Anda di halaman 1dari 12

Nama : Muhammad Afri Ramadhan

Kelas : B
NPM : 5619220027

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Akta Pembagian Dan Pemisahan Harta Peninggalan Pada Masa Sekarang Dan
Perkembangannya Dimasa Yang Akan Datang.

Sejak dari dahulu sampai sekarang hampir jarangn dan hampir tidak adanya Akte
Pembagian dan Pemisahan Harta Peninggalan dalam praktek-praktek Notaris, disebabkan
karena keadaan dan situasi yang dihadapi oleh notaris berdasarkan pertimbangan latar
belakang ekonomi dan keluarga dari pewaris yang meninggal dunia.

Pada masa sejak negara kita merdeka sampai dengan sekarang, notaris masing
menghadapi para pewaris yang meninggal dunia dengan kebayakan latar belakang ekonomi
dan keluarganya masih dibawah garis sejahtera, dalam arti pewaris meninggalkan harta
peninggalan hanya sedikit yaitu mungkin hanya berupa 1 satu rumah dan meninggalka ahli
waris cukup banyak yaitu rata-rata lebih dari 4 empat orang. Dalam keadaan dan situasi yang
demikian biasanya para ahli waris menginginkan pembagian pewaris dan selanjutnya hasil
penjualan tersebut dibagi-bagi sesuai dengan hak masing-masing para ahli waris. Atau bisa
juga peninggalan pewaris tersebut dihibahkan oleh para ahli waris kepada salah seorang ahli
waris, sehingga harta peninggalan pewaris menjadi milik atau hak dari seorang ahli waris
yang menerima. Berdasarkan keadaan dan situasi yang demikian biasanya notaris dalam
pembagian harta peninggalan pewaris tersebut akan membuat akta dengan cara dan prosedur
sebagai berikut:

1. Pertama, Notaris membuat Keterangan Hak Mewaris atas nama Pewaris.


2. Kedua, Notaris selalu membuat Akta Jual-Beli yang ditandatangani oleh para ahli
waris selaku penjual dengan pihak pembeli. Atau Notaris lalu membuat Akta Hibah
yang ditandatangani oleh para ahli waris selaku pemberi hibah dan salah seorang ahli
waris selaku penerima hibah.
Notaris beranggapan bahwa cara dan prosedur yang ditempuh tersebut merupakan cara
dan prosedur yang paling efisien dan praktis. Sehingga notaris berkesimpulan tidak perlu
membuat akta pembagian dan pemisahan harta peninggalan dalam praktek Notaris sangat
jarang dan bahkan hampir tidak ada.

B. Akta pembagian harta warisan yang dibuat di hadapan pejabat pembuat Akta
Tanah

Sebagai kelanjutan dari suatu proses pewarisan, maka setelah dibuatnya Keterangan
Hak Mewaris harus dilanjutkan dengan pembagian harta peninggalan. Pembagian harta
peninggalan tersebut dapat dibuat di hadapan Notaris atau dapat juga dibuat di hadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pembagian harta peringgalan yang dibuat di hadapan
Notaris biasanya aktanya diberi judul “PEMBAGIAN DAN PEMISAHAN HARTA
PENINGGALAN",sedangkan pembagian harta peninggalan yang dibuat di hadapan PPAT
biasanya aktanya diberi judul “PEMBAGIAN HARTA WARISAN”.

Dalam praktek biasanya Pejabat Umum yang mempunyai kewenangan untuk


membuat akta pembagian harta peninggalan, adalah Notaris yang juga merangkap sebagai
PPAT. Sehingga dengan demikian Pejabat Umum tersebut dalam membuat akta pembagian
harta peninggalan sering mengalami keraguan yaitu kapan harus bertindak selaku Notaris dan
kapan harus bertindak selaku PPAT. Keraguan ini biasanya timbul apabila Pejabat Umum
(Notaris-PPAT) tersebut tidak pernah menangani kasus yang berkaitan dengan pembagian
harta peninggalan.

Pewaris meninggalkan harta peninggalan yang jumlah dan jenisnya cukup banyak, dalam
hal ini termasuk tanah yang sudah bersertifikat. Para ahli waris ingin melakukan pembagian
harta peninggalan pewaris. Maka notaris yang merangkap sebagai PPAT, dalam jabatannya
selaku Notaris lalu membuat keterangan Hak Mewaris dan selanjutnya membuat akta
pembagian dan pemisahan hak mewaris dan selanjutnya menbuat Akta Pembagian dan
Pemisahan Harta Peninggalan. Dalam Akta Pembagian dan Pemisahan Harta Peninggalan
tersebut:

1. Akta yang akan ditandatangani oleh seluruh para ahli waris sebagai Komparan.
2. Akta disebutkan secara terperinci jumlah dan macam jenis barang harta peninggalan.
3. Akan disebutkan nama para ahli waris dan jumlah pecahan bagian warisan yang
menjadi hak masing-masing para ahli waris,
4. Akan disebutkan jumlah dan jenis barang yang akan diterima oleh masing-masing
para ahli waris.
5. Akan disebutkan adanya kuasa dari seluruh para ahli waris kepada masing-masing
para ahli waris untuk dapat melakukan suatu tindakan hukum atas bagian barang harta
peninggalan yang diterima oleh masing-maing para ahli waris.

Setelah itu proses selanjutnya adalah ahli waris yang memperoleh bagian harta
peninggalan berupa tanah bersertifikat, dapat melakukan balik nama atas sertifikat tanah
tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka notaris yang merangkap sebagai PPAT, dalam
kedudukannya sebagai PPAT lalu membuuat Akta Pembagian Harta Warisan tersebut:

- Dibuat berdasarkan Akta Pembagaian dan Pemisahan Harta Peninggalan sebagaimana


yang diuraiikan diatas..
- Akta hanya dapat di tandatangani oleh ahli waris penerima hak saja, dimana ahli waris
penerima hak tersebut akan bertindak dalam dua kapasitas, pertama bertindak selaku
kuasa dari seluruh ahli, dan kedua bertindak selaku untuk diri sendri dengan penerima
hak.
- Isi akta akan menyebutkan perincian jumlah dan jenis barang harta peninggalan yang
diterima oleh ahli watis penerima hak tersebut.

II. Dalam Akta Pembagian dan Pemisahan Harta Peninggalan, ketentuan inbreng ini
rumusannya dituangkan dalam Premisse Bagian Kesatu.

Bagian Kesatu tersebut, disamping berisi ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan


bentuk dan materi Akta Pembagian dan Pemisahan Harta Peninggalan sebagai yang diuraikan
di atas, juga terdapat beberapa pasal yang mengatur mengenai cara penyelesaian apabila
terjadi suatu ketidaksepakatan diantara para ahli waris dan apabila terjadi suatu pertentangan
kepentingan diantara para ahli waris dalam pembuatan Akta Pembagian dan Pemisahan Harta
1069 dan Peninggalan. Sebagai contoh hal ini dapat dilihat yaitu:

Hadirnya anggota Balai Harta Peninggalan apabila terdapat ahli waris yang menolak
untuk membuat akta, sesuai dengan ketentuan Pasal 1071. Dan apabila terdapat ahli waris
yang tidak dapat bertindak bebas, misalnya ahli waris masih dibawah umur atau ahli waris
ditaruh dibawah pengampuan, sesuai dengan ketentuan Pasal 1072; Pembagian yang
ditentukan berdasarkan undian, sesuai dengan ketentuan Pasal 1079; Keputusan Pengadilan
Negeri yang akan inemutuskan apabila diantara para ahli waris timbul perselisihan, sesuai
dengan ketentuan Pasal 1079 dan Pasal 1082.
Bagian kedua yang terdiri dari Pasal 1086 sampai dengan Pasal 1099, adalah
ketentuan yang mengatur mengenai ketentuan "Pemasukan" yang harus diperhatikan dalam
proses pembuatan Akta Pembagian dan Pemisahan Harta Peninggalan. Pemasukan yang
dalam istilah Belanda "Inbreng" berarti: memperhitungkan pemberian barang-barang yang
dilakukan oleh Pewaris pada waktu ia masih hidup kepada para ahli waris. Apa yang harus
diperhitungkan, dan bagaimana cara perhitungannya merupakan materi kuliah Hukum Waris
BW.

Bagian Keempat yang terdiri dari Pasal 1112 sampai dengan Pasal 1120. Ketentuan
ini mengatur tentang pembatalan suatu pembagian harta peninggalan Uraian mengenai hal ini
akan diuraikan lebih lanjut dalam butir 4, dibawah ini.

Bagian Kelima yang terdiri dari Pasal 1121 sampai dengan 1125. Ketentuan ini
mengatur mengenai kemungkinan seseorang untuk sebelum meninggal mengadakan
pembagian atas apa yang akan menjadi harta peninggalannya nanti diantara anak-anaknya
atau diantara mereka yang akan dalam isi akta.

menjadi jandanya/dudanya nanti. Keinginan ini harus dituangkan dalam suatu wasiat
(testament) atau dalam suatu akta notaris. Pembagian harta peninggalan semacam itu dapat
dibatalkan apabila seorang ahli waris dirugikan sampai 1/4 (seperempat) dari bagiannya atau
apabila Bagian Mutlak (Legitimie Portie) dari ahli waris legitimaris telah dilanggar.

Seperti telah diuraikan di atas, menurut Pasal 1074, Akta Pembagian dan Pemisahan
Harta Peninggalan harus dibuat dihadapan Notaris. Dengan demikian maka dalam pembuatan
Akta Pembagian dan Pemisahan Harta Peninggalan maka bentuk aktanya harus didasarkan
kepada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
(selanjutnya disebut

Undang-Undang Perubahan Jabatan Notaris). Hal ini dapat dilihat pada Bab VII,
tentang Bentuk Akta dan Sifat Akta. Bab ini terdiri dari Pasal 38 sampai dengan Pasal 53.
Secara terperinci mengenai uraian bab ini dapat dilihat pada Undang- Undang Perubahan
Jabatan Notaris. Secara sepintas ketentuan tentang Undang-Undang Perubahan Jabatan
Notaris tersebut akan penulis singgung pada waktu pembahasan Bab II Buku ini.

A. Prosedur Pembuatan.
Dalam pembuatan Akta Pembagian dan Pemisahan Harta Peninggalan secara keseluruhan
prosesnya melalui 5 (lima) tahapan antara lain :

a. Tahapan Pertama, pembuatan keterangan hak mewaris.

Pembuatan Keterangan Hak Mewaris.

Dalam tahapan ini Keterangan Hak Mewaris dapat dibuat oleh:

1. Badan Peradilan yaitu Pengadilan Negeri Untuk semua penduduk indonesia dan
pengadilan Agama untuk penduduk Indonesia yang beragama islam yang
menundukan dirinya kepada hukum waris menurut Al-quran.
2. Instansi Pemerintah yaitu Balai Harta Peninggalan (BHP) yaitu untuk penduduk
Indonesia Keturunan Arab.
3. Pejabat Negara yaitu Lurah/Camat yaitu untuk penduduk Indonesia asli dalam hal
apabila keterangan Hak Mewaris dibuat dalam bentuk di bawah tangan yang
ditandatangani oleh para ahli waris.
4. Notaris yaitu untuk penduduk indonesia keturunan eropa dan keturunan tionghoa.

Keterangan Hak Mewaris yang dibuat oleh Notaris, proses Pembuatannya melalui 2 (dua)
tahapan yaitu: pertama pembuatan akta pernyataan dan kedua pembuatan Surat Keterangan
Hak Mewaris.

b. Tahapan Kedua, penafsiran harta peninggalan.

Apabila para ahli waris tidak terdapat kesepakatan mengenai nilai harta peninggalan
maka harus dilakukan penyelesaian dengan cara menghubungi instansi resmi berwenang
untuk mengeluarkan patokan harga atau nilai suatu barang dalam harta peninggalan. Sebagai
contoh untuk barang-barang harta tak bergerak dapat dilakukan dengan melalui juru tafsir
para ahli atau dengan mencari data pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan,
sedangkan barang-barang harta bergerak misalnya surat saham, maka hal ini dapat meminta
surat pernyataan dari Bursa Efek.

c. Tahap Ketiga, Pengumuman.

Kegiatan ini adalah pengumuman yang ditujukan kepada para kreditur dan pada debitur
dari pewaris. Para kreditur harus mengajukan tuntutan piutangnya dan para debitur harus
membayar hutangnya pada waktu dan tempat yang telah ditetapkan oleh para ahli waris.
Pengumuman ini harus diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan dalam satu
Surat Kabar Harian, dalam waktu minimal satu bulan sebelum tanggal yang ditentukan untuk
melakukan perhitungan dan pertanggungan jawab harta penninggalan yang sekaligus juga
akan dilakukan pembagian dan pemisahannya.

d. Tahap Keempat, Pemeriksaan Wasiat

Tahap pemeriksaan wasiat dilakukan kepada kementerian hukum dan hak asasi manusia.
Notaris harus melakukan peloparan wasiat sebagai sumber penerbitan surat keterangan wasiat
(SKW) dan sebagai landasan pembuatan Surat Keterangan Hak Waris (SKHW) dan sebagai
landasan pembuatan Surat Keterangan Hak Waris (SKHW) oleh Balai Harta Peninggalan.
Notaris berkewajiban untuk melaporkan atau mendaftarkan wasiat kepada Daftar Pusat
Wasiat (DPW) Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia (kemenkumham) berdasarkan Pasal 6 huruf h, huruf I dan
huruf j Undang-undang Perubahan Jabatan Notaris. Selain ini juga sesuai dengan Pasal 2 dan
Pasal 3 Bab II Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor 60 tahun 2016
tentang Tata Cara Pelaporan Wasiat dan Permohonan Penerbitan Surat Keterangan Wasiat
secara Elektronik, yang berbunyi “Notaris wajib membuat Daftar Akta atau Daftar Nilai yang
berkenan dengan Wasiat dan melaporkannya secara elektronik melalui laman resmi Ditjen
Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang disampaikan
dalam jangka waktu paling lambat 5 hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya.

Pelaporan wasiat sebelum tahun 2015 dilakukan secara manusia dengan cara
mengirimkan laporan via pos atau datang langsung ke loket. Namun saat ini pelaporan wasiat
dilakukan secara online melalui laman www.ahu.go.id setiapmm tanggal 1 sampai dengan
tanggal 2 tiap bulannya.

e. Tahap Kelima, Pembuatan Akta Pembagian dan Pemisahan Harta Peninggalan.

Setelah proses tahapan pertama, tahapan kedua, tahap ketiga dan tahap keempat selesai,
maka baru dilakukan tahap kelima yaitu pembuatan Akta Pembagian dan Pemisahan Harta
Peninggalan. Dalam tahapan ini perlu juga dilakukan pemeriksaan terhadap dokumen-
dokumen asli dari barang-barang harta peninggalan yang hendak dibagi dan dipisahkan
tersebut. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui dan memastikan adanya barang-barang
harta peninggalan yang hendak dibagi dan dipisahkan tersebut. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui dan memastikan adanya barang-barang harta peninggalan tersebut, tidak
dalam keadaan sengketa dan tidak dalam keadaan dijaminkan atau digadaikan kepada pihak
lain tanpa dasar yang sah.
B. Dasar Hak untuk Melakukan Suatu Tindakan Hukum

Menurut ketentuan Pasal 1074 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Akta Pembagian
dan Pemisahan Harta Peninggalan harus dibuat dihadapan Notaris. Hal ini berarti bahwa para
ahli waris akan memperoleh akta notaris dari Notaris yang pada intinya berisikan tentang
nama Pewaris, nama para ahli waris, jumlah bagian ahli warisan masing-masing ahli waris,
jenis barang harta peninggalan yang diterima oleh masing-masing ahli waris dan kuasa
pemisahnya. Akta notaris tersebut merupakan akta otentik yang mempunyai kekuatan sebagai
alat bukti yang kuat. Sebagai alat bukti mak Akta Pembagian dan Pemisahan Harta
Peninggalan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan suatu tindakan hukum, baik
tindakan kepengurusan maupun tindakan kepemilikan.

Tindakan kepengurusan yaitu ahli waris yang mendapat bagian atau menerima warisan
barang harta peninggalan yang telah ditentukan tersebut dapat untuk :

1. Melakukan balik nama atas barang-barang harta peninggalan tersebut, apabila barang-
barang harta peninggalan tersebut hendak digunakan sendiri oleh ahli waris.
2. Menggadaikan atau dengan cara apapun menjaminkan barang-barang harta
peninggalan tersebut kepada lain atau kreditor, apabila ahli waris hendak memimjam
uang atau meminta kredit.
3. Mengalihkan barang-barang harta peninggalan tersebut kepada pihak lain misalnya
menjual, menghibahkan, menginbrengkan dan lain-lainnya yang sifatnya berupa suatu
peralihan hak.

Ahli waris menerima hak berdasarkan Akta Pembagian dan Pemisahan Harta
Peninggalan, berhak secara seorang diri atas nama diri sendiri dan atas nama para ahli waris
lainnya, dapat melakukan tindakan-tindakan hukum berupa barang harta peninggalan yang
menjadi bagiannya. Hal ini dimungkinkan oleh karena dalam Akta Pembagian dan Pemisahan
Harta Peninggalan tersebut tercantum “ Kuasa” dari para ahli waris kepada ahli waris yang
bersangkutan untuk melakukan tindakan hukum atas barang-barang harta peninggalan yang
menjadi bagian haknya.

D. Pembatalan

Menurut Pasal 1071 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu pembagian
harta peninggalan adalah batal apabila tidak dihadiri oleh Balai Harta Peninggalan (BHP)
sesuai dengan ketentuan Pasal 1072 dan apabila tidak dilaksanakan di hadapan Notaris sesuai
dengan ketentuan Pasal 1074.

Begitu juga apabila pembagian harta peninggalan tersebut telah dilaksanakan di


hadapan Notaris dan dituangkan dalam Akta Pembagian dan Pemisahan Harta Peninggalan,
maka Akta Pembagian dan Pemisahan Harta Peninggalan yang sudah disetujui oleh para ahli
waris, pada prinsipnya dapat dibatalkan asal memenuhi syara-syarat sebagai yang telah
ditetapkan dalam Pasal 1112 Kitab Undnag-Undang Hukum Perdata. Dalam pasal ini
disebutkan bahwa suatu pembagian dan pemisahan harta peninggalan dapat dibatalkan:

1) Karena terjadinya suatu paksaan;


2) Karena dilakukannya penipuan oleh seorang atau beberapa orang peserta;
3) Karena salah seorang ahli waris dirugikan untuk lebih dari 1/4 (seperempat)
bagiannya.
BAB III

SISTEMATIKA AKTA PEMBAGIAN DAN PEMISAHAN HARTA PENINGGALAN

Dalam Undang-undang tidak banyak jenis-jenis tindakan hukum dan/atau hubungan


hukum yang harus dituangkan dalam bentuk suatu akta notariel. Namun dalam
perkembangannya sekarang masyarakat sudah mulai akta minded. Masyarakat dalam
melakukan suatu tindakan hukum dan/atau hubungan hukum, selalu menginginkan agar
dituangkan dalam bentuk akta notariel, walaupun tidak diharuskan oleh undang-undang
tindakan hukum dan/atau hubungan hukum tersebut tidak diharuskan dalam bentuk akta
notariel, dalam arti sebenarnya dapat dibuat dalam bentuk surat dibawah tangan.

Tindakan hukum dan/atau hubungan hukum yang dituangkan dalam bentuk akta
Notariel, harus dibuat dihadapan dan/atau oleh seorang Notaris. Dalam pembuatan akta,
Notaris harus hati-hati, sebab dengan suatu kesalahan kecil saja maka akta itu bisa kehilangan
keotentikannya apabila akta itu digugat. Sehingga akta itu akan menjadi surat di bawah
tangan yang mengakibatkan Notaris akan menanggung seluruh kerugian yang timbul dari
akibat kesalahan itu. Untuk menghindari tuntutan-tuntutan tersebut, maka notaris dalam
membuat suatu akta harus selalu berpedoman dan melaksanakan ketentuan-ketentuan
Undang-Undang Perubahan Jabatan Notaris.

Dalam praktek yang berlaku di Indonesia, para Notaris membuat akta dalam bentuk dan
sistematika sebagai berikut:

I. Kepala Akta
II. Komparisi
Penghadap dikenal diperkenalkan
III. Premisse
IV. Isi Akta
V. Akhir Akta.
Dengan demikian begitu pula dalam Pembuatan Akta Pembagian dan Pemisahan Harta
Peninggalan yang menjadi bahasan dalam buku ini, juga mengikuti bentuk dan sistematika
sebagaimana yang telah diuraikan diatas ini. Dalam pembuatan akta pembagian dan
pemisahan harta peninggalan disamping harus dipenuhi ketentuan-ketentuan yng diatur
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata sebagai yang akan diuraikan dalam Bab IV,
Bab V sampai dengan Bab VII buku ini, maka harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang
diatur dalam Udang-undang Perubahan Jabatan Notaris.

Penerapan ketentuan-ketentuan Undang-undang Perubahan Jabatan Notaris adalah sebagai


berikut:

I. Awal Akta atau Kepala Akta terdapat dalam Pasal 28 ayat 2 Undang-undang
Perubahan Jabatan Notaris yang memuat:
1. Judul Akta
2. Nomor Akta
3. Jam, Hari, Tanggal Bulan dan Tahun Pembuatan Akta.
4. Nama Lengkap dan Tempat Kedudukan Notaris Pembuat Akta
II. Komparisi
Komparisi adalah seorang yang menghadap notaris, apakah ia bertindak untuk diri
sendiri atau sebagai wakil dari orang lain ataupun dalam suatu kedudukan karena
suatu penetapan. Perihal penghadap diatur dalam Pasal 38 ayat 3 huruf a dan huruf b
serta Pasal 39 Undang-undang Perubahan Jabatan Notaris.
Perihal penghadap dikenal/diperkenalkan dapat ditaruh setelah dikomparisi atau bisa
juga ditaruh sebelum akhir akta. Penghadap harus dikenal atau diperkenalkan oleh dua
orang saksi pengenal.
III. Premisse
Premisse ini penting untuk akta-akta yang agak sulit dan panjang yang memerlukan
beberapa keterangan-keterangan sebagai pengantar isi akta.
IV. Isi Akta
Terdapat beberapa syarat yang harus di perhatikan dalam pembuatan akta dalam arti
keinginan para pembuat akta yang dituangkan dalam isi akta, yaitu:
1. Harus jelas dan terperinci sehingga hak dan kewajiban para pihak dapat diketahui
dengan jelas batas-batasnya.
2. Tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
3. Harus memungkinkan atau dapat dilaksanakan oleh para pihak yang
berkepentingan.
V. Akhir dan Penutup Akta diatur dalam Pasal 38 ayat 4 memuat:
1. Uraian tentang pembacaan tentang akta sebagaimana yang diatur dalam pasal 16
ayat 1 huruf I
2. Uraian tentang penandatangan dan tempat penandatanganan atau penerjemah akta
apabila ada
3. Nama lengk, tempat dan tanggal lahir, jabatan, kedudukan dan tempat tanggal dari
tiap-tiap saksi akta, dan
4. Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau
uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan atau
penggantian.

Anda mungkin juga menyukai