Anda di halaman 1dari 6

1.

PERBEDAAN DI LIHAT DARI SIFAT


No. HUKUM ACARA PERDATA HUKUM ACARA
PERADILAN AGAMA
1. Berlaku umum Berlaku khusus
2. Perkara Perdata umum Perkara perdata

PERBEDAAN DILIHAT DARI PROSESNYA


No HUKUM ACARA PERDATA HUKUM ACARA
. PERADILAN AGAMA
1. Prosesnyasepenuhnyamenggunaka Pasal59 UU No. 50
nketentuanHIR/Rbg.dan Sumber Tahun2009
hukum lainnya menyebutkan:HkAc.DiPAberla
kuHkAcPdt.Padaumumnyakec
.Yg diaturdalamUUini.
2. Terhadapperkaraperdatapadaumum Khususterhadapperkara2yang
nya menyangkut:
(KEWENANGANABSOLUT)P
erkawinan,Waris,Hibah,Wakaf,
Sodaqoh,danEkonomiSyariah

PERBEDAAN DILIHAT DARI PROSESNYAKHUSUS


PERKARA PERCERAIAN

No. HUKUM ACARA PERDATA HUKUM ACARA


PERADILAN AGAMA
1. kewenangan tidak mengacu pasal 118 hirtetapi
relatif:menggunakanketentuan pasal mengacu ke uu 50 th 2009yaitu
118HIR berperspektif perempuan
berlakuasasactorsequiturforumrei
2. Pembuktian:secaraumumberlaku a.saksidiutamakandarikalangankel
ketentuan HIR uarga
a.saksisaksi(bukankeluarga/saudara,bu b.adaketentuanuntuksaksiperempu
kanmantansuami/istr anminimal 2
ib.tidakadaketentuanlain orang(sbgperimbangansaksiseora
nglaki2

PERBEDAAN DILIHAT DARI PROSESNYAKHUSUS PERKARA PERCERAIAN


No. HUKUM ACARA PERDATA HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA

1. Berlaku ketentuan dalam HIR selain saksi, berlaku ketentuan


dalam HIR
2. Tidak mengenal proses li’an mengenal proses li’an (perceraian
dengan alasan zina tetapi hanya
berlaku bagi suami atau laki2)
3. Membedakan pengertian antara tidak membedakan pengertian antara
gugatan dan permohonan gugatan dan permohonan (sama2
mengdng sengketa), hanya
sajapermohonan diajukanoleh suami
(pihak laki-laki),sedangkan gugatan
diajukan oleh istri (pihak perempuan)

2. Pada prinsipnya, dalam perkara perdata pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh
pihak yang dikalahkan. Akan tetapi, terkadang pihak yang kalah tidak mau menjalankan
putusan secara sukarela. Di dalam peraturan perundang-undangan tidak diatur jangka
waktu jika putusan akan dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang kalah. Pihak yang
menang dapat meminta bantuan pihak pengadilan untuk memaksakan eksekusi putusan,
hal ini dibenarkan dalam pasal196 HIR yang berbunyi “Jika pihak yang dikalahkan tidak
mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang
menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada
ketua, pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan
keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta
memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan
oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari”.
Ketua Pengadilan memerintahkan agar disita barang-barang milik pihak yang kalah
sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di dalam keputusan itu
dan ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan keputusan itu (Pasal 197
HIR).
Jadi, jangka waktu pelaksanaan putusan secara sukarela oleh pihak yang dikalahkan tidak
diatur dalam peraturan perundang-undangan. Jika putusan tidak dilaksanakan, pihak yang
menang dapat memaksakan pelaksanaan eksekusi dengan mengajukan permohonan
kepada Ketua Pengadilan.

Prosedur Eksekusi di pengadilan


Tahapan Pelaksanaan Eksekusi

1. Persiapan Sebelum Pelaksanaan Eksekusi


1. Mempelajari dan memahami Penetapan Ketua PA tentang perintah eksekusi
terhadap barang-barang tergugat;
2. Mempelajari dan memahami putusan pengadilan yang menjadi dasar pelaksanaan
eksekusi;
3. Merencanakan dan menentukan hari dan tanggal pelaksanaan eksekusi;
4. Melaksanakan perhitungan tentang biaya proses dan pelaksanaan eksekusi.
2. Pelaksanaan Eksekusi

Pada prinsipnya kedua jenis eksekusi yang disebutkan di atas baru dapat
dilaksanakan setelah dilampauinya tenggang waktu peringatan (Aanmaning) kepada
Tergugat yang dikalahkan / Termohon eksekusi. Dan Ketua Pengadilan agama telah
mengeluarkan Surat Penetapan Perintah Eksekusi kepada Panitera dan Jurusita.

1. Pelaksanaan Eksekusi Riil (Ps.1033 Rv)


1. Jurusita berangkat bersama rombongan dan 2 orang saksi menuju tempat obyek
eksekusi, menunggu kehadiran pejabat terkait, satuan keamanan, Pemohon dan
Termohon eksekusi;
2. Jurusita membacakan Surat Penetapan Perintah Eksekusi;
3. Jurusita membuat Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi dengan menyebut secara
rinci dan jelas terhadap barang-barang yang dieksekusi, meliputi jenis, bentuk,
letak, batas-batas dan ukurannya;
4. Jurusita menandatangani Berita Acara pelaksanaan eksekusi tersebut dan 2 orang
saksi;
5. Jurusita menyerahkan barang-barang tereksekusi kepada Pemohon eksekusi;
6. Jurusita membuat Salinan Berita Acara Eksekusi sebanyak rangkap, disampaikan
kepada Ketua PA sebagai laporan, kepada Pemohon dan Termohon Eksekusi,
kepada petugas register eksekusi dan arsip.

2. Pelaksanaan Eksekusi Pembayaran Uang


1. Ketua PA membuat Penetapan Perintah Peringatah (Aanmaning) kepada tergugat
yang dikalahkan/termohon eksekusi, agar melaksanakan putusan;
2. Jurusita memanggil pemohon eksekusi dan termohon eksekusi untuk menghadiri
sidang (Insidentil) Aanmaning;
3. Jika tenggang waktu Aanmaning terlampaui (8 hari) sedang Termohon eksekusi
tidak mau melaksanakan putusan dengan sukarela, maka Ketua PA mengeluarkan
Penetapan perintah kepada Panitera / Jurusita untuk melaksanakan Sita Eksekusi
(Executorial Beslag);
4. Proses pelaksanaan sita eksekusi dilaksanakan sebagaimana proses pelaksanaan
Sita Jaminan;
5. Dalam melaksanakan harus didahulukan barang-barang bergerak. Sekiranya tidak
mencukupi putusan, maka sita eksekusi dilakukan terhadap barang tidak bergerak;
6. Pelaksanaan Sita eksekusi yang telah berkekuatan hukum mengikat berdaya
Eksekutorial.
    C. Pelaksanaan Lelang Eksekusi

Pengertian lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum baik secara
langsung maupun melalui media elektronis dengan cara penawaran harga secara
lisan dan/atau tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan peminat. Dalam
praktek Pengadilan agama penjualan lelang seringkali dilakukan dalam
melaksanakan putusan tentang pembagian harta bersama atau harta warisan, bila
pembagian harta/barang tidak dapat dilakukan secara "in natura".

Sesuai ps.200 (1) HIR/ps.215 (1) RBg penjualan lelang barang tersita hanya dapat
dilakukan oleh Kantor Lelang Negara, menurut ps.1 angka 4 Kep. Menkeu
No.:45/KMK 01/2002 kantor lelang adalah Kantor Pelayan Piutang dan Lelang
Negara (KP2LN). Dalam pelaksanaan lelang eksekusi Ketua PA selaku penjual
mengajukan permohonan kepada KP2LN. Persyaratan yang harus dipenuhi sebagai
persiapan lelang eksekusi :

1. Salinan/copy putusan PA
2. Salinan/copy penetapan Aanmaning
3. Salinan/copy penetapan sita
4. salinan/copy berita acara pelaksanaan sita
5. salinan/copy perincian hutang yang harus dipenuhi oleh termohon eksekusi
6. salinan/copy pemberitahuan lelang kepada termohon eksekusi.
7. copy bukti kepemilikan tidak dikuasai, harus ada pernyataan tertulis dari penjual
bahwa barang-barang tersebut tidak disertai dengan bukti kepemilikan dengan
alasan.

3.Hakim saat memutuskan perkara dapat memberikan putusan yang berkekuatan hukum tetap
apabila dari pihak Tergugat tidak melakukan upaya hukum lagi seperti banding mauun
kasasi.Namun jika pihak tergugat menerima putusan hakim dapat dikatakan Putusan Hakim
Berkekuatan Hukum tetap (inkracht van gewijsde).Ada 2 alternatiff dalam menemukan putusan
yang inkracht yang pertama apabila kedua belah pihak yang dimenangkan maupun kalah
menerima putusan tersebut.Yang kedua apabila ada salah satu pihak mengambil sikap, hakim
memberikan waktu 14 hai setelah putusan di pengadilan negeri ditetapkan.Dimana apabila
salahsatu pihak mengambil sikap menerima atau tidak menerima.Apabila salah satu pihak tidak
menerima maka ada upaya hukum lagi yakni bandning maupun kasasi.Selanjutnya apabila dalam
14 hari belum ada upaya hukum lagi maka putusan tersebut sudah Berkekuatan Hukum Tetap
(inkracht van gewijsde).Berdasarkan soal tersebut ditetapkan tanggal 10 Juni 2020 maka 14 hari
selanjutnya adalah sampai tanggal 24 Juni 2020 ialah jangka waktu untuk melakukan upaya
hukum, apabila tidak maka putusan tersebut sudah Berkekuatan Hukum Tetap (inkracht van
gewijsde).
4.a. putusan serta merta lazimnya diajukan oleh penggugat melalui pengacaranya, jelas
Amir, dimaksudkan agar menghentikan untuk sementara suatu keadaan yang lebih
merugikan kalau diteruskan. Misalnya sengketa tanah antara pemilik modal dengan ahli
waris yang secara ekonomi lemah. Si pemodal mengajukan permohonan ke pengadilan agar
tanah dikosongkan

Adapun dasar hukum putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) tersebut antara lain
Pasal 180 ayat (1) HIR, Pasal 191 ayat (1) Rbg dan Pasal 332 Rv.

Bunyi Pasal-nya adalah sebagai berikut :

1. Pengadilan Negeri boleh memerintahkan supaya keputusan dijalankan dahulu,


walaupun keputusan itu dibantah atau diminta banding, jika ada surat yang sah,
satu surat tulisan yang menurut peraturan yang laku (berlaku) untuk itu
berkekuatan bukti, atau jika ada hukuman dahulu dengan keputusan yang sudah
mendapat kekuatan keputusan yang pasti, demikian juga jika tuntutan
sementara dikabulkan, tambahan pula dalam perselisihan hak.
2. Akan tetapi hal menjalankan keputusan dahulu tidak boleh diluluskan sampai
kepada penyandraan.

Dari uraian pasal diatas dapat disimpulkan bahwa putusan serta merta dibolehkan
namun tidak boleh diikutkan dengan tindakan penyandraan.

dalam SEMA No. 4 Tahun 2001 yang menyebutkan :

Setiap kali akan melaksanakan putusan serta merta (Uitvoerbaar bij Voorraad) harus
disertai penetapan sebagaimana diatur dalam butir 7 SEMA No. 3 tahun 2000 yang
menyebutkan:

“Adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengan nilai barang/objek


eksekusi sehingga tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain apabila ternyata
dikemudikan hari dijatuhkan putusan yang membatalkan putusan Pengadilan Tingkat
Pertama” Tanpa jaminan tersebut, tidak boleh ada pelaksanaan putusan serta merta.

Lebih lanjut apabila Majelis akan mengabulkan permohonan serta merta harus
memberitahukan kepada Ketua Pengadilan.
Dengan demikan, apabila putusan serta merta tersebut ingin dikabulkan dan
dilaksanakan, maka Penggugat berkewajiban memberikan jaminan yang menutupi nilai
barang atau objek perselisihan dengan jumlah yang cukup untuk menutup kerugian
yang mungkin diterima oleh tergugat apabila dikemudian hari ternyata putusan serta
merta tersebut dianulir oleh putusan pengadilan yang lebih tinggi.

b.Upaya hukum yang dapat dilakukan adalah jaminan bagi pihak tergugat apabila hasil upaya
hukum yang ditempuh setelah kalah di pengadilan tingkat pertama namun pihak penggugat
memohonkan putusan serta merta terdapat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.3
tahun 2000 yang juga ditegaskan kembali pada surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.4
tahun 2001 yang menyebutkan bahwa dalam memutuskan putusan serta merta (Uit Voerbaar bij
vorraad) harus memperhatikan adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengan nilai
barang/objek eksekusi sehingga tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain apabila ternyata
dikemudian hari dijatuhkan putusan yang membatalkan putusan Pengadilan Tingkat Pertama,
sebab tanpa jaminan tersebut, tidak boleh ada pelaksanaan putusan serta merta.

Setiap kali akan meaksanakan putusan serta merta (Uit Voerbaar bij vorraad) harus disertai
penetapan sebagaimana diatur dalam butir 7 SEMA No.3 tahun 2000 yang menyebutkan :

“adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengan nilai barang/objek eksekusi sehingga
tidak menimbulkan kerugian pihak lain apabila ternyata dikemudian hari dijatuhkan ptusan
Pengadilan Tingkat Pertama” Tanpa jaminan tersebut, tidak boleh ada pelaksanaan putusan serta
merta.

Dengan demikian, apabila putusan serta merta tersebut ingin dikabulkan dan
dilaksanakan maka Penggugat berkewajiban memberikan jaminan yang menutupi nilai barang
atau objek perselisihan dengan jumlah yang cukup untuk menutup kerugian yang mungkin
diterima oleh terguat apabila dikemudian hari ternyata putusan serta merta tersebut dianulir oleh
putusan pengadilan yang lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai