Anda di halaman 1dari 18

Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha

Vol. 2, No. 1, Mei 2021


e-ISSN: 2774-3632

Manfaat Pelaksanaan Kalyana Dhamma Dalam


Mengatasi Sifat Iri Hati
(Kajian Pustaka)
1Haudi,2Wira Fernandes
1,2 STAB Dharma Widya

Alamat Surat
Email: haudi@stabdharmawidya.ac.id,
wira@stabdharmawidya.ac.id

Article History:
Received: 30-Maret-2021; Received in Revised: 14-April-2021; Accepted: 28-April-2021

ABSTRAK
Dalam konteks pendidikan formal Agama Buddha, pendidikan dapat diartikan juga
sebagai suatu hal yang dilatih untuk menghasilkan kebiasaan-kebiasaan baik yang
dilakukan oleh peserta didik yang sesuai dengan ajaran Agama Buddha. Dengan
melaksanakan pendidikan sudah pasti memiliki tujuan, baik itu tujuan dalam
menjalankan hidup maupun tujuan dari Pendidikan Agama Buddha itu sendiri. Di dalam
agama Buddha mengajarkan kepada siswanya untuk mengikis kekotoran batin yang
salah satunya adalah sifat iri hati tersebut. Jadi dalam Buddhisme, Buddha mengajarkan
untuk mengikis sifat iri hati agar tidak berkembang di dalam diri manusia. Banyak orang
tidak menyadari bahwa yang terpenting dalam hidup ini bukanlah mengembangkan
sifat iri hati tetapi bagaimana manusia menjadi lebih bijaksana dalam menjalani hidup,
masih banyak umat Buddha yang belum memahami Kalyana Dhamma. Bahkan masih
ada sebagian umat Buddha yang tidak tahu tentang Kalyana Dhamma. Masih ada
sebagian umat Buddha yang secara terang-terangan menyatakan tidak mengetahui
tentang Kalyana Dhamma. Padahal jika diteliti secara seksama Kalyana Dhamma
merupakan aplikasi secara aktif dari pancasila. Ironis memang, namun itulah fakta yang
ada di masyarakat buddhis. Adapun tujuan dan pertimbangan dari penulisan
menggunakan metode penelitian studi kepustakaan adalah untuk memperjelas
permasalahan, maksudnya dengan adanya studi kepustakaan itu, maka permasalahan
yang dikemukakan akan semakin jelas arah dan bentuknya, selanjutnya adalah untuk
mencari dukungan fakta, informasi atau teori-teori dalam menentukan landasan teori
atau alasan bagi penelitian ini. Di samping itu, juga guna melakukan pendekatan-

Halaman 25 Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha


licensed under CC BY 4.0 Copyright © 2021 pada penulis
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

pendekatan secara rasional terhadap masalah-masalah dan fakta-fakta yang ada,


kemudian yang terakhir adalah untuk mempelajari dan menyelesaikan masalah yang
berhubungan dengan permasalahan yang ada didalam penelitian yang dilakukan oleh
penulis. Permasalahan tersebut adalah dimana masih banyak orang yang memiliki sifat
iri hati. Didalam penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan kalyana dhamma dapat
digunakan sebagai pedoman dalam mencegah masalah dari sifat iri hati yaitu banyak
terjadi permusuhan, memiliki pekerjaan yang buruk, tidak bisa mengendalikan diri,
hubungan sosial yang tidak baik, dan tidak memiliki kewaspadaan diri.
Kata Kunci : Manfaat; Kalyana Dhamma; sifat iri hati

ABSTRACT
In the context of formal Buddhist education, education can also be interpreted as something
that is trained to produce good habits carried out by students in accordance with the teachings
of Buddhism. By carrying out education certainly has a goal, both the goal in living life and
the goal of Buddhist Religious Education itself. In Buddhism, it teaches students to eradicate
defilements, one of which is envy. So in Buddhism, Buddha teaches to erode envy so that it
does not develop in human beings. Many people do not realize that the most important thing
in life is not to develop envy but how people become wiser in living life, there are still many
Buddhists who do not understand Kalyana Dhamma. Even there are some Buddhists who
don't know about Kalyana Dhamma. There are still some Buddhists who openly claim not to
know the Kalyana Dhamma. Yet if we examine carefully Kalyana Dhamma is an active
application of Pancasila. Ironic indeed, but that is a fact that exists in Buddhist society. The
objectives and considerations of writing using the literature study research method are to
clarify the problem, meaning by the existence of a literature study, the problems raised will be
clearer in direction and form, then to seek support for facts, information or theories in
determining the theoretical basis or the reasons for this research. In addition, it is also in order
to take rational approaches to existing problems and facts, then the last thing is to study and
solve problems related to problems that exist in the research conducted by the author. This
problem is where there are still many people who have jealousy. In this research, it shows that
the implementation of kalyana dhamma can be used as a guide in preventing problems from
jealousy, namely a lot of hostility, having a bad job, not being able to control oneself, bad
social relationships, and not having self-awareness.
Keywords: Benefits; Kalyana Dhamma; jealousy

1. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan
manusia yang berpikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini, manusia
sebagai mahluk yang memiliki suatu bentuk akal pada diri yang tidak dimiliki
mahluk yang lain dalam kehidupannya, dengan demikian untuk mengolah akal
pikirnya diperlukan suatu pola pendidikan melalui suatu proses pembelajaran.
Berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 Bab I, bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

Halaman 26
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,


kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam konteks pendidikan formal Agama Buddha, pendidikan dapat
diartikan juga sebagai suatu hal yang dilatih untuk menghasilkan kebiasaan-
kebiasaan baik yang dilakukan oleh peserta didik yang sesuai dengan ajaran
Agama Buddha. Dengan melaksanakan pendidikan sudah pasti memiliki tujuan,
baik itu tujuan dalam menjalankan hidup maupun tujuan dari Pendidikan Agama
Buddha itu sendiri.
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini banyak terjadi perubahan
dalam diri setiap individu. Dari berbagai individu yang berbeda-beda pula,
sehingga dari yang sifatnya positif menjadi sifat yang negatif dan dari sifat negatif
menjadi positif. Manusia yang memiliki kondisi batin positif dengan karakteristik
berpandangan benar, berprilaku baik, tahu malu, penuh perhatian, hati-hati,
tenang, tidak iri hati, tidak terikat, tidak egois, tidak tamak, tidak kikir, tidak
diliputi kekhawatiran, tidak ceroboh, tidak diliputi kedengkian, tidak resah,
gembira, memiliki pemahaman, kepercayaan, kesanggupan menyesuaikan diri
kecakapan dan kejujuran. Manusia yang memiliki batin yang positif dapat
menyesuaikan diri terhadap segala kondisi kehidupan.
Siswa-siswi para peserta didik yang memiliki sifat iri hati hanya
mementingkan diri sendiri dan masa bodoh terhadap orang lain. orang yang
memiliki sifat-sifat seperti ini dapat menderita dalam kehidupan sekarang atau
dalam kehidupan yang akan datang. Sedangkan manusia yang mempunyai
perasaan senang, gembira, tenang dan penuh rasa cinta kasih terhadap semua
orang dan kepada semua mahkluk akan terlahir kembali dengan wajah yang
cantik, sedangkan yang suka iri, dengki, dan benci, bila terlahir mereka akan
bermuka seram dan menakutkan sehingga orang akan takut.
Sedangkan mereka yang mempunyai batin yang positif dengan
karakteristik berpandangan benar, berprilaku baik, tahu malu, penuh perhatian,
hati-hati, tenang tidak terikat, tidak egois, tidak sama mempunyai wibawa.
Sebaliknya yang tidak suka iri hati dilahirkan penuh dengan wibawa. kemajuan
teknologi sekarang ini banyak sekali persaingan yang menyebabkan manusia
saling mencari ketenaran untuk dapat mempertahankan hidup. Sehingga
menimbulkan suatu konflik yang tidak seimbang. Hal ini mengakibatkan
munculnya konflik dalam diri masing-masing manusia sehingga timbul rasa tidak
senang dan saling menjatuhkan. Sifat iri hati muncul ketika melihat
keberuntungan orang lain lebih besar dibandingkan dengan keberuntungan diri
sendiri.
Siswa-siswi peserta didik yang mempunyai sifat Iri hati muncul karena
adanya suatu sebab yang mengacu pada kurangnya penghargaan atau tidak
mempunyai perasaan lega terhadap keberuntungan orang lain. Iri hati dalam
pandangan Agama Buddha berawal dari dorongan keserakahan, kebencian,
kebodohan dan karena keinginan yang tidak tercapai. Iri hati merupakan
bentuk-bentuk mental atau faktor-faktor yang negatif yang mengakibatkan
kepada penderita. Iri hati merupakan kecendrungan laten yang berakar pada
kebencian.
Apabila kecendrungan laten terus berkembang dalam diri manusia maka
akan menimbulkan watak kebencian yang menyebabkan seseorang bertindak

Halaman 27
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

semaunya sendiri tanpa menghiraukan orang lain yang berada di sekelilingnya.


Manusia yang mempunyai watak kebencian dapat menderita dalam menjalani
kehidupan baik sekarang maupun yang akan datang. Watak kebencian
mendorong manusia pada kelahiran kembali di alam menderita. Sering terjadi
tindak kekerasan kepada sesama manusia baik orang tua, anak-anak, keluarga
sendiri maupun orang lain. Semua tindak kekerasan tersebut salah satu pemicu
yang utama adalah karena sifat benci terhadap orang lain yang belum tentu jelas
penyebabnya dan hal ini terjadi karena kebodohan manusia itu sendiri.
Manusia yang memiliki sifat iri hati cenderung mencari kesalahan orang
lain. Sifat iri hati dapat berkembang selama manusia belum bisa memahami
akibat dari memiliki sifat iri hati. Manusia yang belum mengikis kekotoran batin
akan terikat dengan tumimbal lahir. Manusia yang belum memutuskan kekotoran
batin cenderung melakukan kejahatan, karena masih diliputi oleh keserakahan
yang mementingkan diri sendiri tanpa menghiraukan orang lain. Sifat-sifat yang
sekiranya dapat menghancurkan diri sendiri dan orang lain hendaknya harus
dikikis jangan sampai sifat-sifat tersebut berkembang di dalam diri
manusia.Walaupun secara total sifat iri hati tidak sepenuhnya hilang hendaknya
manusia dapat mengikisnya sedikit demi sedikit, agar tindak kejahatan dan
keserakahan di bumi ini tidak bertambah. Pada kenyataannya masih banyak
terutama kaum perumah tangga yang masih membesar-besarkan sifat iri hati.
Hal ini disebabkan oleh kebodohan di dalam diri seseorang akan kebenaran
sesungguhnya.
Siswa/siswi peserta didik masih banyak orang yang mengembangkan sifat
iri hati di dalam dirinya, hal ini masih terbukti dengan masih banyak tindak
kriminal yang terjadi dimana-mana dan kebanyakan mereka adalah kaum
perumah tangga yang sibuk mengumpulkan harta kekayaan. Mereka lebih
mengutamakan untuk mencari keuntungan semata, daripada mengembangkan
sifat-sifat yang membawa kebahagiaan batin.
Banyak orang yang melupakan bahwa sifat dari iri hati dapat membawa
kehancuran baik dalam kehidupan sendiri maupun kehidupan berkeluarga.
Banyak orang tidak waspada terhadap ancaman ini. Mereka lebih mengutamakan
egois yang menggebu-gebu dari pada menyelami hakikat dari kenyataan hidup.
Siswa/siswi peserta didik hendaknya sebagai mahkluk sosial yang hidup
di tengah-tengah masyarakat luas dalam mengembangkan sifat-sifat yang luhur
yang dapat membawa mereka menuju jalan kebahagiaan bagi diri sendiri
maupun orang lain. Dengan begitu, hidup ini akan lebih bermanfaat dan
bermakna bagi orang lain serta tidak seharusnya hidup ini membuat penderitaan
bagi orang lain maupun mahkluk lain. Oleh karena itu sifat iri hati harus dikikis
habis dengan mengembangkan pikira-pikiran yang positif terhadap segala hal
yang terjadi di lingkungan dimana kita tinggal.
Di dalam agama Buddha mengajarkan kepada siswanya untuk mengikis
kekotoran batin yang salah satunya adalah sifat iri hati tersebut. Jadi dalam
Buddhisme, Buddha mengajarkan untuk mengikis sifat iri hati agar tidak
berkembang di dalam diri manusia. Banyak orang tidak menyadari bahwa yang
terpenting dalam hidup ini bukanlah mengembangkan sifat iri hati tetapi
bagaimana manusia menjadi lebih bijaksana dalam menjalani hidup, masih
banyak umat Buddha yang belum memahami Kalyana Dhamma. Bahkan masih
ada sebagian umat Buddha yang tidak tahu tentang Kalyana Dhamma. Masih ada

Halaman 28
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

sebagian umat Buddha yang secara terang-terangan menyatakan tidak


mengetahui tentang Kalyana Dhamma. Padahal jika diteliti secara seksama
Kalyana Dhamma merupakan aplikasi secara aktif dari pancasila. Ironis memang,
namun itulah fakta yang ada di masyarakat buddhis.
Tidak adanya pengetahuan tentang Kalyana Dhamma ini juga dapat
menyebabkan umat Buddha memiliki sifat negatif seperti sifat iri hati. Padahal
jika dibandingkan dengan umat agama lain, seharusnya umat Buddha memiliki
sifat yang lebih baik karena mempelajari Kalyana Dhamma yang mengedepankan
cinta kasih, mata pencaharian benar, kepuasan, kejujuran dan kewaspadaan
sebagai aturan yang jelas dalam menjalani kehidupan sehari – hari dalam
kehidupan bermasyarakat. Dengan Kalyana Dhamma maka diharapkan umat
Buddha dapat mengatasi sifat iri hati. Jadi jelasnya Kalyana Dhamma sangatlah
penting dalam mengatasi sifat iri hati.
2. METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah cara atau jalan yang ditempuh sehubungan dengan
penelitian yang dilakukan, yang memiliki langkah-langkah yang sistematis. Metode
penelitian menyangkut masalah kerjanya, yaitu cara kerja untuk dapat memenuhi
yang menjadi sasaran penelitian yang bersangkutan, meliputi prosedur penelitian
dan teknik penelitian. Selain itu, Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara
ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Jadi metode adalah suatu langkah yang tersusun secara sistematis yang
digunakan untuk mendapatkan data-data yang akan digunakan untuk penelitian dan
pembuatan suatu karya ilmiah. Dengan demikian, dalam penulisan skripsi ini
penulis akan menggunakan metode studi kepustakaan untuk penulisan yang penulis
lakukan.
Adapun tujuan dan pertimbangan dari penulisan menggunakan metode
penelitian studi kepustakaan adalah untuk memperjelas permasalahan, maksudnya
dengan adanya studi kepustakaan itu, maka permasalahan yang dikemukakan akan
semakin jelas arah dan bentuknya, selanjutnya adalah untuk mencari dukungan
fakta, informasi atau teori-teori dalam menentukan landasan teori atau alasan bagi
penelitian ini. Di samping itu, juga guna melakukan pendekatan-pendekatan secara
rasional terhadap masalah-masalah dan fakta-fakta yang ada, kemudian yang
terakhir adalah untuk mempelajari dan menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan permasalahan yang ada didalam penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Permasalahan tersebut adalah dimana masih banyak orang yang memiliki sifat iri
hati.

3. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN


3.1 Solusi Mencegah sikap irihati dengan melaksanakan Kalyana Dhamma
a. Metta – Karuna
Kalyana Dhamma yang pertama adalah Metta (Skt. Maitri), yang berarti
sesuatu yang dapat menghaluskan hati seseorang atau rasa persahabatan
sejati. Metta diartikan sebagai keinginan akan kebahagiaan semua makhluk
tanpa terkecuali. Metta juga sering dikatakan sebagai niat suci yang
mengharapkan kebahagiaan dan kesejahteraan semua makhluk-makhluk lain,
seperti seorang sahabat yang mengharapkan kebahagiaan dan kesejahteraan
bagi teman.

Halaman 29
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

Metta bukanlah cinta kasih yang dilandasi nafsu atau kecendrungan


pribadi, karena dari kedua hal tersebut tanpa dapat dihindarkan akan timbul
kesedihan. Metta bukan hanya terbatas dalam perasaan bertetangga, karena
ini akan menimbulkan sikap-sikap yang membedakan antara tetangga yang
satu dengan yang lain. Metta bukan hanya perasaan bersaudara kandung,
karena metta meliputi semua makhluk termaksud juga binatang, saudara-
saudara kita yang lebih kecil yang pada hakikatnya memerlukan uluran kasih
sayang yang lebih banyak.
Metta juga bukanlah persaudaraan yang berdasarkan politik, ras, bangsa
atau agama. Persaudaraan politik hanya terbatas pada mereka yang hanya
mempunyai pandangan politik yang sama. Beberapa kaum nasionalis begitu
kuat mencintai bangsa sendiri, sehingga kerap sekali tanpa mengenal kasihan
mereka melakukan pembantaian terhadap wanita dan anak-anak yang secara
kebetulan lahir dengan rambut, kulit dan mata yang tidak sama warnanya
dengan milik kaum nasionalis. Bangsa kulit putih pada umumnya mempunyai
kecintaan khusus terhadap bangsa kulit hitam, kulit kuning terhadap kulit
kuning, kulit coklat terhadap kulit coklat, kulit pucat terhadap kulit pucat, kulit
merah terhadap kulit merah dan lain-lain. Terhadap yang bukan bangsa
sendiri, pada suatu saat mereka memandang dengan rasa curiga dan
kekawatiran. Untuk menyatakan ketinggian bangsa sendiri mereka melakukan
peperangan yang tidak mengenal perikemanusiaan, membunuh jutaan
manusia dengan berbagai alat perang yang mengerikan.
Apabila atas dasar pandangan agama, orang-orang dari kepercayaan
yang berbeda-beda tidak dapat memenuhi lembar persaudaraan sejati, maka
sungguh patut disayangkan, sebab ajaran luhur dari para guru dunia menjadi
sia-sia belaka. Metta tidak dibatasi oleh peraturan-peraturan dan bidang-
bidang, tidak mempunyai rintangan dan penghalang, tidak mengadakan
perbedaan. Metta memungkinkan semua orang untuk memandang dunia ini
sebagai tanah air sendiri dan semua makhluk sebagai saudara sendiri.
Bagaikan matahari yang memancarkan sinarnya kesegenap arah tanpa
memberikan perbedaan, demikian juga metta yang luhur memancarkan
berkah yang halus dan tenang, sama rata yang dianggap orang-orang sebagai
suatu yang paling menyenangkan dan tidak menyenangkan, yang kaya dan
yang miskin, yang tinggi dan yang rendah, yang baik dan yang buruk, terhadap
yang jahat dan yang bajik, terhadap pria dan wanita, manusia dan binatang.
Kata “Metta” dalam bahasa pali sangat sulit untuk diterjemahkan
kedalam bahasa Indonesia secara tepat. Metta dapat diterjemahkan sebagai
kemauan baik, cinta kasih, welas asih, kebajikan dan cinta universal.
Sedangkan yang bertentangan dengan sifat metta adalah kemarahan,
kebencian, ketakutan, kemauan jahat dan keengganan. Dalam sabda yang telah
diberikan, Sang Buddha mengatakan kebencian tidak akan pernah berakhir
bila dibalas dengan kebencian, tetapi kebencian akan berakhir apa bila dibalas
dengan cinta kasih (metta).
Metta bukan hanya bertujuan untuk menaklukkan kemarahan, tidak
hanya bersabar terhadap pikiran-pikiran yang bercorak membenci orang lain.
Orang yang memiliki metta tidak pernah melukai hati, menfitnah atau
mengutuk orang lain. orang yang memiliki metta tidak takut kepada orang lain
dan juga tidak menakut-nakuti orang lain.

Halaman 30
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

Sifat bajik dan mulia merupakan corak yang khas dari metta. Orang
yang melatih metta selalu memancarkan rasa cinta kasih dan selalu gembira
dalam melaksanakan segala macam kegiatan dengan mempunyai cinta kasih
maka akan memajukan kesejahteraan orang lain. Seseorang yang memiliki
metta selalu mencari kebaikan dan keindahan dalam segala sesuatu dan bukan
melihat kejelekan dan keburukan orang lain.
Karuna yang diterjemahkan sebagai sesuatu yang dapat menggetarkan
hati kearah rasa kasihan bila mengetahui orang lain sedang menderita atau
kehendak untuk meringankan penderitaan orang lain. Corak yang paling
menonjol dari sikap belas kasih (karuna) adalah kecendrungan untuk
menghilangkan penderitaan orang lain maupun makhluk lain.
Rasa mencintai, menghargai dan menyayangi dapat diwujudkan dalam
hal memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang lain yang
membutuhkan. Bantuan kepada orang lain tidak hanya bantuan materi, tetapi
juga bisa memberikan bantuan berupa tenaga, pikiran dan ucapan. Segala
bentuk bantuan pasti akan menghasilkan manfaat bagi orang yang
memberikan.
Hati seseorang yang penuh kasih sayang adalah lebih halus dari pada
bunga, seseorang tidak akan berhenti dan tidak akan puas sebelum dapat
meringankan penderitaan orang maupun makhluk lain. Bahkan ada juga
sebagian orang yang sampai mengorbankan hidup demi membebaskan orang
maupun makhhluk lain dari penderitaan. Di dalam cerita Vyaghari Jataka
terdapat contoh yang baik mengenai kasih sayang ini, yaitu dimana Sutasoma
sebagai Bodhisattva telah mengorbankan hidupnya untuk menolong macan
betina kelaparan yang ingin memakan anak-anaknya sendiri guna
menghilangkan rasa lapar, Bodhisattva Sutasoma mencegah niat macan
tersebut dan menggantinya dengan mengorbankan dirinya untuk dimakan
oleh macan betina tersebut.
Sesungguhnya unsur kasih sayang yang mendorong seseorang untuk
menolong orang lain dengan niat dan ketulusan hati. Seseorang yang memiliki
kasih sayang murni tidak hidup untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk
orang maupun makhluk lain. Seseorang mencari kesempatan untuk menolong
orang lain tanpa mengharapkan balas jasa apapun, baik materi maupun
penghormatan.
Orang-orang yang patut mendapatkan kasih sayang adalah orang-orang
miskin yang membutuhkan bantuan, orang sakit, orang bodoh, orang jahat,
orang kotor dan juga orang-orang mulia, tanpa menghiraukan agama maupun
bangsa sendiri.
Sudah merupakan suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri, bahwa
keadaan orang-orang di negara-negara Asia dan Afrika memiliki keadaan
ekonomi yang lebih miskin dari pada di Negara Eropa, Amerika dan Australia.
Beberapa memiliki kekayaan dalam hal materi, tetapi miskin dalam hal
spiritual. Keadaan yang mencolok ini telah menjadi bahan pemikiran bagi
mereka yang kaya dalam hal batin.
Adalah merupakan kewajiban utama bagi manusia yang kaya untuk
menolong yang miskin, sehingga dapat menolong orang-orang yang miskin,
yang hidup sengsara, yang memiliki kekurangan dalam kebutuhan hidup.
Sudah sewajarnya bagi manusia yang berkecukupan dalam materi dapat

Halaman 31
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

membagikan sedikit kelebihan yang dimiliki kepada orang-orang yang miskin


atau kepada manusia yang membutuhkan tanpa mengurangi kebutuhan bagi
diri.
Sebagai contoh penerapan belas kasih (karuna) dalam kehidupan yaitu,
pada suatu ketika terjadi peristiwa bahwa seorang anak mengambil kain
jendela (gorden) dan memberikannya kepada seorang yang miskin yang
kebetulan datang meminta-minta ke rumahnya, kemudian anak tersebut
berkata kepada ibunya yang baik hati, bahwa jendela itu tidak dapat dingin,
sedangkan orang miskin tersebut menderita kedinginan. Sikap kasih sayang
dan ibunya itu sungguh sangat mulia dan patut dipuji.
Beberapa Negara kaya telah membentuk badan-badan
perikemanusiaan untuk memberi bantuan kepada Negara-negara yang belum
berkembang. Organisasi-organisasi dana bantuan sosial telah banyak pula
didirikan diberbagai Negara untuk sedapat mungkin untuk menolong orang-
orang miskin. selain itu juga badan-badan keagamaan juga turut serta
memberikan bantuan melalui lembaga-lembaga keagamaan yaitu dengan
mendirikan rumah yatim piatu, panti jompo, rumah sakit, rumah pendidikan
dan usaha lainnya yang didirikan di Negara-negara yang belum berkembang.
Sebagaimana orang-orang yang kaya materi telah berbelas kasih dan
membantu orang-orang yang miskin, maka demikianlah seharusnya kewajiban
bagi orang-orang yang kaya dalam hal batin untuk mengangkat pikiran mereka
yang masih memiliki kemiskinan batin. Hal ini dapat memberikan suatu
berkah bagi mereka, hanya dengan memiliki kekayaan materi saja tidak dapat
memberikan kebahagiaan yang sejati. Ketenangan batin dapat dicapai bukan
dengan kekayaan materi, melainkan dengan kekayaan batin.
Sesuatu yang perlu disayangkan bahwa beberapa Negara yang telah
maju dalam bidang materi, namun sebagian pendduknya masih banyak yang
menderita sakit batin. Oleh sebab itu tidak perlu berlebihan bila mana
dikatakan bahwa pada masa sekarang ini jumlah manusia yang memiliki
kemiskinan batin jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan orang-orang
yang memiliki kemiskinan dalam hal materi.
Sesuatu yang lebih hebat dari pada kemiskinan adalah penyebaran
penyakit keseluruh dunia. Sebagian besar banyak orang yang sakit jasmani
dan diantara orang-orang yang sakit jasmani, terdapat orang yang menderita
sakit pikiran (mental), ilmu pengetahuan modern mampu mengobati orang-
orang yang sakit jasmani, tetapi orang-orang yang menderita sakit batin susah
untuk diobati, bahkan tidak jarang hal-hal tersebut merana di rumah sakit
jiwa.
Beberapa Negara telah melakukan berbagai usaha untuk mencegah
dan menyembuhkan penyakit-penyakit itu, bukan hanya manusia saja, tetapi
juga pada binatang. Dalam hal merawat orang sakit, Sang Buddha juga telah
memberikan suatu penegasan dan anjuran siapapun yang bersedia menolong
dan merawat orang sakit, maka orang tersebut telah merawat Buddha. Kasih
sayang menjadi pendorong utama bagi seseorang dalam menolong orang lain.
Dan kasih sayang ini tidak lain adalah suatu sifat yang berhubungan dengan
kesucian.
Seorang Dokter yang tidak egois atau tidak serakah terhadap harta,
memberikan pertolongan cuma-cuma terhadap orang-orang yang menderita.

Halaman 32
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

Perawan di rumah sakit dan pertolongan cuma-cuma merupakan suatu berkah


bagi kemanusiaan. Begitu pula orang-orang lanjut usia (lansia) dan pengemis
yang benar-benar miskin yang hidup dalam kemelaratan selayaknya
mendapatkan suatu kasih sayang dari orang-orang yang mampu.
Orang miskin sering menerima segala sesuatu dengan penderitaan
walaupun mereka menderita kekurangan makan atau pakaian. Orang miskin
sering juga mereka mendapatkan perlakuan yang kurang pantas dari orang
lain.tidak ada perhatian yang ditunjukkan kepada orang-orang miskin dan
juga sering tidak ada yang bersedia menolong orang-orang miskin harta.
Suasana marah, jengkel dan perlakuan yang kurang pantas tidak jarang
dilontarkan kepada orang pengemis. Orang-orang malang yang seperti itu
tidak dapat berbuat apa-apa selain hanya bisa menerima penderitaan yang
diterima dengan segenap kerendahan hati, seperti ibu pertiwi yang menahan
segala penderitaan dengan berdiam diri.
Orang-orang yang kejam, pendendam, pemarah, lobha, dan bodoh
patut mendapat kasih sayang sama seperti orang-orang yang menderita sakit
jasmani dan sakit batin. Manusia yang penuh dengan perbuatan buruk tidak
harus dibenci, dicemoohkan atau dihina, sebaliknya orang-orang seperti itu
harus di beri kasih sayang, karena orang-orang itu adalah orang-orang yang
sia-sia dan cacat.
Sebagai contoh kasih sayang yang diberikan oleh sang Buddha kepada
Ambapali seorang wanita pelacur dan Angulimala seorang pembunuh dan
perampok yang kejam, berkat kasih sayang dari sang Buddha Ambali dan
Angulimala menyadari kesalahannya kemudian mereka bertobat dan
kemudian menjalani hidup sebagai seorang Pabhajita yang ahirnya menjadi
seorang Arahat. Kasih sayang sang Buddha juga diberikan kepada saudara
serta murid beliau yang bernama Devadatta, yang selalu iri hati dengan
keagungan sang Buddha.
Raja Asoka banyak melakukan kejahatan dan kekejaman karena terlalu
kejam dan jahat, maka raja Asoka diberi julukan Asoka yang kejam. Kemudia
raja mendengar perkataan dari seorang bhikkhu muda yang memberikan
wejangan dhamma yaitu tentang kewaspadaan dapat menolong seseorang dari
kematian. Dari kata-kata itulah yang dapat menimbulkan perubahan yang
sangat besar pada diri Asoka sehingga sang raja mendapat julukan Asoka yang
baik hati.
Apabila cinta kasih (metta) mempunyai sasaran pada semua makhluk
baik yang menderita maupun yang bahagia, maka kasih sayang (karuna) hanya
mempunyai sasaran pada semua makhluk yang sengsara dan yang menderita.
Sehingga dengan mengembangkan kasih sayang akan membawa kebahagiaan
bagi semua, dengan kasih sayang yang kita pancarkan dengan sepenuh hati
akan menimbulkan rasa belas kasih terhadap semua makhluk. Dengan
mengembangkan sifat karuna maka akan maka akan tercipta rasa kebahagiaan
dan sifat-sifat iri dengki akan dapat tercapai kebagiaan dalam hidup.
b. Samma – Ajiva
Samma Ajiva artinya mata pencaharian yang benar. Sebagai umat
Buddha, Upasaka dan upasika dalam mencari penghidupan sehari-hari,
hendaknya menghindari pencurian, korupsi, pemerasan, cara-cara yang
rendah seperti meramal, dan menghindari perjudian. Pencurian atau istilah

Halaman 33
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

sekarang adalah korupsi, begitu merajalela di negara kita. Sampai-sampai


sebuah lembaga riset internasional (TI: Transparancy International)
menempatkan Indonesia di urutan ke-6 negara terkorup di
dunia dan nomor satu negara terkorup di Asia. Sungguh memperihatinkan,
Indonesia negeri yang terkenal memiliki kekayaan alam yang melimpah, kini
juga dikenal dengan negeri yang memiliki hutang yang besar.
Mata pencaharian salah yang saat ini menjangkiti masyarakat kita
adalah perjudian. Di mana-mana, di kota atau di desa, masyarakat kita begitu
keranjingan judi. Umumnya, ketika kita berjudi kita berharap mendapat
kemenangan, tak ada yang mengharap kalah. Kadang uang untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari, uang untuk bayar SPP diselewengkan untuk berjudi
dengan harapan akan mendapat hadiah yang besar dan berlipat. Tetapi,
harapan tak selamanya sesuai kenyataan, kemenangan hanya menjadi impian,
uang dan semua harta benda habis karena di meja judi, kalah bertaruh atau
kalah pasang nomor (togel). Kalau sudah begitu, maka kemiskinan semakin
menghimpit, tak ada beras, tak ada uang SPP untuk anaknya dan tak ada
sepeserpun untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Dalam Anguttara Nikaya Sang Buddha juga menjelaskan bahwa sebagai
seorang umat Buddha (upasaka-upasika), hendaknya menghindari lima
macam perdagangan salah (miccha vanija), yaitu:
1. Berdagang makhluk hidup
2. Berdagang daging
3. Berdagang senjata
4. Berdagang racun, dan
5. Berdagang minuman keras
Korupsi, meramal, berjudi dan cara-cara lain yang bertentangan dengan
Dhamma dalam mencari penghidupan bukanlah mata pencaharian yang benar.
Tinggalkanlah semua itu dan tempuhlah penghidupan yang benar yang sesuai
dengan Dhamma.
c. Kammasamvara
Bagian ketiga dari Panca Dhamma adalah Kamasamvara dalam buku
Kamus Umum Buddha Dhamma dikatakan; Kamasamvara adalah penahanan diri
terhadap nafsu indera. Secara harfiah, istilah Samvara berarti menutup atau
menyumbat sesuatu aliran arti yang dibawakan disini adalah menutup atau
menyumbat pikiran-pikiran tidak baik atau jahat. Kalau Anda sekalian bisa
mengendalikan diri, tidak berbuat jahat, itu latihan Dhamma.
d. Sacca
Panca Dhamma yang keempat adalah Sacca atau kejujuran, cinta akan
kebenaran. Kita menjaga agar ucapan selalu baik, benar dan selalu jujur, tidak
bohong atau dusta. Memang, di zaman sekarang ini kita sulit sekali untuk
mencari orang-orang yang jujur, sekarang kita cenderung menggunakan kata-
kata bohong dalam meraih sesuatu yang kita inginkan, terlebih-lebih jika peluang
untuk itu ada. Dahulu, orang mengatakan orang jujur akan mujur, tetapi di zaman
sekarang pepatah bijak ini telah diplesetkan menjadi orang jujur akan hancur.
Marilah kita renungkan. Sesungguhnya menurut Dhamma, kalau orang jujur, itu
berarti dia telah melakukan perbuatan baik, dan buah dari kebaikan adalah
kebahagiaan. Tetapi, sebaliknya orang yang berdusta berarti ia telah berbuat
jahat, dan akibat perbuatan jahat adalah penderitaan.

Halaman 34
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

Seseorang yang suka berdusta,


mengabaikan kebenaran Dhamma,
melakukan semua perbuatan jahat,
pasti akan menderita pada kehidupan yang akan datang.
(Dhammapada XIII:10)
kejujuran adalah ucapan yang membawa kebahagiaan, demikian yang dinyatakan
oleh Guru Agung kita, Sang Buddha. Di samping tidak berbohong, sebagai umat
Buddha kita juga menghindari kata-kata kasar, cacian atau makian, omong
kosong, fitnah dan sebagainya.
e. Sati – Sampajanna
Sati-Sampajanna adalah kesadaran atau kewaspadaan, penuh perhatian
dalam mengamati aktivitas batin dan jasmani, tidak mabuk, lalai, lengah ataupun
ceroboh. Menjaga kesadaran atau kewaspadaan sangatlah penting. Kesadaran
yang terjaga dengan baik akan membuat kita bahagia dan sebaliknya kelengahan
atau mabuk akan menyeret pada penderitaan. Sebagaimana yang dinyatakan
Sang Buddha dalam Dhammapada II:1, sebagai berikut:
Kewaspadaan adalah jalan menuju kekekalan,
kelengahan adalah jalan menuju kematian,
mereka yang sadar tidak akan mati,
mereka yang tidak sadar seperti orang mati.
Tetapi sayangnya, ada orang yang senang dengan mabuk-mabukan, lengah, tidak
sadar atau tidak waspada dengan mengkonsumsi obat-obat terlarang atau
narkoba. Di zaman sekarang ada yang serbuk, pil atau kapsul atau tablet,
suntikan, dihisap atau disedot dan berbagai macam lainnya. Hati-hati,
penggunaan narkoba tidak hanya membuat kita mabuk, tetapi juga
mendatangkan berbagai macam penyakit seperti HIV atau AIDS. Virus HIV atau
AIDS, di samping menular lewat hubungan seksual yang salah (berganti-ganti
pasangan), juga dapat menular lewat penyalahgunaan narkoba.
Narkotika dan obat-obat terlarang tidak hanya membawa penderitaan
sampai di situ saja, tetapi mabuk-mabukan juga akan membuat kita melakukan
pelanggaran sila-sila yang lain dari Pancasila Buddhis. Pelanggaran Sila akan
menyeret pelakunya jatuh ke alam-alam rendah. Jagalah kesadaran sebagai harta
yang paling berharga, jangan lalai, Jangan lengah. Inilah lima sifat mulia atau
Panca Dhamma yang harus kita tanamkan, pupuk dan kembangkan, agar akar
sifat mulia dapat tumbuh dengan kokoh dalam diri kita.
Marilah kita praktikkan cara-cara hidup yang mulia, agar buah kehidupan mulia
dapat menjadi milik kita, mulia secara duniawi dan mulia secara batin. Kemuliaan
hidup yang didapat sesuai dengan Dhamma.
3.2 Masalah Sifat Iri Hati
Di zaman yang serba modern sekarang ini banyak sekali persaingan yang
terjadi di dalam masyarakat yang mengakibatkan munculnya tindakan-tindakan
yang negatif. Misalnya kecemburaan sosial, iri hati, egois dan masih banyak lagi.
Hal ini yang menjadi masalah besar dalam lingkungan Masyarakat yang
berkembang saat ini sehingga menimbulkan suatu persaingan yang tidak baik
antara satu dengan yang lainnya. Masih banyak mereka yang masih memiliki
sifat-sifat yang egois, sehingga menimbulkan sikap yang saling menjatuhkan
antara satu dengan yang lainnya.

Halaman 35
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

Banyak sekali masalah-masalah yang mengakibatkan persaingan yang


tidak sehat yang timbul yang mengakibatkan kecemburuan antar sesama, hal ini
mengakibatkan antara satu dengan yang lainnya saling menunjukkan
keakuannya dan mereka lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri sehingga
menimbulkan suatu sifat egois yang mengakibatkan timbulnya sifat-sifat iri hati.
Dengan masih banyaknya orang yang mempunyai sifat-sifat iri hati maka
di dalam kehidupan tidak akan pernah ada kedamaian. Hal tersebut yang
menjadikan kendala dengan adanya sifat iri hati maka ketentraman dan kedamai
di dunia ini tidak akan pernah ada, selama masih banyak orang yang memiliki
sifat egois, serakah dan dendam. Banyak terjadi sekarang ini hal-hal yang
menimbulkan kekisruhan yang mengakibatkan terjadinya kesalah pahaman yang
mengakibatkan perpecahan antar manusia yang satu dengan manusia yang
lainnya. sehingga hal tersebut mengakibatkan perpecahan antar sesama. Dengan
masih banyak orang yang memiliki sifat seperti ini maka ketentraman dan
kedamaian tidak akan terwujud. Karena itulah kebencian akan mengakibatkan
permusuhan.
Maka perlu adanya suatu keberagaman agar dalam lingkungan
Masyarakat itu terjalin kebersamaan dan keberagaman yang baik sehingga hal-
hal yang dapat menimbulkan kecemburuan dan keirihatian. Karena masih banyak
orang yang bertindak yang tidak benar sehingga mengakibatkan sifat keirihatian
mucul. Oleh karena itu, hendaklah sifat iri hati haruslah dikikis dalam diri
sehingga kehidupan manusia di bumi ini akan lebih tentram dan damai dan tidak
aka nada permusuhan antara satu dengan yang lainnya.
Hal ini dibutuhkan pandangan yang benar untuk memahami hakikat dari
perasaan iri hati, dengan memiliki pemikiran yang benar dalam menghadapi
segala fenomena yang terjadi di muka bumi ini diperlukan suatu cinta kasih yang
besar kepada semua orang maupun kepada semua makhluk dan
mengembangkan cinta kasih yang seluas-luasnya agar sedikit demi sedikit sifat
iri hati sedikit demi sedikit dapat terendapkan, sehingga akan tercipta
ketentraman di dalam lingkungan keluarga maupun di dalam lingkungan
masyarakat.
a. Banyak Terjadi Permusuhan
Permusuhan adalah penyebab kedengkian yang paling parah. Ia tidak
suka orang lain menerima nikmat, karena dia adalah musuhnya. Maka akan
diusahakannya jangan ada perolehan kebajikan pada orang tersebut. Bila
musuhnya itu mendapat kenikmatan atau kebahagian, hatinya menjadi sakit
karena bertentangan dengan tujuannya. Permusuhan itu tidak saja terjadi
antara orang yang sama kedudukannya, tetapi juga bisa terjadi antara atasan
dan bawahannya. Sehingga sang bawahan misalnya, selalu berusaha
menggoyang kekuasaan atasannya, takut mendapat saingan. Bila seseorang
menginginkan atau mencintai sesuatu maka ia khawatir kalau mendapat
saingan dari orang lain, sehingga tidak terkabullah apa yang ia inginkan.
Karena itu setiap kelebihan yang ada pada orang lain selalu ia tutup-tutupi
bila tidak, dan persaingan terjadi secara sportif, ia takut kalau dirinya
tersaingi dan kalah. Dalam hal ini bisa kita misalkan dengan apa yang terjadi
antar dua wanita yang memperebutkan seorang calon suami, atau sebaliknya,
atau sesama murid di hadapan gurunya, seorang pegawai dengan pegawai
lainnya untuk mendapatkan perhatian yang lebih banyak dari atasannya, dan

Halaman 36
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

sebagainya. Ambisi memimpin, senang pangkat dan kedudukan. Ia tidak


menoleh kepada kelemahan dirinya, seakan-akan dirinya tak ada tolok
bandingnya. Jika ada orang ingin menandinginya, tentu itu menyakitkan
hatinya, ia akan mendengkinya dan menginginkan lebih baik orang itu habis
saja karirnya, atau paling tidak hilang pengaruhnya.
Permusuhan merupakan suatu perbuatan yang tidak baik. Awal dari
permusuhan adalah suatu rasa ketidaksenangan atau ketidak cocokan dalam
karakter mereka yang di miliki. Seseorang yang memiliki sifat keras bisa
mendatangkan permusuhan karena mereka mudah tersinggung bisa melalui
ucapan yang tidak enak didengarkan. Semua itu bisa terjadi permusuhan
apabila antara orang yang satu dengan yang lainya mempunyai pendapat
yang berbeda permusuhan itu bisa dilakukan dengan menggunakan
kekerasan yang ada dalam dirinya mereka ingin menang sendiri tetapi ada
kalanya apabila seseorang tersebut saling berani maka permusuhan akan
terjadi juga sebab semua itu saling mempertahankan egonya masing-masing.
Akhirnya mereka melakukan suatu perbuatan yang tidak baik itu dengan
melakukan kekerasan yaitu permusuhan. Permusuhan bisa terjadi apabila
seseorang telah melakukan suatu usaha untuk menjadikan permusuhan yaitu
dengan menggunakan obat-obatan terlarang dan minum-minuman keras
yang melemahkan kesadaran seseorang yang berpengaruh terhadap aktivitas
yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dielakkan lagi
dengan berkurangnya kesadaran akan tidak bisa mengontrol tindakan baik
dan buruk. Dengan sudah lemahnya kesadaran akan membuat seseorang
sesuka hati, seperti berbicara ngawur tak tentu arah, dan berbuat dendam
dan pertengkaran yang sangat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Akibat tindakan permusuhan yang kurang baik kepada orang lain akan
memicu suatu pertengkaran dan perkelahian yang bisa terjadi dilingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat. Dengan terjadinya suatu pertengkaran
atau perkelahian akan membawa ketidak harmonisan dan ketenangan
dilingkungan sekitar yang membuat tidak kondusif. Hal ini hendaknya harus
ditanggulangi dengan tidak menggunakan obat-obatan terlarang dan
mengkonsumsi minuman-minuman keras serta yang lain yang dapat
menyebabkan lemahnya kesadaran dan diharapkan seseorang harus bekerja
sama dan terbebas dari permusuhan antara satu dengan yang lainya untuk
mewujutkan suatu ketenangan dan ketentraman dilingkungan keluarga dan
lingkungan masyarakat.
Permusuhan tidak mudah untuk di selesaikan karena kalau sudah
melakukan permusuhan yang timbul adalah suatu rasa dendam yang ada
dipemikiranya. Dendam timbul apabila mereka merasa disakiti maka dendam
itu timbul terus dalam kehidupanya apabila bertemu mereka kurang senang
melihat lawanya tersebut. Penderitaan yang muncul dalam diri terus saja
terjadi dalam kehidupanya. Disetiap manusia ingin hidup bahagia. Bahagia
adalah suatu dambaan seseorang yang menjalani kehidupan bisa dikatakan
orang itu bisa bahagia apabila seseorang tersebut terbebas dari rasa
permusuhan karena semua itulah yang menjadikan akibat seseorang
menjadikan ketidak bahagiaan.

Halaman 37
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

b. Memiliki Pekerjaan Buruk


Agama Buddha tidak pernah melarang pengikutnya untuk
mengumpulkan kekayaan (materi), tetapi Sang Buddha selalu mengajarkan
bahwa dalam mengumpulkan kekayaan, hendaknya seseorang melakukannya
dengan jalan yang benar. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa memiliki
materi atau kekayaan merupakan salah satu sumber kebahagiaan. Demikian
juga akan muncul kebahagiaan jika seseorang dapat menikmati apa yang telah
diperolehnya. Jika seseorang bekerja keras dan dapat memenuhi
kebutuhannya sehari-hari, maka dia tidak akan jatuh ke dalam hutang. Ketiga
macam kebahagiaan tersebut berkaitan erat dengan materi. Lebih lanjut Sang
Buddha menerangkan kebahagiaan yang ke empat, yaitu: anavajja sukha
(kebahagiaan yang didapat jika seseorang merasa bahwa dirinya telah berbuat
sesuai dengan Dhamma). Dalam hal ini Sang Buddha tidak hanya mengajarkan
bagaimana untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia ini, tetapi juga
mengajarkan cara-cara yang harus dilaksanakan oleh seseorang sesuai dengan
Dhamma, agar setelah ia meninggal bisa terlahir di alam-alam bahagia.
Dalam Kitab Suci Tipitaka, tidak disebutkan teori-teori ekonomi secara
komprehensif, tetapi Kitab Suci Tipitaka menerangkan beberapa pedoman
atau petunjuk yang sangat penting dalam hubungannya dengan ekonomi.
Meskipun Kitab Suci Tipitaka memuat nasihat-nasihat yang bersifat kuno,
lebih dari 2.500 tahun lalu, tetapi nasihat-nasihat tersebut mempunyai
relevansi dengan sebagian besar dari teori-teori yang terdapat dalam ekonomi
modern. Pengalaman melalui pembuktian merupakan ciri khas pendekatan
yang digunakan dalam Agama Buddha untuk melihat suatu masalah, termasuk
beberapa masalah yang berhubungan dengan ekonomi. Melalui pendekatan
empiris inilah Sang Buddha mengajarkan bahwa “semua mahluk hidup karena
makanan” atau “Sabbe Satta Aharatthitika“. Menyadari akan hal ini, Sang
Buddha mengetahui bahwa setiap orang harus menempuh beberapa cara yang
diperlukan untuk memperoleh makanan. Dalam hal ini Sang Buddha
menganjurkan beberapa jalan dan petunjuk yang sebaiknya dijalankan oleh
seseorang sesuai dengan norma-norma kemoralan. Misalnya, Sang Buddha
menerangkan tentang norma-norma etika, seperti hukum kamma untuk
mengontrol dan membimbing manusia dalam menjalankan kehidupannya
sehari-hari. Hal ini sangat berguna, karena pada kenyataanya, keinginan
manusia akan pemuasan nafsu-nafsu indera adalah tidak terbatas. Tidak
jarang manusia menggunakan segala cara untuk mendapatkan kekayaan,
sehingga tidak jarang terjadi konflik, kebencian, pembunuhan dan sebagainya.
Dengan diterangkan ajaran tentang kamma (hukum perbuatan), maka
seseorang menjadi lebih percaya akan dirinya sendiri, dan tentunya dalam
dunia perekonomian akan memberi pengaruh pada produksi, distribusi,
konsumsi, dan semua aktivitas yang lain. Irihati dapat membuat orang memilih
pekerjaan yang buruk agar dapat menyombongkan dirinya dan tidak tersaingi
dengan orang lain.
c. Tidak Bisa Mengendalikan Diri
Sifat iri yang timbul di dalam hati manusia merupakan sifat dasar dari
manusia yang tidak pernah puas akan apa yang telah dicapai atau yang
dimilikinya saat ini, apalagi jika melihat keberadaan orang lain yang memiliki
sesuatu yang lebih dari dirinya. Sifat iri hati muncul karena manusia tidak bisa

Halaman 38
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

mengontrol emosi dan perasaannya sendiri. Kemudian dia membiarkan emosi


itu untuk terus tumbuh dan berakar, sehingga dia termaka oleh emosi yang
besar dan di luar kendalinya.
Jika saja manusia dapat mengontrol dan mengendalikan emosi dan
perasaan mereka sendiri bukan sebaliknya, maka akan tercipta suasana yang
damai di mana-mana. Kita melihat bahwa damai selalu membawa konotasi
yang positif, karena hampir tidak ada orang yang menentang perdamaian itu,
tidak ada orang yang menjauhi perdamaian
Berpikir benar, berkata benar dan berbuat benar, sesuai ajaran Dharma,
adalah bentuk pengendalian diri utama. Berpikir benar, berkata dan berbuat
benar. Tentu kita harus meyakini dengan sungguh – sungguh, bahwa hanya
kebenaran yang mampu menuntun hidup kita menuju kepada kebahagiaan.
Pengendalian diri, atau pengendalian nafsu, kerakusan akan materi dan
kekuasaan, mendorong mereka menjadi korup, atau aneka kebohongan lain.
Inilah musuh besar manusia, yaitu nafsunya sendiri. Iri hati dan dengki juga
mendorong lahirnya penipuan, keinginan untuk memenuhi segala yang orang
lain miliki.
d. Hubungan sosial tidak baik
Banyak masalah yang sering dihadapi seseorang dalam berinteraksi
dengan masyarakat di lingkungan mereka tinggal dan bekerja. Banyaknya
masalah yang sering dialami ini berasal dari luar diri dan dari dalam diri.
Masalah yang berasal dari luar adalah masalah yang sering timbul karena
adanya komunikasi yang kurang baik antara satu dengan yang lain.
Komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam membina hubungan yang
baik dengan orang lain. Tanpa adanya komunikasi yang baik dengan orang lain
maka sulit untuk dapat berinteraksi dengan orang tersebut. Masalah lain yang
dapat timbul karena faktor ekstern adalah masalah-masalah dengan norma-
norma yang berlaku dalam masyarakat. Masyarakat memiliki norma-norma
yang mengatur setiap sendi-sendi kehidupan di masyarakat tersebut.
Pelanggaran norma-norma ini dapat membuat seseorang memiliki
masalah yang serius dengan masyarakat. Sedangkan masalah dari dari dalam
diri adalah masalah yang timbul karena faktor intern dari orang tersebut.
Masalah yang timbul ini lebih sering berupa tidak dikenalnya orang tersebut di
masyarakat atau bahkan tidak disukai karena, misal memiliki sifat yang
tertutup atau sikap yang kurang terpuji. Faktor intern ini juga dapat
memberikan masalah yang cukup membuat pusing bagi sebagian orang.
e. Tidak memiliki Kewaspadaan Diri
Dalam agama Buddha kewaspadaan adalah hal utama yang harus selalu
dijaga karena kewaspadaan dapat membantu seseorang untuk membedakan
tindakan yang baik dengan tindakan yang tidak baik. Akibat lain dari tidak
memiliki kewaspadaan diri adalah melakukan tindakan yang tidak baik. Dalam
hal ini adalah melakukan kejahatan. Bila seseorang telah lemah kewaspadaan
maka ia tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

4. KESIMPULAN
Didalam penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan kalyana dhamma
dapat digunakan sebagai pedoman dalam mencegah masalah dari sifat iri hati yaitu
banyak terjadi permusuhan, memiliki pekerjaan yang buruk, tidak bisa

Halaman 39
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

mengendalikan diri, hubungan sosial yang tidak baik, dan tidak memiliki
kewaspadaan diri. Dalam penelitian ini penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1. Dengan memiliki Metta-Karuna seseorang dapat terhindar dari kebencian dan
memiliki banyak teman
2. Dengan mengembangkan Samma Ajiva maka seseorang dapat merasa bahagia dan
meredam kecemburuan akan pekerjaan orang lain
3. Dengan mengembangkan Sacca seseorang dapat dipercaya oleh masyarakat dan
dihargai orang lain
4. Dengan memiliki Kamasamvara maka seseorang memiliki pengendalian diri untuk
tidak memiliki sifat iri hati
5. Dengan memiliki Sati-Sampajjanna seseorang dapat waspada dalam pikiran
ucapan dan perbuatannya sehingga dapat menghindari perbuatan buruk

5. DAFTAR PUSTAKA
. 2004. Rampaian Dhamma. Jakarta : DPP Persaudaraan Vihara Theravada
Umat Buddha Indonesia.
. 2007. Itivuttaka. Lembang : Lembaga Anagarini Indonesia.
. 2009. Melihat Dhamma. Yogyakarta : Vidyasena Production.
. 2010. Dhammaclass Masa Vassa. Yogyakarta : Vidyasena Production.
2015, 3 minutes ago
Abadi kayana Dewi, 2005. Dhammapada. Jakarta : CV. Dewi Kayana Abadi.
Cintianawati wena, anggawati Lanny, 2003. Anguttara Nikaya 3. Klaten : Wisma
Dharmaguna.
Dhammavisarada Pandita, rasyid Teja, 1997, Jakarta : Buddhis BODHI.
Dharma, B., Wijoyo, H., & Anjayani, N. S. (2020). Pengaruh Pendidikan Sekolah Minggu
Buddha terhadap Perkembangan Fisik-Motorik Peserta Didik Kelas Sati di
Sariputta Buddhist Studies. Jurnal Ilmu Agama Dan Pendidikan Agama Buddha,
2(2), 71-82.
Fransisca, A., & Wijoyo, H. (2020). Implementasi Metta Sutta terhadap Metode
Pembelajaran di Kelas Virya Sekolah Minggu Sariputta Buddhies. Jurnal Ilmu
Agama dan Pendidikan Agama Buddha, 2(1), 1-12.
Hasan, Iqbal. 2002. Pokok –Pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Maurice Walshe, Dhamma Citta Press, 2009. Seri Tipitaka Khotbah – Khotbah Panjang
Sang Buddha Digha Nikaya
Kaharuddin Jinaratana Pandit, 2005. ABHIDHAMMATTHASANGAHA : CV Yanwreko
Wahana Karya.

Halaman 40
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

Lay Ko U, 2000. Panduan TIPITAKA Kitab Suci Agama Buddha. Klaten : Vihara
Bodhivamsa.
Oka Diputhera, 2008. Renungan Hati Nurani. Jakarta : Arya Suryachandra Okaberseri.
Panjika. 2004. Kamus Umum Buddha Dhamma. Jakarta : Tri Satva Buddhist Center.
Pesala Bhikkhu, 2002. Petikan Milinda Panha. Klaten : Wisma Meditasi Dhammaguna.
Pranata, J., & Wijoyo, H. (2020, November). ANALISIS UPAYA MENGEMBANGKAN
KURIKULUM SEKOLAH MINGGU BUDDHA (SMB) TAMAN LUMBINI TEBANGO
LOMBOK UTARA. In Prosiding Seminar Nasional Pendidikan (Vol. 2, pp. 778-
786).
Pranata, J., & Wijoyo, H. (2020). Meditasi Cinta Kasih untuk Mengembangkan
Kepedulian dan Percaya Diri. Jurnal Maitreyawira, 1(2), 8–14.
Pranata, J., Wijoyo, H., & Suharyanto, A. (2021). Local Wisdom Values in the Pujawali
Tradition. 4, 590–596.
https://doi.org/https://doi.org/10.33258/birci.v4i1.1642
Priastana Jo, 2000. Buddha Dharma Kontekstual. Jakarta : Yayasan Yasodhara Puteri.
Susilo y shirley, 2005. Daftar Ratusan Kesalahan Manusia. Jakarta : Mini Sys.
Tejanando Bhikkhu. Renungan Menuju Bijak. Bali.
Tim Penyusun, 2002. Buku Pelajaran Agama Buddha Sekolah Menengah Tingkat Atas
kelas II. Jakarta : C.V. Felita Nusantara lestari.
Triroso, 2010. Buddhisme Dalam Pelestarian Alam. Jambi : CV. Hadi Tarmojo.
Wowor Corneles, 1993. MATERI POKOK KITAB SUCI SUTTA PITAKA II. Jakarta
Direktorat jenderal bimbingan masyarakat Hindu dan Buddha.
Wijoyo, H., & Surya, J. (2017). Analisis penerapan Meditasi Samatha Bhavana di Masa
covid-19 terhadap Kesehatan mental umat buddha vihara dharma loka
pekanbaru. Sumber, 329.
Wijoyo, H., & Nyanasuryanadi, P. (2020). Analisis Efektifitas Penerapan Kurikulum
Pendidikan Sekolah Minggu Buddha Di Masa Pandemi COVID-19. JP3M: Jurnal
Pendidikan, Pembelajaran dan Pemberdayaan Masyarakat, 2(2), 166-174.
Wijoyo, H., & Girivirya, S. (2020). Pengaruh Pendidikan Sekolah Minggu Buddhis
(SMB) terhadap Perkembangan Fisik-Motorik Peserta Didik di SMB Sariputta
Buddhist Studies Pekanbaru. Jurnal Maitreyawira, 1(1), 39-52.

Halaman 41
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

Wijoyo, H., & Nyanasuryanadi, P. (2020). Etika Wirausaha Dalam Agama Buddha.
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, 11(2).
Depag RI Bimas Buddha, 1984 Sutta Pitaka.

Halaman 42

Anda mungkin juga menyukai