Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Diabetes Mellitus

1. Pengertian

..........................................Diabetes Mellitus adalah penyakit yang disebabkan oleh pe

kadar hormon insulin yang diproduksi oleh kelenjar pankreas yang

mengakibatkan meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Penurunan ini

mengakibatkan glukosa yang dikonsumsi oleh tubuh tidak dapat diproses

secara sempurna sehingga konsentrasi glukosa dalam darah akan

meningkat. Diabetes Mellitus terbagi menjadi beberapa tipe, yaitu :

a. Diabetes Mellitus tipe 1

..............................................Diabetes Mellitus tipe 1 adalah kondisi yang ditandai de

tingginya kadar gula atau glukosa dalam darah. Berbeda dari diabetes

tipe 2 yang terjadi akibat resistensi insulin atau karena sel tubuh

menjadi kebal atau tidak responsif terhadap insulin, diabetes tipe 1

terjadi ketika tubuh kurang atau sama sekali tidak memproduksi

insulin. Akibatnya, penderita diabetes tipe 1 memerlukan tambahan

insulin dari luar.

Normalnya, kadar gula dalam darah dikontrol oleh hormon

insulin yang dihasilkan oleh pankreas. Ketika makanan yang masuk ke

tubuh dicerna dan masuk ke aliran darah, insulin akan mengikat

glukosa dalam darah dan membawanya masuk ke sel untuk diubah

1
2

menjadi energi. Namun pada penderita diabetes, tubuh tidak dapat

mengolah glukosa menjadi energi. Kondisi ini terjadi karena tidak ada

insulin untuk membawa glukosa masuk ke dalam sel. Akibatnya,

glukosa akan menumpuk dalam darah. Diabetes tipe 1 lebih jarang

terjadi dibanding diabetes tipe 2. Diketahui hanya ada 10 persen

penderita diabetes tipe 1 dari seluruh kasus diabetes di seluruh dunia

b. Diabetes Mellitus tipe 2

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes

Mellitus tipe 2 merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes Mellitus Tipe 2

adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan

gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan

atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin). Resistensi insulin

adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan

glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa

oleh hati sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan

akhirnya tertimbun dalam peredaran darah. Sel tidak mampu

mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi

defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari

berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada

rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain.


3

Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.

(ADA, 2015)

Pada Diabetes Mellitus tipe II, pankreas masih dapat membuat

insulin, tetapi kualitas insulin yang dihasilkan buruk dan tidak dapat

berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke

dalam sel. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga

terjadi hiperglikemia. Hiperglikemia kronik pada diabetes

berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau

kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung

dan pembuluh darah (Gustaviani, 2006). Karena insulin tetap

dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II

dianggap sebagai non insulin dependent diabetes mellitus.

........................................Biasanya terjadi pada usia 45 tahun, tetapi bisa pula timbu

usia di atas 20 tahun. Kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi

daripada laki-laki. Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena

secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh

yang lebih besar. Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun

setelah onset, yaitu setelah komplikasi muncul sehingga tinggi

insidensinya sekitar 90% dari penderita DM di seluruh dunia dan

sebagian besar merupakan akibat dari memburuknya faktor risiko

seperti kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas fisik (WHO,

2014).
4

c. Diabetes Mellitus Sekunder

Beberapa kasus Diabetes Mellitus terjadi sebagai akibat penyakit

(radang pankreas, karsinoma pankreas dan pankreatektoni) yang merusak

pankreas sebagai saluran insulin

d. Diabetes Mellitus gestasional.

Diabetes gestasional adalah diabetes yang muncul pada masa

kehamilan, dan hanya berlangsung hingga proses melahirkan. Kondisi

ini dapat terjadi di usia kehamilan berapa pun, namun lazimnya

berlangsung di minggu ke-24 sampai ke-28 kehamilan.

Sama dengan diabetes yang biasa, diabetes gestasional terjadi ketika

tubuh tidak memproduksi cukup insulin untuk mengontrol kadar

glukosa (gula) dalam darah pada masa kehamilan. Kondisi tersebut

dapat membahayakan ibu dan anak, namun dapat ditekan bila

ditangani dengan cepat dan tepat.

..........................................Diabetes merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit menahun yang

akan disandang seumur hidup (Persatuan Endokrinologi Indonesia, 2015).

Diabetes membutuhkan terapi pengobatan yang lama untuk mengurangi

risiko kejadian komplikasi (American Diabetes Association, 2011).

2. Etiologi

...................................................Diabetes Mellitus dicirikan dengan peningkatan sirkul

konsentrasi glukosa akibat metabolisme karbohidrat, protein dan lemak

yang abnormal. Semua keadaan diabetes merupakan akibat suplai insulin


5

atau respon jaringan terhadap insulin yang tidak adekuat. Ada bukti yang

menunjukkan bahwa etiologi Diabetes Mellitus bermacam-macam.

Meskipun berbagai lesi dan jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah

pada insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang

peranan penting pada mayoritas penderita DM (Inzucchi et al, 2005).

Sedangkan faktor risiko yang dapat diubah pada penyakit Diabetes

Mellitus (DM) Tipe II meliputi:

a. Obesitas berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada

wanita dan ≥90 cm pada laki-laki.Terdapat korelasi bermakna antara

obesitas dengan kadar glukosa darah, pada derajat kegemukan dengan

IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah

menjadi 200mg%.

b. Kurangnya aktivitas fisik

c. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah pada hipertensi

berhubungan erat dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air,

atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh

darah perifer.

d. Dislipidemi adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar

lemak darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara

kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering

didapat pada pasien Diabetes.


6

e. Diet tidak sehat

.......................................Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah pen

polycystic ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metabolik

memiliki riwatyat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa

darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat

penyakit kardiovaskuler seperti stroke, PJK, atau peripheral rrterial

Diseases (PAD), konsumsi alkohol,faktor stres, kebiasaan merokok,

jenis kelamin,konsumsi kopi dan kafein. Alkohol akan menganggu

metabolisme gula darah terutama pada penderita DM, sehingga akan

mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan darah.

Seseorang akan meningkat tekanan darah apabila mengkonsumsi etil

alkohol lebih dari 60ml/hari yang setara dengan 100 ml proof wiski,

240 ml wine atau 720 ml (Harfika, 2014)

3. Tanda dan Gejala

Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik. Gejala

akut diabetes melitus yaitu poliphagia (banyak makan), polidipsia (banyak

minum), Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari), nafsu

makan bertambah namun berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam

waktu 2-4 minggu), dan mudah lelah. Sedangkan gejala kronik diabetes

melitus yaitu kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk

jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan


7

mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual

menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering

terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi

berat lahir lebih dari 4kg

Gejala klasik DM seperti poliuria, polidipsi, polifagia, dan

penurunan berat badan tidak selalu tampak pada lansia penderita DM

karena seiring dengan meningkatnya usia terjadi kenaikan ambang batas

ginjal untuk glukosa sehingga glukosa baru dikeluarkan melalui urin bila

glukosa darah sudah cukup tinggi. Selain itu, karena mekanisme haus

terganggu seiring dengan penuaan, maka polidipsi pun tidak terjadi,

sehingga lansia penderita DM mudah mengalami dehidrasi hiperosmolar

akibat hiperglikemia berat. DM pada lansia umumnya bersifat

asimptomatik, kalaupun ada gejala, seringkali berupa gejala tidak khas

seperti kelemahan, letargi, perubahan tingkah laku, menurunnya status

kognitif atau kemampuan fungsional (antara lain delirium, demensia,

depresi, agitasi, mudah jatuh, dan inkontinensia urin). Inilah yang

menyebabkan diagnosis DM pada lansia seringkali agak terlambat.5,6

Bahkan, DM pada lansia seringkali baru terdiagnosis setelah timbul

penyakit lain. (Harfika, 2014)

4. Patofisiologi

.....................................................Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan

berperan yaitu :
8

a. Resistensi insulin

Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi

insulin, namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu

merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai

“resistensi insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari

obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan

b. Disfungsi sel B pancreas

Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan

gangguan pada sekresi insulin fase pertama,artinya sekresi insulin

gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani

dengan baik, pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan

sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara

progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin,sehingga

akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita

diabetes melitus tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor

tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin (Noor, 2015).

..........................................Menurut ADA tahun 2014, kondisi ini disebabkan oleh kek

insulin namun tidak mutlak. Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu

memproduksi insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan yang

ditandai dengan kurangnya sel beta atau defisiensi insulin resistensi insulin

perifer (ADA, 2014). Resistensi insulin perifer berarti terjadi kerusakan

pada reseptor-reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi

kurang efektif mengantar pesan-pesan biokimia menuju sel-sel. Dalam


9

kebanyakan kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk

merangsang pelepasan insulin yang memadai, maka pemberian obat

melalui suntikan dapat menjadi alternative (CDA, 2013).

...............................................Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan se

pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM

tipe-2. Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini

dan lebih berat dari pada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver

dan sel beta, organ lain sepert jaringan lemak (meningkatnya lipolisis),

gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pancreas

(hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak

(resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan

terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2 (Harfika, 2014).

5. Pemeriksaan Penunjang

...........................................Pemeriksaan Penunjang Untuk penegakan diagnosis DM tip

dengan pemeriksaan glukosa darah dan pemeriksaan glukosa peroral

(TTGO). Sedangkan untuk membedakan DM tipe II dan DM tipe I dengan

pemeriksaan C-peptide. (PB PAPDI, 2009)

a. Pemeriksaan glukosa darah

1) Glukosa Plasma Vena Sewaktu

Pemeriksaan gula darah vena sewaktu pada pasien DM tipe

II dilakukan pada pasien DM tipe II dengan gejala klasik seprti

poliuria, polidipsia dan polifagia. Gula darah sewaktu diartikan

kapanpun tanpa memandang terakhir kali makan. Dengan


10

pemeriksaan gula darah sewaktu sudah dapat menegakan diagnosis

DM tipe II. Apabila kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl

maka penderita tersebut sudah dapat disebut DM. Pada penderita

ini tidak perlu dilakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa (PB

PAPDI, 2009)

2) Glukosa Plasma Vena Puasa

Pada pemeriksaan glukosa plasma vena puasa, penderita

dipuasakan 8-12 jam sebelum tes dengan menghentikan semua obat

yang digunakan, bila ada obat yang harus diberikan perlu ditulis

dalam formulir. Intepretasi pemeriksan gula darah puasa sebagai

berikut : kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan

normal, ≥126 mg/dl adalah diabetes melitus, sedangkan antara 110-

126 mg/dl disebut glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

Pemeriksaan gula darah puasa lebih efektif dibandingkan dengan

pemeriksaan tes toleransi glukosa oral.

3) Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP)

Tes dilakukan bila ada kecurigaan DM. Pasien makan makanan

yang mengandung 100gr karbohidrat sebelum puasa dan

menghentikan merokok serta berolahraga. Glukosa 2 jam Post

Prandial menunjukkan DM bila kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl,

sedangkan nilai normalnya ≤ 140. Toleransi Glukosa Terganggu

(TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl.

4) Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)


11

Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan

apabila pada pemeriksaan glukosa sewaktu kadar gula darah

berkisar 140-200 mg/dl untuk memastikan diabetes atau tidak.

Sesuai kesepakatan WHO tahun 2006,tatacara tes TTGO dengan

cara melarutkan 75gram glukosa pada dewasa, dan 1,25 mg pada

anak-anak kemudian dilarutkan dalam air 250-300 ml dan

dihabiskan dalam waktu 5 menit. TTGO dilakukan minimal pasien

telah berpuasa selama minimal 8 jam. Penilaian adalah sebagai

berikut: 1) Toleransi glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl; 2)

Toleransi glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140

mg/dl tetapi < 200 mg/dl; dan 3) Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl

disebut diabetes melitus. (PB PAPDI, 2009)

b. Pemeriksaan HbA1c

HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin, yang

tersimpan dan bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari sesuai

dengan umur eritrosit. Kadar HbA1c bergantung dengan kadar

glukosa dalam darah, sehingga HbA1c menggambarkan rata-rata

kadar gula darah selama 3 bulan. Sedangkan pemeriksaan gula darah

hanya mencerminkan saat diperiksa, dan tidak menggambarkan

pengendalian jangka panjang. Pemeriksaan gula darah diperlukan

untuk pengelolaaan diabetes terutama untuk mengatasi komplikasi

akibat perubahan kadar glukosa yang berubah mendadak (PB PAPDI,

2009)
12

Tabel Kategori HbA1c yaitu :

HbA1c < 6.5 % Kontrol glikemik baik


HbA1c 6.5 -8 % Kontrol glikemik sedang
HbA1c > 8 % Kontrol glikemik buruk

B. Diabetic Food (Kaki diabetik)

1. Definisi

Diabetic Foot (Kaki diabetik) adalah kelainan pada tungkai bawah


yang merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus; merupakan suatu
penyakit pada penderita diabetes bagian kaki. (Misnadiarly, 1997). Salah
satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki
diabetik. Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien
tidak dapat membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.
(Thoha, Wibowo.EW)
Gangren adalah proses atau keadaan  yang ditandai dengan adanya
jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses
nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. (Askandar, 2000).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-
hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah
sedang atau besar di tungkai. (Askandar, 2000).
2. Etiologi

Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada


penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada
pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati akan mengakibatkan berbagai
perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya
perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan mempermudah
terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi inilah yang
menyebabkan terjadinya infeksi lebih mudah merebak dan menjadi infeksi
yang luas. Berikut adalah etiologi bakteri yang sering ditemukan pada
diabetic foot-ulcer. (Sarwono Waspadji,2006).
13

Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya


mengalami masalah kaki. Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri
setempat (neuropati) membuat pasien tidak menyadari bahkan sering
mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka timbul
spontan sering disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir,
tertusuk duri, lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan
yang keras. Mulanya hanya kecil, kemudian meluas dalam waktu yang
tidak begitu lama. Luka akan menjadi borok dan menimbulkan bau yang
disebut gas gangren. Jika tidak dilakukan perawatan akan sampai ke tulang
yang mengakibatkan infeksi tulang (osteomylitis). Upaya yang dilakukan
untuk mencegah perluasan infeksi terpaksa harus dilakukan amputasi
(pemotongan tulang).
Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan
endotel pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah
penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh
darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama
kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi
kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi
nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan
tindakan amputasi.
Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran
darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian
menyebabkan degenarasi dari serabut saraf. Keadaan ini akan
mengakibatkan neuropati. Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren
diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya
lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen.
Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh
subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita
diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas)
yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi
14

dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh
dan kuman anaerob berkembang biak.
Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara
umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan
kemampuan sel darah putih ‘memakan’ dan membunuh kuman berkurang
pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg%. Kemampuan ini
pulih kembali bila KGD menjadi normal dan terkontrol baik. Infeksi ini
harus dianggap serius karena penyebaran kuman akan menambah
persoalan baru pada borok. Kuman pada borok akan berkembang cepat ke
seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang
disebut sepsis (kondisi gawat darurat). (Wibowo, EW, 1997).
Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada
penderita diabetes sehingga meningkatkan risiko kerusakan jaringan antara
lain :
 Luka kecelakaan
 Trauma sepatu
 Stress berulang
 Trauma panas
 Iatrogenik
 Oklusi vaskular
 Kondisi kulit atau kuku

3. Tanda dan Gejala

a. Sering kesemutan/gringgingan (asimptomatis)


b. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil)
c. Nyeri saat istirahat
d. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus)
e. Adanya kalus di telapak kaki
f. Kulit kaki kering dan pecah-pecah
15

4. Patofisiologi

Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada


penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada
pembuluh darah. Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular
perifer yang menghambat sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi
penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan
sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang
buruk ikut berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan
jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain,
akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik
dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi
nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan
tindakan amputasi.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau
hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes
yang menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh,
atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas.
Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi
komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi.
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum
penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan
kemampuan sel darah putih ‘memakan’ dan membunuh kuman berkurang
pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg%. Karena
kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur
terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes
yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi.
Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen
jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman
anaerob berkembang biak.
5. Pemeriksaan Diagnostik
16

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah

1. Pemeriksaan X-ray untuk mengetahui ada tidaknya osteomyelitis.


2. Pemeriksaan glukosa darah.
3. Kultur dan resistensi untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang
menginfeksi luka segingga dapat memilih obat antibiotik yang tepat.
4. Tes lain yang dapat dilakukan adalah: sensasi pada getaran, merasakan
sentuhan ringan, kepekaan terhadap suhu.
6. Penatalaksanaan Medis
Menurut Levin(1988), penatalaksanaan ulkus kaki diabetic memerlukan
pengobatan yang agresif dalam jangka pendek, hal tersebut mencakup:

a. Debridement local radikal pada jaringan sehat.


b. Terapi antibiotic sistemik untuk memerangi infeksi, diikuti tes sensitivitas
antibiotic,
contohnya :

 Untuk infeksi M.chelonei dapat digunakan quinolon (ciprofloxacin,


ofloxacin), sulfonamides.
 Untuk infeksi M. fortuitum dapat digunakan quinolon dan B-lactams
cefloxitin.
 Untuk infeksi M. haemophilum, M.Non-Chronogenicum, M. ulcerans
yang paling umum digunakan adalah quinolon G.
Beberapa obat lain yang biasa digunakan pada kasus kaki diabetic adalah
insulin, neurotropik, kompres luka, obat anti trombosit, neuromin, dan
oksoferin solution.

c. Kontrol diabetes untuk meningkatkan efisiensi sistem imun.


d. Posisi tanpa bobot badan untuk ulkus plantaris
Adapun usaha pengelolaan kaki diabetik guna menyelamatkan dari amputasi
secara umum:

1. Memperbaiki kelainan vaskular yanga ada.


2. Memperbaiki sirkulasi.
3. Pengamatan kaki teratur.
17

4. Pengelolaan pada masalah yang timbul(pengobatan vaskularisasi, infeksi,


dan pengendalian gula darah).
5. Sepatu khusus.
6. Kerjasama tim yang baik
7. Penyuluhan pasien.
Berikut ini akan dipaparkan tentang cara penanggulangan dan pencegahan
kaki diabetik :

 Diagnosis klinis dan laboratorium yang lebih teliti.


 Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi, obat vaskular, obat penurun
gula darah maupun menghilangkan keluhan/gejala penyulit Diabetes.
 Pemberian penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang penatalaksanaan
kaki diabetik di rumah.
 Periksa kaki dan celah kaki setiap hari, apakah terdapat kalus, bula, lecet dan
luka.
 Bersihkan kaki setiap hari terutama di celah jari kaki.
 Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.
 Memotong kuku secara berhati-hati dan jangan terlalu dalam.
 Jangan berjalan tanpa alas kaki.
 Hindari trauma berulang.
 Memakai sepatu yang nyaman bagi kaki.
 Periksalah bagian dalam sepatu dari benda-benda asing sebelum dipakai.
 Olahraga teratur dan menjaga berat badan ideal
 Jangan merendam kaki dalam jangka waktu yang lama.
C. Terapi Diet

1. Penatalaksanaan Diabetes Miletus

................................................Tatalaksana DM tipe-2 memerlukan terapi agresif untuk m

kendali glikemik dan kendali faktor risiko kardiovaskular. Hal ini

dilakukan karena banyaknya komplikasi kronik yang terjadi. Dalam

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011,

penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar


18

penatalaksanaan DM, yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan

intervensi farmakologis (Adi, 2015)

2. Indeks Glikemik

.................................................Indeks glikemik pangan merupakan indeks (tingkatan) p

menurut efeknya dalam meningkatkan kadar gula darah. Pangan yang

mempunyai IG tinggi bila dikonsumsi akan meningkatkan kadar gula

dalam darah dengan cepat dan tinggi. Sebaliknya, seseorang yang

mengonsumsi pangan ber-IG rendah maka peningkatan kadar gula dalam

darah berlangsung lambat dan puncak kadar gulanya rendah (Widowati,

2008).

3. Kandungan Indeks Glikemik

a. Indeks glikemik Rendah (55 atau kurang)

..............................................Sertakan beberapa makanan ini di setiap makanan atau

coba untuk rendah lemak pilihan mana mungkin, seperti susu skim. Jika

Anda ingin menurunkan berat badan, Anda juga akan perlu mengawasi

ukuran porsi Anda. Itu berarti menempel porsi kecil pasta dan mie,

membatasi diri untuk dua potong roti dengan makan, dan hanya memiliki

beberapa kotak coklat atau segenggam kecil kacang!

Tabel 1.1 - Makanan dengan GI rendah

Makanan GI Makanan GI
Dipanggang dan kacang asin 14 Kacang polong chick, kaleng 42
Rendah lemak yogurt dg
14 Persik 42
pemanis
Ceri 22 Bubur yang dibuat dengan air 42
Jeruk bali 25 Sup lentil 44
Beras Belanda 25 Jeruk 44
Red lentil 26 Makaroni 45
19

Seluruh susu 27 Anggur hijau 46


Aprikot 31 Jus jeruk 46
Mentega kacang 31 Kacang polong 48
Fettucine pasta 32 Panggang kacang dlm saus tomat 48
Susu skim 32 Wortel, rebus 49
Rendah lemak yoghurt buah 33 Coklat susu 49
Wholemeal spaghetti 37 Buah kiwi 52
Apel 38 Stoneground roti gandum 53
Pir 38 Keripik 54
Sup tomat, kalengan 38 Special K 54
Jus apel, tanpa pemanis 40 Pisang 55
Mi 40 Baku oatbran 55
Spaghetti putih 41 Jagung manis 55
Bran semuanya 42

Indeks glikemik Sedang (56-69)

Tabel 1.2 - Makanan dengan GI Sedang

Makanan GI Makanan GI
Biskuit shortbread 64
Muesli, non panggang 56
Couscous
Kentang rebus 56 65
Sultana 56 Roti gandum hitam 65

Roti Pitta 57 Nanas, segar 66


Beras Basmati 58 Melon melon 67

Madu 58 Croissant 67
59
Biskuit yg mudah dicerna Gandum giling 67
Keju dan pizza tomat 60 Mars bar 68

Es krim 61 Ryvita 69
Kentang baru 62 Crumpet panggang 69

Coca cola 63 Weetabix 69


64
Aprikot Roti gandum 69
Kismis
64
20

Indeks glikemik Tinggi (70 atau lebih)

Tabel 1.3 - Makanan dengan GI tinggi


Makanan GI Makanan GGI
Kentang tumbuk 70 Jelly kacang 80
Roti tawar 70 Kue beras 82
Semangka 72 Rice Krispies 83
Swede 72 Cornflakes 84
Bagel 72 Jaket kentang 85
Branflakes 74 Gandum puffed 89
Cheerios 74Baguette 95
Kentang goreng 75Parsnip direbus 97
Coco Pops 77Nasi putih, dikukus 98

4. Diet Diabetes Miletus

.................................................Diet diabetes mellitus merupakan pengaturan pola makan

penderita diabetes mellitus berdasarkan jumlah, jenis, dan jadwal

pemberian makanan. Prinsip diet bagi penderita DM adalah mengurangi

dan mengatur konsumsi karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi

mekanisme pengaturan gula darah.

Pengaturan makan (diet) merupakan komponen utama keberhasilan

pengelolaan Diabetes Mellitus, akan tetapi mempunyai kendala yang

sangat besar yaitu kepatuhan seseorang untuk menjalaninya. Prinsip

pengaturan makan pada penderita diabetes hampir sama dengan anjuran

makan untuk orang sehat masyarakat umum, yaitu makanan yang beragam

bergizi dan berimbang atau lebih dikenal dengan gizi seimbang

maksudnya adalah sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-

masing individu. Hal yang sangat penting ditekankan adalah pola makan

yang disiplin dalam hal Jadwal makan, Jenis dan Jumlah makanan atau
21

terkenal dengan istilah 3 J. Pengaturan porsi makanan sedemikian rupa

sehingga asupan zat gizi tersebar sepanjang hari.

a. Tujuan Dan Syarat Diet

Tujuan utama yang diharapkan dari pengaturan diet ini adalah

untuk membantu pasien memperbaiki kebiasaan makan dan olahraga

untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik. Sedangkan

tujuan khusus yang diharapkan dari pengaturan diet pada penderita

diabetes mellitus ini adalah:

1) Mempertahankan kadar Glukosa darah mendekati normal dengan

keseimbangan asupan makanan dengan insulin (endogen atau

eksogen) atau obat hipoglikemik oral dan tingkat aktifitas.

2) Mengurangi rasa mual, muntah dan diare.

3) Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap

makanan oleh pasien dan keluarganya.

4) Memberikan energi yang cukup untuk mencapai atau

mempertahankan berat badan yang memadai orang dewasa,

mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada anak

dan remaja, untuk meningkatkan kebutuhan metabolik selama

kehamilan dan laktasi penyembuhan dari penyakit katabolik. Berat

badan memadai diartikan sebagai berat badan yang dianggap dapat

dicapai dan dipertahankan baik jangka pendek maupun jangka


22

panjang oleh orang dengan diabetes itu sendiri maupun oleh

petugas kesehatan.

5) Menghindari dan menangani komplikasi akut orang dengan

diabetes yang menggunakan insulin seperti hipoglikemia, penyakit-

penyakit jangka pendek, masalah yang berhubungan dengan

kelainan jasmani dan komplikasi kronik diabetes seperti : penyakit

ginjal, neuropati automik, hipertensi dan penyakit jantung.

6) Meningkatkan kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang

optimal. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka diet yang

diberikan harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1) Jumlah energi diberikan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan

umur, jenis kelamin, tinggi badan, aktivitas fisik, proses

pertumbuhan, dan kelainan metabolik.

2) Jumlah karbohidrat disesuaikan dengan kesanggupan tubuh

untuk menggunakannya, yaitu berkisar 60 – 70% dari total

konsumsi.

3) Protein berkisar 15 – 20%, dan digunakan protein yang

bernilai biologi tinggi (nilai cernanya tinggi).

4) Lemak berkisar antara 20 – 30%, dan lemak jenuh serta

kolestrol tidak dikonsumsi.

5) Vitamin dan mineral diberikan sesuai dengan kebutuhannya

(Almatsir, 2010).
23

6) Bila imunitas menurun (leukosit < 10ml) atau pasien akan

menjalani kemoterapi agresif, pasien harus mendapat makanan

yang steril.

Makanan-makanan yang dianjurkan untuk dikonsumsi oleh

penderita Diabetes Mellitus adalah:

1) Sumber Karbohidrat kompleks

Seperti beras/nasi, kentang, singkong, terigu, tapioka, gula, hunkue,

makaroni, mie, bihun, roti, dan biskuit.

2) Protein Hewani dan Nabati

Ayam tanpa kulit, daging tanpa lemak, ikan, dan telur maksimal

2x/minggu. kacang-kacangan, tempe, tahu dan kampung,

3) Sayuran

Semua sayuran dianjurkan terutama yang berserat tinggi atau

berwarna hijau seperti bayam, kangkung, daun singkong, bayam,

brokoli, sawi hijau, kailan, katuk, kenikir, pegagan, daun dewa,

sambungnyawa. Sayuran berwarna hijau muda: selada, selada air,

daun bawang. Sayuran berwarna terang: kubis, bunga kol, lobak,

wortel, kentang, rebung, ubi, dll. Sayuran buah: tomat, terong,

gambas, mentimun, pepaya, labu siam, kacang-kacangan, jagung,

dll.

4) Buah
24

Dianjurkan terutama yang berserat tinggi menurut jumlah yang

sudah ditentukan, seperi apel Malang/hijau, pepaya, jeruk, jambu

biji, mangga, dll.(Almatsir, 2010)

6) Air: gunakan air suling atau air yang dijernihkan dengan penjernih

air berkualitas untuk segala keperluan masak-memasak.

(Nanda, 2016)

Makanan-makanan yang tidak dianjurkan untuk dikonsumsi oleh

penderita Diabetes Mellitus adalah:

1) Makanan dan minuman yang mengandung gula murni seperti gula

pasir/gula merah, susu kental manis, dodol, cake, selai, sirup, kue

tart, jelly, dll.

2) Makanan yang menimbulkan alergi

3) Makanan yang digoreng dan menggunakan santan kental

(mengandung lemak jenuh).

4) Makanan yang mengandung banyak garam seperti ikan asin, telur

asin, makanan yang diawetkan seperti saus, kecap, abon, sarden

kaleng, buah kalengan, dll.

b. Jenis diet dan indikasi pemberian

Diet yang digunakan sebagai bagian dari penatalaksanaan diabetes

mellitus dikontrol berdasarkan kandungan energy, protein, lemak

dan karbohidrat. Sebagian pedoman dipakai 8 jenis diet diabetes

mellitus penetapan diet ditentukan oleh keadaan pasien.

Tabel 1.4 jenis diet dan indikasi pemberian


25

Jenis diet Energy Protein Lemak Karbohidrat


I 1100 43 30 172
II 1300 45 35 192
III 1500 51,5 36,5 235
IV 1700 55,5 36,5 275
V 1900 60 48 299
VI 2100 62 53 319
VII 2300 73 59 369
VIII 2500 80 62 396

c. Pengaturan Makanan Pada Dm Tipe II

Pada penderita DM tipe II, pengaturan makanan merupakan hal

yang sangat penting. Bila hasil pengaturan makanan tidak sesuai dengan

yang diharapkan, diperlukan obat-obat hipoglikemia OAD (oral anti-

diabetic) atau insulin.

Mayoritas penderita DM tipe II mengalami obesitas, oleh karena

itu tujuan utama dari pengaturan makanan adalah menurunkan berat

badan ke berat badan ideal. Untuk itu penderita diberi diet rendah kalori

atau rendah energi. Dengan diet rendah kalori, pada umumnya keadaaan

hiperglikemia dapat diperbaiki. Pada beberapa penderita, pengurangan

jumlah total energi waktu puasa dapat menormalkan kadar glukosa.

Penderita DM tipe II yang kurus tidak memerlukan pembatasan jumlah

energi yang ketat. Akan tetapi, semua penderita diabetes tipe II harus

mengurangi lemak dan kolesterol serta meningkatkan rasio asam lemak

tak jenuh dengan asam lemak jenuh (Rosadi, 2017)

Anda mungkin juga menyukai