Anda di halaman 1dari 27

Sumber:

- Baridwan, Zaki. 2008. Intermediate Accounting. Yogyakarta: BPFE UGM


- Martani, Dwi, dkk. 2016. Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK
Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
 Depresiasi  metode pengalokasian biaya perolehan aset
tetap untuk menyusutkan nilai aset secara sistematis
selama periode manfaat dari aset tersebut.
 Aset tetap yang dapat disusutkan adalah aset tetap yang:
(a) diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu
periode akuntansi; (b) memiliki masa manfaat yang
terbatas; (c) dimiliki oleh perusahaan untuk digunakan
dalam aktivitas operasional perusahaan.
 Tiga hal yang harus dipertimbangkan suatu entitas dalam
mengalokasikan nilai aset tetap sebagai biaya depresiasi,
yaitu:
1) Biaya perolehan aset tetap;
2) Nilai sisa (residu)
3) Taksiran masa manfaat aset
1. Metode garis lurus (straight – line method)
2. Metode jam jasa (service – hours method)
3. Metode hasil produksi
4. Metode beban berkurang:
- Metode Jumlah angka tahun (sum of years digits
method)
- Metode Saldo menurun ganda (double declining
balance method)
 Dalam metode ini, depresiasi tiap periode jumlahnya sama
(kecuali jika ada penyesuaian-penyesuaian)
 Perhitungan depresiasi garis lurus didasarkan pada
anggapan:
1) Kegunaan ekonomis suatu aset tetap akan menurun
secara proporsional setiap periode;
2) Biaya reparasi & pemeliharaan tiap periode jumlanya
relatif tetap;
3) Masa manfaat ekonomis berkurang karena berlalunya
waktu;
4) Penggunaan (kapasitas) aset tiap periode relatif tetap.
 Contoh:
 Mesin dengan harga perolehan Rp6.000.000, taksiran
nilai sisa (residu) sebesar Rp3.000.000 dan masa
manfaatnya selama 4 tahun. Depresiasi dihitung
sebagai berikut.
Harga Perolehan −Nilai Sisa
 Depresiasi: Masa Manfaat

Rp6.000.000 −Rp3.000.000
4
= Rp750.000
TABEL DEPRESIASI – METODE GARIS LURUS
Tahun Akumulasi Total Akumulasi Nilai Buku
Depresiasi Depresiasi Mesin
Harga perolehan mesin Rp6.000.000
1 Rp750.000 Rp750.000 5.250.000
2 750.000 1.500.000 4.500.000
3 750.000 2.250.000 3.750.000
4 750.000 3.000.000 3.000.000
Rp3.000.000
 Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa aset
(terutama mesin-mesin) akan lebih cepat rusak bila
digunakan sepenuhnya (full time) dibanding
penggunaan yang tidak sepenuhnya.
 Dengan metode ini, beban depresiasi dihitung dengan
dasar satuan jam jasa.
 Beban depresiasi periodik besarnya akan sangat
tergantung pada jam jasa yang terpakai (digunakan)
 Contoh
 Mesin dengan harga perolehan Rp6.000.000, nilai sisa
(residu) sebesar Rp3.000.000 ditaksir akan dapat
digunakan 8.000 jam. Depresiasi per jam dihitung sebagai
berikut.
Harga Perolehan −Nilai Sisa
 Depresiasi per jam =
Taksiran Jam Jasa
Rp6.000.000−Rp3.000.000
=
8.000 jam
= Rp375
 Apabila tahun pertama, mesin tersebut digunakan selama
3.000 jam, maka beban depresiasinya (3.000 jam x Rp375 =
Rp1.125.000)
TABEL DEPRESIASI – METODE JAM JASA
Tahun Jam Kerja Mesin Akumulasi Total Akumulasi Nilai Buku
Depresiasi Depresiasi Mesin
Harga perolehan mesin Rp6.000.000
1 3.000 Rp1.125.000 Rp1.125.000 4.875.000
2 2.500 937.500 2.062.500 3.937.500
3 1.500 562.500 2.625.000 3.375.000
4 1.000 375.000 3.000.000 3.000.000
8.000 Rp3.000.000
 Dalam metode ini, masa manfaat aset ditaksir dalam
satuan jumlah unit hasil produksi.
 Beban depresiasi dihitung dengan dasar satuan hasil
produksi, sehingga depresiasi tiap periode akan
berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi dalam hasil
produksi.
 Dasar anggapan yang dipakai adalah bahwa aset itu
dimiliki untuk menghasilkan produk sehingga
depresiasi juga didasarkan pada jumlah produk yang
dihasilkan.
 Contoh
 Mesin dengan harga perolehan Rp6.000.000, nilai sisa (residu)
sebesar Rp3.000.000. Mesin ini ditaksir selama umur
penggunaannya akan menghasilkan produk sebanyak 50.000
unit. Depresiasi per unit produk dihitung sebagai berikut.
Harga Perolehan −Nilai Sisa
 Depresiasi/ unit =
Taksiran Produk yg Dihasilkan
Rp6.000.000−Rp3.000.000
=
50.000 unit
= Rp60
 Apabila dalam tahun pertama penggunaan mesin tersebut
menghasilkan 18.000 unit produk, maka beban depresiasi untuk
tahun tersebut sebesar Rp1.080.000 (18.000 unit x Rp60)
TABEL DEPRESIASI – METODE HASIL PRODUKSI
Tahun Hasil Produksi Akumulasi Total Akumulasi Nilai Buku
(unit) Depresiasi Depresiasi Mesin
Harga perolehan mesin Rp6.000.000
1 18.000 Rp1.080.000 Rp1.080.000 4.920.000
2 12.000 720.000 1.800.000 4.200.000
3 10.000 600.000 2.400.000 3.600.000
4 10.000 600.000 3.000.000 3.000.000
50.000 Rp3.000.000
 Dalam metode ini, beban depresiasi tahun-tahun
pertama akan lebih besar daripada depresiasi tahun-
tahun berikutnya;
 Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa aset yang
baru akan dapat digunakan dengan lebih efisien
dibanding aset yang lebih lama;
 Jika dipakai metode ini maka diharapkan jumlah
beban depresiasi dan biaya reparasi & pemeliharaan
dari tahun ke tahun akan relatif stabil, karena jika
depresiasinya besar, maka biaya reparasi &
pemeliharaannya kecil (dalam tahun pertama), dan
sebaliknya.
 Dalam metode ini depresiasi dihitung dengan cara
mengalikan bagian pengurang yang setiap tahunnya
selalu menurun dengan harga perolehan dikurangi
nilai sisa.
 Bagian pengurang dihitung sebagai berikut.
- Pembilang: bobot untuk tahun bersangkutan
- Penyebut: jumlah angka tahun selama umur
ekonomis aset atau jumlah angka bobot.
 Contoh
 Mesin harga perolehannya Rp1.000.000, nilai sisa Rp100.000, ditaksir
umur ekonomisnya 3 tahun. Depresiasinya dihitung sebagai berikut.

Tahun Bobot (weigth) Bagian Pengurang


1 3 3/6
2 2 2/6
3 1 1/6
6 6/6

Keterangan:
Penyebut dlm bagian pengurang dihitung dengan cara menjumlahkan angka
bobot = 3 + 2 + 1 = 6
Pembilang dlm bagian penguran adalah angka bobot tahun yang
bersangkutan.
TABEL DEPRESIASI – METODE JUMLAH ANGKA TAHUN
Tahun Perhitungan Akumulasi Total Akumulasi Nilai Buku
Depresiasi Depresiasi Depresiasi Mesin
Harga perolehan mesin Rp1.000.000
3
1 x Rp900.000= 450.000 Rp450.000 Rp450.000 550.000
6
2
2 x Rp900.000= 300.000 300.000 750.000 250.000
6
1
3 x Rp900.000= 150.000 150.000 900.000 100.000
6

Rp900.000

Jika aset memiliki masa manfaat yang panjang, maka penyebut (jumlah angka tahun)
bisa dihitung dengan rumus sebagai berikut.

𝑛+1
Jumlah Angka Tahun = 𝑛 ( )
2

Untuk contoh mesin di atas = 3 ( 3+1


2
)=6
 Dalam metode ini, beban depresiasi tiap tahun
menurun
 Dasar yang digunakan untuk menghitung depresiasi
adalah persentase depresiasi dengan metode garis
lurus.
 Persentase dikalikan 2, dan setiap tahunnya dikalikan
dengan nilai buku aset tetap.
 Karena nilai buku selalu menurun, maka beban
depresiasinya juga selalu menurun.
 Contoh
 Mesin dengan harga perolehan Rp6.000.000,
taksiran nilai sisa (residu) sebesar Rp3.000.000
dan masa manfaatnya selama 4 tahun. Depresiasi
dihitung sebagai berikut.
Harga Perolehan −Nilai Sisa
 Depresiasi: Masa Manfaat

Rp6.000.000 −Rp3.000.000
4
= Rp750.000
TABEL DEPRESIASI – METODE GARIS LURUS
Tahun Akumulasi Total Akumulasi Depresiasi Nilai Buku Mesin
Depresiasi
Harga perolehan mesin Rp6.000.000
1 Rp750.000 Rp750.000 5.250.000
2 750.000 1.500.000 4.500.000
3 750.000 2.250.000 3.750.000
4 750.000 3.000.000 3.000.000
Rp3.000.000

 Persentase Beban Depresiasi = depresiasi per tahun : total depresiasi x 100


= Rp750.000 : Rp3.000.000 x 100
= 25%
 Beban Depresiasi saldo menurun ganda = 25% x 2 = 50%
TABEL DEPRESIASI – METODE SALDO MENURUN GANDA
Tahun Perhitungan Akumulasi Total Akumulasi Nilai Buku
Depresiasi Depresiasi Depresiasi Mesin
Harga perolehan mesin Rp6.000.000
1 50% x Rp6.000.000 Rp3.000.000 Rp3.000.000 3.000.000
2 50% x Rp3.000.000 1.500.000 4.500.000 1.500.000
3 50% x Rp1.500.000 750.000 5.250.000 750.000
Rp5.250.000
 Deplesi yaitu berkurangnya harga perolehan (cost) atau nilai sumber-
sumber alam (tambang atau hutan kayu) yang disebabkan oleh
perubahan (pengolahan) sumber-sumber alam tersebut sehingga
menjadi persediaan.
 Perbeda deplesi & depresiasi:
1) Deplesi merupakan pengakuan terhadap pengurangan kuantitatif
yang terjadi dalam sumber-sumber alam, sedangkan depresiasi
merupakan pengakuan terhadap pengurangan jasa (manfaat
ekonomi) yang terjadi dalam aset tetap.
2) Deplesi digunakan untuk aset yang tidak dapat diganti langsung
dengan aset yang sama jika sudah habis, sedangkan depresiasi
digunakan untuk aset tetap yang pada umumnya dapat diganti jika
sudah habis.
3) Deplesi adalah pengakuan terhadap perubahan langsung dari
suatu sumber daya alam menjadi barang yang dapat dijual,
sedangkan depresiasi adalah alokasi harga perolehan ke
pendapatan periode yang bersangkutan untuk suatu jasa yang
dihasilkan (kecuali dalam perusahaaan yang menggunakan
metode depresiasi berdasarkan hasil produksi.
 Ada 3 hal yang harus diperhatikan dalam menghitung
deplesi, yaitu:
a) Harga perolehan aset. Dalam hal sumber daya alam,
harga perolehannya adalah pengeluaran sejak
memperoleh izin sampai sumber daya alam tersebut
dapat diambil hasilnya. Jika kumpulan pengeluaran itu
terlalu kecil maka dilakukan penilaian terhadap sumber
daya alam tersebut.
b) Taksiran nilai sisa apabila sumber daya alam selesai
dieksploitasi.
c) Taksiran hasil yang secara ekonomis dapat dieksploitasi
 Contoh
 Tanah yang mengandung hasil tambang dibeli dengan harga
Rp200.000.000. Taksiran isinya sebesar 150.000 ton. Tanah
tersebut sesudah dieksploitasi ditaksir bernilai Rp20.000.000.
Deplesi per ton dihitung sebagai berikut.

Rp.200.000.000 −Rp20.000.000
 Deplesi = = Rp1.200 ton
150.000 ton
 Jika ada tahun pertama dieksploitasi sebanyak 40.000 ton,
maka deplesi untuk tahun tersebut = Rp48.000.000
(40.000 x Rp1.200)
 Jurnal yang harus dibuat:
Deplesi Tambang Rp48.000.000
Akumulasi Deplesi Tambang Rp48.000.000
 Jika pembangunan tambang/sumber daya alam terjadi dalam
masa eksploitasi sedangkan biayanya ditaksir dimuka pada
waktu akan menghitung beban deplesi, jika kenyataannya biaya
pembangunan berbeda dengan yang sudah ditaksir maka
perhitungan deplesi perlu direvisi.
 Jika taksiran isi tambang berbeda dengan taksiran isi tambang
yang dipakai dalam menghitung deplesi, maka perhitungan
deplesi harus direvisi.
 Koreksi terhadap deplesi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1) Deplesi tahun-tahun yang sudah dicatat dikoreksi, begitu
juga dengan deplesi yang akan datang;
2) Deplesi tahun-tahun yang lalu yang sudah dicatat tidak
dikoreksi, tetapi deplesi tahun-tahun yang akan datang
dikoreksi & disesuaikan dengan data terbaru.
 Dalam cara pertama, deplesi dihitung kembali kemudian
dikoreksi. Misalnya deplesi yang lalu terlalu besar maka
jurnal koreksinya:
Akumulasi deplesi xxx
Laba ditahan xxx
 Dalam cara kedua, deplesi tahun-tahun lalu tidak
dikoreksi, tetapi deplesi untuk tahun berjalan direvisi.
 Misalnya dari contoh sebelumnyabiaya pembangunan
tambang bertambah sebesar Rp18.000.000. Sesudah
dieksploitasi dalam tahun kedua sebanyak 30.000 ton.
Tambang ditaksir masih mengandung 90.000 ton.
Perhitngan deplesi untuk tahun kedua, sebagai berikut.
Revisi Perhitungan Deplesi Tahun Kedua
Harga perolehan ke-1 Rp200.000.000
Nilai sisa Rp20.000.000
Deplesi tahun ke-1 48.000.000 (Rp68.000.000)
Rp132.000.000
Biaya pembangunan tahun ke-2 18.000.000
Jumlah yg akan di Deplesi Rp150.000.000

Taksiran isi tambang pd awal tahun ke-2:


Hasil eksploitasi tahun ke-2 30.000 ton
Taksiran isi tambang pada akhir tahun ke-2 90.000 ton
Taksiran isi tambang pada awal tahun ke-2 120.000 ton
Deplesi per ton tahun ke-2 Rp150.000.000 : 120.000 ton = Rp1.250/ton
Deplesi tahun ke-2 30.000 ton x Rp1.250 = Rp37.500.000

Anda mungkin juga menyukai