Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fertility rate (FR) dunia pada tahun 2010-2014 sebanyak 43 negara

memiliki fertility rate 4 atau lebih, 30 negara memiliki (2,6-3,9), sebanyak 62

negara memiliki FR (1,5-2,5) dan 22 negara memiliki (1,5 atau kurang)

(UNFPA, 2018).

Jumlah Wanita Usia Subur (WUS) di Indonesia (65 juta) adalah

merupakan jumlah terbesar di Asia Tenggara namun angka penggunaan

kontrasepsi Indonesia hanya sebesar (61%), masih dibawah Thailand (80%),

Kamboja (79%) dan Vietnam (78%). Total Fertility Rate (TFR) Indonesia

(2,6) juga masih lebih rendah dibandingkan TFR rata-rata negara Asean (2,9).

Unmeet need Indonesia sebesar 13% dibawah Timor Leste (32%), Laos

(27%), Filifina (22%) (Kemenkes RI, 2013).

Berdasarkan Survey Demografi dan Kependudukan Indonesia, 2017

sebesar 53% wanita dan 46% pria menyatakan tidak ingin anak lagi atau telah

disterilisasi (BKKBN, 2017b). Pasal 20 UU No 59 tahun 2009 tentang

perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga tentang Kebijakan

keluarga berencana salah satunya adalah meningkatkan akses dan kualitas

informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan keluarga berencana dan

kesehatan reproduksi; serta meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam

praktek keluarga berencana (Presiden RI, 2009). Partisipasi pria adalah

1
2

tanggung jawab pria, keterlibatan dan keikutsertaan pria ber-KB dan

Kesehatan Reproduksi serta perilaku seksual yang sehat dan aman bagi

dirinya, pasangannya serta keluarganya (BKKBN, 2011).

Metode Kontrasepsi Jangka panjang (MKJP) adalah metode yang

terdiri atas IUD, implant dan Kontap. Kontap adalah metode operasi wanita

(tubektomi) atau metode operasi pria (vasektomi) (BKKBN, 2011). MKJP

penting karena tingginya angka kematian ibu pada tahun 2007 sebanyak 228

jiwa dan tahun 2012 sebanyak 359 jiwa. Angka fertilitas nasional stagnan,

sedangkan pertumbuhan penduduk tinggi, dimana pada tahun 2010 jumlah

penduduk sebesar 237 juta jiwa, diperkirakan pada tahun 2025 sebanyak 270

juta jiwa dan pada 2050 diperkirakan sebanyak 309 juta jiwa. MKJP juga

memiliki efektivitas tinggi, tidak ada perubahan fungsi seksual, dan efisiensi

biaya tinggi (BKKBN, 2019b). MKJP memiliki efek samping lebih sedikit,

namun tidak mudah dikembalikan seperti semula (Kemenkes RI, 2014).

MKJP menjadi pilihan kotrasepsi yang rasional saat pasangan dalam

fase usia >35 tahun dan tidak ingin hamil lagi dimana salah satu jenis pilihan

MKJP adalah Metode Operatif Pria (MOP) (BKKBN, 2019a). MOP adalah

prosedur klinik untuk menghentingkan kapasitas reproduksi pria dengan jalan

melakukan oklusi vasa deverensia sehingga jalur transportasi sperma

terhadambat dan proses fertilisasi tidak terjadi (Saifudin, 2003).

Penggunaan vasektomi di tiap negara berbeda-beda. Di Selandia Baru,

25% pasangan melakukan vasektomi. Amerika Serikat, 7-10% pasangan yang


3

sudah menikah juga melakukan hal serupa. Sementara penggunaan vasektomi

paling tinggi terjadi di Bhutan dengan angka 40% (Faisal, 2018).

Tingkat pemakaian KB pria sangat rendah hanya 2% saja dimana 1,8%

merupakan pemakai kondom dan 0,2% adalah MOP (BKKBN, 2017a).

Kontrasepsi KB MOP di Propinsi Lampung berdasarkan data SUSENAS pada

pada tahun 1997 sebesar 1,6 namun menurun di tahun 2007 menjadi 0,1

sedikit meningkat pada tahun 2012 menjadi 0,2 dan menetap sebesar 0,2

sampai tahun 2017 (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

Propinsi Lampung, 2018).

Akseptor adalah peserta KB, pasangan usia subur (PUS) yang

menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi. PUS adalah pasangan suami

istri yang istrinya berumur antara 15-49 tahun, dan secara operasional pula

pasangan suami istri yang istri berumur kurang dari 15 tahun dan telah kawin

atau istri berumur lebih dari 49 tahun tetapi belum menopause (BKKBN,

2011). Akseptor KB aktif MOP di Kabupaten Lampung Selatan per Oktober

2018 sebesar 1.719, dimana tertinggi pertama berada di kecamatan Natar,

disusul Tanjung Bintang dan Merbau Mataram. Jumlah akseptor KB aktif

MOP di Kecamatan Merbau Mataram per Maret 2019 sebesar 122 namun

tidak ada akseptor KB MOP baru di kecamatan Merbau Mataram sejak 2009

sd Maret 2019, akseptor aktif tersebut adalah akseptor yang melakukan MOP

pada 2009 (Dinas Pengendalian Penduduk dan KB Kabupaten Lampung

Selatan, 2018).
4

MOP lebih mudah dan lebih aman untuk dilakukan dan lebih efektif.

Dimana pria tetap sadar dan mendapat bius lokal, diperbolehkan pulang

setelah beberapa jam, tidak mempengaruhi ereksi, bekerja mencegah

keluarganya sperma dan air mani, tidak mempengaruhi ejakulasi dan tidak

mempengaruhi kejantanan atau membuat pria menjadi feminim dan tidak

memiliki risiko kesehatan jangka panjang. Kekuarangan MOP adalah tidak

mudah dikembalikan seperti semula (membutuhkan

rekanalisasi/penyambungan kembali saluran sperma) sehingga akseptor MOP

harus benar-benar yakin tidak ingin punya anak lagi (Kemenkes RI, 2014).

MOP tidak mempengaruhi hubungan suami istri, tidak mengganggu libido,

ereksi dan ejakulasi (BKKBN, 2014).

Faktor yang berhubungan dengan pemilihan dan penggunaan

kontrasepsi terdiri atas factor personal, factor kondisi umum kesehatan, factor

akses dan konsumsi, factor budaya, factor program dan factor pengaruh tokoh

masyarakat. Factor personal diantaranya (relasi dengan pasangan, Pengaruh

keluarga, kenyamanan suatu metode), faktor akses dan konsumsi (biaya

pemasangan kontrasepsi, Biaya transportasi, Waktu yang dibutuhkan untuk

mendapatkan kontrasepsi dan Biaya psikologis), factor program (efektivitas

metode kontrasepsi, SDM Penyedia layanan KB, Pengaruh tokoh masyarakat)

(WHO, 1994).

Pengetahuan pria tentang kesehatan reproduksi dan keluarga

berencana menjadi fokus penting agar pria mengetahui dan memahami

perannya di dalam keluarga. Berdasarkan SDKI Tahun 2012, hanya 30% pria
5

kawin yang mengetahui MOP sedangkan pengetahuan pria tentang kondom

sudah cukup baik 87% dan menyebutkan bahwa persentase pria yang

mempunyai pandangan bahwa KB adalah urusan wanita cukup tinggi yaitu

(41,5 %). Pria mempunyai pandangan bahwa wanita saja yang harus di

sterilisasi (30%) dan 14% lainnya berpendapat sterilisasi pria sama dengan

kebiri (BKKBN, 2017b).

Promosi kesehatan diperlukan untuk melaksanakan upaya peningkatan

pengetahuan tersebut. Strategi dasar utama promosi kesehatan adalah

pemberdayaan, bina suasana dan advokasi serta dijiwai semangat kemitraan.

Bina suasana adalah upaya menciptakan suasana baru atau lingkunagn sosial

yang mendorong individu untuk meningkatkan kesehatannya. Seseorang

akan terdorong untuk melakukan perilaku yang diperkenalkan apabila

lingkungan sosial (keluarga, tokoh masyarakat, tokoh panutan, kelompok

pengajian) mendukung (Kemenkes RI, 2007). .

Dari uraian diatas oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi Medis

Operatif Pria (MOP) di wilayah Kecamatan Merbau Mataram Kabupaten

Lampung Selatan Tahun 2019.

1.2. Rumusan Masalah

Faktor apa saja yang mempengaruhi pemilihan Kontrasepsi Medis Operatif

Pria (MOP) di wilayah Kecamatan Merbau Mataram Kabupaten Lampung

Selatan Tahun 2019.


6

1.3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor yang mempengaruhi pemilihan Kontrasepsi Medis

Operatif Pria (MOP) di wilayah Kecamatan Merbau Mataram

Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini meliputi:

a. Mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan, sikap, faktor sosial

budaya, peran petugas, dukungan istri, peran tokoh masyarakat

pada kasus dan pada kontrol.

b. Mengetahui pengaruh pengetahuan, sikap, faktor sosial budaya,

peran petugas, dukungan istri, peran tokoh masyarakat dengan

pemilihan kontrasepsi MOP pada kasus dan kontrol di wilayah

Kecamatan Merbau Mataram Kabupaten Lampung Selatan Tahun

2019.

c. Mengetahui variabel yang paling mempengaruhi pemilihan

kontrasepsi MOP pada kasus dan kontrol di wilayah Kecamatan

Merbau Mataram Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2019.

1.4. Manfaat penelitian

a. Manfaat Teoritik

1) Bagi Peneliti

Menjadi sarana pembelajaran dalam mengembangkan disiplin ilmu

Kesehatan Masyarakat yang diperoleh di perkuliahan, khususnya


7

Ilmu terkait perilaku dalam program kesehatan: pemilihan alat

kontrasepsi.

2) Bagi Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat UNIMAL

dan Peminatan Promosi Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dokumen akademik

oleh perguruan tinggi, yang berguna sebagai acuan bagi civitas

akademika khususnya dalam melakukan penelitian lebih lanjut

yang terkait dengan perilaku pencarian dan penggunaan sistem dan

fasilitas pelayanan kesehatan: MOP.

3) Bagi peneliti lanjutan

Penelitian diharapkan dapat menjadi bukti empiris untuk peneliti

selanjutnya untuk melakukan penelitian lanjutan terkait perilaku

peran sehat penggunaan kontrasepsi.

b. Manfaat Aplikatif

a. Bagi Dinas Kependudukan dan Keluarga Berencana

Kabupaten Lampung Selatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi Dinas

Kependudukan dan Keluarga Berencana Kabupaten Lampung

Selatan untuk mengevaluasi perilaku pengambilan keputusan

kontrasepsi MOP.

1.5. Ruang Lingkup penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan Pemilihan Kontrasepsi Medis Operatif Pria (Mop) Di


8

Kecamatan Merbau Mataram Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2019,

Responden penelitian ini adalah akseptor MOP (kasus) dan pria usia kawin

yang sudah berumur >35 tahun dan tidak ingin punya anak laki (kontrol) yang

bertenpat tinggal di wilayah Kecamatan Merbau Mataram. Penelitian ini akan

dilaksanakan pada April-Mei 2019 dengan pendekatan kuantitatif

menggunakan desain non eksperimental yaitu case control dimana

pengambilan data variabel independen dan dependen dilakukan secara

bersamaan pada kelompok kasus dan kelompok kontrol. Sumber data

penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan dengan menggunakan

metode wawancara menggunakan kuesioner yang ditanyakan pada kelompok

kasus dan kelompok kontrol.

Anda mungkin juga menyukai