8 124 1 PB
8 124 1 PB
ISSN: 2621-6220
DOI: https://doi.org/10.32490/didaktik.v3i1.8 https://journal.stipakdh.ac.id/index.php/didaktikos
Arozatulo Telaumbanua
Sekolah Tinggi Teologi Anugerah Misi Nias Barat
artel741989@gmail.com
Abstract: The influence of behavioristic learning theory on the ability of students to respond to
lecture material at the West Nias Theology Mission. There are many problems faced by lecturers in
presenting learning materials for Christian Religious Education today, it is a principle that
requires a variety of learning concepts. One effective way is to apply behavioristic learning theory
that aims to stimulate or provide stimulants to students in terms of learning. This research uses a
descriptive method. Based on the results of the research recapitulation, it was shown that the very
agree and agree categories were worth 74,7%, the doubtful categories was worth 16%, and the
disagreement categories was worth 9,3. Trust, it can be seen that the majority of respondents
strongly agree and agree that behavioristic learning theory can influence the ability of students to
respond to lecture material.
Keywords: behavioristic; learning theory; learning response; STT Anugerah Misi
Abstrak: Artikel ini membahas tentang bagaiamn teori belajar behavioristik mempengaruhi
kemampuan mahasiswa merespon materi perkuliahan di Sekolah Tinggi Teologi Anugerah Misi
Nias Barat. Banyak persoalan yang dihadapi oleh para dosen dalam menyampaikan materi
pembelajaran Pendidikan Agama Kristen saat ini, maka merupakan hal prinsip yang memerlukan
satu konsep pembelajaran yang bervariasi. Salah satu cara yang efektif adalah menerapkan teori
belajar behavioristik yang bertujuan merangsang atau memberi stimulan kepada mahasiswa dalam
hal belajarnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Berdasarkan hasil rekapan
penelitian, menunjukkan bahwa kategori sangat setuju dan setuju bernilai 74,7%, kategori ragu-
ragu bernilai 16% dan kategori tidak setuju bernilai 9,3%. Dengan demikian, terlihat bahwa
sebagian besar responden sangat setuju dan setuju bahwa teori belajar behavioristik dapat
mempengaruhi kemampuan mahasiswa merespon materi perkuliahan.
Kata kunci: behavioristik; merespon materi kuliah; STT Anugerah Misi; teori belajar
PENDAHULUAN
Proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang diharapkan mampu memberikan
dampak terhadap perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik kepada mahasiswa. Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka dosen harus menyajikan materi pelajaran dengan baik yang
disebut juga PAKEM, yaitu Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Arti-
nya, pembelajaran yang dilakukan harus berdampak kepada mahasiswa melalui teori pem-
belajaran yang diterapkan yakni teori belajar behavioristik. Penerapan teori belajar beha-
vioristik ini harus dilakukan dengan sistem PAKEM agar mendapatkan hasil yang baik dan
menyenangkan pula sesuai dengan target dan tujuan pembelajaran itu sendiri. Adapun
tujuan penerapan teori belajar ini adalah untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa
merespon materi perkuliahan yang telah disampaikan oleh para dosen kepada mereka.
Selain itu, untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang membuat mahasiswa kurang me-
respon materi perkuliahan, dan untuk memberikan solusi terhadap permasalahan yang
dialami oleh mahasiswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
Kemudian, dengan adanya penerapan teori belajar ini maka ada beberapa tujuan yang
hendak dievaluasi, yaitu: pertama, agar dapat meningkatkan kualitas pengajaran para dosen
dan sistem belajar mahasiswa; kedua, sebagai sumbangan penulis kepada para dosen dan
mahasiswa yang kurang memperhatikan keseriusan mahasiswa menyimak materi pembe-
lajaran; ketiga, untuk dapat menerapkan setiap teori belajar sesuai dengan kebutuhan kelas;
keempat, agar mampu mengelola kelas dan pembelajarannya dengan baik dan efektif.
Landasan Teori
Menurut aliran behavioristik, belajar merupakan perubahan perilaku berdasarkan
stimulus ~ respons. Tokoh-tokoh yang berperan dalam aliran ini antara lain Thorndike,
Warton, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Menurut penganut teori ini, belajar
adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dinilai secara konkret. Artinya,
teori behavioristik ini hanya menganalisis atau mengamati perilaku yang tampak saja, yang
dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan. Jami Suprihatiningrum, menjelaskan sebagai
berikut: “Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulus) yang menimbulkan hubungan
perilaku reaktif (respons) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain
adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi
penyebab belajar. Sementara, respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik
terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat, dan kecenderungan
perilaku S~R (Stimulus~Respons), seperti gambar berikut1:
Hubungan Langsung
S R
Gambar 1
(Koneksi)
1
Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2014), 16-17.
− Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk
memperkuat hubungan stimulus respons, sebaliknya tanpa pengulangan pun
hubungan stimulus respons belum tentu diperlemah.
− Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif
untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat
apa-apa.
− Syarat utama terjadinya stimulus respons bukan kedekatan, melainkan adanya
saling sesuai antara stimulus dan respons.
− Akibat suatu perbuatan dapat menular, baik pada bidang lain maupun pada individu
lain.
Teori Pembiasaan Klasik Oleh Ivan P. Pavlov
Classical Conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang
ditemukan Pavlov (1927) melalui percobaannya terhadap anjing, yang mana perangsang
asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan. Dari hasil percobaan tersebut, ditemukan bahwa
perilaku tertentu dapat terbentuk sebagai respons terhadap stimulus yang lain. Seperti
anjing mengeluarkan air liur ketika mendengar suara bel. Hal ini terbentuk karena latihan
atau pengulangan dalam percobaan.
Percobaan Pavlov terhadap seekor anjing dilakukan dengan cara membiarkan anjing
tersebut dalam keadaan lapar. Kemudian disodorkan makanan, bersamaan dengan itu
dibunyikan bel. Pada saat mencium bau makanan anjing mengeluarkan liur. (Makanan = S,
dan Liur = R, sedangkan bunyi bel = conditioned S). Setelah dilakukan berulang-ulang,
akhirnya anjing mengeluarkan liur (R), meskipun hanya mendengar bunyi bel (hal ini
dikatakan sebagai conditioned respons atau CR – Respons bersyarat). Dari percobaan ini
dapat kita asumsikan bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perila-
ku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Pavlov menyatakan ternyata
individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang
tepat untuk mendapatkan pengulangan respons yang dinginkan, sementara individu tidak
menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Teori Operant Conditioning Oleh Baron Frederic Skinner
Skinner (1938) seorang tokoh teori Operan Conditioning yang berkebangsaan
Amerika. Skinner dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi
langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol dan atau perubahan kelakuan atau
kemungkinan kelakuan dapat dicapai melalui proses operant conditioning. S. Nasution
mengatakan “Operant Conditioning” adalah proses belajar yang mengusahakan
mempertinggi kemungkinan timbulnya kelakuan tertentu. Dalam operant conditioning,
organisme termasuk manusia harus melakukan sesuatu”.2 Penulis memahami bahwa teori
operant conditioning ini memberikan pengertian, belajar itu dibiasakan atau dilatih untuk
menjadi biasa. Contoh sederhana, si A menaruh kunci motornya disatu tempat yang dia
tentukan. Pada awalnya mungkin dua atau tiga kali dia lupa menaruh kunci motor itu pada
tempat yang sama. Namun, dengan kebiasaan melatih (mengingat) lama ke lamaan tidak
lupa dan tetap menaruh kunci motor tersebut pada tempat yang sama. Demikian juga di
2
S. Nasution, Dasar-Dasar Kurikulum (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), 66.
dalam hal belajar sangat perlu kebiasaan melatih, tentu membutuhkan proses. Jamil
Suprihatiningrum menjelaskan “operant conditioning adalah suatu perilaku operant
(penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang
kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan”.3
Skinner sebagai tokoh operant conditioning membagi penguatan menjadi dua yaitu:
pertama; “penguatan positif”, yaitu seperti memberi hadiah, memberi penghargaan, dan
kedua; “penguatan negatif”, yaitu seperti menunda, memberi pengarahan membangun
(misalnya: ini sudah bagus, tetapi perlu dibaguskan lagi). Berdasarkan penjelasan di atas,
maka Skinner mengemukakan beberapa prinsip teori belajar sebagaimana dikutip oleh
Jamil Suprihatiningrum, yaitu: “(1) Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa,
jika salah dibetulkan dan jika benar diberi penguatan; (2) Proses belajar harus mengikuti
irama dari yang belajar; (3) Materi pelajaran digunakan sistem modul; (4) Dalam proses
pembelajaran tidak digunakan hukuman, maka lingkungan perlu diubah untuk menghindari
adanya hukuman; (5) Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri; (6)
Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan
dengan digunakannya jadwal variabel rasio rein forcer; dan (7) Dalam pembelajaran
digunakan shaping (membentuk)”.4 Pembelajaran yang disertai dengan prinsip teori belajar
yang baik dan kreatif akan menghasilkan tingkah laku belajar dari siswa yang baik. Sebab
di dalamnya mengharapkan perubahan cara berpikir dan berwawasan secara komprehensif
terutama dalam perilaku dan karakter mahasiswa.
Teori Belajar Gagne
Teori belajar Gagne ini juga disebut sebagai modern neobehaviouris, yaitu
mendorong seorang dosen untuk merencanakan pembelajaran agar suasana dan daya bela-
jar dapat dimodifikasi. Maksudnya, teori ini mendorong para pengajar untuk melaksanakan
pembelajaran berdasarkan perencanaan pembelajaran yang telah dibuat dengan efektif.
Seperti yang dijelaskan Trianto bahwa “Gagne menekankan pentingnya kondisi internal
dan kondisi eksternal dalam suatu pembelajaran, agar mahasiswa memperoleh hasil belajar
yang diharapkan. Dengan demikian, sebaiknya memperhatikan atau menata pembelajaran
yang memungkinkan mengaktifkan memori mahasiswa yang sesuai agar informasi yang
baru dapat dipahaminya.”5
Hasil belajar dari teori Gagne ini terdiri atas lima kelompok, yaitu: “intelektual skill”
(kemampuan intelektual); “cognitive strategy” (strategi pengetahuan); “verbal infor-
mation” (informasi verbal); “motor skill” (kemampuan bergerak); dan “attitude” (sikap).
Untuk mencapai hasil belajar ini, maka diperlukan strategi belajar yang efektif, kreatif dan
stimulus yang kreatif pula.
Prinsip-Prinsip Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behaviorisme adalah teori yang menekankan pada stimulus-stimulus
yang harus diberikan kepada organisme demi memperoleh respon. Artinya, belajar perlu
rangsangan dari dosen sehingga timbul respon dari mahasiswa sebagai subyek pembela-
jaran. Pada teori behavioristik seorang dianggap belajar jika terjadi perubahan tingkah laku
3
Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran, 20.
4
Ibid., 21.
5
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik (Yogyakarta: Algensindo,
2012), 12-13.
dari tidak bisa menjadi bisa. Faktor teori ini adalah penguatan, di mana semakin kuat dosen
memberikan stimulus (rangsangan) maka respon yang diberikan semakin baik.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik dapat diuraikan satu per satu
sebagai berikut: (1) Reinforcement and punishment (penguatan dan hukuman); (2) Primary
and secondary reinforcement (penguatan primer dan sekunder); (3) Schedules of reinforce-
ment (rancangan penguatan); (4) Contingency management (manajemen kontingensi); (5)
Stimulus control in operant learning; (6) The elimination of respons.” Selain itu, menurut
Ratna Wilis Dahar mengatakan bahwa prinsip-prinsip belajar perilaku terdiri atas tiga yaitu
konsekuensi-konsekuensi, kesegaran konsekuensi dan pembentukan.6 Untuk lebih jelas
penulis jelaskan satu per satu sebagai berikut:
Konsekuensi-konsekuensi
Prinsip yang paling penting pada teori-teori perilaku ialah perilaku berubah menurut
konsekuensi langsung. Konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan “memperkuat”
perilaku, sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan “melemahkan”
perilaku. Konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan pada umumnya disebut reinforser
atau penguat, sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut
hukuman.
Kesegaran (Immediacy) Konsekuensi
Prinsip kesegaran konsekuensi ini artinya di dalam kelas. Khususnya bagi
mahasiswa, pujian yang diberikan segera setelah anak itu melakukan suatu pekerjaan
dengan baik, dapat menjadi suatu reinforser yang lebih kuat dari pada angka yang
diberikan kemudian.
Pembentukan (Shaping)
Istilah pembentukan atau shaping digunakan dalam teori belajar perilaku saat
mengajarkan keterampilan baru atau perilaku dengan memberikan reinforcement pada pada
mahasiswa dalam mendekati perilaku akhir yang diinginkan.
Aplikasi Teori Belajar Behavioristik Dalam Kegiatan Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan
teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik.
Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila dibe-
rikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa
hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pelajar, media Dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori
behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang
yang belajar atau mahasiswa.
6
Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Erlangga, 2001), 20-22.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada
melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan
dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang dia-
jarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau dosen itulah yang harus dipahami
oleh mahasiswa.
Demikian halnya dalam pembelajaran, Mahasiswa dianggap sebagai objek pasif yang
selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik
mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu
dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh mahasiswa. Begitu juga dalam proses
evaluasi belajar mengajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga
hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang mem-
berikan ruang gerak yang bebas bagi mahasiswa untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat
otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti
kinerja mesin atau robot. Akibatnya mahasiswa kurang mampu untuk berkembang sesuai
dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan
teratur, maka mahasiswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan
yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi
sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan pene-
gakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dika-
tegorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan
dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan
pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Mahasiswa adalah objek yang
berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang
berada di luar diri mahasiswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut mahasiswa
untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan,
kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang
terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak
didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengung-
kapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan
pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar.
Maksudnya bila mahasiswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan dosen, hal
ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar
dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan
setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan
pebelajar secara individual.
7
Prasetya, Irawan, and Wardani Suciati. "Teori Belajar Motivasi dan Keterampilan mengajar." Pusat
antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktifitas Instruksional Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2000).
8
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), 70.
9
H. Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), 101.
METODE
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan penulis adalah metode deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang di dalamnya menyangkut pengumpulan data.
Hasil dari pengumpulan data dari penelitian tersebut akan memberikan suatu kesimpulan,
sesuai dengan hipotesa atau anggapan teori dalam penulisan ini. Masri Singarimbun
berkata “penelitian deskriptif termasuk penelitian survei, yang artinya mengambil sampel
dari suatu populasi dam menggunakan koesioner sebagai pengumpulan data pokok.”10
Metode deskriptif inilah yang digunakan penulis untuk mendeskripsikan fenomena-
fenomena yang berhubungan dengan Pengaruh teori belajar behavioristik terhadap
kemampuan mahasiswa merespon materi perkuliahan di Sekolah Tinggi Teologi Anugerah
Misi Nias Barat. Sampel penelitian ini adalah mahasiswa semester VI Program Studi
Pendidikan Agama Kristen, Sekolah Tinggi Teologi Anugerah Misi Nias Barat yang
berjumlah 15.
Berdasarkan hasil tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 66,6% responden yang
menjawab sangat setuju, 26,7% yang menjawab ragu-ragu dan 6,7% yang menjawab tidak
setuju. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teori belajar behavioristik dapat
meningkatkan semangat belajar mahasiswa.
10
Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survey (Jakarta: PT Pustaka Indonesia, 1984), 4.
Berdasarkan hasil tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 73,4% responden yang
menjawab setuju, 13,3% yang menjawab ragu-ragu dan 13,3% yang menjawab tidak
setuju. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dengan menerapkan teori belajar
behavioristik, maka prestasi mahasiswa dapat maksimal.
Tabel 4: Mahasiswa Sangat Senang dengan Teori Belajar Behavioristik
Item Pilihan Jawaban Jumlah Presentase
3 Setuju 10 66,7%
2 Ragu-ragu 3 20%
1 Tidak Setuju 2 13,3%
Jumlah 15 100
Berdasarkan hasil tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 66,7% responden yang men-
jawab setuju, 20% yang menjawab ragu-ragu dan 13,3% yang menjawab tidak setuju.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa mahasiswa sangat senang dengan teori belajar
behavioristik.
Tabel 5: Kegiatan Pembelajaran Harus Ada Stimulus (Rangsangan)
Item Pilihan Jawaban Jumlah Presentase
Berdasarkan hasil tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 86,7% responden yang men-
jawab sangat setuju, 6,6% yang menjawab ragu-ragu dan 6,6% yang menjawab tidak setu-
ju. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kegiatan pembelajaran harus ada stimulus
(rangsangan).
Tabel 6: Presentase Hasil Data Angket
Daftar Jawaban A Jawaban B Jawaban B Jumlah
Pertanyaan (3) (2) (1)
R % R % R % R %
1 12 80 2 13,3 1 6,7 15 100
2 10 66,6 4 26,7 1 6,7 15 100
3 11 73,4 2 13,3 2 13,3 15 100
4 10 66,7 3 20 2 13,3 15 100
5 13 86,7 1 6,6 1 6,6 15 100
Jumlah 56 373,4 12 79,9 7 46,6 75 500
Setelah melihat hasil data di atas, maka penulis akan mencatumkan hasil rekapan
untuk seluruh pertanyaan, yaitu:
Pertama, pada jawaban kategori sangat setuju dan setuju (3) ada 56 jumlah kese-
luruhan jawaban responden. Dan hal tersebut sebanding dengan (56:75x100%) = 74,7%.
Kedua, pada jawaban kategori ragu-ragu (2) ada 12 jumlah keseluruhan jawaban res-
ponden. Dan hal ini sebanding dengan (12:75x100%) = 16%.
Ketiga, pada jawaban kategori tidak setuju ada 7 jumlah keseluruhan jawaban res-
ponden. Dan hal ini sebanding dengan (7:75x100%) = 9,3%.
Pada hasil rekapan tersebut di atas, menunjukkan bahwa kategori sangat setuju dan setuju
bernilai 74,7%, kategori ragu-ragu bernilai 16% dan kategori tidak setuju bernilai 9,3%.
Dengan demikian, terlihat bahwa sebagian besar responden sangat setuju dan setuju bahwa
teori belajar behavioristik dapat mempengaruhi kemampuan mahasiswa merespon materi
perkuliahan.
KESIMPULAN
Dalam kegiatan pembelajaran diharapkan pembelajaran yang efektif, kreatif dan
menyenangkan. Sebab dengan adanya pembelajaran yang demikian, maka semangat dan
motivasi mahasiswa merespon materi perkuliahan dapat terjadi. Oleh karena itu, dosen
Pendidikan Agama Kristen harus mampu menerapkan teori dan metode yang dapat me-
rangsang para mahasiswa dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa
kategori sangat setuju dan setuju bernilai 74,7%, kategori ragu-ragu bernilai 16% dan
kategori tidak setuju bernilai 9,3%. Dengan demikian, terlihat bahwa sebagian besar
responden sangat setuju dan setuju bahwa teori belajar behavioristik dapat mempengaruhi
kemampuan mahasiswa merespon materi perkuliahan. Sesuai hasil tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa teori belajar behavioristik mampu mempengaruhi responsif mahasiswa
terhadap materi perkuliahan yang disampaikan oleh dosen.
REFERENSI
Dahar, Ratna Wilis, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga, 2001.
Nasution, S., Dasar-Dasar Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta, 2012.
Prasetya, Irawan, and Wardani Suciati. "Teori Belajar Motivasi dan Keterampilan
mengajar." Pusat antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktifitas
Instruksional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (2000).Singarimbun, Masri, Metode Penelitian Survey. Jakarta: PT
Pustaka 4 Desember Indonesia, 1984.
Suprihatiningrum, Jamil, Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2014.
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017.
Susanti, Lidia. "Strategi Pembelajaran Berbasis Motivasi." Jakarta: Alex Media
Komputindo (2020).
Syamsuddin Makmun, H. Abin, Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2017.
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Yogyakarta:
Algensindo, 2012.