Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MANAJEMEN PAJAK

PERENCANAAN PAJAK DALAM PPh PASAL 22

Oleh
Maya Arieska
NPM 18755019

PROGRAM STUDI AKUNTANSI PERPAJAKAN


JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS
POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas review materi
berjudul “Perencanaan Pajak Dalam PPh Pasal 22” dengan baik dan tepat pada
waktunya.
Tugas review ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen
Pajak di Jurusan Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi Perpajakan
Politeknik Negeri Lampung.
Penyusun mengucapkan terimakasih kepada Ibu Artie Ardhita Rahman
.,S.E.,M.Sc.,Ak selaku dosen mata kuliah Manajemen Pajak yang telah
memberikan tugas membuat review pembelajaran dengan pembuatan tugas ini
penyusun menjadi memperoleh banyak ilmu pengetahuan mengenai Perencanaan
Pajak Dalam PPh Pasal 22.
Penyusun berharap semoga makalah ini dapat menambah ilmu dan
pengetahuan bagi pembaca. Penyusun menyadari dalam penyusunan tugas ini
masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, oleh sebab itu penyusun
berharap kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, 08 Mei 2021

Maya Arieska
NPM 18755019
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Dalam suatu negara untuk menjalankan fungsinya pemerintah atau penguasa
setempat memerlukan dana atau modal. Modal yang diperlukan itu salah satunya
bersumber dari pungutan berupa pajak dari rakyatnya. Pajak juga merupakan
gejala sosial dan hanya terdapat dalam suatu masyarakat, tanpa ada masyarakat,
tidak mungkin ada suatu pajak. Pajak adalah pungutan wajib yang dibayar rakyat
untuk negara dan akan digunakan untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat
umum.
Rakyat yang membayar pajak tidak akan merasakan manfaat dari pajak secara
langsung. Pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan
pribadi. Pajak merupakan salah satu sumber dana pemerintah untuk melakukan
pembangunan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemungutan
pajak dapat dipaksakan karena dilaksanakan berdasarkan undang-undang.
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan
pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau
lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya berkenaan dengan
pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu baik badan
pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lain.

I.2 Tujuan Penyusunan


1. Mengetahui pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22
2. Mengetahui siapa saja pihak pemungut PPh Pasal 22
3. Mengetahui objek dan tarif PPh Pasal 22
4. Mengetahui kapan saat yang tepat untuk pemungutan PPh Pasal 22
5. Mengetahui bagaimana perencanaan pajak dalam PPh Pasal 22
II. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22


Pajak Penghasilan PPh Pasal 22 adalah pajak yang dibebankan kepada
badan usaha, baik milik Pemerintah (BUMN) maupun swasta, yang melakukan
kegiatan perdagangan ekspor, impor, ataupun re-impor. Tarif untuk pajak jenis ini
sangat bervariasi dan bergantung dari pemungut serta objek dan jenis
transaksinya. Tax Management Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 diatur dalam KMK-254/KMK.03/2001sebagaimana telah diubah terakhir
dengan PMK No.08/PMK.03/2008, pajak ini meyangkut PPh Pasal 22 impor, PPh
Pasal 22 Bendaharawan dan BUMN/BUMD atas pembayaran untuk pembelian
dan penyerahan barang yang dibebankan ke APBN/APBD, PPh Pasal 22 atas
kegiatan usaha lain (hasil penjualan : produksi pertamina, produksi rokok, semen,
otomotif, baja, kertas, dan lain-lain), PPh Pasal 22 atas penjualan barang yang
tergolong sangat mewah (PMK No.253/PMK.03/2018). Bidang PPh pasaal 22
impor menyangkut pemungutan pajak di sektor impor, yang berhubungan
denganpenyerahan dan pembayaran barang, serta pemasukan barang dari luar
daerah pabean ke dalam daerah pabean. Kalau perusahan mengimpor barang,
harus membayar PPh pasal 22 impor pada saat pembayaran bea masuk, dan yang
memungut adalah Ditjen Bea Cukai atau bank devisi. PPh pasal 22 impor
merupakaan kredit pajak yang dapat dikurangkan dari PPh yang terutang diakhir
tahun pajak

2.2 Pihak Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22


Bendahara dan badan-badan yang memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari
pembelian adalah:
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek
PPh Pasal 22 impor barang.
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau
Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan
dengan pembayaran atas pembelian barang.
3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP).
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)  atau pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA),
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga
yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS).
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari
pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang
batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang
pribadi pemegang izin usaha pertambangan.
Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal
22 saat penjualan adalah:
1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi,
atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri.
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek
(APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan
kendaraan bermotor di dalam negeri.
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas.
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja  yang
merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi
dengan industri antara dan industri hilir.
5. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan
usahanya:
 Mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan.
 Menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan
eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan.
6. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.90/PMK.03/2015,
pemerintah menambahkan pemungut PPh Pasal 22 dengan wajib
pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong
sangat mewah. 

2.3 Objek Dan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22


2.3.1 Objek Pajak Penghasilan Pasal 22
A. Barang-Barang Yang Dikenai Pph Pasal 22
Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 34 Tahun 2017 tentang
Pemungutan PPh Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran Atas Penyerahan
Barang dan Kegiatan di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain,
Barang Konsumsi Impor yang dipungut atau dikenai Pajak Penghasilan Badan,
berupa PPh Pasal 22 oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sebagai
berikut:
 Barang-barang tertentu sebesar 10% dari nilai impor :
 Parfum dan cairan pewangi lainnya.
 Pakaian selam.
 Peti, koper, dan tas sejenis dengan permukaan luar terbuat dari
kulit.
 Patung dan barang keramik ornamental lainnya dari porselin atau
keramik cina.
 Pemanas air instan, dispenser air, dan microwave.
 Bak cuci, wastafel, bak mandi, bejana kloset dari porselin/keramik
cina.
 Karpet dan penutup lantai dari bahan wol atau bulu hewan khusus.
 Kamera fotografi.
 Piano tegak dan grand piano.
 Barang tertentu lainnya sebesar 7,5% dari nilai impor :
 Karpet atau penutup lantai lainnya dari bahan babut, nilon, kapas
atau serat jute.
 Payung.
 Perangkat makan, dapur, dan peralatan rumah tangga dari plastik,
kayu, atau porselin atau keramik cina.
 Peti, koper, dan tas sejenis dengan permukaan luar dari plastik atau
bahan tekstil.
 Kemeja, blus, jas, celana panjang dari kapas, wol, serat sintetik
atau bulu hewan halus.
 Sepeda motor.
 Kereta bayi.
 Pengering rambut, setrika listrik, rice cooker, pemanggang roti,
pembuat kopi atau teh.
 Perhiasan dari logam mulia dan perhiasan imitasi.
 Selain barang tertentu lainnya yang disebutkan di atas :
 2,5% dari nilai impor bagi barang yang menggunakan Angka
Pengenal Impor (API)
 7,5% dari nilai impor bagi barang yang tidak menggunakan API.
 7,5% dari harga jual lelang untuk barang yang tidak dikuasai.
 0,5% dari nilai impor menggunakan API untuk kedelai, gandum,
dan tepung terigu.
B. Barang Yang Dikecualikan
Barang-barang yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 di antaranya:
1. Impor barang dan/atau penyerahan barang berdasarkan ketentuan UU
Tidak terutang PPh.
2. Impor barang yang dibebaskan Bea Masuk/Pajak Pertambahan Nilai
berupa barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang
bertugas di Indonesia, barang hibah, barang keperluan penelitian.
3. Impor sementara dan impor kembali (re-impor) seseuai ketentuan.
4. Impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang
perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor.
5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon.

2.3.2 Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22


Tarif Pajak Penghasilan Badan PPh 22 bervariasi dan bergantung dari pemungut
serta objek dan jenis transaksinya.
A. Atas Kegiatan Impor
 Apabila menggunakan Angka Pengenal Importir (API) maka tarifnya
adalah 2,5% x nilai impor, jika tidak menggunakan API maka tarifnya
sebesar 7,5% x nilai impor.
 Pembelian barang yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Perbendaharaan (DJPB), Bendahara Pemerintah, dan BUMN/BUMD,
tarifnya 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final).
 Atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu yang menggunakan API
adalah 0,5% x nilai impor.
B. Atas Penjualan Hasil Produksi:
 Kertas = 0,1% x DPP (Dasar Pengenaan Pajak) PPN (tidak final)
 Semen = 0,25% x DPP PPN (tidak final)
 Baja = 0,3% x DPP PPN (tidak final)
 Otomotif = 0,45% x DPP PPN (tidak final)
 Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau
importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah bersifat final bagi
penyalur atau agen dan tidak bersifat final bagi yang lainnya.
C. Atas Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri tarifnya 0,25% x
harga pembelian (Tidak termasuk PPN).

2.4 Saat Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22


Saat terutang dan pemungutan/peluasan PPh Pasal 22 tertuang dalam Pasal 4
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017. Dalam aturan tersebut
dikatakan bahwa saat terutang dan dilunasi/dipungut PPh Pasal 22 atas :
1. Impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran
Bea Masuk.
2. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan dan tidak
termasuk dalam pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 atas impor
barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak
Pertambahan Nilai, PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean atas impor.
3. Ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan
logam terutang dan disetorkan bersamaan dengan saat penyelesaian
dokumen pemberitahuan pabean atas ekspor.
4. Pembelian barang oleh bendahara pemerintah, Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA), bendahara pengeluaran, pejabat penerbit SPM, dan pembelian
barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha oleh badan
usaha tertentu yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e terutang dan
dipungut pada saat pembayaran.
5. Penjualan hasil produksi oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang
usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan
industri farmasi terutang dan dipungut pada saat penjualan.
6. Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh
produsen atau importir terutang dan dipungut pada saat penerbitan surat
perintah pengeluaran barang (delivery order).
7. pembelian bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1)
huruf i dan pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf j, terutang dan dipungut
pada saat pembelian.
Sementara itu, terkait dengan tata cara pemungutan dan penyetoran PPh
Pasal 22 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
31/PJ/2015 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal
22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di
Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
Pasal 4 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2015 mengatur
mengenai tata cara pemungutan dan penyetoran PPh Pasal 22, sebagai berikut :
1. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan
dengan cara penyetoran oleh importir yang bersangkutan atau Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai, ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau
bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
2. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas ekspor komoditas tambang
batubara, mineral logam dan mineral bukan logam dilaksanakan dengan cara
penyetoran oleh eksportir yang bersangkutan ke kas negara melakui Kantor
Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
3. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh
pemungut pajak (bendahara pemerintah, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA),
bendahara pengeluaran, pejabat penerbit SPM) wajib disetor oleh pemungut
ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi
atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
4. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh pemungut pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf
h, huruf i, huruf j , dan huruf k PMK 16/2016 wajib disetor oleh pemungut ke
kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
Terkait dengan penyetoran PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh eksportir komoditas
tambang batubara, mineral logam dan mineral bukan logam dilakukan dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak dengan ketentuan dalam kolom Uraian
Pembayaran diisi dengan Nomor Pengajuan Pemberitahuan Ekspor Barang
Terhadap bukti penyetoran pajak yang dilakukan oleh eksportir tersebut,
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan formil bukti
penyetoran pajak tersebut sebagai dokumen pelengkap pemberitahuan pabean
ekspor dan dijadikan dasar pelayanan ekspor.

2.5 Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 22


Tax Management Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
diatur dalam KMK-254/KMK.03/2001sebagaimana telah diubah terakhir dengan
PMK No.08/PMK.03/2008, pajak ini meyangkut PPh Pasal 22 impor, PPh Pasal
22 Bendaharawan dan BUMN/BUMD atas pembayaran untuk pembelian dan
penyerahan barang yang dibebankan ke APBN/APBD, PPh Pasal 22 atas kegiatan
usaha lain (hasil penjualan : produksi pertamina, produksi rokok, semen, otomotif,
baja, kertas, dan lain-lain), PPh Pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong
sangat mewah (PMK No.253/PMK.03/2018). Pemungut PPh Pasal 22 selain wajib
membuat bukti pungut juga wajib menyetor PPh yang dipungut dengan kode
pajak 411122-900 ke bank persepsi, kemudian melaporkannya dalam SPT Masa
PPh Pasal 22. Sedangkan pihak yang dipungut mendapat bukti pungut dan dapat
dikreditkan pada akhir tahun di SPT Tahunan. Penjualan bahan bakar minyak dan
gas ke agen atau penyalur dikenakan atas PPh bersifat final. Artinya, wajib pajak
yang hanya memiliki usaha tersebut, maka hanya wajib lapor SPT Tahunan yang
dilampiri bukti potong. PPh Pasal 22 dilaporkan paling lambat tanggal 20 setiap
bulannya.
Melalui e-Filing di OnlinePajak, caranya mudah dan cepat, serta tak perlu
antre lagi. Cukup impor file CSV SPT Masa PPh Pasal 22 dari software e-SPT ke
OnlinePajak. Lalu lapor dan dapatkan bukti lapornya. Tax management dan tax
planning yang baik mensyaratkan beberapa hal, seperti tidak melanggar
‘ketentuan perpajakan, secara bisnis masuk akal (reasonable), serta didukung oleh
bukti-bukti pendukung yang memadai (kontrak, invoice, dan sebagainya). Oleh
sebab itu untuk meminimalisasi koreksi fiskal pihak fiskus terhadap hal-hal
tersebut, solusinya adalah dengan membuat kontrak yang jelas dan secara
transparan mencantumkan hak dan kewajiban perpajakan masing-masing pihak.
Perusahaan yang dikenai PPh Pasal 22 dapat mengkreditkan PPh Pasal 22 yang
tidak bersifat final. Sedangkan untuk PPh Pasal 22 yang bersifat final tidak dapat
dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh.
III. PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Pajak Penghasilan PPh Pasal 22 adalah pajak yang dibebankan kepada
badan usaha, baik milik Pemerintah (BUMN) maupun swasta, yang melakukan
kegiatan perdagangan ekspor, impor, ataupun re-impor. Dalam haI impor, tarif
PPh Pasal 22 ini bervariasi, tergantung apakah perusahaan punya angka pengenal
impor (API) atau tidak, dan kalau tidak dikuasai artinya barang tak bertuan. Kalau
ada API tarif nya 2,5 % dari nilai impor, kalau non API 75%, dan untuk barang
tidak dikuasai juga dikenai 7,5 % dari harga jual lelang. Persentase tersebut
dihitung dari harga barang atau nilai CIF + BM (Cost Insurance & Freight + Bea
Masuk + Bea Masuk Tambahan, jika ada). Rate yang berbeda ini men dorong
adanya tax planning. Tentu yang dipikirkan oleh tax planner adalah mencari tarif
terendah, sehingga dalam melakukan impor, tax planner yang baik akan
merekomendasikan impor dengan API.
Rate yang berbeda juga akan mendorong orang untuk Iari ke API,
bagaimana mungkin importir yang punya API mau menerima permintaan pemilik
barang yang kurang atau tidak dikenalnya untuk menggunakan fasilitas API nya.
Ini karena risikonya cukup tinggi, karena bila si pemilik barang tersebut tidak
jujur (barang yang dikeluarkan adalah barang selundupan,  atau barang optik yang
harganya sangat mahal tetapi dalam Pemberita-huan lmpor Barang (PIB) dan
dokumen impomya dilaporkan sebarai baraing pecah belah). Bila kasus ini
terlacak oleh Ditjen Bea Cukai begitu juga pemilik barang. Sanksinya sangat berat
karena ini kasus manipulasi import, yang termasuk tindak pidana.
Memfasilitasi penggunaan (“peminjaman”) API tersebut bisa terjadi
digunakan oleh unit-unit bisnis dalam grup perusahaan atau konglomerat yang
satu dengan lainnya sudah saling kenal dan berada dalam payung kepemilikan
perusahaan yang sama, malah itu mungkin menjadi suatu kebijakan bisnis grup-
nya yang harus dijalankan dan dipatuhi. Kalau kebijakan ini diimplementasikan,
tax planner bisa tersenyum karena “berhasil” menekan beban PPh Pasal 22
menjadi sebesar 5%, dari yang tadinya 7,5% menjadi 2,5%. Lumayan untuk
menghemat cash flow perusahaan selama masa tertentu, walaupun pada akhirnya
PPh Pasal 22 ini akan menjadi kredit pajak dari PPh Badan yang terutang dalam
SPT Tahunan PPh Badan.

III.2 Saran
Tax management yang baik mensyaratkan beberapa hal, seperti tidak
melanggar ‘ketentuan perpajakan, secara bisnis masuk akal (reasonable), serta
didukung oleh bukti-bukti pendukung yang memadai (kontrak, invoice, dan
sebagainya). Oleh sebab itu untuk meminimalisasi koreksi fiskal pihak fiskus
terhadap hal-hal tersebut, solusinya adalah dengan membuat kontrak yang jelas
dan secara transparan mencantumkan hak dan kewajiban perpajakan masing-
masing pihak. Perusahaan yang dikenai PPh Pasal 22 dapat mengkreditkan PPh
Pasal 22 yang tidak bersifat final. Sedangkan untuk PPh Pasal 22 yang bersifat
final tidak dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh.
DAFTAR PUSTAKA

Fauzanjiro. 2018. Makalah Perpajakan PPh Pasal 22. Makalah Perpajakan PPh 22
– fauzanazmi041098 (wordpress.com) diakses tanggal 05 Mei 2021.
Blog, harmony. Pajak Penghasilan Pasal 22 : Penjelasan Dan Cara Menghitung.
https://harmony.co.id diakses tanggal 05 Mei 2021.
Nusantara, PT Mid Solusi. 2021. PPh Pasal 22: Dasar Pajak Penghasilan Badan
atas Impor. PPh Pasal 22: Dasar Pajak Penghasilan Badan atas Impor
-Klikpajak diakses tanggal 05 Mei 2021.
Finansialku. 2021. Pajak Penghasilan Pasal 22: Cara Hitung dan Pelaporannya.
https://www.finansialku.com/pph-pasal-22-pajak-penghasilan/ diakses
tanggal 05 Mei 2021.
DDTC. 2016. Saat Terutang & Tata Cara Pemungutan.
https://news.ddtc.co.id/saat-terutang--tata-cara-pemungutan-8051?
page_y=0 diakses tanggal 05 Mei 2021.
OnlinePajak. 2016. Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22).
https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pph-pajak-
penghasilan-pasal-22diakses tanggal 05 Mei 2021.
Agiarti, Dwi. 2021. Tax Planning PPh Pasal 22, Pasal 23/26 Dan PPh Final.
https://dwiagiarti.blogspot.com/2019/01/tax-planning-pph-pasal-22-
pasal-2326.html diakses tanggal 05 Mei 2021.

Anda mungkin juga menyukai