Anda di halaman 1dari 28

KUMPULAN ARTIKEL

1. KONTRADIKSI DAN TITIK TEMU ANTARA EKOSENTRISME DAN


ANTROPOSENTRISME
2. PERAN SOSIOLOGI LINGKUNGAN DAN EKOLOGI MANUSIA DI
DALAM KONSEP DAN IMPLEMENTASI SUISTAINABLE
DEVELOPMENT
3. DETERMINISME KARAKTERISTIK LINGKUNGAN ALAM TERHADAP
CORAK INTERAKSI KOMUNITAS
Disusun sebagai tugas terstruktur Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah
Sosiologi Lingkungan

Dosen Pengampu :
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun oleh :
Nama : Iin Marya Rizka
NIM : L1C018037
Prodi/Kelas : Sosiologi/A

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MATARAM
2021

1
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL..........................................................................................................1
DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
PEMBAHASAN....................................................................................................................3
1. Kontradiksi dan Titik Temu Antara Ekosentrisme dan Antroposentrisme................3
a. Etika......................................................................................................................3
b. Lingkungan Hidup................................................................................................3
c. Isu Lingkungan Hidup..........................................................................................4
d. Tiga Dasar Pendekatan Etika Lingkungan Hidup................................................4
e. Teori Lingkungan Hidup......................................................................................5
- Antroposentrisme...........................................................................................5
- Biosentrisme...................................................................................................6
- Ekosentrisme....................................................................................................
2. Peran Sosiologi Lingkungan dan Ekologi Manusia di Dalam Konsep dan
Imlementasi Suistainable Development.....................................................................7
a. Sosiologi Lingkungan...........................................................................................7
b. Ekologi ,Manusia..................................................................................................8
c. Suistainable Development....................................................................................9
3. Determinisme Karakteristik Lingkungan Alam Terhadap Corak Interaksi
Komunitas............................................................................................................... 11
a. Determinisme Lingkungan.................................................................................12
- Determinisme Lingkungan dan Geografi Awal...........................................13
- Determinisme Lingkungan dan Geografi Modern.......................................13
- Penurunan Determinisme Lingkungan.........................................................14
b. Karakteristik Lingkungan Alam.........................................................................15
c. Lingkungan dan Perilaku Masyarakat................................................................16
d. Corak Interaksi Komunitas.................................................................................16

REFERENSI.........................................................................................................................26

2
PEMBAHASAN

1. Kontradiksi dan Titik Temu Antara Ekosentrisme dan Antroposentrisme

a. Etika
Etika merupakan pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan
moral. Etika lingkungan hidup dipahami sebagai refleksi kritis atas norma-norma
atau nilai moral dalam komunitas manusia untuk diterapkan secara lebih luas dalam
komunitas biotis dan komunitas ekologis. Etika lingkungan hidup merupakan
petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan teruwujudnya
moral dan upaya untuk mengendalikan alam agar tetap berada pada batas
kelestarian. Etika lingkungan hidup juga berbicara mengenai relasi di antara semua
kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai
dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk lain atau dengan alam
secara keseluruhan.

Sejalan dengan perkembangan kebutuhan manusia, filsafat dan ilmu juga


berkembang semakin kritis dalam melihat dan mengkaji hubungan manusia dengan
alam. Bersamaan dengan itu, ada perubahan dalam melihat hubungan manusia
dengan alam. Perubahan hubungan manusia dengan alam tersebut mulai dari
antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme.

b. Lingkungan Hidup

Lingkungan (hidup) adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan
dan makhluk hidup, temasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejah-teraan manusia serta makhluk hidup
lainnya. (Wijoyo, 2005).

c. Isu Lingkungan Hidup


Ada kecenderungan untuk mempercayai bahwa isu lingkungan yang baru
menjadi hal penting saat ini. Environmentalisme berkembang dengan baik di
pertengahan abad terakhir ini: Isu seperti polusi udara dan pencemaran air serta
perlindungan satwa yang terancam punah menjadi kebijakkan publik yang
diperhatikan secara serius sejak tahun 1970-an. Tentu saja sebelumnya ada
sebagian kecil perusahaan yang telah memberikan perhatian pada lingkungan

3
alam. Akan tetapi degradasi lingkungan telah menjadi bagian sejarah umat
manusia selamanya. Baru-baru ini dalam sebuah buku terlaris berjudul Collapse,
seorang ahli geografi bernama Jared Diamond mendokumentasikan betapa
banyaknya kebudayaan yang menderita dan hancur akibat degradasi lingkungan.
Revolusi industri yang terjadi pada abad ke-18 dan 19, bagaimanapun juga, telah
meyebabkan degradasi lingkungan alam yang lebih luas dan pada tingkatan yang
lebih cepat dibandingkan sebelumnya. Manusia juga ikut terancam oleh
perubahan iklim global. Setiap perubahan lingkungan yang terjadi secara luas ini
diakibatkan oleh kegiatan manusia, khususnya oleh perkembangan masyarakat
industri modern. (Hartman, 2002).
d. Tiga Dasar Pendekatan Etika Lingkungan Hidup
ISO 14001 sebagai standar Sistem Manajemen Lingkungan (SML) bertujuan
untuk memberikan kerangka kerja kepada organisasi dalam upaya melindungi
lingkungan. Selain itu juga memberikan respon terhadap perubahan kondisi
lingkungan dalam menyeimbangkan kebutuhan sosial ekonomi.
1. Dasar Pendekatan Ekologis, memahami dengan baik keterkaitan yang
luas antara tindakan manusia pada masa lalu, sekarang dan yang akan
datang akan memberikan dampak yang tak diperkirakan.
2. Pendekatan Humanisme, setara dengan pendekatan ekologis, pendekatan
humanis menekankan pentingnya tanggung jawab kita untuk hak dan
kesejahteraan manusia lain atas sumber daya. Dasar ini menjelaskan
bahwa dalam melakukan pemakaian sumber daya alam harus dilakukan
secara bertanggung jawab, karena manusia yang lain juga memiliki hak
dan kesejahteraan atas sumber daya tersebut.
3. Pendekatan Teologis, menunjukkan bagaimana alam sebenarnya
diciptakan dan bagaimana fungsi manusia serta interaksi yang
selayaknya terjalin antara alam dengan manusia. (3 Dasar Pendekatan
Etika Lingkungan Hidup Yang Wajib Dipahami, n.d.).

Manusia dan makhluk hidup lainnya hidup di Bumi secara berdampingan.


Tidak hanya berdampingan oleh sesama makhluk hidup, namun juga
berdampingan dengan unsur- unsur abiotik yang ada di sekitar makhluk hidup

4
tersebut. Perpaduan antara unsur- unsur biotik (hidup) dan juga unsur- unsur
abiotik (tak hidup) ini disebut dengan lingkungan.

e. Teori Lingkungan Hidup


- Antroposentrisme
Antroposentrisme merupakan suatu etika yang memandang manusia
sebagai pusat dari sistem alam semesta. Di dalam antroposentrisme, etika,
nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia, dan bahwa kebutuhan
dan kepentingan manusia mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting
diantara mahkluk hidup lainnya. Manusia dan kepentingannya dianggap
yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang
diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langsung.
Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya.Hanya manusia yang
mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatau yang lain di alam
semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan
demi kepentingan manusia. Oleh karena itu, alampun dilihat hanya sebagai
obyek, alat, dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dna kepentingan
manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia.Alam tidak
mempunyai nilai pada dirinya sendiri.Murdy dalam keraf (2005) ingin
menyatakan bahwa yang menjadi masalah bukanlah kecenderungan
antroposentris pada diri manusia yang memperalat alam semesta untuk
kepentingannya.Tetapi masalah dan sumber malapetaka krisis lingkungan
hidup adalah tujuan-tujuan tidak pantas dan berlebihan yang dikejar oleh
manusia di luar batas toleransi ekosistem itu sendiri.Akhirnya dengan
demikian manusia bunuh diri.Krisis lingkungan hidup bukan disebabkan
oleh pendekatan antroposentris semata, tetapi melainkan oleh pendekatan
antroposentrisme yang berlebihan.
- Biosentrisme
Biosentrisme, merupakan suatu paradigma yang memandang bahwa
setiap kehidupan dan mahkluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada
dirinya sendiri, sehingga pantas mendapat pertimbangan dan kepedulian
moral.Konsekuensinya, alam semesta adalah sebuah komunitas moral, setiap
kehidupan dalam alam semesta ini, baik manusia maupun bukan manusia

5
atau mahkluk lain, sama-sama mempunyai nilai moral.Seluruh kehidupan di
alam semesta sesungguhnya membentuk sebuah komunitas moral. Oleh
karena itu, kehidupan mahkluk hidup apa pun pantas dipertimbangkan secara
serius dalam setiap keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari
perhitungan untung dan rugi bagi kepentingan manusia. Dengan demikian,
etika tidak dipahami secara terbatas dan sempit sebagai hanya berlaku pada
komunitas manusia.Tetapi juga berlaku bagi seluruh komunitas biotis
termasuk komunitas manusia dan komunitas mahkluk hidup lainnya.
- Ekosentrisme
Ekoseentrisme, merupakan suatu paradigma yang lebih jauh
jangkauannya. Pada ekosentrisme, justru memusatkan etika pada seluruh
komunitas ekologis, baik yang hidup maupun yang tidak hidup.Secara
ekologis, mahkluk hidup dan bendabenda abiotis lainnya saling terkait satu
sam alain.Oleh karena itu, kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya
dibatasi pada mahkluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang
sama juga berlaku terhadap semua realitas ekologis. Sebenarnya perubahan
pandangan tersebut sudah dimulai sejak lama, dipelopori oleh seorang tokoh
dengan memperkenalkan istilah deep ecology.Deep Ecology adalah suatu
teori yang pertama kali diperkenalkan oleh Arne Naess, seorang filsuf
Norwegia tahun 1973, dan sekenal sebagai salah seorang tokoh utama
gerakan deep ecology hingga sekarang. Deep Ecology menuntut suatu etika
baru yang tidak berpusat hanya pada manusia, tetapi berpusat pada mahkluk
hidup secara keseluruhan dalam kaitan dengan upaya mengatasi persoalan
lingkungan hdiup. Etika baru ini tidak mengubah sama sekali hubungan
antara manusia dengan manusia. Yang baru adalah manusia dan
kepentingannya bukan lagi ukuran bagi segala sesuatu yang lain. Manusia
bukan lagi pusat pusat dari dunia moral. Tetap lebih menyangkut gerakan
yang jauh lebih dalam dan komprehensif dari sekedar sesuatu yang
instrumental dan ekspansionis. Serta menuntut suatu pemahaman yang baru
tentang relasi etis yang ada dalam alam semesta disertai adanya prinsip-
prinsip baru sejalan dengan relasi etis baru tersebut, yang kemudian
diterjemahkan dalam gerakan atau aksi nyata di lapangan (Keraf, 2008).

6
Teori Antroposentrisme. Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang
memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Teori Ekosentrisme.
Ekosentrisme Berkaitan dengan etika lingkungan yang lebih luas. Berbeda dengan
biosentrisme yang hanya memusatkan pada etika pada biosentrisme, pada
kehidupan seluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan etika pada seluruh
komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak. Antroposentris. Antroposentris
yang menekankan segi estetika dari alam dan etika antroposentris yang
mengutamakan kepentingan generasi penerus. (Hidup, 2018).

Kiranya tidak salah jika manusia dipandang sebagai kunci pokok dalam
kelestarian maupun kerusakan lingkungan hidup yang terjadi. Bahkan jika terjadi
kerusakan dalam lingkungan hidup tersebut, YB Mangunwijaya memandangnya
sebagai oposisi atau konflik antara manusia dan alam. (Hargrove, 1989) Sumatera
sepenuhnya di tangan pemerintah, perusahaan kelapa sawit serta pulp dan kertas
yang bertahun-tahun mengeksploitasi hutan alam milik negara.

Bisa saja pemerintah mengabaikan ancaman UNESCO. Namun, yang jelas dan
pasti adalah tak dapat mengabaikan bencana banjir, longsor, dan kekeringan yang
merugikan kehidupan semua pihak sebagai akibat kerusakan hutan alam Sumatera.
(Suryadi, 2018).

2. Peran Sosiologi Lingkungan dan Ekologi Manusia di Dalam Konsep dan


Imlementasi Suistainable Development
a. Sosiologi Lingkungan
Sosiologi lingkungan adalah studi terhadap hubungan antara manusia-
masyarakat dengan lingkungan. Ini merupakan gabungan dari ilmu sosiologi dan
ilmu lingkungan. Sedangkan ilmu lingkungan adalah gabungan atau perlintasan
berbagai ilmu, biologi, fisika, kimia, ekosistem, geografi, geologi dan lainya.
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa lingkungan memberikan arti penting
bagi manusia. Manusia membutuhkan air dan udara yang sehat dan bersih.
Manusia membutuhkan pepohonan, tanaman, ikan di laut dan sungai sebagai
bahan kebutuhan tempat tinggal dan makanan. Begitu pula dengan tanah tempat

7
berpijak diperlukan untuk menyerap sampah. Lingkungan adalah tempat
keberadaan dan menentukan corak manusia.
Dalam kajian sosiologi klasik, pembahasan mengenai lingkungan kurang
mendapat tempat. Berpulang pada diusungnya faham antroposentrisme yang
menjadikan manusia sebagai titik pusat pembahasan, alam pun turut terpisahkan
dari analisis sosiologis. Namun, dalam era di aman alam semakin terekploitasi
oleh perkembangan tekonologi dan kebutuhan manusia yang terus bertambah,
kajian sosiologi lingkungan menemukan relevansinya. Dimulai dari pemahaman
evolutif bahwa manusia dulunya dikendalikan oleh alam, melauli buku ini
digambrakan bagaimana saat-saat kehidupan manusia masih sepenuhnya
tergantung kepada alam. Perkebangannya kemudian, manusia mulai mengambil
alih posisi alam dan menaklukkannya. Revolusi pengetahuan pada era
pencerahan yang ditandai kemunculan filsafat rasionalisme dan revolusi di
bidang industry menegaskan bahwa alam sangatlah mungkin untuk
dikendalikan.
Efek kerusakan lingkungan membuat beberapa asumsi dasar
pembangunan kerap dipertanyakan. Pembangunan tidak lagi dipahami sebatas
akumulasi modal tanpa henti, tetapi pembangungan harus memerhatikan unsure
keterbatasan alam di dalamnya. Implikasinya dapat dilihat pada gerakan-gerakan
sosial yang menjamur di sekitar tahun 1960-an. Mereka mulai memasukkan
unsure lingkungan ke dalam agenda politiknya seperti diperlihatkan oleh
gerakan ekofeminisme dan ekonsentrisme. Kesemuanya merupakan titik balik
mausia dari entitas perusak lingkungan menuju kesadaran sebagai pejuang
lingkungan.
b. Ekologi Manusia
Ekologi manusia adalah ekologi yang mempelajari satu jenis makhluk
hidup, yaitu manusia. Disana dipelajari bagaimana ekosistem dipengaruhi dan
mempengaruhi kehidupan manusia. Sebagai bagian dari ekologi, atau atau
autoekologi , ekologi manusia, disebut juga ilmu yang mengkaji interaksi
manusia dengan lingkungan hidupnya. Batasan itu menyatakan bahwa ekologi
manusia mempelajari tempat dan peranan manusia dalam ekosistem, atau
mempelajari hakikat dan pengaturan tingkah laku manusia dalam lingkungan

8
hidupnya. Ekologi manusia yang bersifat subjektif, tidak netral, dan bermoral
manusia, bila dirangkum dengan per-skriptif bagaimana manusia seharusnya
berperilaku dan didasarkan moral alam, cenderung berkembang ke arah ilmu
lingkungan.
Ekologi manusia pada hakikatnya mengaplikasikannya konsep-konsep
ekologi secara sistematik dalam pengkajian populasi manusia. Penyebaran
manusia dan variable sosialnya dalam tata ruang juga ditekankan dalam ilmu ini,
sehingga berkaitan erat dengan geografi. Mengingat sifatnya yang homosentris
atau antroposentris , jelas terlihat bahwa kepentingan manusia berada diatas
kepentingan yang lain, atau bahwa ekologi bertujuan untuk kesejahteraan
manusia. Hal ini berkaitan dengan ekonomi. Jadi, secara praktis lingkup ekologi
manusia berada dalam tumpang tindih diantara ekologi, geografi, dan ekonomi.
Masing-masing merupakan kaitan utama dari ekologi manusia. Pada saat ini,
boleh dikatakan hampir semua disiplin ilmu, seperti biologi, antropologi,
sosiologi, teknologi, psikologi, hukum, pertanian, Pendidikan, kesehatan
masyarakat, filsafat, bahkan ilmu administrasi, pertahanan, keamanan, dan
agama mempunayi kaitan dengan ekologi manusia.
c. Suistainable Development
Suistainable development (pembangunan berkelanjutan) dapat diartikan
sebagai sudah tercapainya sebuah keadilan social dari generasi ke generasi.
Kemudian dapat dilihat dari pengertian yang lain, bahwa pembangunan
berkelanjutan sebagai pembangunan nasional yang dapat melestarikan fungsi
dan kemampuan ekosistem. Pada proses pelaksanaannya, prmbangunan
berkelanjutan diharuskan untuk memperhatikan pemanfaatan lingkungan hidup
dan kelestarian lingkungan supaya kualitas lingkungan tetap terjaga. Karena
keletarian lingkungan yang tidak terjaga akan menyebabkan daya dukung
lingkungan berkurang, atau bahkan kemudian akan menjadi hilang.
Pembangunan berkelanjutan (suistainable development) merupakan
sebuah pembanguna yang berguna untuk memenuhi kebutuhan sumber daya
manusia dalam kehidupan saat ini tanpa perlu merusak atau menurunkan
kemampuan generasi penerus yang mendatang dalam memenuhi kebutuhan
dalam kehidupannya.

9
Pada dasarnya, konsep pembangunan berkelanjutan ini merupakan
sebuah strategi pembangunan yang memberikan Batasan pada laju pemanfaatan
ekosistem alamiah dan sumber daya yabg ada di dalamnya. Ambang batas ini
tidak mutlak namun merupakan batas yang luwes yang bergantung pada
teknologi dan social ekonomi tentang pemanfaatan sumber daya alam serta
kemampuan biosfer dalam menerima akibat yang ditimbulkan dari kegiatan
manusia. Dengan kata lain, pembangunan berkelanjutan semacam strategi dalam
pemanfaatan ekosistem alam dengan cara tertentu sehingga kapasitas
fungsionalnya tidak merusak untuk memberikan manfaat bagi kehidupan
manusia. Hal ini tentu saja bukan hanya untuk kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan, tetapi untuk kesejahteraan masyarakat generasi berikutnya yang
mendatang. Dengan demikian, diharapkan bahwa kita tidak saja dapat mampu
melaksanakan pengelolaan pembangunan yang ditugaskan, namu juga dituntut
lebih untuk mengelolanya dengan suatu lingkup yang lebih menyeluruh.
Sosiologi harus melihat sebuah hubungan yang terjadi di dalamnya yaitu
antara manusia atau masyarakat dengan lingkungan biofisik. Environment
sociology atau yang dikenal sebagai sosiologi lingkungan ditafsirkan sebagai
salah satu cabang ilmu yang kajiannya dipusatkan pada keterkaitan antara
lingkungan dan serta perilaku sosial manusia itu sendiri.
(Bonarsitumorang.com). Sosiologi lingkungan pada dasarnya dibangun oleh
beberapa konsep yang saling berkaitan menurut Dunlap dan Catoon (1978) yaitu
berbagai perilaku sosial di masyarakat seperti konflik serta integrasi yang
memiliki keterkaitan terhadap perubahan kondisi lingkungan, pergeseran nilai
sosial serta adaptasi terhadap perubahan lingkungan. Beberapa perubahan
lingkungan tersebut harus dapat dikontrol. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa sosiologi lingkungan merupakan salah satu cabang ilmu sosiologi yang
kajiannya berupa aspek aspek lingkungan, seperti kerusakan, pencemaran serta
pemanfaatan dari sumber daya alam yang diakibatkan oleh aktivitas manusia.
Dalam ilmu sosiologi terdapat dua paradigma ekologi baru dalam
sosiologi lingkungan, yaitu Human Exceptionalism Paradigm atau di singkat
(HEP) dan New Environmental Paradigm atau di singkat (NEP). Yang pertama,
HEP merupakan aliran yang mengutamakan manusia sebagai penentu alam atau

10
disebut sebagai pusat (antroposentrisme). Sedangkan New Environmental
Paradigm (NEP) merupakan salah satu paradigma atau cara pandang dari
manusia yang baru terhadap lingkungannya dengan tujuan memanfaatkan
sumber daya alam guna memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan cara
memperhatikan daya dukung dari lingkungannya yang dititikberatkan kepada
kesadaran akan ada nya batas batas pertumbuhan, penolakan terhadap kebebasan
mengeksploitasi alam, dan tindakan anti antroposentrisme, serta kerapuhan
terhadap keseimbangan alam yang akan mengakibatkan krisis ekologi (Ntelok,
2016).

3. Determinisme Karakteristik Lingkungan Alam Terhadap Corak Interaksi


Komunitas
Untuk menjamin keberlanjutan fungsi layanan sosial-ekologi alam dan
keberlanjutan sumberdaya alam dalam cakupan wilayah yang lebih luas maka
pendekatan perencanaan SDA dengan instrumen penataan ruang harus dilakukan
dengan mempertimbangkan bentang alam dan kesatuan layanan ekosistem,
endemisme dan keterancaman kepunahan flora-fauna, aliran-aliran energi sosial
dan kultural, kesamaan sejarah dan konstelasi geo-politik wilayah.
Hampir bisa dipastikan bahwa setiap ekosistem bisa jadi akan membutuhkan
sistem pengelolaan SDA yang berbeda dari ekosistem di wilayah lain.
Keberhasilan kombinasi beberapa pendekatan seperti ini membutuhkan partisipasi
politik yang tinggi dari masyarakat adat dalam proses penataan ruang dan
penentuan kebijakan pengelolaan SDA di wilayah ekosistem. Semakin tinggi
partisipasi politik dari pihak-pihak berkepentingan akan menghasilkan rencana tata
ruang yang lebih akomodatif terhadap kepentingan bersama yang “intangible”
yang dinikmati bersama oleh banyak komunitas yang tersebar di seluruh wilayah
ekosistem tersebut, seperti jasa hidrologis.
Kondisi seperti ini bisa diciptakan dengan pendekatan informal, misalnya
dengan membentuk “Dewan Konsultasi Multi-Pihak tentang Kebijakan Sumber
Daya Alam Wilayah/Daerah” atau “Forum Multi-Pihak Penataan Ruang
Wilayah/Daerah” yang berada di luar struktur pemerintahan tetapi secara politis
dan hukum memiliki posisi cukup kuat untuk melakukan intervensi kebijakan.

11
Lingkungan secara alami memiliki kemampuan untuk memulihkan
keadaannya, Pemulihan keadaan ini merupakan suatu prinsip bahwa sesungguhnya
lingkungan itu senantiasa arif menjaga keseimbangannya. Apabila bahan pencemar
berakumulasi terus menerus dalam suatu lingkungan, sehingga lingkungan tidak
punya kemampuan alami untuk menetralisasinya yang mengakibatkan perubahan
kualitas. Pokok permasalahannya adalah sejauh mana perubahan ini
diperkenankan. Tanaman tertentu menjadi rusak dengan adanya asap dari suatu
pabrik, tapi tidak untuk sebahagian tanaman lainnya.
Keterbatasan Kemampuan Manusia, Manusia sebagai pengolah sumber daya
alam dituntut semaksimal mungkin untuk mengolah sumber daya alam. Tapi
banyak diantara manusia tersebut yang tidak mampu untuk mengolah sumber daya
alam yang telah tersedia yang mengakibatkan negara kita selalu tertinggal dari
Negara-negara lain diluar sana yang sudah maju.
Padahal negara-negara tersebut tidaklah memiliki sumber daya alam
sebanyak yang kita punya ,tapi mereka selalu dapat mengolah setiap sumber daya
alam yang telah tersedia di Negara mereka yang membuat negara mereka terus
maju.
Maka dari itu yang harus kita lakukan adalah kita harus lebih meningkatkan
sumber daya manusia atau kemampuan dari masyarakat kita agar bisa
memaksimalkan atau mengolah sumber daya alam kita yang begitu melimpah ini.
Bukan mustahil jika kita bisa mengolahnya ,kita akan seperti Negara-negara yang
telah maju atau bahkan melebihi mereka.
a. Determinisme Lingkungan
Determinan lingkungan adalah keyakinan bahwa lingkungan, terutama
faktor fisiknya seperti bentang alam dan iklim, menentukan pola budaya
manusia dan perkembangan masyarakat. Penentu lingkungan percaya bahwa
faktor ekologi, iklim, dan geografis saja yang bertanggung jawab atas budaya
manusia dan keputusan individu. Selain itu, kondisi sosial hampir tidak
berdampak pada perkembanan budaya.
Argumen utama determinisme lingkungan menyatakan bahwa
karakteristik fisik suatu kawasan seperti iklim memiliki pengaruh yang
besar terhadap pandangan psikologis penghuninya. Pandangan yang

12
berbeda ini kemudian menyebar ke seluruh populasi dan membantu
menentukan perilaku dan budaya masyarakat secara keseluruhan. Misalnya,
dikatakan bahwa daerah di daerah tropis kurang berkembang dibandingkan
daerah lintang yang lebih tinggi karena cuaca yang terus hangat di sana
membuatnya lebih mudah untuk bertahan hidup dan oleh karena itu, orang
yang tinggal di sana tidak bekerja keras untuk memastikan kelangsungan
hidupnya. Contoh lain dari determinisme lingkungan adalah teori bahwa
negara kepulauan memiliki ciri budaya yang unik semata-mata karena
isolasi mereka dari masyarakat kontinental.
- Determinisme Lingkungan dan Geografi Awal
Meskipun determinisme lingkungan adalah pendekatan yang relatif baru
untuk studi geografis formal, asal-usulnya kembali ke zaman kuno. Faktor
iklim, misalnya, digunakan oleh Strabo, Plato , dan Aristoteles untuk
menjelaskan mengapa orang Yunani jauh lebih berkembang di masa-masa
awal daripada masyarakat di iklim yang lebih panas dan lebih dingin. Selain
itu, Aristoteles membuat sistem klasifikasi iklimnya untuk menjelaskan
mengapa orang dibatasi pada pemukiman di wilayah tertentu di dunia.
Sarjana awal lainnya juga menggunakan determinisme lingkungan untuk
menjelaskan tidak hanya budaya suatu masyarakat tetapi alasan di balik
karakteristik fisik suatu masyarakat. Al-Jahiz, seorang penulis dari Afrika
Timur, misalnya, menyebut faktor lingkungan sebagai asal muasal warna
kulit yang berbeda. Dia percaya bahwa kulit yang lebih gelap pada banyak
orang Afrika dan berbagai jenis burung, mamalia, dan serangga adalah
akibat langsung dari prevalensi batuan basal hitam di Jazirah Arab.
Ibnu Khaldun, seorang sosiolog dan sarjana Arab secara resmi dikenal
sebagai salah satu penentu lingkungan pertama. Dia hidup dari tahun 1332
hingga 1406, selama waktu itu dia menulis sejarah dunia lengkap dan
menjelaskan bahwa iklim panas di Afrika Sub-Sahara menyebabkan kulit
manusia menjadi gelap.
- Determinisme Lingkungan dan Geografi Modern
Determinisme lingkungan naik ke tahap paling menonjol dalam geografi
modern yang dimulai pada akhir abad ke-19 ketika dihidupkan kembali oleh
ahli geografi Jerman Friedrich Rätzel dan menjadi teori sentral dalam

13
disiplin ilmu. Teori Rätzel muncul mengikuti Charles Darwin Origin of
Species pada tahun 1859 dan sangat dipengaruhi oleh biologi evolusi dan
pengaruh lingkungan seseorang terhadap evolusi budaya mereka.
Determinisme lingkungan kemudian menjadi populer di Amerika Serikat
pada awal abad ke-20 ketika mahasiswa Ratzel, Ellen Churchill Sempel,
seorang profesor di Universitas Clark di Worchester, Massachusetts,
memperkenalkan teori tersebut di sana. Seperti gagasan awal Ratzel, Semple
juga dipengaruhi oleh biologi evolusioner.
Salah satu siswa Ratzel yang lain, Ellsworth Huntington, juga bekerja
mengembangkan teori sekitar waktu yang sama dengan Semple. Pekerjaan
Huntington, menyebabkan bagian dari determinisme lingkungan, yang
disebut determinisme iklim di awal 1900-an. Teorinya menyatakan bahwa
perkembangan ekonomi suatu negara dapat diprediksi berdasarkan jaraknya
dari garis khatulistiwa. Ia mengatakan iklim sedang dengan musim tanam
yang pendek mendorong pencapaian, pertumbuhan ekonomi, dan
efisiensi. Kemudahan menanam di daerah tropis, di sisi lain, menghambat
kemajuan mereka.
- Penurunan Determinisme Lingkungan
Meskipun sukses pada awal 1900-an, popularitas determinisme
lingkungan mulai menurun pada 1920-an karena klaimnya sering dianggap
salah. Juga, kritikus mengklaim itu rasis dan imperialisme yang dilestarikan.
Carl Sauer misalnya, memulai kritiknya pada tahun 1924 dan
mengatakan bahwa determinisme lingkungan menyebabkan generalisasi dini
tentang budaya suatu daerah dan tidak memungkinkan hasil berdasarkan
pengamatan langsung atau penelitian lain. Sebagai hasil dari kritiknya dan
orang lain, ahli geografi mengembangkan teori kemungkinan lingkungan
untuk menjelaskan perkembangan budaya.
Kemungkinan lingkungan dikemukakan oleh ahli geografi Perancis Paul
Vidal de la Blanche dan menyatakan bahwa lingkungan membatasi
perkembangan budaya, tetapi tidak sepenuhnya mendefinisikan budaya.
Sebaliknya, budaya ditentukan oleh peluang dan keputusan yang dibuat
manusia sebagai respons untuk menghadapi keterbatasan tersebut.

14
Pada 1950-an, determinisme lingkungan hampir seluruhnya digantikan
dalam geografi oleh kemungkinan lingkungan, yang secara efektif
mengakhiri keunggulannya sebagai teori sentral dalam disiplin ilmu.
Terlepas dari penurunannya, bagaimanapun, determinisme lingkungan
adalah komponen penting dari sejarah geografis karena awalnya mewakili
upaya ahli geografi awal untuk menjelaskan pola yang mereka lihat
berkembang di seluruh dunia.
Ruang aktifitas hidup manusia akan dipengaruhi oleh kondisi cuaca,
iklim, musim, ketersediaan air, tanah, tumbuhan, dan hewan.  Tumbuhan dan
hewan mempunyai peran pada pola menu makan dan kadar kalori serta
protein penduduk suatu wilayah.  Tingkat teknologi semakin tinggi yang
dimiliki manusia maka alam semakin mereka kuasai dan semakin kecil
pengaruh lingkungan pada aktifitas manusia.    Bangsa‐bangsa primitif
sangat dipengaruhi lingkungan bahkan lingkungan alam sangat
mempengaruhi aktifitas hidup mereka.
Paham determinisme alam berbunyi: ”alam menentukan segalanya pada
manusia”.  Paham yang dipelopori oleh Friedrich Ratzel  (1844‐1904) dan
penganutnya Ellen Churchill Semple dari Amerika Serikat dan dengan
antropogeografinya merendahkan budaya manusia atau keinginan manusia
yang tak terbatas karena yang di agungkannya adalah kekuatan alam.   
Paham ini sebenarnya bukanlah hasil pemikiran dari abad ke‐19.   Abad ke‐5
SM, Hipocrates di Yunani kuno sudah mengaitkan keadaan udara, air dan
tanah dengan kesehatan manusia.  Contoh: tubuh orang asia berbeda dengan
tubuh orang eropa karena iklim di eropa memiliki variasi musim.   Musim
inipun membentuk watak orang‐orang eropa yang serba keras, bersemangat
dan dan kurang sosial.    Musim di asia umumnya seragam sepanjang tahun
sehingga orang Asia kurang suka berperang.    Aristoteles sebagai penganut
aliran ini pada zamannya.   Aristoteles menulis untuk bangsanya sendiri,
yaitu: bahwa negeri yunani berada di antara eropa dan asia sehingga semua
watak orang eropa dan watak orang Asia terdapat pada bangsa
Yunani.  Bangsa‐bangsa di benua Eropa yang bertempat di wilayah dingin
cukup bersemangat tetapi kurang cerdas dan kurang terampil, sehingga

15
organisasi mereka rapuh dan secara politis mereka tidak mampu menguasai
wilayah sekitar mereka,   sebaliknya bangsa‐bangsa Asia cukup cerdas dan
terampil, tetapi semangat mereka lemah hingga mereka mudah dijajah oleh
bangsa lainnya.
b. Karakteristik Lingkungan Alam
Pengertian karakter secara umum berdasarkan penggunaannya sebagai
sebuah istilah yang dipergunakan sehari-hari adalah salah satu atribut atau ciri-
ciri yang membuat obyek dapat dibedakan sebagai sesuatu yang sifatnya
individual. Pengertian yang mampu menunjukkan adanya kualitas khusus,
berperan sebagai pembeda (Nurjannah, 2013). Dengan demikian karakter dapat
digunakan untuk memberikan gambaran atau deskripsi baik fisik maupun non
fisik (tergantung kandungan/ muatan isi obyek) dengan penekanan terhadap
sifat-sifat, ciri-ciri yang spesifik dan khusus suatu obyek, yang membuat obyek
tersebut dapat dikendalikan dengan mudah.
Salah satu kekuatan yang membentuk karakter lingkungan
permukiman adalah keadaan alam yang ada di sekelilingnya. Beberapa
ilmuan telah memperbincangkan hubungan antara pengembangan
permukiman manusia dan lingkungan alam (Rapoport, 1969; Kostof, 1991;
Moris, 1994). Karakteristik sifat-sifat dasar lingkungan alam telah
mempengaruhi manusia dari masa awal dengan berbagai cara. Lingkungan
alam mempengaruhi manusia sewaktu mendirikan permukimannya dari
memilih lokasi, menggunakan bahan konstruksi yang tepat untuk adaptasi
dengan iklim, mendirikan bangunan dengan struktur yang sesuai dengan
tanah, dan merancang bentuk bangunan yang serasi dengan keadaan
sekelilingnya. Unsur ini adalah kekuatan yang mempengaruhi bentuk
permukiman manusia dari awal sampai dengan kota kontemporer saat ini
(Heryanto, 2011).
Bentuk topografi suatu tempat juga adalah unsur penting dalam
mendirikan permukiman manusia. Aneka ragam bentuk dari tanah datar dan
tanah lapang seperti perbukitan, lembah, dan tepian air adalah unsur alam
yang menentukan orientasi dan bentuk permukiman manusia. Amos
Rapoport (1969:74-78), dalam bukunya, House Form and Culture,

16
menyingkap pengaruh dari topografi sebagai faktor yang menentukan
pembangunan permukiman. Rapoport menyatakan bahwa ada 2
pertimbangan bagi masyarakat untuk memilih tempat permukimannya, yaitu
fisik lingkungan alam setempat dan pilihan sosial-budaya.

c. Lingkungan dan Perilaku Masyarakat


Faktor dinamika rona lingkungan dipandang juga berpengaruh pada bentuk
dan pola lingkungan binaan (Nurjannah, 2008). Hubungan dapat terjadi antara
rona lingkungan dengan bentuk fisik lingkungan binaan, dimana rona
lingkungan mempengaruhi bentuk fisik permukiman yang terbentuk oleh
kondisi lingkungan serta kelompok masyarakat dengan budayanya
(Rapoport,1969). Rapoport juga menganggap bentuk permukiman bukan
merupakan hasil proses yang sederhana dari satu faktor penyebab saja, tetapi
lebih merupakan konsekuensi menyeluruh dari faktor sosial budaya. Hubungan
ini saling mempengaruhi dan dipengaruhi sehingga kegiatan manusia dan
lingkungannya mempunyai pola-pola yang mengatur keseimbangan alam.
Porteous (dalam Mastutie, 2002), juga menyatakan bahwa perilaku
seseorang itu dipengaruhi oleh tiga faktor yang saling bergantung, yaitu: faktor
pembawaan genetiknya, faktor pengalamannya berinteraksi dengan
lingkungannya, dan faktor lingkungan fenomenal yang ada saat itu. Kedua faktor
pertama di atas tidak dapat dipengaruhi oleh perencana atau perancang
lingkungan.
Rapoport (1969) menyatakan bahwa lingkungan binaan diciptakan untuk
mewadahi perilaku yang diinginkan. Interaksi antar keduanya melahirkan suatu
bentuk aktivitas, aktivitas yang terjadi tersebut dapat mengakibatkan perubahan
diantaranya perubahan lingkungan dan perubahan perilaku.
d. Corak Interaksi Komunitas
Komunitas ialah kumpulan dari bebrbagai populasi yang hidup pada
suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu
sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila
dibandingkan dengan individu dan populasi.

17
Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Baik
lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Kita bernapas memerlukan udara
dari lingkungan sekitar. Kita makan, minum, menjaga kesehatan, semuanya
memerlukan lingkungan. Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada
di sekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik
langsung maupun tidak langsung. Lingkungan bisa dibedakan menjadi
lingkungan biotik dan abiotik. Jika kalian berada di sekolah, lingkungan
biotiknya berupa teman-teman sekolah, bapak ibu guru serta karyawan, dan
semua orang yang ada di sekolah, juga berbagai jenis tumbuhan yang ada di
kebun sekolah serta hewan-hewan yang ada di sekitarnya. Adapun lingkungan
abiotik berupa udara, meja kursi, papan tulis, gedung sekolah, dan berbagai
macam benda mati yang ada di sekitar. Seringkali lingkungan yang terdiri dari
sesama manusia yang melipulti pola pola hubungan sosial serta kaidah
pendukung yang berlaku dalam suatu lingkungan disebut juga sebagai
lingkungan sosial budaya. Lingkungan sosial budaya terdiri dari interaksi antara
budaya, teknologi dan organisasi sosial.lingkungan sosial budaya telah ada sejak
manusia diciptakan dan mengalami perubahan sejalan dengan peningkatan
kemampuan adaptasi kultural manusia terhadap lingkungannya
Terdapat dua kelompok sistem yang saling berinteraksi dalam
lingkungan sosial budaya, yaitu sosiosistem meliputi teknologi, pola eksploitasi
sumber daya, pengetahuan, ideologi, sistem nilai. Yang kedua adalah ekosistem,
meliputi tanah, air, udara, hewan, tumbuhan, populasi manusia. Interaksi kedua
sistem tersebut melalui proses seleksi dan adaptasi. Serta pertukaran aliran
energi, materi dan informasi.
Interaksi pada mahkluk hayati terjadi secara netral untuk proses
keseimbangan dari ekosistem tersebut. Sedangkan interaksi sosial pada manusia
tidak terjadi secara netral dan interasi dengan lingkungan cenderung
antroposentrik. Oleh sebab itu manusia dan lingkungan merupakan suatu
kesatuan yang saling berinteraksi antara satu dengan lainnya, dimana manusia
dapat mempengaruhi lingkungan dan sebaliknya lingkungan dapat
mempengaruhi manusia. Karena salah satu unsur dalam lingkungan hidup adalah
manusia, yang merupakan makhluk hidup yang paling canggih diantara

18
makhluk-makhluk lain, sehingga dapat mengembangkan kemampuannya dalam
pengembangan berbagai bidang yang ada.
Kedudukan manusia merupakan bagian utama dari suatu lingkungan.
Hubungan manusia dan lingkungan adalah sirkuler, kegiatannya sedikit banyak
akan mengubah lingkungannya yang pada saatnya nanti akan mempengaruhi
manusia dan kemudian akan merambat pada unsur unsur lain.Kelangsungan
hidup manusia bergantung pada kelestarian ekosistemnya.
Manusia pada awal sejarahnya telah hidup di bumi dalam keselarasan
alam yang sangat wajar, tetapi dalam penguasaan alam pikiran telah
memungkinkan manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang menjaadikannya penguasa mutlak dalam kehidupan.Dari segi
ekologi hubungan manusia dengan mahkluk hidup lainnya adalah :
 Manusia sebagai organisme yang dominan yaitu manusia dapat
berkompetisi lebih baik dibandingkan dengan dengan mahkluk hidup
lainnya, manusia mampu memberikan pengaruh yang besar terhadap
lingkungan hidup ataupun organisme lain.
 Manusia sebagai penyebab evolusi yaitu manusia selalu dapat
memperbaiki dan mengembangkan pengetahuan serta keterlampilan
teknis.
 Manusia sebagai mahkluk pengotor yaitu manusia sering membuang
kotoran organik (seperti: Fases) yang dapat mencemari lingkungan.

Manusia hidup, tumbuh,dan berkembang dalam lingkungan alam dan


sosialbudayanya. Dalam lingkungan alamnya manusia hidup dalam sebuah
ekosistem yakni, suatu unit atu satuan fungsional dari makhluk-makhluk hidup
dengan lingkungannya. Dalam ekosistem terdapat komponen abiotik pada
umumnya merupakan factor lingkungan yang mempengaruhi makhluk-makhluk
hidup diantaranya : Tanah,udara atau gas-gas yang membentuk atmosfer,
air,cahaya, Suhu atau temperature,Sedangkan komponen biotic di antaranya
adalah: produsen, konsumen, pengurai. Selain itu di dalam lingkungan terdapat
faktor-faktor Selain seperti berikut ini : rantai makanan, habitat, populasi,
komunikasi, biosfer. Cara mempertahankan Ekosistem tetap stabil adalah: (1)

19
Perlu diberikan bantuan energi dari luar yang harus di usahakan manusia; (2)
Usaha untuk perawatan terhadap ekosistem yang dibuat manusia.

Tugas Manusia sebagai bagian dari ekosistem adalah :

 Mengelola apa yang ada dalam ekosistem.


 Mengelola tugas dan kewajiban untuk mengatur ekosistem alamiah dan
ekosistem buatan.
 Mempunyai tugas dan kewajiban untuk mengatur keselarasan dan
keseimbangan antara komponen yang ada dalam ekosistem.

Manfaat stabilnya ekosistem adalah :

 Manusia dapat hidup teratur dari generasi ke generasi.


 Manusia dapat hidup selamat sejahtera.
 Manusia bergantung pada ekosistem.

Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya. Interaksi antara


manusia dan lingkungan hidup merupakan proses saling mempengaruhi antara
satu dan lainnya. Salah satu bentuk interaksi manusia yaitu Interaksi dengan
lingkungan alam.

Ekologi manusia dapat dilihat dari latar belakang fisik dan manusia
dengan budayanya.  Ilmu etnoekologi tidak hanya membahas aspek‐aspek alami
saja tetapi  juga aspek manusianya, dengan ragam politis, ekonomis, sosiologis,
politis, dan budaya.  Semua ragam dari aspek manusia tersebut dipahami dengan
latar belakang lingkungan alam dan lingkungan masyarakat.   Ekologi manusia
terbentuk dari hidup yang berdampingan dan saling keterkaitan antara unsur
alam, yaitu: iklim, cuaca, batuan, tanah, bentuk muka bumi, air, danau, laut,
samudera, air tanah, sungai, tumbuhan, dan hewan.    Hal ini dapat dicontohkan
pada ekologi manusia dilihat dari sudut pandang daerah kota dengan daerah
desa.  Ekologi manusia pada daerah pedesaan akan terlihat unsur‐unsur alam
yang lebih banyak saling keterkaitan dan berdampingan, sedangkan pada ekologi
manusia pada daerah perkotaan banyak di dominasi teknologi yang direkayasa

20
manusia sehingga manusia memodifikasi ekologi dalam bentuk lingkungan
buatan atau lingkungan teknologi (N. Daldjoeni 1982).

Unsur‐unsur fisik secara alami, yaitu: alam merupakan tempat tinggal


manusia dimana unsur‐unsur alam saling terkait dan berdampingan secara
alami.    Teknologi yang maju di wilayah perkotaan mampu mengubah kondisi
lingkungan dan mengurangi keterkaitan antara unsur‐ unsur alam.     Lingkungan
kota merupakan tiruan dari lingkungan alam yang wajar yang melayani
kehidupan manusia agar sesuai dengan keinginan manusia yang tak terbatas,
contoh: alat pemanas di rumah, alat penyejuk di rumah, air, dan listrik.  Semakin
maju teknologi yang dimiliki makin mampu manusia untuk mengubah dan
mengatur lingkungan alam.   Akibat dari proses ini akan berpengaruh pada
unsur‐unsur alam yang saling terkait dan berdampingan (N. Daldjoeni 1982).     

Pendekatan ekologi merupakan usaha mencapai ketepatan analisa


mengenai hubungan antara aktifitas manusia, hubungan biologis, dan proses
alam tertentu dalam satu analisa, yaitu: ekosistem.    Ekosistem merupakan
sistem ekologi sehingga tugas ilmiah pada konsep ini adalah menyelidiki
dinamika intern dari sistem‐sistem serupa itu dan bagaimana prosesnya sistem
itu berkembang dan berubah  seperti yang dikemukakan oleh pendiri ekologi,
yaitu: Haeckel (Geertz C 1976).  

Faktor‐faktor ekologi sebagai tempat sumberdaya alam sering nampak


memberikan peranan yang dinamis di dalam perkembangan kebudayaan
dan/atau sebaliknya.    Ketidakpastian dari kedua cara pendekatan ini
sesungguhnya bermula dari kekurangan pada konsep yang sama‐sama pada
kedua cara pendekatan tersebut.    Kekurangan konsep tersebut karena
pemisahan antara karya manusia dan proses alam menjadi dua bidang yang
sebenarnya saling mempengaruhi (sphere) tetapi dibuat berbeda, yaitu:
”kebudayaan” dan ”lingkungan” dan kemudian berusaha melihat bagaimana
sebagai keseluruhannya menjadi berdiri‐sendiri yang seharusnya kedua bidang
tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi (Geertz C 1976).

21
Julian Steward (1955) yang disimpulkan oleh Geertz C (1976) telah
mengembangkan cara analisis yang disebut ”ekologi budaya” perbedaan pokok
pendekatan analisis ini adalah: pembatasan penerapan konsep dan asas ekologi
tersebut pada aspek‐aspek tertentu saja dari kehidupan social.

dan kebudayaan manusia yang benar‐benar cocok, bukan pada seluruh


kehidupan manusia secara menyeluruh.    Paham antropologi, yaitu: ”holisme”
yang berpendapat bahwa semua aspek kebudayaan saling‐ tergantung dan
saling‐berkaitan, mengarah pada perumusan masalah kebudayaan dan
lingkungan hidup dalam arti yang sangat umum.   Sebagai contoh yang
dikemukan oleh Hutington (1960) mengenai tipe‐ tipe habitat dengan ciri‐ciri
yang sangat umum seperti: ”kawasan tropis”, ”kawasan kutub”, ”dataran tinggi”
yang dicocokkan pada seluruh kebudayaan yang dianggap integral, yaitu:
”kebudayaan Jawa”, ”kebudayaan eskimo”, dan ”kebudayaan Sioux”, tetapi hal
ini dibantah oleh Hegel yang membantah mengenai paham determinisme alam
dengan argumennya, yaitu: ”wilayah yang dulunya ditempati orang‐orang
Yunani, sekarang tinggal orang Turki” (Geertz C 1976).

Secara naluri, semakin tinggi kemampuan manusia beradaptasi maka


akan semakin lama menempati suatu daerah, tetapi semakin rendah kemampuan
manusia beradaptasi manusia maka akan meninggalkan tempat tersebut dan akan
mencari tempat yang baru.    Manusia melakukan migrasi dari daerah satu ke
daerah lainya secara alami sesuai dengan kemampuan adaptasi mereka.    Hasil
adaptasi manusia dapat berupa: mata pencaharian, perumahan, pakaian,
peralatan rumah tangga, peralatan berkebun, membuka lahan, dan lain
sebagainya.    Manusia dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan tidak akan
terlepas dengan adanya sumberdaya.    Lingkungan sebagai habitat manusia
untuk melakukan semua aktifitasnya merupakan suatu sumberdaya.    Menurut
Spencer (1973) geograf Amerika mendefinisikan sumberdaya secara sederhana,
yaitu: segala barang atau bahan serta kondisi yang dapat dinilai setelah dipahami
seluk‐beluk hasil, proses, dan manfaatnya” (N. Daldjoeni 1982).  

Manusia dalam melakukan adaptasi tidak memodifikasi secara anatomis


tetapi lebih mengarah pada mengubah prilaku serta budaya sebagai respon

22
terhadap lingkungan di sekitarnya.    Adaptasi manusia pada dasarnya bersumber
dari kebutuhan dan keinginan untuk mengadakan harmoni antara dirinya dengan
lingkungan disekitarnya.   Selain itu manusia mempengaruhi lingkungannya dan
manusiapun dipengaruhi oleh lingkungannya.  Manusia pada kondisi tertentu
dipaksa untuk melakukan adaptasi usahanya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan keterbatasan yang ada dilingkungan sekitarnya (Rudi Hilmanto
2009, 2010d).

Manusia memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan


abiotik dan biotiknya.  Manusia tidak hanya sebagai mahkluk dari dunia hewan
dan tumbuhan, tetapi juga sebagai pemilik kekuatan yang besar untuk
melakukan adaptasi.    Setiap masyarakat memiliki kemampuan dan cara‐cara
adaptasi dan interaksi berbeda yang diwariskan dari generasi ke generasi dan
selanjutnya dikembangkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
merupakan unsur‐unsur budaya masyarakat.  Manusia pola adaptasinya lebih
tinggi hal ini karena kebudayaan yang yang mereka miliki.    Adaptasi dari
iklim‐iklim dan perubahannya menyebabkan manusia mampu tetap bertahan dan
lestari di permukaan bumi (Rudi Hilmanto 2009, 2010d).

Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki oleh manusia, mereka


belajar mengubah dan mempengaruhi kondisi alamiah dan terus menyesuaikan
diri dengan memenuhi semua kebutuhannya yang tak terbatas.  Alam
mempengaruhi kebudayaan manusia yang dibahas di atas merupakan konsep ras
(race) atau keturunan yang dihubungkan dengan sifat‐sifat kebudayaan bangsa‐
bangsa yang berbeda.    Keturunan yang berbeda‐beda dihubungkan dengan
pengaruh alam secara umum dan iklim pada khususnya.  Sehingga alam
dipandang sebagai faktor penting yang mempengaruhi kebudayaan baik secara
langsung dan tidak langsung dengan berkembangnya keturunan‐keturunan
manusia dan sifat‐ kemampuan berbeda‐beda (j.b.a.f. Mayor Polak 1979).

Manusia memiliki budaya yang tidak bisa lepas dari bagian lingkungan
biotik dan lingkungan abiotik, sehingga untuk tujuan kelestarian alam dan
kelestarian manusia, kita harus menjaga keseimbangan antara ketiga unsur
tersebut yaitu budaya, lingkungan biotik, dan lingkungan abiotik.   Hal ini

23
menunjukan bahwa semua aktivitas budaya manusia tidak boleh menyebabkan
rusaknya atau terganggunya lingkungan biotik dan abiotik sebagai sumberdaya
untuk memenuhi semua aktivitas hidup manusia yang tak terbatas.    Dengan
budaya, khususnya pengetahuan dan teknologi yang dimiliki bisa menyebabkan
terjadi eksploitasi, terganggu, dan bencana alam sehingga kelestarian
manusiapun menjadi terancam, tetapi bisa juga menjadi usaha dan sarana untuk
menjaga kelestarian/pemeliharaan alam dan manusia.

Bentuk interaksi dan adaptasi manusia dengan alam, yaitu: adanya


aktivitas manusia mengubah bentang alam di bumi ini, baik lingkungan biotik
dan lingkungan abiotik. Membuka ladang, melakukan domestikasi hewan‐
tumbuhan, melakukan penghijauan, membuat bendungan, dan membuat sistem
irigasi merupakan contoh bentuk interaksi dan adaptasi manusia.   Manusia
dalam berinteraksi dengan lingkungannya tidak bisa lepas dengan faktor
geografis.    Menurut N. Daldjoeni (1982) kehidupan manusia dipengaruhi oleh
8 (delapan) faktor geografis, yaitu :

1. Relief menentukan dalam kegiatan transportasi;  perbedaan relief yang


sangat berbeda menyebabkan perbedaan iklim.
2. Sumber‐sumber mineral/sumberdaya alam bisa menimbulkan kondisi
konflik di daerah tersebut.
3. Perbandingan luas daratan dengan luas lautan/sungai suatu wilayah yang
menentukan apakah masyarakat tersebut merupakan wilayah agraris atau
wilayah maritim yang mempengaruhi pada mata pencaharian masyarakatnya.
4. Tanah yang menentukan tingkat kesuburan daerah.  Tanah yang subur
menyebabkan tidak meratanya jumlah kepadatan penduduk.
5. Jenis flora dan fauna yang mempengaruhi kegiatan ekonomi dan kondisi
pangan, sandang, dan papan.
6. Air sangat menentukan suatu wilayah dapat atau tidak untuk dihuni dengan
baik untuk daerah non maritim.
7. Lokasi serta unsur relasi spatial (keruangan) lainya seperti posisi, jarak
dengan tempat lain; suatu daerah memiliki luas dan bentuk yang berarti

24
adanya persatuan bangsa, pertumbuhan ekonomi, serta kontak dengan daerah
lain baik secara budaya maupun politik.
8. Iklim menentukan jenis makanan/minuman yang dikonsumsi.  Daerah yang
agraris mempengaruhi hasil pertanian. Musim sedikit banyak mempengaruhi
sistem kerja masyarakat sepanjang tahun terutama di daerah agraris atau
maritim

N. Daldjoeni (1982) juga menyimpulkan bahwa manusia dalam hal ini


tidak pasrah hanya pada kekuatan alam saja dan menanti memperoleh giliran
untuk diubah oleh alam; manusia berperan sebagai tokoh penting dalam aktivitas
alam.  Alam bukanlah pengendali manusia tetapi sebagai kawan yang
berdampingan dan jika perlu sebagai budaknya.  Unsur‐unsur lingkungan secara
umum dibagi menjadi empat, yaitu:

1. Unsur biotik contoh: tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme.


2. Unsur abiotik contoh: iklim, relief, air, mineral.
3. Unsur geografis: letak lintang dan bujur, jarak antar daerah, dan luas
daerah .
4. Unsur teknik: gedung, jaringan listrik, komunikasi, jaringan jalan.

Dirangkum dari buku N. Daljdoeni (1982) berjudul Pengantar Geografi untuk


Mahasiswa dan Guru Sekolah, paham‐paham interaksi manusia dengan alam seperti:
Inklusionisme dan eksklusionisme, determinisme, possibilisme, dan cultural
environment alam memberikan sumbangan pemikiran untuk ilmu entoekologi.    Secara
rinci pemikiran paham‐paham tersebut adalah:

a. Inklusionisme dan ekslusionisme


Menurut Elder (1972) manusia sebagai makhluk biologis berinteraksi
dengan alam. Manusia merupakan bagian dari tumbuhan dan hewan.   Peran
manusia pada ekologi sama seperti peran tumbuhan dan hewan di lingkungan,
dalam hal ini manusia ada yang berperan sebagai parasit, predator, epifit dan
sebagainya.    Paham yang menyebutkan bahwa manusia bagian di dalam alam
disebut inklusionisme.

25
Alam jika dilihat dari sudut pandang di luar dari bagian manusia,
dipandang sebagai kawan/berdampingan, yaitu: dapat diatur dengan ilmu dan
teknologi untuk kesejahteraan dan keinginan manusia dan/atau lawan, yaitu:
dapat memberikan kehancuran pada manusia dan paham ini disebut
eksklusionisme.
Ahli ilmu geografi dalam pengertian geography as human ecology,
melukiskan manusia sebagai bagian dari unsur di luar lingkungan abiotis dan
lingkungan biotis.    Manusia dalam menjaga kelestariannya maka harus
menjaga keseimbangan tiga unsur yang ada di alam, yaitu: manusia, lingkungan
biotik dan lingkungan abiotik.    Hal ini menunjukan segala aktifitas manusia
jangan sampai merusak lingkungan biotik dan lingkungan abiotik sebagai
sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tak terbatas.    Teknologi
modern yang ada menyebabkan terjadinya eksploitasi dan eksplorasi
sumberdaya yang pada akhirnya mengancam kelestarian manusia itu sendiri.   
Tindakan konservasi (conservation) lingkungan alam dan pelestarian alam
(preservation) bertujuan untuk menjaga kelestarian manusia.  

26
REFERENSI :
Microsoft Word - buku etnoekologi 8 (batukarinfo.com)
BUKU REFRENSI IMU LINGKUNGAN-2016..pdf (warmadewa.ac.id)
Microsoft Word - Bio_Suhartini2 UNY.doc
blog.unnes.ac.id/nurulkhairunnisa/wp-content/uploads/sites/2078/2015/11/Makalah-
Paradigma-dan-Etika-Lingkungan.pdf
Sosiologi Lingkungan: Sebuah Pengantar | Fahrudin HM Blog (wordpress.com)
symbion.pbio.uad.ac.id/prosiding/prosiding/ID_316_Dika Agustia Indrati_Revisi_Hal
371-382.pdf
PENGERTIAN EKOLOGI MANUSIA - ARTI DEFINISI PENGERTIAN (arti-definisi-
pengertian.info)
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:dFu3QOZ-
gesJ:repository.ung.ac.id/get/karyailmiah/321/EKOLOGI-dan-LINGKUNGAN-
HIDUP.pdf+&cd=15&hl=id&ct=clnk&gl=id
https://queenichmiracle.blogspot.com/2012/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html
https://www.greelane.com/id/sains-teknologi-matematika/ilmu/environmental-
determinism-and-geography-1434499/
https://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:zhAipZmHiAcJ:https://journals.upi-yai.ac.id/index.php/ikraith-
teknologi/article/download/465/347+&cd=5&hl=id&ct=clnk&gl=id
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:dFu3QOZ-
gesJ:repository.ung.ac.id/get/karyailmiah/321/EKOLOGI-dan-LINGKUNGAN-
HIDUP.pdf+&cd=15&hl=id&ct=clnk&gl=id
https://www.gurupendidikan.co.id/pembangunan-berkelanjutan/
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/1952072519
78031-ACE_SURYADI/askar_jaya.pdf
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:dFu3QOZ-
gesJ:repository.ung.ac.id/get/karyailmiah/321/EKOLOGI-dan-LINGKUNGAN-
HIDUP.pdf+&cd=15&hl=id&ct=clnk&gl=id

27
28

Anda mungkin juga menyukai