman atau bathimetri dari lingkungan pengendapan ( Boggs, 2006).

Fosil jejak merupakan sebuah parameter identifikasi yang sangat sensitif


dalam perubahan keadaan lingkungan pengendapan terkait keadaan oksigen,
salinitas, kecepatan sedimentasi, serta kekuatan arus. Namun Crimes (1975, dalam
Ekdale, et al., 1984) dalam penelitiannya memberikan gambaran terkait hubungan
antara distribusi fasies fosil jejak terhadap lingkungan pengendapan pada passive
margin (Gambar ) yang didalamnya terdiri dari 8 ichnofacies yaitu Glasifungites
ichnofacies, Teredolite ichnofacies, trypanite ichnofacies, Psilonichus ichnofacies,
Skolithos ichnofacies, Cruziana ichnofacies, Zoophycos ichnofacies, dan Nereites
ichnofacies.
Hubungan antara keterdapatan fosil jejak terhadap lingkungan pengendapan
(Modifikasi Crime, 1975, dalam Ekdale, et al., 1984)

Penulisan atau Penamaan fosil jejak didasarkan pada zoological


nomenclature, dengan penamaan icnogenus dan ichnospesies sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, dibuat secara sistematis serta mengacu pada morfologi
dan karakteristik lainnya.
i

Anda mungkin juga menyukai