Anda di halaman 1dari 26

TEORI PERKEMBANGAN ANAK

USIA DINI
Makalah Diajukan untuk Memenuhi Tugas
Individu Semester Gasal Mata Kuliah:

Konsep Dasar Anak Usia Dini

Dosen Pengampu: Nurjanah, S.Sos.I., M.Pd.

Disusun oleh:
Nama Mahasiswa : SITI NUR AZIZAH
NIM mahasiswa : 2012007

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA
DINI (PIAUD) FAKULTAS
TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL
ULAMA (STAINU) PURWOREJO
2020
BAB I
PENDAHULUA
N

A. Latar Belakang Masalah


Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Pada usia
tersebut merupakan masa keemasan (golden age), artinya pada masa ini anak berada
dimasa peka yaitu masa yang sangat mudah dalam menerima stimulasi pengetahuan dan
keterampilan yang sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak usia
dini. Oleh karena itu, stimulasi yang tepat dan berkesinambungan perlu diberikan supaya
tumbuh kembang anak dapat berjalan secara optimal. Stimulasi tersebut dapat diberikan
oleh sebuah lembaga pendidikan, yaitu salah satunya melalui pendidikan anak usia dini
(PAUD). Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) pada pasal 14 ayat 1, yang berbunyi: Pendidikan
anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.” (UU RI No. 20 TH
2003, (pasal 1 ayat 14): 73). Aspek perkembangan anak usia dini yang perlu untuk
dioptimalkan yaitu meliputi lima aspek perkembangan. Kelima aspek tersebut ialah
aspek kognitif, bahasa, sosial emosional, fisik motorik, dan nilai agama dan moral
(NAM). Dari kelima aspek perkembangan anak usia dini ini, salah satu aspek yang
penting untuk dikembangkan adalah aspek perkembangan bahasa. Aspek bahasa sangat
penting dikembangkan bagi anak usia dini, karena melalui 2 berbahasa anak dapat
mengungkapkan apa yang ada di dalam pikirannya, dapat mengutarakan pendapat dan
keinginannya, dan anak dapat bersosialisasi dengan sesama manusia yang ada
disekitarnya. Bahasa juga perlu untuk melatih anak dalam bersosialisasi khususnya
dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain, sehingga dalam melakukan
interaksi tersebut anak dapat menggunakan bahasa yang tepat dan mudah dipahami, serta
dapat diterima oleh orang lain disekitarnya. Hal ini diperkuat oleh pendapat dari
Akhadiah dkk (Suhartono, 2005: 8), yang menyatakan bahwa dengan bahasa, anak
tumbuh dari organisme biologis menjadi pribadi di dalam kelompok. Pribadi tersebut
yaitu pribadi yang berpikir, bersikap, berbuat dan memandang dunia sebagai kehidupan
yang ada dalam masyarakat di sekitarnya. Perkembangan bahasa anak dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu faktor dari luar dan dari dalam dirinya. Bahasa yang diperoleh anak dari
luar dirinya adalah dengan anak dapat belajar dari model-model yang
ada di lingkungan sekitar anak, misalnya dari orang tua atau orang dewasa lainnya,
sedangkan bahasa yang diperoleh anak dari dalam dirinya adalah bawaan dari anak yang
dapat merangkum dan menyusun bahasanya sendiri melalui mendengarkan apa saja yang
ada di sekeliling anak. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Bandura dan Chomsky.
Bandura (Izzaty, dkk, 2008: 90) mengatakan bahwa perkembangan bahasa membutuhkan
stimulasi dari luar yaitu model learning (modelling), dan Chomsky (Izzaty, dkk, 2008:
91) menyatakan dalam teorinya LAD (Language Acquisition Device) bahwa dalam diri
seorang anak ada suatu pembawaan untuk 3 membuat sistematik sendiri mengenai
bahasa, seakan merangkum dan menyusun bahasa itu di dalam dirinya.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas, secara sederhana dapat dirumuskan inti
permasalahan yang menjadi pokok bahasan utama makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana Hakikat perkembangan Anak Usia Dini?
2. Apa Saja Teori pertumbuhan dan perkembangan Anak Usia Dini?
3. Apa Saja Aspek perkembangan Anak Usia Dini?
4. Bagaimana Pola Perkembangan Anak Usia Dini?
5. Apa Saja Basis Pendidikan Anak Usia Dini?
6. Bagaimana Pendekatan dalam Pendidikan Anak Usia Dini?
7. Apa Saja Prinsip Pembelajaran Anak Usia Dini?
8. Apa Saja Asas Pembelajaran Anak Usia Dini?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Suatu kegiatan tertentu pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai, demikian pula
dengan penulisan makalah ini. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan
makalah ini adalah:
Mahasiswa mampu:

1. Memahami dan menjelaskan pentingnya pengetahuan tentang Hakikat perkembangan anak


usia dini
2. Memahami dan menjelaskan Teori pertumbuhan dan perkembangan Anak Usia Dini
3. Memahami dan menjelaskan Aspek perkembangan anak usia dini Memahami dan
menjelaskan Pola Perkembangan Anak
4. Memahami dan menjelaskan Basis Pendidikan Anak Usia Dini
5. Memahami dan mejelaskan Pendekatan dalam Pendidikan Anak Usia Dini
6. Mahasiswa mampu memahamami dan menjelaskan prinsip pembelajaran anak usia dini
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan asas pembelajaran anak usia dini
D. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pembahasan dalam makalah ini supaya sistematis, maka
disusun sistematika pembahasan. Sistematika pembahasan di dalam penyusunan makalah
ini dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: Bab I mencakup pembahasan mengenai
pendahuluan, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan sistematika
pembahasan. Bab II mencakup pembahasan mengenai bagaimana konsep dasar
manajemen pendidikan anak usia dini, apa pengertian manajemen pendidikan anak usia
dini, apa saja tujuan manajemen pendidikan anak usia dini, apa saja fungsi manajemen
pendidikan anak usia dini dan apa saja prinsip-prinsip dasar manajemen pendidikan anak
usia dini. Bab III mencakup pembahasan mengenai penutup, kesimpulan dan kata
penutup serta penutup bagian akhir berisi daftar pustaka

BAB II
PEMBAHASA
N

1. Hakikat Perkembangan Anak Usia Dini


Secara Terminology Anakdiusia 4-6 tahun merupakan bagian dari anak usia dini yang
disebut sebagai anak usia prasekolah (masa golden age). Marjory Ebbek (dalam Hibama S,
2005) menyatakan bahwa PAUD adalah pelayanan pendidikan anak mulai lahir sampai usia 6
tahun.

Pendidikan Anak Usia Dini adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar
yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan
usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan ruhani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan
informal.

Setiap orang tua haruslah memperhatikan pendidikan anaknya mulai dari masa balita,
terlebih pada pendidikan Anak usia dini. Pendidikan Anak Usia dini merupakan keharusan
yang diperoleh anak dalam proses pembelajaran awal sebelum kejenjang dasar. Karena
belajar bukan kewajiban bagi seorang anak melainkan hak anak. Untuk itu para orang tua
haruslah
sportif dalam membimbing maupun mengarahkan anaknya. Orang tua tidak perlu dan tidak
diperbolehkan untuk memaksakan kehendak anak untuk belajar, karena setiap anak pasti
mempunyai bakat dan minat tersendiri dan itu bias dimulai atau dikembangkan melalui
proses pembelajaran yang ada di pendidikan Anak Usia Dini.

Selain itu, untuk menunjang keberhasilan anak pada masa golden age ini, didalam proses
pembelajaran PAUD haruslah disesuaikan dengan proses tumbuh kembangnya anak. Karena
anak usia golden age mempunyai hak Dalam proses pembelajaran yang sifatnya bermain,
beristirahat dan berekreasi. Proses tersebut digunakan agar seorang anak tidak merasa
tertekan. Untuk itu proses pembelajaranharus diciptakan dengan suasana yang kondusif,
menyenangkan (bermain sambil belajar) dan dapat menarik perhatian anak serta dapat
memotivasinya.

Dilihat dari penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini
memegang peranan penting dalam masa golden age, karena Dapat memicu perkembangan
otak secara signifikan, perkembangan intelektual dan emosi akan terjadi pada masa anak usia
dini.Sebagai tujuan dari PAUD itu sendiri yakni agar terciptanya tumbuh kembang anak,
peningkatan pengetahuan ketrampilan dan sikap orang tua dalam upaya membina tumbuh
kembang anaksecara optimal. Untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan
mempersiapkan anak untuk kejenjang selanjutnya yakni pada pendidikan dasar.

Selain itu, pengembangan manusia yang utuh dimulai sejak anak dalam kandungan dan
memasuki masa keemasan 0-6 tahun serta tidak menutup kemungkinan bahwa perkembangan
tersebut sangat dipengaruhi oleh orang tua dan lingkungan yang ada disekitarnya. Selain itu
pentingnya pendidikan PAUD ini merupakan masa emas yang tidak akan berulang karena
merupakan masa yang paling penting dalam membentuk dasar-dasar kepribadian,
kemampuan berfikir, kecerdasan, ketrampilan, dan kemampuan bersosialisasi, (Feldman,
2002)

Pendidikan anak usia dini ini sangat dianjurkan mengingat PAUD memiliki peranan
penting dalam masa perkembangan, sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Drs. Harun Al
Rasyid, M.SI bahwa pemberian pendidikan bagi anak usia dini diakui sebagai periode yang
sangat penting dalam membangun sumber daya manusia dan periode ini hanya dating satu
kali serta tidak dapat diulang lagi, sehingga stimulasidini- salah satunya adalah pendidikan
yang mutlak diperlukan.
2. Teori pertumbuhan dan perkembangan Anak Usia Dini

Watson, Thorndike, dan Skinner adalah ahli behaviorisme yang terkenal.


Skinner identik dengan teori stimulus-respon dan operant conditioning. Unsur-
unsurnya meliputi bantuan dan hukuman. Kalau dalam classical conditioning,
seorang anak diberikan stimulus dan suatu penghargaan dan mengharapkan
penghargaan kapan saja stimulus diperkenalkan.
Kalau dalam operant conditioning perilaku sudah mendahului penguatan
tersebut. Seperti percobaan pada tikus dan pedal dalam skinner box yang sudah kita
pelajari sebelumnya. Jika seorang anak melengkapi suatu tugas dan memperlihatkan
perilaku yang diinginkan, guru dapat menguatkan perilaku tersebut dengan memberi
pujian,dsb. Penguatan negatif dapat diberikan untuk melepaskan anak dari tindakan
atau situasi yang tidak menyenangkan. Contohnya, dengan memberikan “time out”
pada anak, atau distrap.
Operant conditioning dapat digunakan untuk membentuk suatu perilaku
dengan cara menyediakan bantuan ketika perilaku anak semakin menjauh dari
tujuannya. Membentuk perilaku melibatkan kompunen berikut:
· Mengarahkan perilaku yang diinginkan tersebut.
· Perbaikan dari suatu dasar terhadap perilaku.
· Memilih penguatan.
· Menerapkan sistem penguatan secara sistematis.
Perilaku negatif dapat dikurangi dengan sikap orang dewasa yang tidak
mendukung atau mengacuhkan perilaku anak yang tidak baik. Tujuan akhir dari teori
ini adalah untuk semakin meningkatkan perilaku yang diinginkan untuk memberikan
penghargaan pada anak, sehingga guru atau orang tua tidak perlu memberikan
penghargaan secara terus menerus. Teori behavioris lebih terkait bagaimana anak
berkembang secara sosial, emosional, dan intelektual.
2. Teori Maturationis
Teori maturationis (kematangan) pertama kali ditemukan oleh Hll, Rousseau
dan Gessel dimana ketiganya percaya bahwa anak harus diberi kesempatan
berkembang. Menurut teori ini, pengalaman memainkan peranan yang sangat penting
dalam perkembangan. Hal ini dipandang lebih baik dari teori behaviorisme.
Teori maturationis meyakini bahwa perkembangan fisik, sosial, intelektual,
emosional, mengikuti tahapan perkembangan dari setiap anak yang pada dasarnya
berbeda-beda. Mereka percaya bahwa setiap anak akan mengembangkan potensi
mereka apabila mereka ditempatkan pada suatu lingkungan yang optimal dan
perkembangan mereka akan menjadi lambat apabila lingkungan tidak sesuai.
Teori maturationis menyatakan bahwa anak-anak akan mempunyai kesukaran
disekolah apabila mereka “salah ditempatkan” dimana anak ditempatkan pada kelas
yang memiliki tingkatan yang berbeda dengan tingkatan perkembangan si anak.
Teori ini menekankan tahapan perkembangan si anak lebih penting dari sekedar
penghargaan, hukuman, dll.

3. Teori Interaksi
Teori interaksi atau perkembangan ditemukan oleh Piaget. Piaget percaya
bahwa anak-anak itu membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan.
Anak-anak bukan merupakan objek penerima pengetahuan yang pasif, melainkan
mereka dengan aktif melakukan pengaturan pengalaman mereka ke dalam struktur
mental yang kompleks.
Selanjutnya Piaget menguraikan tentang pemikiran anak-anak mengenai
konsep asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan. Asimilasi terjadi ketika anak
melakukan pencocokan informasi ke kategori yang ada. Jika anak diberikan
pengetahuan tentang anjing, contoh tersebut akan dimasukkan ke kategori yang
sudah ada. Jika kemudian diberikan pengetahuan tentang kucing, maka anak akan
meciptakan suatu kategori baru dimana bukan hanya anjing hewan berbulu yang
dapat digendong dan ditimang. Menciptakan suatu kategori baru adalah bagian dari
akomodasi anak yang mana anak secepatnya menciptakan suatu struktur mental yang
berkaitan dengan semua hewan yang ada.
Keseimbangan adalah merupakan bagian akhir dari sisa yang mencapai semua
informasi dan pengalaman, yang kapan saja dapat dicocokan ke dalam suatu bagan
yang baru diciptakan untuk hal tersebut. Keseimbangan ini berumur sangat pendek,
sebagai suatu informasi dan pengalaman yang baru yang secara konstan ditemui oleh
anak. Keseimbangan adalah proses dari pergerakan dari keadaan ketidakseimbangan
kepada keadaan seimbang.
Pendukung teori Piagetian menggolongkan pengetahuan sebagai berikut yaitu
perkembangan fisik, sosial, atau logika-matematika. Istilah yang digunakan dalam
literatur untuk menguraikan kategori ini adalah meta-knowledge. Jika seorang anak
memahami tentang sistem nomor, jumlah, maka ia juga memahami pengetahuan lain
yang tidak bersifat sosial, fisik, atau logika-matematika.
Wadsworth menguraikan tentang defenisi belajar dalam terminologi para
pengikut Piagetian: ada dua penggunaan. Penggunaan pertama, disebut sebagi makna
di dalam pengertian yang luas, dimana bersinonim dengan kata perkembangan.
Penggunaan kedua, adalah mengenai hal-hal yang lebih dangkal. Hal ini mengacu
pada pengadaan informasi yang spesifik dari lingkungan, yang berasimilasi dalam
suatu bagan yang ada. Bagi teori behavioristik, mengatakan memori dihafal tanpa
berpikir. Sedangkan pada teori Poaget, belajar melibatkan konstruksi dan pengertian.

4. Teori Psikoanalisis
Sigmund Freud, bapak dari teori psikoanalitical, yang menggambarkan
perkembangan dan pertumbuhan anak. Di dalam terminologi dikatakan bahwa anak-
anak bergerak melalui langkah-langkah yang berbeda dengan tujuan untuk mencari
kepuasan yang berasal dari sumber yang berbeda, di mana mereka juga harus
berusaha untuk menyeimbangkan keadaan tersebut dengan harapan orang tua.
Mekanisme pertahanan diri diciptakan untuk tujuan agar dapat berhubungan dengan
ketertarikan. Kebanyakan orang belajar untuk mengendalikan perasan mereka dan
juga berusaha agar dapat diterima di dalam lingkungan sosial serta untuk
mengintegrasi diri mereka.

5. Teori Pengaruh
Berbagai teori yang berbeda mengemukakan sudut pandang mereka yang
berbeda dalam hal menginterpretasikan pengamatan yang sudah mereka lakukan
terhadap anak-anak ketika mereka tumbuh dan berkembang. Seorang anak akan
berkembang secara menyeluruh. Perkembangan di suatu area pasti memengaruhi
perkembangan di area lain. Sebagai contoh, ketika anak menjadi gesit ia membuka
lebih banyak lagi hal-hal lain dari berbagai kemungkinan untuk melakukan eksplorasi
dan belajar tentang lingkungan. Anak-anak yang merasakan bahwa mereka sedang
belajar dengan sukses atau anak-anak yang merasa yakin tentang kemampuan fisik
mereka memiliki kepercayaan diri yang baik. Anak-anak yang belajar untuk mampu
mengendalikan perilaku mereka yang impulsif dapat berinteraksi dengan orang lain
atau alat-alat permainan dalam waktu yang lebih lama, dimana hal ini juga
berpengaruh terhadap perkembangan intelektual mereka. Perkembangan sosial, fisk,
dan intelektual selalu berkaitan.

6. Teori Konstruktivisme
Semiawan berpendapat bahwa pendekatan konstruktivisme bertolak dari suatu
keyakinan bahwa belajar adalah membangun pengetahuan itu sendiri, setelah
dicernakan kemudian dipahami dalam diri individu, dan merupakan perbuatan dari
dalam diri seseorang. Pengetahuan itu diciptakan kembali dari dalam diri seseorang
melalui pengalaman, pengamatan, dan pemahamannya.
Vygotsky dikenal sebagai socialkultural constructivist berpendapat bahwa
pengetahuan tidak diperoleh dengan cara dialihkan dari orang lain, melainkan
merupakan sesuatu yang dibangun dan diciptakan oleh anak. Vygotsky yakin bahwa
belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dipaksa dari luar karena anak adalah
pembelajaran aktif dan memiliki struktur psikologis yang mengendalikan perilaku
belajarnya. Prinsip dari teori Vygotsky adalah bahwa anak melakukan proses
konstruksi membangun berbagai pengetahuannya tidak dapat dipisahkan dari konteks
sosial dimana anak tersebut berada.
Berhubungan dengan proses pembentukan pengetahuan, Vygotsky
mengemukakan konsep Zone of Proximal Development (ZPD) sebagai kapasitas
potensial belajar anak yang dapat erwujud melalui bantuan orang dewasa atau orang
yang lebih terampil. Vygotsky mendefenisikan ZPD sebagai jarak antarab level
perkembangan aktual dengan pemecahan masalah secara mandiri dengan level
perkembangan potensial oleh pemecahan masalah dengan bimbingan orang dewasa.
Stuyf mengatakan bahwa strategi pembelajaran pentahapan memberikan
bantuan secara perseorangan berdasarkan ZPD. Aktifitas-aktifitas yang diberikan
dalam pembelajaran scaffolding hanya melewati tingkatan yang dapat dilalui sendiri.
Askep penting dalam pembelajaran scaffolding adalah bantuan bersifat sementara.
Akhirnya anak dapat menyelesaikan tugas dengan sendirinya tanpa bantuan lagi.
Penerapan teori konstruktivisme dalam program kegiatan bermain pada anak
usia dini haruslah memperlihatkan hal-hal berikut: anak hendknya memperoleh
kesempatan luas dalam kegiatan pembelajaran, pembelajaran pada anak usia diini
hendaknya dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensial daripada perkembangan
aktualnya, program kegiatan bermain lebih diarahkan pada penggunaan strategi, anak
diberi kesempatan luas untuk melakukan tugas-tugas dan memecahkan masalah, dan
proses belajar tidak sekedar transfersal tetapi lebih kepada ko-konstruksi.

3. Aspek perkembangan anak usia dini


1. Catron Allen (1999 :23-26) menyebutkan bahwa terdapat 6 aspek perkembangan
anak usia dini yaitu kesadaran personal , kesehatan emosional, sosialisasi,
komunikasi, kognisi, dan keterampilan motorik sangat penting dan harus
dipertimbangkan sebagai fungsi interaksi. Kreatifitas tidak dipandang sebagai
perkembangan tambahan, melainkan sebagai komponen yg integral dari
lingkungan bermain yang kreatif.
2. Pertumbuhan anak pada enam aspek perkembangan dibawah ini membentuk
fokus sentral dari pengembangan kurikulum bermain kreatif pada anak usia
dini.
3. Kesadaran Personal
4. Permainan kreatif memungkinkan perkembangan kesadaran personal.bermain
membantu anak untuk tumbuh secara mandiri dan memiliki kontrol atas
lingkungannya. Melalui bermain anak dapat menemukan hal baru,
bereksplorasi, meniru, dan mempraktikkan kehidupan sehari-hari sebagai
sebuah langkah dalam membangun keterampilan menolong diri sendiri,
keterampilan ini membuat anak menjadi berkompeten.
5. Pengembangan Emosi
6. Melalui bermain anak dapat belajar menerima, berekspresi dan mengatasi
masalah dengan cara yang positif. Bermain juga memberikan kesempatan
pada anak untuk mengenal diri mereka sendiri dan untuk mengembangkan
pola perilaku yang memuaskan dalam hidup.
7. Membangun Sosialisasi
8. Bermain memberikan jalan bagi perkembangan sosial anak ketika berbagi
dengan anak lain. Bermain adalah sarana paling utama bagi pengembangan
kemampuan bersosialisasi dan memperluas empati terhadap orang lain serta
mengurangi sikap egosentrisme. Bermain dapat menumbuhkan dan
meningkatkan rasa sosialisasi anak. Melalui bermain anak dapat belajar
perilaku prososial seperti menunggu giliran, kerja sama, saling membantu, dan
berbagi.
9. Pengembangan komunikasi
10. Bermain merupakan alat yang paling kuat untuk membelajarkan kemampuan
berbahasa anak. Melalui komunikasi inilah anak dapat memperluas kosakata
dan menembangkan daya penerimaan serta pengekspresian kemampuan
berbahasa mereka melalui interaksi dengan anak-anak lain dan orang dewasa
pada situasi bermain spontan.
11. Secara spesifik, bermain dapat memajukan perkembangan dari segi komunikasi
berikut ini : (1) bahasa reseptif (penerimaan), yaitu mengikuti petunjuk-petunjuk
dan memahami konsep dasar, (2) bahasa ekspresif, yaitu kebutuhan
mengekspresikan keinginan, perasaan: penggunaan kata-kata, frase-frase,
kalimat: berbicara secara jelas dan terang, (3) komunikasi nonverbal, yaitu
penggunaan komunikasi kongruen, ekspresi muka, isyarat tubuh,isyarat tangan
dan (4) memori pendengaran/perbedaan, yaitu memahami bahasa berbicara dan
membedakan bunyi.
12. Pengembangan Kognitif
13. Bermain dapat memenuhi kebutuhan anak untuk secara aktif terlibat dengan
lingkungan, untuk bermain dan bekerja dalam menghasilkan suatu karya, serta
untuk memenuhi tugas-tugas perkembangan kognitif lainnya. Selama bermain,
anak menerima pengalaman baru, memanipulasi bahan dan alat, berinteraksi
dengan orang lain dan mulai memasukkandunia mereka. Bermain adalah
awalan dari semua fungsi kognitif selanjutnya, oleh karenanya bermain sangat
diperlukan dalam kehidupan anak-anak.
14. Pengembangan Kemampuan Motorik
15. Kesempatan yang luas untuk bergerak, pengalaman belajar untuk menemukan,
aktivitas sensori motor yang meliputi penggunaan otot-otot besar dan kecil
memungkinkan anak untuk memenuhi perkembangan perseptual motorik.
Bermain dapat memacu perkembangan perseptual motorik pada beberapa area
yaitu : (1) koordinasi mata-tangan atau mata-kaki, seperti saat menggambar,
menulis, manipulasi objek, mencari jejak secara visual, melempar, menangkap,
menendang. (2) kemampuan motorik kasar, seperti gerak tubuh ketika berjalan,
melompat, berbaris, berlari, berguling-guling, dan merayap. (3) kemampuan
bukan motorik kasar (statis) seperti menekuk, meraih, bergiliran, memutar,
meregangkan tubuh, jongkok, duduk, berdiri, bergoyang. (4) manajemen tubuh
dan kontrol seperti menunjukkan kepekaan tubuh, kepekaan akan tempat,
keseimbangan, kemampuan untuk memulai, berhenti dan mengubah petunjuk.

4. Pola Perkembangan Anak Usia Dini


1. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik berlangsung secara teratur, tidak secara acak, perkembangan bayi
ditandai dengan adanya perubahan dari aktivitas yang tidak terkendali menjadi suatu aktivitas
yang terkendali.

Perkembangan fisik pada masa bayi berjalan dengan cepat. Bayi belajar untuk mengendalikan
kepala, menggapai sebuah objek, dan barangkali berdiri dan berjalan ditahun pertama
tersebut. Ketika anak-anak tumbuh, perkembangan dari keterampilan motor mereka tidaklah
sama cepatnya dengan seperti pada kanak-kanak, tetapi hal tersebut berlangsung terus
sepanjang masa kanak-kanak. Pengamatan atas fisik mengungkapkan bahwa pertumbuhan itu
adalah bersifat cephalocaudal (proses pertumbuhan dimulai dari kepala hingga ke kaki) dan
juga proximo-distal (proses pertumbuhan dimulai berasal pusat badan ke arah luar), dan
perkembangan motorik kasar tersebut mulai berjalan dahulu sebelum motorik halus
berkembang. Kendali terhadap kepala dan otot tangan diperoleh sebelum adanya kendali otot
kaki. Dengan cara yang sama, anak-anak dapat mengendalikan otot dari tangannya sebelum
mereka dapat mengendalikan otot motorik halus pada tangan mereka yang diperlukan untuk
melakukan tugas seperti menulisndan memotong dengan gunting.
Pada saat mereka berusia tiga tahun, kebanyakan anak-anak sudah dapat berjalan mundur,
berjalan pada ujung jari kaki dan dapat berlari. Mereka juga dapat melemparkan suatu bola
dan menangkapnya dengan tangan mereka sendiri. Mereka juga dapat mengendarai sepeda
roda tiga dan memegang krayon atau pensil dengan jari mereka atau dengan genggaman
tangan mereka.
2. Perkembangan sosial
a. Perkembangan kepribadian

Salah satu unsur perkembangan sosial adalah perkembangan kepribadian. Eric


Erikson, memandang perkembangan identitas anak sebagai cerminan dari hubungan anak
dengan orangtua dan keluarganya. Orangtua dan lingkungan yang dapat memberikan
kepercayaan dan penghargaan atas prestasi anak akan membentuk karakter anak yang
percaya diri. Buzzelli dan Memfile menyatakan bahwa membangun sebuah persahabatan
juga penting untuk membangun sebuah kepercayaan.
o Perkembangan konsep diri

Konsep diri dikembangkan secara bertahap, dimulai dengan interaksi anak dengan
orangtua, keluarga, dan lingkungan. Kemudian anak secara berangsung-angsur mulai
mengembangkan konsep mengenai siapa dan seperti apa dirinya.
Dalam sebuah studi klasik, mengenai konsep diri anak-anak, Coopersmith
menemukan bahwa anak, terutama anak laki-laki yang memiliki konsep diri yang baik,
memiliki orangtua yang menerima, menyayangi, memperhatikan anak-anaknya dan
memberikan aturan-aturan yang mengarahkan anak untuk memiliki perilaku baik dan
kedisiplinan.
Tugas guru adalah merencanakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
mengembangkan konsep diri anak dengan mengajak anak untuk berpartisipasi dalam
berbagai aktivitas yang bervariasi.
b. Peran dari permainan

Pengalaman bermain sangat penting didalam perkembangan sosial dan emosional


anak. Anak- anak dapat memainkan berbagai peran, seperti berperan sebagai seorang kakak,
ayah, atau sebagi seorang dokter. Disini anak akan belajar bagaimana pola perilaku tokoh
yang mereka perankan.
c. Hubungan sosial dan keterampilan sosial

Perkembangan emosional
Perkembangan emosional, sama halnya dengan perkembangan fisik dan sosial yang
berkembang secara bertahap. Dimulai sejak bayi, dimana bayi bereaksi terhadap emosi
apapun dengan mengeluarkan suara tangisan yang tidak dapat dibedakan. Dalam beberapa
bulan kemudian, bayi mulai mengekspresikan emosi mereka dengan menjerit dimana hal ini
disebabkan oleh adanya kesakitan fisik.
Anak memiliki perilaku yang sangat memaksa. Mereka hanya mempunyai sedikit
kendali dari dorongan hati mereka dan mudah merasa putus asa. Pada saat anak mencapai
usia tiga dan empat tahun, mereka sudah menumbuhkan beberapa sikap toleransi untuk
mengatasi hal tersebut. Mereka sudah dapat menunggu untuk beberapa waktu dan sudah
dapat mengendalikan diri. Anak pada usia ini juga mulai mengembangkan selera humor.
Mereka juga sering tertawa ketika mendengar suara dan kata-kata yang lucu.
Bagi anak yang berada dibangku taman kanak-kanak dan anak sd kelas satu, biasanya
sudah dapat menyatakan dan melabelkan suatu emosi yang luas. Mereka menjadi lebih
mampu dalam mengendalikan perasaan agresif mereka. anak-anak yang berusia lima dan
enam tahun ini juga sudah mulai mengembangkan suara hati dan suatu perasaan tentang
benar atau salah. Untuk humor, mereka mengekspresikannya lewat lelucon atau kata-kata
yang tidak masuk akal.
Sedangkan pada anak-anak yang berusia tujuh dan delapan tahun, mereka mulai
menunjukkan ketekunan mereka didalam usaha yang mereka lakukan untuk mencapai tujuan
mereka. pada usia ini anak-anak mengembangkan sikap empati yang lebih kepada oranglain,
dan sudah mulai merasa bersalah ketika melukai oranglain, baik secara fisik maupun
emosional.
Perkembangan intelektual
Perkembangan kognitif mengacu pada perkembangan anak dalam berpikir dan
kemampuan untuk memberikan alasan. Menurut Piaget, perkembangan kognitif anak terbagi
dalam empat tahapan, yaitu:
· Tahap sensorimotor (dari lahir sampai usia dua tahun)

Bayi mulai dapat melakukan aktivitas yang berhubungan dengan lingkungan melalui aktivitas
sensoris dan motorik. Tugas dari periode ini adalah untuk mengembangkan suatu konsep dari
objek yang tetap, yakni berupa pemikiran dimana objek ada bahkan ketika mereka tidak dapat
dilihat atau didengar.
· Tahap praoperasional (dari usia dua sampai tujuh tahun)

Anak mulai menggunakan simbol untuk merepresentasikan orang, tempat, dan peristiwa.
Bahasa dan imajinasi memainkan peranan penting pada tahap ini. Pemikiran masih belum
logis.
· Tahap operasional konkret( dari usia tujuh sampai sebelas tahun)

Pada tahap ini, anak sudah dapat memecahkan masalah secara logis tapi belum dapat berpikir
secara abstrak.
5. Basis Pendidikan Anak Usia Dini
Terdapat 3 basis pendidikan anak usia dini, yaitu :
1. Berbasis pada keholistikan dan keterpaduan

Pengembangan anak usia dini mempunyai arah pada pengembangan segenap aspek
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak. Pelaksanaannya terintegrasi dalam
suatu kesatuan program yang utuh dan proporsional. Dalam hal ini, diharapkan adanya
keselarasan antara pendidikan yang dilakukan di berbagai unit pendidikan, yaitu antara
keluarga dengan sekolah dan masyarakat.

2. Berbasis pada multi disiplin ilmu dan budaya

Prinsip ini mengandung arti bahwa praktik pendidikan anak usia dini yang tepat perlu
dikembangkan berdasarkan temuan mutakhir dalam bidang keilmuwan yang relevan.
Pendidikan anak usia dini sendiri muncul karena dalam perkembangannya bersinggungan
dengan ilmu lain yang menjadi objek penelaahan yaitu pendidikan untuk anak usia 0-8
tahun sehingga muncul ilmu baru yang bernama pendidikan anak usia dini.

3. Berbasis pada taraf perkembangan anak

Pendidikan anak usia dini dilaksanakan sesuai dengan karakteristik dan tingkat
perkembangan anak sehingga proses pendidikan bersifattidak terstruktur, informal, dan
responsive terhadap perbedaan individual anak serta melalui aktivitas belajar sambil bermain.

Kajian dalam bidang medis-neurologis, psikososiokultural dan pendidikan menyajikan


pandangan yang komprehensif, secara singkat pandangan tersebut adalah:

a. Anak usia dini lahir sampai usia enam tahun adalah sosok individu dan makhluk
sosiokultural yang sedang mengalami proses perkembangan yang sangat fundamental
dengan sejumlah potensi dan karakteristik tertentu.

b. Sebagai individu, anak usia dini adalah organisme dalam kesatuan jasmani dan rohani
yang utuh dengan segala struktur dan perangkat biologis dan psikologisnya sehingga
menjadi sosok yang unik.
c. Sebagai makhluk sosiokultural, mereka perlu tumbuh dan berkembang dalam setting sosial
tempat mereka hidup, serta diasuh dan dididik sesuai nilai sosiokultural dan harapan
masyarakat.

Oleh karena itu fungsi pendidikan anak usia dini sendiri adalah, sebagai berikut :
a. Mengembangkan segenap potensi anak

b. Penanaman nilai dan norma kehidupan

c. Pembentukan dan pembiasaan perilaku yang diharapkan

d. Pengembangan pengetahuan dan keterampilan dasar

e. Pengembangan motivasi dan sikap belajar yang positif

Diharapkan dengan fungsi tersebut dapat meminimalisir rendahnya sumber daya


manusia, yang berakar dari lemahnya penanganan masalah pendidikan terhadap generasi
muda. Keberadaan PAUD menjadi solusi yang tepat dalam mengatasi masalah tersebut.

6. Pendekatan dalam Pendidikan Anak Usia Dini


1. Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Perkembanga zaman menuntut saat ini menuntut pembelajaran yang
memberikan skill (kemampuan) anak dari segi IPTEK dan menguasai lebih dari satu bahasa.
Model ini menekankan pada kebutuhan anak untuk mendapatkan layanan pendidikan,
kesehatan dan gizi yang dikembangkan secara integratif dan holistik. Sebagai contoh, anak
dengan kemampuan diatas rata-rata dapat diberikan pengayaan, sedangkan anak dengan
kemampuan dibawah rata-rata diberikan bimbingan sesuai dengan kemampuan yang akan
dicapai.
2. Berorientasi pada Perkembangan Anak

Jamaris (2006:19), perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat kumulatif,


artinya perkembangan terdahulu akan menjadi dasar perkembangan selanjutnya. Oleh karena
itu, jika terdapat hambatan pada perkembangan sebelumnya, maka perkembangan selanjutnya
cenderung mengalami hambatan.

Masa usia dini menurut Montessori dalam Hainstock merupakan periode


sensitif (sensitive period), selama masa ini anak secara khusus mudah menerima stimulus dari
lingkungan. Pada masa ini lah, terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis sehingga
anak siap merespon dan mewujudkan tugas-tugas perkembangan yang diharapkan muncul
pada pola perilaku sehari-hari. Oleh karena itu anak perlu diberikan pendidikan sesuai dengan
perkembangannya dengan cara memperkaya lingkungan bermainnya.

Pada dasarnya terdapat dua pendekatan utama dalam PAUD yaitu: pendekatan
perilaku dan pendekatan perkembangan. Hainstock (1999:7) mengatakan bahwa pendekatan
perilaku beranggapan bahwa konsep pengetahuan, sikap ataupun keterampilan tidaklah
berasal dari dalam diri anak dan tidak berkembang secara spontan, dengan kata lain harus
ditanamkan pada anak.

Kemudian pendekatan perkembangan mengatakan bahwa perkembanganlah yang


memberikan kerangka untuk memahami dan menghargai pertumbuhan alami anak usia dini.
Wolfgang dan Wolfgang (1992:6) menyatakan beberapa anggapan dalam pendekatan ini,
yaitu:

1. Anak usia dini adalah pembelajar aktif yang secara terus menerus mendapat
informasi mengenai dunia lewat permainannya.

2. Setiap anak mengalami kemajuan melelui tahapan-tahapan perkembangan yang dapat


diperkirakan

3. Anak bergantung pada orang lain dalam hal pertumbuhan emosi dan kognitif
melalui interaksi sosial

4. Anak adalah individu yang unik, yang tumbuh dan berkembang dengan kecepatan yang
berbeda.

Berdasarkan hal tersebut diatas Wolfgang dan Wolfgang (1992:14) mengatakan


bahwa maka pendidik anak usia dini berkaitan dengan teori perkembangan antara lain:
1. Tanggap dalam proses yang terjadi dari dalam diri anak dan berusaha mengikuti arus
perkembangan anak yang individual

2. Mengkreasikan lingkungan dengan materi luas yang beragam dan alat-alat yang
memungkinkan anak belajar

3. Memperhatikan laju dan kecepatan belajar dari masing-masing anak

4. Adanya bimbingan dari guru agar anak tertantang untuk melakukan

sendiri Anak usia dini memiliki cirri-ciri seperti berikut:


· Anak belajar dengan sebaik-baiknya apabila kebutuhan fisiknya terpenuhi serta merasakan
aman dan tentram secara psikologis. Contoh: membiasakan anak sarapan sebelum memulai
aktivitas, agar anak bebas bermain tanpa ada tuntutan dari dalam dirinya.

· Siklus belajar anak berulang, dimulai dari membangun kesadaran, melakukan penjelajahan
(eksplorasi), memperoleh penemuan untuk selanjutnya anak dapat menggunakannya.
Contoh: ada saat dimana anak-anak sangat senang belajar, tetapi ada pula saatnya anak malas
dan mencari-cari perhatian orang dewasa.

· Anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan teman sebayanya.

· Minat anak dan keingintahuannya memotivasi belajarnya.

· Perkembangan dan belajar anak harus memperhatikan perbedaan individual. Contoh:


belajar konsep angka 1-5 sesuai dengan usia 3 tahun dengan menghitung bola, namun
buat anak-anak yang sudah lebih baik, dapat ditambahkan dengan angka 6-10.

· Anak belajar dari cara yang sederhana hingga ke yang rumit, dari konkret ke abstrak, dari
gerakan ke verbal, dan dari keakuan ke rasa sosial.

3. Anak Usia Dini Belajar melalui Bermain

Mengutip pernyataan Mayesty (1990:196-197) bagi seorang anak, bermain adalah


kegiatan yang mereka lakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup dan
hidup adalah permainan. Anak-anak tidak membedakan antara bermain, belajar dan bekerja.

Menurut Parten dalam Mayesty (1990:61-62) memandang kegiatan bermain sebagai


sarana sosialisasi, diharapkan melalui bermain dapat memberikan kesepakatan anak
bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara
menyenangkan.

Bermain adalah dunia anak, melalui kegiatan bermain anak mengembangkan berbagai
aspek kecerdasan secara jamak. Bermian edukatif dapat membantu mengoptimalkannya.
Dengan bermain anak dapat mengenal siapa dirinya dan ligkungannya, dan tak kalah penting
anak dikenalkan kepada Tuhannya melalui makhluk ciptaannya.
4. PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan)

Pembelajaran yang aktif, dimaksudkan guru harus mampu membuat suasana


sedemikian rupa agar anak dapat aktif berinteraksi, bertanya, mempertanyakan, dan
mengemukakan gagasan.
Pembelajaran kreatif, memiliki daya cipta, memiliki kemampuan untuk berkreasi
(Silberman, 1996:9). Peran aktif anak akan menghasilkan pola pikir yang kreatif, artinya
mereka mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain kreatif disini
juga ditujukan kepada bentuk pembelajaran yang beragam sehingga memenuhi berbagai
tingkat kemampuan anak.

Efektif, pembelajaran yang efektif adalah pembejalaran yang dapat menimbulkan


daya kreatif dari anak-anak, sehingga akan dapat membekali anak dengan berbagai
kemampuan. Pembelajaran efektif dapat dicapai dengan tindakan nyata (learning by
doing).

Menyenangkan, suasana belajar harus menyenangkan sehingga anak dapat


memusatkan perhatian secara penuh untuk belajar. Kondisi menyenangkan, aman dan
nyaman akan mengaktifkan bagian neo-cortex (otak berpikir) dan mengoptimalkan proses
belajar, serta meningkatkan kepercayaan diri anak.

5. Pembelajaran Terpadu

Collin dan Hazel (1991:6-7) menyatakan bahwa pembelajaran terpadu merupakan


suatu bentuk pembelajaran yang memadukan berbagai peristiwa otentik (authentic
events) melalui pemilihan tema yang dapat mendorong rasa keingintahuan anak (driving
force) untuk memecahkan masalah melalui pendekatan eksploratif atau investigasi
(inquiry approach).

Pada pembelajaran ini, saat melakukan suatu kegiatan, anak dapat mengembangkan
beberapa aspek pengembangan sekaligus. Sebagai contoh: ketika anak melakukan kegiatan
makan, kemampuan motorik halus anak dilatih untuk memegang sendok dan menyuap nasi,
kemampuan berbahasa dengan mengenal kosa kata tentang nama jenis sayuran dan peralatan
makanan, dan pendidikan moral dengan berdo’a sebelum makan.

Model pembelajaran terpadu beranjak dari tema yang menarik anak (center of
interest), agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga
pembelajaran semakin bermakna dan membangkitkan minat anak.
6. Pengembangan Keterampilan Hidup

Maddaleno dan Infante (2001:5) mengidentifikasi tiga kategori kunci dalam


life skill, yaitu:
1. Keterampilan sosial dan interpersonal

2. Keterampilan kognitif

3. Keterampilan meniru emosi

Metode pembelajaran life skill harus bervariatif, antara lain dengan metode bernyanyi,
bercerita, bermain peran, demonstrasi dan penugasan. Tujuan pembelajaran ini adalah
mempersiapkan anak baik secara akademik, sosial, dan emosional dalam menghadapi
kesulitan dimasa yang akan datang.

Sudiana (2004:3) mendefenisikan keterampilan hidup adalah kecakapan yang dimiliki


seseorang untuk berani menghadapi problematika hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa
merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi
hingga akhirnya mampu mengatasinya. Keterampilan atau kecakapan hidup perlu dipelajari
sejak dini, agar nanti anak dapat bertahan dalam kehidupannya kelak, untuk bertahan hidup
seorang manusia harus memiliki pengetahuan diri (self knowledge).

G. Prinsip Pembelajaran Anak Usia Dini

1. Anak Sebagai Pembelajar Aktif

Pendidikan hendaknya mengusahakan agar anak menjadi pembelajar aktif. Pendidikan


seperti ini bertumpu pada metode pembelajaran John Dewey (learning by doing) dan
dilanjutkan oleh Killpatrik dengan pengajaran proyek.

Proyek pada dasarnya merencanakan suatu pemecahan masalah pada berbagai bidang
studi (pengembangan) yang memungkinkan murid melakukan berbagai bentuk kegiatan
mempelajari, menyimpulkan, dan menyampaikan berbagai temuan yang dilakukan anak-anak
dalam memahami berbagai pengetahuan.

Montessori dalam Seldin (2004:5) menganggap bahwa anak tidak perlu dilatih terus
menerus menulis suatu kata, karena sambil bermain aktif membuat huruf dan mengarsir huruf
itu, suatu saat anak tiba-tiba mengetahui bahwa dia dapat menulis, ini disebut sebagai
eksplorasi menulis.
Metode yang diberikan berupa pemecahan masalah dan penyampaian penemuan
mereka. Sebagai contoh: anak membuat kerajinan tangan sesuai dengan inspirasi (daya
khayal) mereka sendiri, anak mengarang dan membuat puisi sendiri, mengamati suatu
tanaman dan mencari tahu apa nama tanamannya, dll.

2. Anak Belajar Melalui Sensori dan Panca Indera

Menurut pandangan dasar Montessori meyakini bahwa panca indera adalah pintu
gerbang masuknya berbagai pengetahuan ke dalam otak manusia (anak), karena perannya
yang sangat strategis maka seluruh panca indera harus memperoleh kesempatan untuk
berkembang sesuai dengan fungsinya.

Dalam konsep ini, anak mengeksploitasikan seluruh inderanya, mengamati dan


memahami segala hal dengan inderanya lalu dapat menyebutkan fungsi dari masing-masing
panca indera. Misalnya anak melakukan eksperimen tentang aneka rasa (kopi: pahit, gula:
manis, garam: asin, sambal: pedas, dll).

3. Anak Membangun Pengetahuan Sendiri

Pestalozzi dalam Soejono (1988:32), pendidikan pada hakikatnya usaha pertolongan


(bantuan) pada anak agar mampu menolong dirinya sendiri yang dikenal dengan “Hilfe Zur
Selfbsthilfe” ; Pestalozzi berpandangan, pengamatan seorang anak pada sesuatu akan
menimbulkan pengertian, bahkan pengertian tanpa pengamatan merupakan suatu pengertian
kosong.

Pada konsep ini anak dibiarkan belajar melalu pengalaman dan pengetahuan yang
mereka pelajari sejak lahir. Anak diberikan fasilitas yang dapat menunjang untuk
membangun pengetahuan mereka sendiri:

· Anak diajak untuk berpikir, percaya diri dan kreatif dalam mencari dan mendapatkan
pengetahuan yang mereka inginkan. Orang tua dan guru hanya lah fasilitator.

· Setiap anak diharapkan dapat menambah dan membangun pengetahuan mereka


sendiri melalui media cetak dengan studi literatur (kunjungan kepustaka), dan media
elektronik baik browsing internet maupun menonton VCD edukatif.

4. Anak Berpikir melalui Benda Konkrit


Anak harus diberikan pembelajaran dengan benda-benda yang nyata, agar anak tidak
menerawang dan bingung. Anak akan lebih dapat mengingat benda-benda yang dapat dilihat,
dipegang lebih membekas dan dapat diterima oleh otak dalam sensasi dan memori.

Menurut Lighart dalam Soejono (1988:75-76), langkah dalam pengajaran dengan


barang sesungguhnya:
1. Menentukan sesuatu yang menjadi pusat minat anak. Mis. Buah jeruk sebagai
tema pembahasan

2. Melakukan perjalanan sekolah. Mis. Melakukan field trip ke taman buah, untuk melihat
tanaman jeruk

3. Pembahasan hasil pengamatan. Mis. Buah jeruk dipetik untuk dijual atau dibuat minuman

4. Menceritakan lingkungan yang diamati. Mis. Mengamati kegiatan petani jeruk.

5. Kegiatan ekspresi. Mis. Kegiatan ekspresi digambarkan pada bagan jaring laba-laba.

5. Anak Belajar dari Lingkungan

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengoptimalkan potensi anak
sehingga anak mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Disini jelas bahwa tujuan dari
pendidikan adalah kemampuan anak melakukan adaptasi dengan lingkungan dalam arti yang
luas, guna mendekatkan anak dengan lingkungannya.

Out bound learning merupakan salah satu model pembelajaran dimana hamper 90 %
kegiatan dilakukan dengan berinteraksi dengan alam tanpa ada kekangan. Dalam kegiatan ini
anak diajarkan membangun ikatan emosional diantara individu (anak), dengan menciptakan
kesenangan belajar, menjalin hubungan dan memengaruhi memori dan ingatan yang cukup
lama akan bahan yang akan di pelajari.

3 aspek penting dari alam menurut Vaquette (1983:67), yaitu:


· Alam merupakan ruang lingkup untuk menemukan kembali jati diri secara kolektif
dan menyusun kembali kehidupan sosial.

· Alam merupakan ruang lingkup yang dapat dieksplorasi.

· Peranan pendidik di lokasi kegiatan.

H. Asas Pembelajaran Anak Usia Dini


Asas Perbedaan Individu

Setiap anak itu unik, berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sehingga metode
pembelajaran memperhatikan perbedaan individu, misalnya: perbedaan latar belakang
keluarga, perbedaan kemampuan, perbedaan minat, gaya belajar, dan lain-lain agar anak
dapat mencapai hasil belajar secara optimal.

Asas Kekonkretan
Melalui interaksi dengan benda-benda nyata dan pengalaman konkret, pembelajaran
perlu menggunakan berbagai media dan sumber belajar, agar apa yang dipelajari anak
menjadi lebih bermakna, misalnya, menggunakan gambar binatang, atau membawa binatang
hidup ke dalam kelas, menggunakan audio visual, dll.

Asas Apersepsi
Kegiatan mental anak dalam mengolah hasil belajar dipengaruhi oleh pengetahuan
dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Oleh sebab itu dalam pembelajaran,
pendidik hendaknya memperhatikan pengetahuan dan pengalaman awal agar anak dapat
mencapai hasil belajar yang optimal.

Asas Motivasi
Belajar akan optimal jika anak memiliki motivasi untuk belajar. Oleh karena itu
pembelajaran dirancang sedemikian rupa sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kemauan
anak. Misalnya mengapresiasi anak yang berprestasi dengan pujian dan hadiah, memajang
setiap karya dari mereka di kelas, lomba antar kelompok yang membangkitkan semangat,
melibatkan anak dalam berbagai perlombaan, dan melakukan pekan unjuk kemampuan anak.

Asas Kemandirian
Kemandirian adalah upaya yang dilakukan untuk melatih anak dalam memecahkan
masalah dengan mandiri. Pembelajaran yang baik dirancang untuk mewujudkan kemandirian
anak, misalnya bagaimana cara makan yang baik, mengikat tali sepatu, bagaimana memakai
baju, menggosok gigi, buang air kecil dan buang air besar, merapikan mainan setelah dipakai,
dan lain-lain.

Asas Keterpaduan
Keterkaitan antara aspek pengembangan diri anak antara satu dengan yang saling
saling mendukung perkembangan anak. Sehingga pembalajaran anak usia dini harus
dilaksanakan secara terpadu guna meningkatkan potensi diri mereka. Misalnya,
perkembangan bahasa berkaitan dengan perkembangan kognitif mereka, perkembangan
kognitif berkaitan dengan perkembangan diri, dan lain-lain.

Asas Kerja Sama (Kooperatif)


Bekerja sama akan meningkatkan keterampilan sosial anak dengan optimal. Oleh
karena itu praktek berkerja sama harus ditanamkan dalam PAUD untuk memupuk
keterampilan sosial dengan baik, misalnya bertanggung jawab terhadap kelompok,
menghargai pendapat teman, aktif dalam kelompok, membantu anak-anak yang lain, dan lain-
lain.

Asas Belajar Sepanjang Hayat


Pembelajaran tidak hanya berlangsung pada usia dini, tapi berlangsung sepanjang
hidup. Sehingga PAUD harus dapat mengupayakan pembekalan pada anak, agar anak dapat
belajar disepanjang rentang kehidupan mereka dan mendorong anak untuk selalu ingin
belajar dimanapun dan kapanpun.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Manajemen PAUD adalah suatu upaya mengelola, mengatur dan atau
mengarahkan proses interaksi edukatif antara anak didik dengan guru dan lingkungan
secara tertatur, terencana dan tersistematisasikan untuk mencapai tujuan Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD).
Untuk dapat menciptakan iklim yang kompetitif secara sehat tersebut, seorang
manajer harus memberikan hadiah (reward) dan hukuman (punishment). Guru-guru yang
bekerja keras membantu tumbuh dan berkembangnya anak didik harus mendapatkan
penghargaan yang sepadan. Sebaliknya, bagi guru yang lalai dalam menjalankan tugas-
tugas profesionalismenya harus mendapatkan hukuman atau punishment yang sepadan.
Agar manajemen PAUD dapat berfungsi dengan baik, maka seorang manajer harus
mematuhi prinsip-prinsip manajemen PAUD dengan baik. Tanpa adanya kepatuhan
seorang manajer PAUD terhadap prinsip-prinsip manajemen tersebut, tujuan
kelembagaan PAUD akan sulit dicapai secara efektif dan efisien.

B. Kata Penutup
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari apa yang dikatakan
sempurna oleh karena keterbatasan ilmu serta pengetahuan yang penulis miliki. Oleh
karena itu, penulis senantiasa menerima koreksi serta masukan dari pembaca agar
penulisan makalah ini bisa lebih baik. Semoga bermanfaat. Amin...
DAFTAR PUSTAKA

Herujito, Yayat M., Dasar-dasar Manajemen, cet. ke-3, Jakarta: Grasindo, 2006.

Kamus English Indonesian Offline Versi 2.04.

Langgulung, Hasan, Pendidikan dan Peradaban Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988.

R, Heidjrachman, Tanya Jawab Manajemen Yogyakarta: AMP YKPN, 1990.

Rahman, Hibana S., Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: PGTKI Press,
2002.

Schermerhorn, John R., Manajemen Buku 1, terj. M. Parnawa Putranta dkk. Yogyakarta: Andi,
2003.

Siswanto, H.B., Pengantar Manajemen, cet. ke-3, Jakarta: Bumi Aksara, 2007.

Solihin, Ismail, Pengantar Manajemen, Jakarta: Erlangga, 2009.

Sutrisno, Fazlur Rahman, Kajian Terhadap Metode, Epistemologi, dan Sistem Pendidikan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

Suyadi, Manajemen PAUD, Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional.

Anda mungkin juga menyukai