Anda di halaman 1dari 20

PAJAK DAERAH

Disusun Oleh :

NAMA MAHASISWA: Megawati

NIM: 181513004

Dosen Pengasuh:

Farida Aryani,S.E., M.Si

Tugas Mandiri Perpajakan

Pada

Program Studi Strata Satu Akuntansi

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI RAHMANIYAH


SEKAYU

SEMESTER GANJIL TAHUN 2019-2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesainya makalah ini,
walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Makalah yang kami buat berisi materi tentang
Pajak Daerah
Makalah ini memberi perhatian yang besar terhadap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
maupun ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Oleh karena itu, selain menyajikan makalah
yang di kehendaki, makalah ini juga menyajikan aplikasi keimanan kita dalam kehidupan
sehari- hari, baik dalam bidang IPTEK maupun non IPTEK. Di dalam makalah ini, kita
temukan tentang Pajak Daerah .
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, kami juga sangat berterima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu untuk kelancaran pembuatan makalah ini. Demikian pula dengan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun tetap kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
Pelaksanaan UU No.22 Tahun 1999 dan UU No.25 Tahun 1999 telah menyebabkan
perubahan yang mendasar mengenai pengaturan hubunganPusat dan Daerah, khususnya
dalam bidang administrasi pemerintahan maupundalam hubungan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, yang dikenalsebagai era otonomi daerah.Dalam era otonomi
daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenanganyang lebih besar untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri.
Tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintahkepada
masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrolpenggunaan dana
yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan BelanjaDaerah (APBD), selain untuk
menciptakan persaingan yang sehat antar daerahdan mendorong timbulnya inovasi. Sejalan
dengan kewenangan tersebut,Pemerintah Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-
sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahandan
pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Tuntutan peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin
banyaknyakewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah disertai
pengalihanpersonil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D) ke daerah dalam
jumlahbesar. Sementara, sejauh ini dana perimbangan yang merupakan transfer keuangan
oleh pusat kepada daerah dalam rangka mendukung pelaksanaanotonomi daerah, meskipun
jumlahnya relatif memadai yakni sekurang-kurangnyasebesar 25 persen dari Penerimaan
Dalam Negeri dalam APBN, namun, daerahharus lebih kreatif dalam meningkatkan PADnya
untuk meningkatkanakuntabilitas dan keleluasaan dalam pembelanjaan APBD-nya. Sumber-
sumber penerimaan daerah yang potensial harus digali secara maksimal, namun tentusaja di
dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasukdiantaranya adalah
pajak daerah dan retribusi daerah yang memang telah sejaklama menjadi unsur PAD yang
utama.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    PRINSIP DAN KRITERIA PERPAJAKAN DAERAH
Kebijakan pungutan pajak daerah berdasarkan Perda, diupayakan tidakberbenturan dengan
pungutan pusat (pajak maupun bea dan cukai), karena haltersebut akan menimbulkan
duplikasi pungutan yang pada akhirnya akanmendistorsi kegiatan perekonomian. Hal tersebut
sebetulnya sudah diantisipasidalam UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerahsebagaimana diubah dengan UU No.34 Tahun 2000, dimana dinyatakan
dalamPasal 2 ayat (4) yang antara lain menyatakan bahwa objek pajak daerah
bukanmerupakan objek pajak pusat.Sementara itu, apabila kita perhatikan sistem perpajakan
yang dianut olehbanyak negara di dunia,
Maka prinsip-prinsip umum perpajakan daerah yangbaik pada umumnya tetap sama, yaitu
harus memenuhi kriteria umum tentangperpajakan daerah sebagai berikut:
  prinsip memberikan pendapatan yang cukup dan elastis,
artinya dapatmudah naik turun mengikuti naik/turunnya tingkat pendapatan masyarakat.
  adil dan merata secara vertical artinya sesuai dengan tingkatan kelompokmasyarakat dan
horizontal artinya berlaku sama bagi setiap anggotakelompok masyarakat sehingga tidak ada
yang kebal pajak.
  administrasi yangfleksibel artinya sederhana, mudah dihitung, pelayananmemuaskan bagi
si wajib pajak
  secara politis dapat diterima oleh masyarakat, sehingga timbul motivasi dankesadaran
pribadi untuk membayar pajak.
  Non-distorsi terhadap perekonomian : implikasi pajak atau pungutan yanghanya
menimbulkan pengaruh minimal terhadap perekonomian.
Untuk mempertahankan prinsip-prinsip tersebut, maka perpajakan daerah harus
memiliki ciri-ciri tertentu. Adapun ciri-ciri dimaksud, khususnya yang terjadidi banyak
negara sedang berkembang, adalah sebagai berikut:
 pajak daerah secara ekonomis dapat dipungut, berarti perbandingan antarapenerimaan
pajak harus lebih besar dibandingkan ongkos pemungutannya.
 relatif stabil, artinya penerimaan pajaknya tidak berfluktuasi terlalu besar,kadang-kadang
meningkat secara drastis dan adakalanya menurun secaratajam.
 Tax basenya harus merupakan perpaduan antara prinsip keuntungan(benefit) dan
kemampuan untuk membayar (ability to pay ).
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka pemberiankewenangan
untuk mengadakan pemungutan pajak selain mempertimbangkankriteria-kriteria perpajakan
yang berlaku secara umum, seyogyanya, juga harusmempertimbangkan ketepatan suatu pajak
sebagai pajak daerah. Pajak daerahyang baik merupakan pajak yang akan mendukung
pemberian kewenangankepada daerah dalam rangka pembiayaan desentralisasi.Untuk itu,
Pemerintah Daerah dalam melakukan pungutan pajak harus tetap“menempatkan” sesuai
dengan fungsinya.

Pengertian Pajak Daerah


Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.

Pengertian tersebut termuat di dalam Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Nomor 28 Tahun 2009.

Pajak atau kontribusi wajib yang diberikan oleh penduduk suatu daerah kepada pemerintah
daerah ini akan digunakan untuk kepentingan pemerintahan dan kepentingan umum suatu
daerah.

Contohnya seperti pembangunan jalan, jembatan, pembukaan lapangan kerja baru, dan


kepentingan pembangunan serta pemerintahan lainnya.

Selain untuk pembangunan suatu daerah, penerimaan pajak daerah merupakan salah satu
sumber Anggaran Pendapatan Daerah (APBD) yang digunakan pemerintah untuk
menjalankan program-program kerjanya.

Ciri-Ciri Pajak Daerah

Berikut ini ciri-ciri pajak daerah yang membedakannya dengan pajak pusat:

1. Pajak daerah bisa berasal dari pajak asli daerah atau pajak pusat yang diserahkan ke
daerah sebagai pajak daerah.
2. Pajak daerah hanya dipungut di wilayah administrasi yang dikuasainya.
3. Pajak daerah digunakan untuk membiayai urusan/pengeluaran untuk pembangunan
dan pemerintahan daerah.
4. Pajak daerah dipungut berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) dan Undang-undang
sehingga pajaknya dapat dipaksakan kepada subjek pajaknya.

Unsur-unsur yang ada dalam pajak daerah pada dasarnya sama seperti unsur pajak
lainnya yakni subjek pajak daerah, objek pajak daerah, dan tarif pajak daerah.
B.     KETENTUAN MENGENAI PUNGUTAN PAJAK DAERAH DANRETRIBUSI
DAERAH
Pengaturan kewenangan pengenaan pemungutan Pajak Daerah danRetribusi Daerah
dalam UU No.18 Tahun 1997 selama ini dianggap kurangmemberikan peluang kepada daerah
untuk mengadakan pungutan baru.Walaupun dalam UU tersebut sebenarnya memberikan
kewenangan kepadadaerah namun harus ditetapkan dengan PP. Sehingga pada waktu UU No.
18Tahun 1997 berlaku belum ada satupun daerah yang mengusulkan pungutan baru karena
dianggap hal tersebut sulit dilakukan. Selain itu, pengaturan agar Perda tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah harus mendapat pengesahandari Pusat juga dianggap telah mengurangi
otonomi daerah. Dengan diubahnyaUU No.18 Tahun 1997 menjadi UU No.34 Tahun 2000,
diharapkan pajak daerahdan retribusi daerah akan menjadi salah satu PAD yang penting guna
membiayaipenyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.Dalam UU No.34 Tahun
2000 dan PP pendukungnya, yaitu PP No.65Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP No.66
Tahun 2001 tentang RetribusiDaerah menjelaskan perbedaan antara jenis pajak daerah yang
dipungut olehPropinsi dan jenis pajak yang dipungut oleh Kabupaten/Kota. Pajak
Propinsiditetapkan sebanyak 4 (empat) jenis pajak, yaitu : (i) Pajak Kendaraan Bermotor dan
Kendaraan di Atas Air (PKB & KAA); (ii) Bea Balik Nama KendaraanBermotor dan
Kendaraan di Atas Air (BBNKB & KAA); (iii) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
(PBBKB); (iv) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
(P3ABT & AP). Jenis Pajak Propinsi bersifatlimitatif yang berarti Propinsi tidak dapat
memungut pajak lain selain yang telahditetapkan, dan hanya dapat menambah jenis retribusi
lainnya sesuai dengankriteria yang ditetapkan dalam UU.
Dengan adanya pemisahan jenis pajakyang dipungut oleh Propinsi dan yang dipungut
oleh Kabupaten/Kota diharapkantidak adanya pengenaan pajak berganda.Dalam rangka
pengawasan, Perda-perda tentang pajak dan retribusi yangditerbitkan oleh Pemerintah Daerah
harus disampaikan kepada PemerintahPusat paling lambat 15 (lima belas) hari sejak
ditetapkan.

Jenis-jenis dan Tarif Pajak Daerah

Sama seperti pajak pusat, pajak daerah pun banyak jenisnya.

Pajak daerah dibedakan menjadi dua bagian yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota.

Masing-masing bagian tersebut memiliki jenisnya masing-masing.

Berikut ini jenis-jenis pajak daerah beserta penjelasannya yang perlu Anda ketahui.
Pajak Provinsi

1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

Pajak Kendaraan Bermotor merupakan pajak terhadap seluruh kendaraan beroda yang
digunakan di semua jenis jalan baik darat maupun air.

Pajak ini dibayar di muka dan dikenakan kembali untuk masa 12 bulan atau 1 tahun.

Tarif yang yang dikenakan untuk kendaraan bermotor beragam, berikut ini rinciannya:

 Bagi kepemilikan kendaraan motor pertama sebesar 2%, kemudian untuk kendaraan
bermotor kedua sebesar 2,5% dan akan meningkat untuk kepemilikan setiap
kendaraan bermotor seterusnya sebesar 0,5%.
 Bagi kepemilikan kendaraan bermotor oleh badan, tarif pajaknya sebesar 2%.
 Bagi kepemilikan kendaraan bermotor oleh pemerintah pusat dan daerah sebesar
0,50%.
 Bagi kepemilikan kendaraan bermotor alat berat sebesar 0,20%.

2. Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)

Menurut Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010 tentang Bea Balik Nama Kendaraan


Bermotor (BBNKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak
milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau pembuatan sepihak atau
keadaan terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam
badan usaha.

Nah, untuk tarif BBNKB, berikut ini rinciannya:

 Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan masing-masing sebagai


berikut:
1. Penyerahan pertama sebesar 10%.
2. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1%.

 Khusus kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak
menggunakan jalan umum, tarif pajak ditetapkan masing-masing sebagai berikut:
1. Penyerahan pertama sebesar 0,75%.
2. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075%.

3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB)

Bahan bakar kendaraan bermotor yang dimaksud adalah semua jenis bahan bakar baik yang
cair maupun gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor.

Pajak PBB-KB ini dipungut atas bahan bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau
dianggap berguna untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk
kendaraan yang beroperasi di atas air.
Pajak PBB-KB diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor.

Tarif PBB-KB:

 Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor titetapkan sebesar 5%


 Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebagaimana yang dimaksud pada poin
sebelumnya, dapat diubah oleh Pemerintah dengan Peraturan Presiden, dalam hal:
1. Terjadi kenaikan harga minyak dunia melebihi 130% dari asumsi harga
minyak dunia yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara tahun berjalan.
2. Diperlukan stabilitas harga bahan bakar minyak untuk jangka waktu paling
lama 3 tahun sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 28 tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

 Dalam hal harga minyak dunia sebagaimana dimaksud pada poin kedua huruf a sudah
kembali normal, Peraturan Presiden dicabut dalam jangka waktu paling lama 2 bulan.

4. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah

Pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah merupakan setiap kegiatan pengambilan dan
pemanfaatan air tanah yang dilakukan dengan cara penggalian, pengeboran atau dengan
membuat bangunan untuk dimanfaatkan airnya dan/atau tujuan lainnya.

Pajak Air Tanah didapat dengan melakukan pencatatan terhadap alat pencatatan debit untuk
mengetahui volume air yang diambil dalam rangka pengendalian air tanah dan penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Daerah.

Tarif Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah

 Dasar pengenaan pajak adalah nilai perolehan air tanah


 Nilai perolehan air tanah dinyatakan dalam satuan rupiah yang dihitung berdasarkan
faktor-faktor berikut:
1. Jenis sumber air.
2. Lokasi/zona pengambilan sumber air.
3. Tujuan pengambilan atau pemanfaatan air.
4. Volume air yang diambil atau dimanfaatkan.
5. Kualitas air.
6. Tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan atau
pemanfaatan air.
 Penghitungan Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2)
dengan cara mengalikan volume air yang diambil dengan harga dasar air.
 Penghitungan Harga Dasar Air sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) dengan
cara mengalikan faktor nilai air dengan Harga Air Baku.
 Nilai Perolehan Air Tanah dan Harga Air Baku sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan ayat (4)ditetapkan dengan Peraturan Walikota
 Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan sebesar 20%.
 Besaran pokok Pajak Air Tanah yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
dengan dasar pengenaan pajak.
5. Pajak Rokok

Pajak Rokok merupakan pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah pusat.  

Objek pajak dari Pajak Rokok adalah jenis rokok yang meliputi sigaret, cerutu, dan rokok
daun. Konsumen rokok telah otomatis membayar pajak rokok karena WP membayar Pajak
Rokok bersamaan dengan pembelian pita cukai.

Wajib pajak yang bertanggung jawab membayar pajak adalah pengusaha pabrik
rokok/produsen dan importir rokok yang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha kena
Cukai.

Subjek pajak dari Pajak Rokok ini adalah konsumen rokok.

Tarif pajak rokok sebesar 10% dari cukai rokok dipungut oleh instansi pemerintah yang
berwenang memungut cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok.

Pajak Kabupaten/Kota

1. Pajak Hotel

Pajak Hotel merupakan dana/iuran yang dipungut atas penyedia jasa penginapan yang
disediakan sebuah badan usaha tertentu yang jumlah ruang/kamarnya lebih dari 10.

Pajak tersebut dikenakan atas fasilitas yang disediakan oleh hotel tersebut.

Tarif pajak hotel dikenakan sebesar 10% dari jumlah yang harus dibayarkan kepada hotel dan
masa pajak hotel adalah 1 bulan.

2. Pajak Restoran

Pajak Restoran merupakan pajak yang dikenakan atas pelayanan yang disediakan oleh
restoran.

Tarif pajak restoran sebesar 10% dari biaya pelayanan yang ada diberikan sebuah restoran.

3. Pajak Hiburan

Pajak Hiburan adalah pajak yang kenakan atas jasa pelayanan hiburan yang memiliki biaya
atau ada pemungutan biaya di dalamnya.

Objek pajak hiburan adalah yang menyelenggarakan hiburan tersebut, sedangkan subjeknya
adalah mereka yang menikmati hiburan tersebut.

Kisaran tarif untuk pajak hiburan ini adalah 0%-35% tergantung dari jenis hiburan yang
dinikmati.

4. Pajak Reklame
Pajak Reklame merupakan pajak yang diambil/dipungut atas benda, alat, perbuatan, atau
media yang bentuk dan coraknya dirancang untuk tujuan komersial agar menarik perhatian
umum.

Biasanya reklame ini meliputi papan, bilboard, reklame kain, dan lain sebagainya.

Namun, ada pengecualian pemungutan pajak untuk reklame seperti reklame dari pemerintah,
reklame melalui internet, televisi, koran, dan lain sebagainya.

Tarif untuk pajak reklame ini adalah 25% dari nilai sewa reklame yang bersangkutan.

5. Pajak Penerangan Jalan

Pajak Penerangan Jalan merupakan pajak yang dipungut atas penggunaan tenaga listrik, baik
yang dihasilkan sendiri maupun dari sumber lain.

Tarif pajak penerangan ini berbeda-beda, tergantung dari penggunaannya.

Berikut ini tarif Pajak Penerangan Jalan terbagi menjadi 3, yakni:

1. Tarif Pajak Penerangan Jalan yang disediakan oleh PLN atau bukan PLN yang
digunakan atau dikonsumsi oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam,
sebesar 3%.
2. Tarif Pajak Penerangan Jalan yang bersumber dari PLN atau bukan PLN yang
digunakan atau dikonsumsi selain yang dimaksud pada poin pertama sebesar 2,4%.
3. Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan
ditetapkan sebesar 1,5%.

6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan merupakan pajak yang dikenakan atas pengambilan
mineral yang bukan logam seperti asbes, batu kapur, batu apung, granit, dan lain sebagainya.

Namun, pajak tidak akan berlaku jika dilakukan secara komersial.

Berikut ini tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan:

1. Tarif untuk mineral bukan logam sebesar 25%,


2. Tarif untuk batuan sebesar 20%.

7. Pajak Parkir

Pajak Parkir merupakan pajak yang dipungut atas pembuatan tempat parkir di luar badan
jalan, baik yang berkaitan dengan pokok usaha atau sebagai sebuah usaha/penitipan
kendaraan.

Lahan parkir yang dikenakan pajak adalah lahan yang kapasitasnya bisa menampung lebih
dari 10 kendaraan roda 4 atau lebih dari 20 kendaraan roda 2. Tarif pajak yang dikenakan
sebesar 20%.
8. Pajak Air Tanah

Pajak Air Tanah adalah pajak yang dikenakan atas penggunaan air tanah untuk tujuan
komersil. Besar tarif Pajak Air tanah adalah 20%.

9. Pajak Sarang Burung Walet

Pajak Sarang Burung Walet merupakan pajak yang dikenakan atas pengambilan sarang
burung walet. Tarif pajak sarang burung walet sebesar 10%.

10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan merupakan pajak yang dikenakan atas
bumi atau bangunan yang dimiliki, dikuasi, atau dimanfaatkan.

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan:

1. Pajak untuk pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan yang bernilai kurang
dari 1 miliar sebesar 0,1%.
2. Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan yang bernilai lebih dari 1 miliar
sebesar 0,2%.
3. Sedangkan tarif untuk pemanfaatan yang menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan, dikenakan tarif sebesar 50%.

11. Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan merupakan pajak yang dikenakan atas
perolehan tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan tertentu, misalnya melalui
transaksi jual-beli, tukar-menukar, hibah, waris, dll.

Tarif dari pajak ini sebesar 5% dari nilai bangunan atau tanah yang diperoleh orang pribadi
atau suatu badan tertentu.

Contoh Soal :

1. Besaran Pajak Tahunan STNK Kendaraan

Gavin membeli sebuah kendaraan roda dua baru Honda Vario Tahun Pembuatan dan
perakitan 2018/ 2018, warna putih, isi silinder 149 CC pada bulan April 2018.

Kendaraan bermotor ini adalah yang pertama dimiliki oleh Netizen Awam. Harga OTR motor
yang dibeli sudah termasuk Pajak nya, berupa PKB+SWDKLLJ+BBN KB (baru), dengan
total pajak yang dibayarkan adalah Rp. 2.303.000.

Karena pajak kendaraan bermotor baru langsung masuk dalam harga OTR kendaraan, maka
Anda tidak perlu lagi menghitung berapa pajak yang dibayarkan, selanjutnya Anda hanya
cukup menghitung berapa besaran pajak yang harus dibayarkan pada tahun ke 2, 3, 4 dan ke
5.

Untuk pembayaran pajak tahun ke 2 sampai ke 5 Anda cukup menjumlahkan


PKB+SWDKLLJ yang ada di STNK/ Surat Ketetapan Pajak Daerah PKB/ BBN-KB dan
SWDKLLJ.

Contoh pembayaran pajak kendaraan bermotor tahun ke 2 sampai ke 5.

Netizen Awam ingin membayar pajak kendaraan bermotornya yang baru ia beli setahun yang
lalu (pembayaran pajak kendaraan bermotor tahun ke 2).

Di STNK tercatat biaya pajak kendaraan bermotor tersebut adalah sebagai berikut:
Pokok BBN-KB = Rp. 2.025.000
PKB = Rp. 243.000
SWDKLLJ = Rp. 35.000

Karena ini adalah pembayaran pajak tahun ke 2, maka besaran pajak yang harus dibayarkan
oleh Netizen Awam adalah:

= PKB+SWDKLLJ
= 243.000+35.000
= Rp. 278.000

Jadi pajak kendaraan bermotor roda dua Honda Vario Putih, tahun 2018, dengan isi silinder
149 CC untuk tahun ke 2, 3, 4 dan 5 adalah sebesar Rp. 278.000, bahkan biasanya lebih
murah dari tahun-tahun sebelumnya karena adanya penyusutan nilai jual kendaraan tersebut.

2. Besaran Pajak STNK Kendaraan 5 Tahunan (Ganti Plat Nomor)

Besaran pajak STNK kendaraan 5 tahunan untuk motor atau mobil baru, tidak dikenakan
biaya, sedangkan biaya pajak perpanjangan STNK kendaraan 5 tahunan sekali atau ganti plat
nomor, atau balik nama, maka dikenakan biaya administrasi, yakni:

Motor = Rp.60.000
mobil = Rp.100.000

Jadi jika setelah 5 tahun, STNK dan Plat Nomor kendaraan roda dua Honda Vario Putih
tahun 2018 dengan isi silinder 149 CC milik Gavin tersebut diatas habis yakni pada bulan
April tahun 2023, maka Gavin harus membayar pajak kendaraan roda dua Vario nya
sekaligus ganti STNK dan Plat Nomor Kendaraan dengan perhitungan sebagai berikut:

= PKB+SWDKLLJ+Biaya Adm TNKB

= 243.000+35.000+60.000

= Rp. 338.000

3. Perhitungan Pajak dan Denda Kendaraan Bermotor yang Lewat bayar

Cara Menghitung Denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sampai dengan 1 bulan:
1. Denda PKB = Keterlambatan 2 hari sampai 1 bulan = 25%.
2. Jika terlambat dari lebih dari 1 bulan = 25% + [(jumlah keterlambatan bulan-1) x 2%)]
3. Perhitungan keterlambatan dihitung maksimal 48 bulan, jadi jika lewat 48 bulan tetap
hanya dikalikan 48 bulan.
4. Denda SWDKLLJ = 100 ribu rupiah

Contoh:

Gavin telah terlambat membayar pajak motor Vario Putihnya selama 5 hari, sehingga diberi
denda dengan perhitungan:

1. Biaya pajak pokok (PKB) = Rp 243.000


2. Biaya iuran pokok SWDKLLJ = Rp 35.000
3. Maka, denda PKB = 25% x Rp 243.000 = 60.750
4. Denda SWDKLLJ = Rp 100.000

Total Pokok Pajak = Rp 278.000


Total Denda = Rp 160.750
Total Pakak kendaraan yang dibayar = Rp. 438.750

Cara Menghitung Denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) lebih dari 1 bulan:

Besaran persentase denda keterlambatan pembayaran pajak kendaraan bermotor adalah 25%
untuk sampai satu bulan pertama dan ada tambahan 2 % setiap bulan yang terlewat.

Contoh:

Telat 1 bulan maka dendanya sebesar 25%


Telat 2 bulan maka dendanya sebesar 25% + 2% = 27 %.
Telat 3 bulan maka dendanya sebesar 27% + 2% = 29 %.
Telat 4 bulan maka dendanya sebesar 29% + 2% = 31 %.

Dan seterusnya, dengan maksimal persentase dendanya adalah 48%.

Jadi jika kendaraan bermotor tersebut telat berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, dan
telah melewati penjumlahan 2% setiap sebulan keterlambatan hingga sampai 48%, maka
tetap hanya dihitung denda sebesar 48%

Untuk cara penghitungan denda pajak antara motor dengan mobil sama saja, yang
membedakan hanya denda SWDKLLJ-nya saja. Dibawah ini adalah tabel besar denda telat /
terlambat bayar pajak mobil:

a. Denda PKB sebesar 25% dalam 1 tahun

Jika terlambat 2 bulan, maka perhitungannya menjadi: PKB x 27%

Jika terlambat 3 bulan, maka perhitungannya menjadi: PKB x 29%

Jika terlambat 13 bulan, maka perhitungannya menjadi: PKB x 48%


Jika terlambat lebih dari 13 bulan maka perhitungannya menjadi: PKB x 48% (dendanya
tetap 48%)

b. Denda atas SWDKLLJ

Nominal denda SWDKLLJ sama antara 3 hari maupun 1 tahun. Untuk mobil, dendanya
sebesar 100 ribu rupiah.

Jadi perhitungan denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) persentasenya tergantung barapa
lama keterlambatannya, jika masih dibawah 1 tahun.

Namun jika diatas satu tahun maka persentase denda keterlambatannya tetap 48%. Sedangkan
denda SWDKLLJ dihitung per tahun, jadi berapa tahun keterlambatan SWDKLLJ dikali
berapa denda setahunnya, yakni paling besar Rp.100.000

Contoh:

Gavin terlambat membayar pajak selama 3 bulan dari tanggal jatuh temponya, dimana PKB
pokok sebesar 243.000 rupiah, sehingga perhitungannya adalah:

a. Pokok :

PKB = 243.000
SWDKLLJ = 35.000
Total = Rp. 278.000

b. Denda

PKB = 243.000 x 29% = 70.470


SWDKLLJ    = 100.000
Total Denda = 170.470

Jumlah yang harus dibayar = Total pokok + total denda = 278.000 + 170.470 = Rp. 448.470

Perhitungan ini untuk denda keterlambatan dibawah satu tahun, jika lebih dari satu tahun
maka persentase denda keterlambatannya 48%, dengan denda SWDKLLJ sebesar juka 2
tahun 100ribu x 2, jika 3 tahun 100ribu x 3 dan seterusnya.

Contoh Perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor + Denda Mobil Asli

Berikut ini adalah contoh asli perhitungan pajak kendaraan bermotor mobil beserta dendanya:

Mobil Avanza tahun perakitan dan pembuatan 2004, isi silinder 1.300 CC. Contoh pajak
mobil berikut ini pada tahun pertamanya juga sudah kena denda (lihat gambar
dibawah).Pajak kendaraan bermotor mobil tersebut terakhir dibayar 15 Oktober 2016, yang
jika dihitung sampai saat ini, berarti telah terlambat selama 2 tahun, sehingga jumlah pajak
yang harus dibayar oleh pemilik Mobil Avanza tersebut adalah:

a. Pokok:
PKB = Rp. 1.086.800
SWDKLLJ = Rp.3.000

catatan: tarif SWDKLLJ tergantung tahun atau usia kendaraan bermotor serta kebijakan
pemerintah daerah setempat, yang pasti besarannya maksimal 143.000 (untuk kendaraan
baru). Jadi besaran iuran SWDKLLJ tergantung dari kebijakan pemerintah daerah masing-
masing.

Dan untuk contoh seperti gambar diatas, iuran SWDKLLJ hanya dipatok tarif sebesar
Rp.3.000 saja.

b. Denda

Karena telah terlambat bayar selama 2 tahun, berarti terkena denda pajak maksimal 48%,
sehingga menjadi:

Denda = 1.086.800 x 2 tahun x 48% = Rp. 1.043.328

Denda SWDKLLJ maksimal selama 1 tahun adalah 100.000, karena telah terlambat 2 tahun
berarti sebesar 200.000. Namun sekali lagi, untuk perhitungan denda SWDKLLJ juga
tergantung dari kebijakan daerah masing-masing.

Contoh seperti gambar diatas tidak dikenakan denda SWDKLLJ, karena saat pajak tahun
2016 dibayar, baru telat beberapa bulan, belum sampai 1 tahun.

Dan denda pajak mobil SWDKLLJ 1 tahun paling besar Rp.100.000, maka dapat
diasumsikan denda SWDKLLJ mobil tersebut adalah:

Denda SWDKLLJ = 2 x 100.000 = Rp. 200.000

Sehingga denda pajak kendaraan bermotor mobil Avanza tahun 2004 tersebut adalah:

= Rp. 1.043.328 + Rp. 200.000

= Rp. 1.243.328

Jadi jika pemilik kendaraan Avanza 2004 diatas membayar pajak pada bulan ini (Oktober
2018) atau sampai akhir tahun ini (Desember 2018), maka jumlah pajak yang harus
dibayarkan adalah:

Pokok pajak = Rp. 1.086.800 x 2 tahun = Rp. 2.173.600


Iuran SWDKLLJ = Rp. 3.000 x 2 tahun = Rp. 6.000

Denda PKB = Rp. 1.043.328 + Rp. 200.000 = Rp. 1.243.328

Sehingga total pajak yang harus dibayarkan adalah:

= PKB + Denda PKB


= Rp. 2.173.600 + 1. 243.328
= Rp. 3.416.928

4. Cara Menghitung Pajak Progresif Mobil

Contoh Perhitungan Pajak Progresif Mobil:

Misalnya Anda baru membeli motor, lalu istri anda juga membeli motor tipe dan keluaran
tahun yang sama, menggunakan alamat yang serumah dengan Anda.

Berikut cara menghitung pajak progresif mobil istri Anda:

1. Ketahui terlebih dahulu Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor

Sedangkan untuk besaran PKB nya, dapat di lihat di STNK.

Tarif Pajak Progresif untuk kepemilikan pertama sebesar = 2%

Tarif Pajak x DPP = PKB

DPP = PKB : Tarif Pajak.

2. Hitung pajak progresifnya

Pajak yang dikenakan kepada kepemilikan kedua (motor istri) adalah 2,5%. Maka besar pajak
kendaraan bermotornya (PKB) adalah sebesar:

Pajak untuk motor kedua = 2,5% x (DPP)

Dengan catatan untuk tahun pembelian dan juga tipe motor yang dibeli adalah sama.

Dan jika nanti, ada adik atau kakak anda juga ingin membeli motor dengan menggunakan
alamat yang sama, maka akan terkena pajak sebesar 3% dan nilainya sbb:

Pajak untuk motor ketiga = 3% x (DPP).

Sebagai catatan, pajak progresif kendaraan bermotor roda dua untuk wilayah admin, yakni
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, tidak berlaku.

5. Pajak Hotel

Pajak dihitung untuk setiap bill yang dikeluarkan oleh pengusaha hotel dan atas jumlah yang
akan dibayar oleh tamu hotel;

Adapun contoh perhitungan pajak adalah sbb.:

- Sewa kamar 3 hari = 3 x Rp. 300.000,00 Rp. 900.000,00


- Cuci seterika =3 potong Rp. 30.000,00
- Telepon Rp. 125.000,00
- Restoran Rp. 75.000,00
- Taxi Rp. 0,00
Jumlah Rp. 1.130.000,00
- Service 10 % Rp. l13.000.00
- Jumlah sebelum pajak Rp. 1.243.000,00
- Diskon 5 % Rp. 62.150.00
- Jumlah setelah diskon Rp. 1.180.850,00
- Pajak Hotel 10% Rp. 118.085,00
- Jumlah yang harus dibayar Rp. 1.298.935,00
- Uang muka / deposit Rp. 500.000.00
- Sisa yang harus dibayar Rp. 798.935,00

Yang dimaksud dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana yang dimaksud pada contoh ini
adalah “Jumlah setelah diskon", yaitu sebesar Rp. 1.180.850,00.

C.  PERANAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH


DALAMMENDUKUNG PEMBIAYAAN DAERAH
Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu bentuk peranserta masyarakat
dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Pajak daerah danretribusi daerah merupakan sumber
pendapatan daerah yang penting untukmembiayai penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerah.Permasalahan yang dihadapi oleh Daerah pada umumnya dalam
kaitanpenggalian sumber-sumber pajak daerah dan retribusi daerah, yang merupakansalah
satu komponen dari PAD, adalah belum memberikan kontribusi yangsignifikan terhadap
penerimaan daerah secara keseluruhan.Untuk mengantisipasi desentralisasi dan proses
otonomi daerah,tampaknya pungutan pajak dan retribusi daerah masih belum dapat
diandalkan oleh daerah sebagai sumber pembiayaan desentralisasi
D.   OPTIMALISASI PUNGUTAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH
DALAMRANGKA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH
Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomiyaitu terletak
pada kemampuan keuangan daerah. Artinya, daerah otonom harusmemiliki kewenangan dan
kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan
keuangan sendiri yang cukupmemadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan
daerahnya.
Secara umum, upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalamrangka
meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasipemungutan pajak daerah
dan retribusi daerah, antara lain dapat dilakukandengan cara-cara sebagai berikut :
  Memperluas basis penerimaan
Tindakan yang dilakukan untuk memperluas basis penerimaan yang dapatdipungut oleh
daerah, yang dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial,antara lain yaitu
mengidentifikasi pembayar pajak baru/potensial dan jumlahpembayar pajak, memperbaiki
basis data objek, memperbaiki penilaian,menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis
pungutan.
  Memperkuat proses pemungutan
Upaya yang dilakukan dalam memperkuat proses pemungutan, yaitu antaralain
mempercepat penyusunan Perda, mengubah tarif, khususnya tarif retribusi dan peningkatan
SDM.
  Meningkatkan pengawasan
Hal ini dapat ditingkatkan yaitu antara lain dengan melakukan pemeriksaansecara dadakan
dan berkala, memperbaiki proses pengawasan,menerapkan sanksi terhadap penunggak pajak
dan sanksi terhadap pihakfiskus, serta meningkatkan pembayaran pajak dan pelayanan
yangdiberikan oleh daerah.
  Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan
Tindakan yang dilakukan oleh daerah yaitu antara lain memperbaikiprosedur administrasi
pajak melalui penyederhanaan admnistrasi pajak,meningkatkan efisiensi pemungutan dari
setiap jenis pemungutan.
  Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik
Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan instansiterkait di
daerah.Selanjutnya, ekstensifikasi perpajakan juga dapat dilakukan, yaitu
melaluikebijaksanaan Pemerintah untuk memberikan kewenangan perpajakan yanglebih
besar kepada daerah pada masa mendatang. Untuk itu, perlu adanyaperubahan dalam sistem
perpajakan Indonesia sendiri melalui sistem pembagianlangsung atau beberapa basis pajak
Pemerintah Pusat yang lebih tepat dipungutoleh daerah
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat kami simpulkan hal-hal
sebagaiberikut:Sumber pembiayaan bagi daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasifiskal yaitu PAD, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain
penerimaanyang sah. Pajak daerah dan retribusi daerah, yang merupakan salah satukomponen
PAD, seharusnya merupakan sumber penerimaan utama bagidaerah, sehingga ketergantungan
daerah kepada Pemerintah Pusat (DanaPerimbangan) semakin berkurang, yang pada
gilirannya daerah diharapkan akanmemiliki akuntabilitas yang tinggi kepada masyarakat
lokal.
Kebijaksanaan Pemerintah Daerah yang sangat tepat saat ini untukmeningkatkan
penerimaan daerah dalam jangka pendek sebaiknyadititikberatkan pada intensifikasi
pemungutan pajak yaitu mengoptimalkan jenis- jenis pungutan pajak daerah dan retribusi
daerah yang sudah ada.Upaya untuk meningkatkan PAD di masa mendatang seyogyanya
dilakukan melalui peningkatan taxing power antara lain melalui penyerahan beberapa
pajakPusat kepada Daerah, penyerahan sebagian PNBP kepada Daerah dan lain-lainkebijakan
sharing tax atau piggy backing system. Bagi Kabupaten/Kota perludiberikan tambahan
pendapatan dengan memberikan kewenangan penuh untukmemungut pajak sampai dengan
besaran tertentu. Untuk itu, PBB dan BPHTB disarankan dialihkan menjadi pajak Daerah dan
Pemerintah Kabupaten/Kotadiberikan wewenang untuk menetapkan dasar pengenaan pajak
(tax-base) dantarif sampai dengan batas tertentu atas kedua jenis pajak tersebut. Disamping
itudisarankan adanya perubahan bagi hasil PPh Pasal 21 dan Pasal 25 dan Pasal29 Orang
Pribadi menjadi opsen atau PPh tersebut dengan tetap mempertahankan tarif efektif yang
berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
1 https://www.google.co.id/search?
tbm=bks&hl=id&q=RETRIBUSI+DAERAH+KABUPATEN+NATUNA
2. http://www.haluankepri.com/index.php/iklan/news/images/stories/Berita/2013/Maret2013/
10Mar13/news/natuna/42926-retribusi-parkir-bisa-dongkrak-pad-natuna.html
3. http://batam.tribunnews.com/2014/12/21/tidak-ada-sinyal-dishub-gratiskan-biaya-retribusi-
pembangunan-tower
4.http://www.academia.edu/3102063/Optimalisasi_Pajak_Daerah_dan_Retribusi_Daerah_Da
lam_Rangka_Meningkatkan_Kemampuan_Keuangan_Daerah
5. http://www.djpk.depkeu.go.id/baru/publikasi/dekonsentrasi-dan-tugas-pembantuan/181-
optimalisasi-pajak-daerah-dan-retribusi-daerah-dalam-rangka-meningkatkan-kemampuan-
keuangan-daerah

Anda mungkin juga menyukai