Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil dan analisis deskriptif mengenai
persepsi dari Pemerintah Kota Malang dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Kota Malang yang didapatkan melalui kuisioner yang telah
disebar. Bab ini secara singkat juga akan menjelaskan mengenai profil
Pemerintahan kota Malang dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kota Malang.
Kota Malang merupakan salah satu kota yang berada di Provinsi Jawa
Timur, Indonesia. Kota Malang berada di dataran tinggi terletak kurang lebih 90
Malang. Di provinsi Jawa Timur, kota Malang merupakan kota terbesar kedua
Pada akhir abad ke-18, Kota Malang dipilih para tuan dan nyonya Belanda
menjadi tempat peristirahatan. Selain karena Malang merupakan kota terdekat dari
peristirahatan. Letaknya yang berada pada ketinggian 440 sampai 667 meter
memberi hawa sejuk dengan suhu rata-rata 24,5 derajat Celcius. Selain itu, di kota
ini terdapat pemandangan yang indah dari Gunung Semeru, Kawi, Arjuna, dan
49
50
Indonesia. Memiliki luas 110,06 km², Malang tumbuh menjadi kota terbesar
kedua di Jawa Timur. Dari segi geografis, Kota Malang diuntungkan oleh
Jarak tempuh yang tidak jauh dari kota membuat para pelancong menjadikan kota
kota ini sangat besar. Kawasan perdagangan seperti Jalan Merdeka Timur atau
Jalan Pasar Besar mampu melayani kebutuhan warga. Tidak hanya kebutuhan
warga Kota Malang yang dilayani, melainkan juga warga sekitar seperti dari
pariwisata kota Malang dari kota peristirahatan menjadi kota wisata belanja.
bata, bekas saluran drainase, serta berbagai gerabah yang ditemukan dari periode
akhir Kerajaan Kanjuruhan (abad ke-8 dan ke-9) juga ditemukan di wilayah yang
berdekatan.
hingga sekarang, misalnya ‘Ijen Boulevard’ dan kawasan sekitarnya yang pada
mulanya hanya boleh dinikmati oleh keluarga-keluarga Belanda dan bangsa Eropa
kota dengan fasilitas yang kurang memadai. Kawasan perumahan itu sekarang
kota. Sebelum tahun 1964, dalam lambang kota Malang terdapat tulisan “Malang
Ketika kota ini merayakan hari ulang tahunnya yang ke-50 pada tanggal 1 April
baru ini diusulkan oleh almarhum Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka, karena kata
tersebut sangat erat hubungannya dengan asal-usul kota Malang yang pada masa
Ken Arok 7 abad yang lampau telah menjadi nama dari tempat di dekat candi
kolonial Belanda, terutama ketika mulai dioperasikannya jalur kereta api pada
tata guna tanah, daerah yang terbangun bermunculan tanpa kendali. Perubahan
fungsi lahan mengalami perubahan sangat pesat, seperti dari fungsi pertanian
Sosial dan Budaya masyarakat yang berada di kota Malang secara umum
cukup heterogen (terdiri dari berbagai macam jenis) dalam hal etnis dan latar
cenderung dinamis dengan adanya interaksi dari berbagai macam suku etnis dan
budaya tersebut. Sebagai salah satu kota pendidikan, masyarakat Malang dengan
budaya lokalnya telah lama berinteraksi dan berasimilasi dengan adat kebiasaan
dan budaya berbagai macam suku bangsa yang datang dan dibawa oleh para
pelajar, mahasiswa, dan pedagang yang berasal dari luar kota Malang. Dari
beberapa suku di kota Malang, mayoritas penduduk kota Malang berasal dari etnis
Jawa dan Madura dan sebagian kecil berasal dari etnis Arab dan Cina.
selebihnya adalah sebagian kecil pemeluk agam Kristen, Katolik, Hindu, dan
Budha. Umat beragama di kota Malang terkenal rukun dan saling bekerjasama
dalam memajukan kotanya. Bangunan tempat ibadah banyak yang telah berdiri
semenjak masa kolonial Belanda antara lain adalah Masjid Jami’ (Masjid Agung),
pondok pesantren dan seminari Alkitab yang sudah terkenal di seluruh Indonesia.
Bahasa Indonesia, bahasa Jawa dialek Jawa Timuran dan bahasa Madura adalah
dialek khas Malang yang disebut ‘boso walikan’ yaitu cara pengungkapan kata
secara terbalik, misalnya kata Malang menjadi Ngalam. Gaya bahasa di Malang
53
umumnya. Hal ini menunjukkan sikap masyarakatnya yang tegas, lugas, dan tidak
mengenal basa-basi.
Pada tahun 1767 daerah Malang diduduki Belanda, dimana pada saat itu
Belanda. Kemudian pada tahun 1812 Malang masuk dalam wilayah Residensi
Pasuruan dengan Bupati Raden Tumenggung Kartonegoro dan baru pada tahun
kemudian yaitu pada tahun 1905 untuk pertama kalinya Pemerintah Kotamadya
terbentuk dan hingga tahun 1919 masih dipimpin oleh Pamong Praja, dan pada
tahun 1919 Kota Malang mulai dipimpin oleh Walikota (Burgemeester) bernama
H.I. Bussemaker. Namun sampai dengan tahun 1930 Kota Malang masih belum
memiliki Dewan Perwakilan Rakyat dan pada tahun tersebut Kantor Balaikota
Wirjopranoto.
sistem lama, hanya sebutan-sebutan dalam jabatan diganti dengan Bahasa Jepang.
54
Selama penjajahan Jepang yang relatif pendek itu, Kotamadya Malang berhasil
yang dipimpin oleh Pejabat Residen yaitu Bupati R.A.A Sam, sedangkan
Pada tanggal 22 Juli 1947 Belanda berusaha untuk kembali menjajah, dan
kembali dari pengungsian dan menempati Balai Kota Malang. Sejak masa itu
pemerintah Kota Malang menjadikan visi Kota Malang sebagai acuan dalam
55
menjalankan setiap kewajiban dan tanggung jawab yang diembannya. Visi Kota
semboyan yang tak kalah pentingnya yaitu ditentukannya Peduli Wong Cilik
sebagai semangat dari pembangunan Kota Malang periode 2013-2018. Hal ini
Penjelasan yang tertera dalam situs resmi dari pemerintah kota Malang
Kota Malang harus benar-benar membawa kemaslahatan bagi wong cilik. Dan
seluruh hasil pembangunan di Kota Malang harus dapat dinikmati oleh wong cilik
yang notabene adalah rakyat kecil yang mayoritas jumlahnya di Kota Malang.
Dalam visi Kota Malang, terdapat suatu istilah yaitu MARTABAT yang
menunjuk pada harga diri kemanusiaan, yang memiliki arti kemuliaan. Sehingga,
diharapkan dapat terwujud suatu kondisi kemuliaan bagi Kota Malang dan seluruh
masyarakatnya.
diwujudkan Kota Malang yang aman, tertib, bersih, dan asri, dimana masyarakat
Kota Malang adalah masyarakat yang mandiri, makmur, sejahtera, terdidik dan
berbudaya, serta memiliki nilai religiusitas yang tinggi dan dilandasi dengan sikap
dengan Pemerintah Kota Malang yang bersih dari KKN dan sungguh-sungguh
56
berbagai bidang.
5. Membangun Kota Malang sebagai kota tujuan wisata yang aman, nyaman,
dan berbudaya.
kompetitif.
utama yang memiliki fungsi dan perannya masing-masing, yaitu Eksekutif Kota
Eksekutif kota Malang terdiri dari kabinet yang diusung oleh Walikota
langsung.
yang dipilih secara umum untuk menjaring aspirasi dari masyarakat Kota
masing objek penelitian yang dituju. Kuisioner tersebut disebarkan secara manual,
yang ditujukan kepada Kepala Dinas dan Inspektur Kota Malang seluruhnya
sejumlah 6 buah kuisioner; dan kuisioner yang ditujukan kepada anggota DPRD
hingga bulan Mei 2014. Selama proses penyebaran tersebut, peneliti mengalami
Malang. Pada periode tersebut, DPRD kota Malang sedang menjalani masa reses
dimana para anggota DPRD Kota Malang melakukan kegiatan diluar gedung
tersebut bertepatan dengan masa persiapan pemilihan umum DPRD Kota Malang.
Sebagian besar dari para anggota DPRD Kota Malang masa jabatan 2009-2014
DPRD Kota Malang karena mayoritas anggota dewan tidak berada di gedung
dan diolah untuk mendapatkan analisis secara deskriptif. Berikut adalah beberapa
Gambar 4.1
40.5%
Laki Laki
59.5% Perempuan
Gambar 4.2
38.5%
36-40 tahun
70.3% 41-45 tahun
> 46 tahun
60
Gambar 4.3
29.7%
S1
S2
67.6%
S3
Gambar 4.4
10.8%
< 1 tahun
51.4%
1-2 tahun
32.4%
3-4 tahun
> 5 tahun
Dari total frekuensi 37, sebagian besar responden yaitu 59,5% berjenis
rentang usia dari responden, sebagian besar berada dalam usia diatas 46 tahun
yaitu sebesar 70,3%, sisanya sebesar 38,5% berada dalam rentang usia 41-45
61
tahun serta 2,7% berada dalam rentang usia 36-40 tahun. Tidak ada responden
yaitu sejumlah 2,7% responden telah menyandang gelar Doktor atau S3. Dari data
yang berhasil diolah, tidak ada responden yang menempuh pendidikan terakhir
Mengenai masa kerja dari responden pada instansi terkait, sebagian besar
responden yaitu sejumlah 51,4% telah bekerja pada instansi terkait selama lebih
dari 5 tahun. Lalu, 32,4% responden telah bekerja pada instansi terkait selama
kurang lebih 3 hingga 4 tahun. Dan sisanya, sejumlah 10,8% responden telah
bekerja selama 1 hingga 2 tahun dan 5,4% dari responden baru bekerja pada
responden terhadap makna dari fraud dalam Sektor Publik yaitu pertanyaan poin
pertama dalam kuisioner penelitian. Pada opsi jawaban yang tersedia adalah opsi
jawaban “Ya” untuk responden yang memahami makna dari istilah tersebut dan
opsi jawaban “Tidak” untuk responden yang tidak memahami makna dari istilah
tersebut. Berikut adalah tabel yang akan memperjelas data yang diolah.
62
Tabel 4.1
dalam Sektor Publik, yaitu sejumlah 81,1%. Sisanya sejumlah 18,9% responden
menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui makna fraud dalam Sektor Publik.
pemahaman dasar yang baik mengenai istilah fraud dalam Sektor Publik,
responden dapat membedakan hal-hal apa saja yang disebut dengan fraud dalam
Sektor Publik. Pemahaman dasar yang baik tentu akan menjadi pondasi yang baik
responden terhadap fraud sebagai tindakan yang melanggar hukum dan juga
pertanyaan kuisioner poin ke-4 dan poin ke-6. Pilihan jawaban yang disediakan
pendapatnya.
1. Pilihan jawaban “Ya” untuk responden yang setuju apabila pelaku korupsi
2. Pilihan jawaban “Tidak” untuk responden yang tidak setuju apabila pelaku
pendapatnya.
Tabel 4.2
melanggar hukum?
Tabel 4.3
hukuman seberat-beratnya?
sejumlah 2,7% responden menjawab lain-lain dan menuliskan alasan bahwa tidak
berlandaskan hukum diharapkan dapat berjalan dengan baik dan menjadi acuan
Berdasarkan tabel 4.3, sebagian besar dari responden yaitu sejumlah 73%
sisanya sebesar 24,3% responden memiliki pendapat sendiri dengan memilih opsi
jawaban lain-lain. Sebagian besar dari responden yang menjawab opsi lain-lain
menuliskan alasan bahwa mereka lebih setuju apabila para pelaku korupsi
dilakukannya dan peraturan yang berlaku. Selain itu ada pula alasan dari
responden yang menyatakan bahwa para pelaku korupsi lebih baik diberikan
hukuman yang dapat memberikan efek jera pada para pelaku agar tidak
Data yang ditunjukkan oleh tabel 4.3 dapat mengacu pada suatu
Selama ini, banyak pihak yang menganggap bahwa para pelanggar hukum di
Oleh karena itu, hal ini menjadi suatu pertanda bahwa perlu adanya tindakan
dilakukan akan diberikan hukuman yang sesuai dan hal tersebut berlaku bagi
seluruh lapisan masyarakat mulai dari masyarakat biasa hingga para petinggi
kondisi dan kasus yang dapat ditemukan dalam sektor pemerintahan berkaitan
dengan fraud. Kondisi dan kasus tersebut digunakan untuk melihat sejauh mana
persepsi dan pemahaman dari para responden mengenai fraud. Kondisi dan kasus
Tabel 4.4
bahwa hal tersebut termasuk gratifikasi. Selain itu, 40,5% responden menyatakan
bahwa hal tersebut bukanlah suatu fraud berupa gratifikasi. Sisanya sejumlah
gratifikasi, karena apabila sifat dari hadiah tersebut jelas, maka hal tersebut bisa
cinderamata. Selain itu, ada pula pendapat dari seorang responden yang
perseorangan, maka tidak dapat dikatakan sebagai gratifikasi. Ada juga pendapat
yang hanya mengatakan bahwa belum tentu hal tersebut merupakan gratifikasi
serta ada juga pendapat yang menyatakan bahwa responden tidak pernah
melakukan kunjungan.
67
disebut dengan gratifikasi karena dari data diatas dapat dianalisis bahwa selama
ini banyak pihak yang menganggap bahwa gratifikasi itu wajar dalam batas
diperbolehkan, karena hal tersebut dapat mengarah pada tindakan fraud yang
selama ini masih ditoleransi dalam suatu ukuran tertentu. Suatu tindakan fraud
Tabel 4.5
dengan Bapak/Ibu dalam menjalankan suatu proyek tertentu, apakah hal tersebut
Tabel 4.5 menjelaskan mengenai jawaban atas salah satu pertanyaan dalam
kuisioner mengenai suatu kondisi apabila responden menerima uang dari pihak
sejumlah 78,4% menjawab hal tersebut dapat digolongkan sebagai fraud berupa
bahwa hal tersebut bukan merupakan fraud berupa suap. Sisanya sebesar 10,8%
menuliskan pendapatnya.
68
tidak boleh menjalankan proyek dari Pemerintah. Selain itu, ada juga pendapat
yang menyatakan bahwa hal tersebut belum bisa dinyatakan sebagai fraud berupa
suap, karena bisa jadi merupakan provisi, administrasi, ataupun uang titipan untuk
membayar pajak. Salah seorang responden memberikan pendapat bahwa tidak ada
yang memberinya semacam hal tersebut. Pendapat yang lain yang dituliskan yaitu
Hampir sama dengan kasus berupa gratifikasi, perlu adanya suatu aturan
yang tegas dimana pemerintah sudah seharusnya tidak menerima hal-hal yang
yang menjawab kasus tersebut bukan merupakan suap maupun memiliki jawaban
yang lain menunjukkan bahwa selama ini masih terdapat perbedaan pemahaman
para responden tentang kasus suap. Hal ini dapat berakibat adanya kecenderungan
para responden untuk melakukan fraud terutama terkait dengan hal rasionalisasi
yaitu selama masih dalam batas-batas kewajaran, maka hal tersebut bukan
Tabel 4.6
Tabel 4.6 menjelaskan mengenai jawaban atas salah satu pertanyaan dalam
menjawab tidak, yang artinya hal tersebut bukan merupakan fraud berupa korupsi,
sedangkan sebagian kecil dari responden sejumlah 2,7% menyatakan bahwa hal
menjawab dengan pilihan lain-lain dan terdapat 2 pendapat yang dituliskan, yaitu
yang pertama; menuliskan tidak, karena honor sesuai dengan ketentuan tidak
masalah dan pendapat yang kedua menuliskan dilihat dari pekerjaan yang
dilakukannya.
balik atas jerih payah yang telah dilakukan oleh seseorang. Honorarium bukan
merupakan tindakan fraud dan hampir seluruh responden memahami hal tersebut.
Tabel 4.7
mobil dinas, apakah menurut Bapak/Ibu hal tersebut tergolong fraud berupa
penyalahgunaan aset?
sebagian besar dari responden sejumlah 75,7% menyatakan bahwa hal tersebut
merupakan fraud berupa penyalahgunaan aset. Selain itu, sebagian kecil sejumlah
16,2% responden menyatakan bahwa hal tersebut bukanlah suatu fraud berupa
keperluannya.
Dari jawaban para responden, dapat dilihat bahwa masih ada yang
menganggap bahwa mobil dinas yang digunakan untuk keperluan pribadi bukan
merupakan suatu tindakan fraud karena aset negara yang disediakan tersebut tidak
masyarakat.
Tabel 4.8
memberikan janji kepada seseorang untuk meloloskan orang tersebut dalam tes
dengan imbalan suatu hal. Apakah hal tersebut tergolong fraud berupa
penyalahgunaan wewenang?
71
untuk meloloskan orang tersebut dalam tes dengan imbalan suatu hal. Hampir
wewenang. Hal ini menjadi suatu dasar asumsi bahwa para responden yang
diminimalisir.
terjadinya fraud, yaitu pertanyaan ke-8. Pilihan jawaban yang disediakan untuk
pendapatnya.
Tabel 4.9
tindakan fraud?
Dalam pertanyaan ke-8 ini terdapat 5 responden yang memilih lebih dari 1 opsi
jawaban, dan 1 responden memilih seluruh opsi jawaban yang disediakan. Hal
37 menjadi 45.
melakukan fraud dan sisanya 8,9% responden menjawab dengan pilihan jawaban
Jawaban dari para responden yang tersaji dalam tabel 4.9 menunjukkan
elemen dari segitiga fraud, bahkan beberapa responden menjawab lebih dari 1
jawaban. Jawaban yang melebihi dari 1 opsi itu menandakan adanya responden
terkait segitiga fraud ini dapat membantu meningkatkan kesadaran dari para
responden terkait dengan tindakan fraud yang terjadi. Oleh karena itu,
pemahaman dasar mengenai konsep fraud sudah seharusnya dimiliki oleh aparatur
pada pengalaman apakah responden pernah melihat suatu tindakan fraud selama
apabila melihat suatu tindakan fraud juga diajukan dalam kuisioner penelitian.
2. Pilihan jawaban “tidak” untuk responden yang tidak pernah melihat suatu
Sedangkan untuk pilihan jawaban yang disediakan pada pertanyaan ke-11 adalah:
74
1. Pilihan jawaban “Ya” untuk responden yang tidak akan diam saja apabila
2. Pilihan jawaban “Tidak” untuk responden yang akan diam saja apabila
menuliskan pendapatnya.
Tabel 4.10
Pertanyaan 10. Apakah Bapak/Ibu pernah melihat suatu tindakan fraud dalam
Tabel 4.11
Pertanyaan 11. Ketika anda melihat terjadi tindakan fraud, apakah Bapak/Ibu akan
Sebagian besar responden yaitu sejumlah 64,9% mengaku tidak pernah melihat
75
tindakan fraud dan sisanya sebesar 35,1% responden mengaku pernah melihat
bahwa responden telah memahami tindakan seperti apa yang tergolong fraud.
Selain itu, hal ini menunjukkan fakta bahwa memang benar tindakan fraud dalam
Sektor Publik hingga saat ini masih terjadi. Namun apabila dilihat secara
saja yang melakukan tindakan fraud yang masih belom secara resmi terbongkar.
tindakan yang akan diambil oleh para responden apabila melihat suatu tindakan
fraud. Sebagian besar responden sejumlah 54,1% menyatakan akan tidak tinggal
diam apabila melihat suatu tindakan fraud terjadi. Sedangkan 32,4% responden
menyatakan akan diam saja apabila melihat tindakan fraud terjadi. Sisanya
menyatakan bahwa tindakan akan dilakukan apabila pelaku fraud tersebut berada
di dalam wewenangnya bukan berada di wewenang yang lebih tinggi lagi. Salah
Jawaban dari responden pada tabel 4.11 menunjukkan lebih dari separuh
responden yang akan bertindak apabila melihat suatu tindakan fraud. Aparatur
pemerintah yang baik seharusnya akan bertindak apabila melihat tindakan fraud
sekecil apapun terjadi serta memberi contoh yang baik kepada orang-orang yang
berada di bawah posisinya. Apabila hal seperti ini terus terjadi, dikhawatirkan
76
pemerintah tidak akan bersih dari tindakan fraud dan Good Governance tidak
istilah whistleblowing.
Tabel 4.12
yang beberapa tahun terakhir ini semakin mencuat. Masih adanya responden yang
aparatur pemerintahan yang baik tentu sudah sepatutnya mereka mengerti tentang
Suatu Instansi
manfaat dan pentingnya whistleblowing bagi suatu instansi yang terdapat pada
pertanyaan ke-13 dan 16. Pilihan jawaban yang disediakan pada pertanyaan ke-13
adalah:
2. Pilihan jawaban “Tidak” untuk responden yang tidak setuju bahwa sistem
instansi.
suatu instansi.
menuliskan pendapatnya.
Hasil dari data yang telah diolah akan dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel 4.13
Tabel 4.14
instansi?
memiliki manfaat bagi kemajuan suatu instansi. Sisanya sebesar 16,2% responden
Salah satu pendapat yang ada yaitu bahwa sistem whistleblowing masih belum ada
di instansi responden. Selain itu ada juga responden yang menjawab jawaban ya,
namun menuliskan alasan bahwa manfaat tersebut ada secara teori saja.
baik, maka suatu instansi dapat terhindar dari tindakan fraud yang dapat
merugikan suatu instansi tersebut. Namun jawaban dari salah seorang responden
secara formal dan menyeluruh agar bisa dirasakan manfaat sesungguhnya dari
manfaatnya untuk suatu instansi. Sisanya sebesar 10,8% responden memilih untuk
80
instansi.
Jawaban dari para responden pada tabel 4.14 tersebut menunjukkan bahwa
terkait dengan bahasan ini terdapat pada pertanyaan ke-14 dan 15 dalam
pada instansi.
menuliskan pendapatnya.
Sedangkan untuk pilihan jawaban yang disediakan pada pertanyaan ke-15 adalah:
81
pada instansi.
menuliskan pendapatnya.
Tabel 4.15
Tabel 4.16
tabel ini frekuensi jawaban yang dipilih bertambah dari 37 menjadi 38 karena ada
1 kuisioner yang pada pertanyaan ini memilih 2 jawaban, yaitu jawaban “Ya” dan
“Tidak”, serta memberikan penjelasan untuk jawaban “Ya” secara teori efektif
fraud pada instansi. Sisanya sebesar 10,5% menjawab lain-lain dan menuliskan
memberikan alasan bahwa hal tersebut belum tentu karena juga harus ada
whistleblowing sebagai upaya pencegahan fraud ini terjadi dengan wajar karena
tentu saja responden perlu untuk membuktikan secara langsung apakah memang
bahwa diperlukan pengawasan juga benar adanya, oleh karena itu perlu adanya
whistleblowing system yang terstruktur dengan baik dan berjalan dengan efektif
pada instansi. Sisanya, sebanyak 8,1% responden memilih lain-lain dan beberapa
sistem whistleblowing dapat berjalan efektif jika disertai dengan komitmen dari
menghapus tindakan fraud pada instansi. alasan dari responden yang lain
Informasi pada tabel 4.16 tersebut mengacu pada persepsi responden yang
Pada bagian ini akan dibahas mengenai persepsi dari para responden
ini terdapat 2 pertanyaan yang diajukan kepada para responden, yaitu pertanyaan
ke-17 dan 18. Pilihan jawaban yang disediakan pada pertanyaan ke-17 adalah:
dengan baik.
menuliskan pendapatnya.
2. Pilihan jawaban “tidak perlu” untuk responden yang tidak setuju bahwa
menuliskan pendapatnya.
Tabel 4.17
Pertanyaan 17. Apakah dalam instansi tempat Bapak/Ibu bekerja terdapat sistem
Tabel 4.18
ada tidaknya sistem whistleblowing yang berjalan dengan baik pada instansi
dengan baik. Sisanya, sebanyak 16,2% responden menjawab dengan pilihan lain-
lain dan 1 orang responden memberikan alasan atas jawabannya yaitu responden
whistleblowing yang berjalan dengan baik perlu untuk diteliti lebih dalam lagi,
karena hal tersebut dapat memiliki makna bahwa dalam instansi yang terkait
dalam instansi yang terkait tidak terdapat whistleblowing system. Selain itu perlu
whistleblowing system, seperti apakah suatu sistem yang dibentuk dapat disebut
menjawab lain-lain dan memberikan alasan atas jawabannya yaitu bukan sistem
whistleblowing yang perlu untuk diterapkan namun yang perlu diadakan adalah
instansi Pemerintah. Namun, jawaban salah satu responden terkait dengan perlu
sangat rentan dengan adanya tindakan fraud, apabila para aparatur pemerintah
tidak memiliki rohani yang kuat maka kecenderungan untuk melakukan tindakan
para responden, penelitian juga dilakukan terhadap kemauan dari para responden
whistleblowing.
whistleblowing.
menuliskan pendapatnya.
Tabel 4.19
Pertanyaan 19. Apabila Bapak/Ibu melihat suatu tindakan fraud terjadi pada
whistleblowing?
menyatakan bahwa apabila melihat suatu tindakan fraud pada instansi tempatnya
menyatakan bahwa apabila melihat suatu tindakan fraud pada instansi tempatnya
alasan atas pilihannya. Alasan yang pertama adalah tergantung dari seberapa
parah fraud yang terjadi dan alasan selanjutnya adalah berdasarkan dari
pengaduan.
Kemungkinan besar rasa iba juga berperan besar mengurangi niat whistleblowing,
karena ketika seseorang melihat rekannya melakukan tindakan fraud tentu harus
berpikir lebih jauh terlebih dahulu apakah akan melaporkan rekan tersebut
itu perlu adanya rasa profesionalitas yang tinggi pada aparatur pemerintahan