FEVER
Dibuat Oleh:
KELOMPOK 3
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelasaikan tugas yang berjudul ”Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengue Hemoragic Fever”.
Tugas ini saya buat bertujuan untuk menjelaskan materi tentang Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Dengue Hemoragic Fever. Dengan adanya tugas ini di harapkan mahasiswa lain
dapat memahami materi Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengue Hemoragic Fever dengan
baik.
Dalam proses pembuatan tugas ini, banyak pihak yang telah membantu dan mendukung
untuk menyelesaikannya. Untuk itu pada kesempatan ini tidak lupa kami menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Ibu AnisYuliastutik, S.Kep. Ns, selaku Direktur Akademi Kesehatan Rustida Krikilan
yang telah membantu dan menyediakan fasilitas.
2. Ibu Lina Agustina S.kep., Ns.,M.Kes selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II Akademi Kesehatan Rustida Krikilan.
3. Rekan-rekan mahasiswa serta semua pihak yang telah membantu dan meyelesaikan
dalam penyusunan tugas ini.
Tugas ini saya buat dengan semaksimal mungkin, walaupun saya menyadari masih
banyak kekurangan yang harus saya perbaiki. Oleh karena itu saya mengharapkan saran
ataupun kritik dan yang sifatnya membangun demi tercapainya suatu kesempurnaan tugas
ini. Saya berharap tugas ini dapat berguna bagi pembaca maupun saya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.........................................................................Latar Belakang 1
1.2................................................................... Rumusan Masalah 1
1.3..................................................................................... Tujuan 2
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengue Hemorrhagic fever (DHF) atau Demam berdarah dengue adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk aedes aegypti (Nursalam, 2005). Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan
dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak. Penyakit ini juga sering
menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah. Anak-anak dengan DHF umumnya
menunjukkan peningkatan suhu tiba-tiba yang disertai dengan kemerahan wajah dan
gejala konstitusional non-spesifik yang menyerupai DF, seperti anoreksia, muntah, sakit
kepala, dan nyeri otot atau tulang dan sendi (WHO, 1999).
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti
dan kemudian akan bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus antibody,
dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplement. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan
dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan
merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
Wabah demam dengue di Eropa meletus pertama kali pada tahun 1784, sedangkan
di Amerika Selatan wabah itu muncul diantara tahun 1830 – 1870. Di Afrika wabah
demam dengue hebat terjadi pada tahun 1871 – 1873 dan di Amerika Serikat pada tahun
1922 terjadi wabah demam dengue dengan 2 juta penderita. Dalam kurun waktu 4 tahun
yaitu pada tahun 2007-2010, kasus DBD di Indonesia meningkat tiap tahunnya. Terdapat
dua puncak epidemik di tahun 2007 terdapat 158.115 kasus dan 2009 terdapat sekitar
158.912 kasus. Pada tahun 2008 terdapat 137.469 kasus (Insiden Rate = 59,02 per
100.000 penduduk) dan tahun 2010 mencapai sekitar 140.000 kasus.
Provinsi Jawa Tengah dapat dikatakan sebagai provinsi yang endemis untuk
penyakit DBD. Berdasarkan data dari profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada tahun
2007 terdapat sebanyak 20.565 kasus, tahun 2008 sebanyak 19.307 kasus, tahun 2009
kasus turun menjadi 18.728 kasus dan pada tahun 2010 sekitar 17.000 kasus DBD.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep medis dari DHF ?
2. Bagaimana konsep medis dari pengaturan suhu tubuh ?
1
3. Bagaimana konsep asuhan keperawatan DHF ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep medis DHF
2. Mengetahui konsep medis dari suhu tubuh
3. Mengetahui konsep asuhan keperawatan DHF
2
BAB II
Tinjauan Pustaka
3
pasti.Fenomena patofisiologis terutama yang menentukan berat penyakit yang
membedakan DHF dari dangue klasik ialah mengigitnya permeabilitas dinding
pembuluh darah, menurunnya volume plasma, renjatan terjadi hipotensi,
trombositopenia, dan diastase hemorrhagic.Pada kasus berat, renjatan terjadi
secara akut, nilai hematokritc meningkat bersamaan dengan menghilangnya
plasma memalui endotel dinding pembuluh darah. Ada duagaan bahwa renjatan
terjadi akibat kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler memalui kapiler yang
rusak mengakibatkan menurunnya volume plasma dan mengingginya kapiler yang
rusak yang mengakibatkan menurunnya cairan yang tertimbun dalam rongga
serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan pericardium yang ternya melebihi
pemberian cairan infuse serta terjadinya bendungan pembuluh darah paru. Plasma
merembes selam perjalanan penyakit mulai dari awal demam sampai puncaknya
pada masa renjatan. (Nursalam,2013:203)
4
4. Phathway
Dehidrasi
5
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis sangat berfariasi dari ringan pada DD hingga berat pada
DBD. Gejala yang timbul antara lain :
6
Terjadi pada saat penurunan suhu badan sampai normal. Saat suhu
turun 37,5-38°C atau kurang dan tetap dibawah tingkat ini, biasanya pada
hari 3-7 penyakit terjadi peningkatan kapiler permeabilitas secara paralel
dengan tingkat hematokrit meningkat yang menandai awal fase kritis.
Periode kebocoran plasma klinis signifikan biasanya berlansung 24-48
jam.Leucoponia progresif di ikuti dengan penurunan cepat dalam jumlah
trombosit biasanya mendahului kebocoran plasma.
c. Fase Pemulihan
Jika pasien bertahan pada fase kritis 24-48 jam, reabsorbsi terhadap
kompertemen cairan ekstravaskuler terjadi dalam 48-72 jam berikutnya. Pada
umumnya pasien kembali mempunyai nafsu makan, gejala gastrointestinal
mereda, statushemodinamik stabil dan dieresis terjadi kemudian.Beeberapa
pasien mungkin memiliki ruang.Beberapa mungkin memiliki proruritas
umum, dan beberapa mungkin memiliki elektrokardiografi terjadi selama
tahap ini.
7
Hematokrit yang stabil atau mungkin lebih rendah karena efek
pengenceran yang diserap cairan.Jumlah sel darah putih biasanya naik segera
setelah penurunan suhu badan sampai yang normal tetapi penurunan jumlah
trombosit biasanya lebih dari sel darah putih. Disters pendarahan dari efusi
pleura massif dan asites akan terjadi pada setiap saat jika cairan intra vena
yang berlebihan diberikan. Selama kritis atau fase pemulihan, terapi cairan
yang berhubungan dengan edema paru dan kongestif gagal jantung .
(Elyas,2013:197)
6. Komplikasi
Menurut Widagdo (2012):86 komplikasi DBD adalah sebagai berikut:
a. Gagal ginjal
b. Efusi pleura
c. Hematomegali
d. Gagal jantung
7. Klasifikasi
Menurut Suriadi (2010):268 derajat penyakit DHF di klasifikasikan menjadi 4
golongan yaitu:
a. Derajat I: demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji
tourniquet positif, trombositopenia dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II: sama dengan derajat I, di tambah gejala perdarahan spontan.
c. Derajat III: di tandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi, lemah
dan cepat (>120 x/mnt) tekanan nadi sempit (<120 mmHg).
d. Derajat IV: nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur.
8
B. Konsep KDM Keseimbangan Suhu Tubuh (Hipertermi)
1. Fisiologi Regulasi Suhu Tubuh Manusia
a. Regulasi
Regulasi adalah mekanisme fisiologis dan perilaku mengatur keseimbangan
antara panas yang hilang dan di hasilkan, atau lebih sering di sebut sebagai
termoregulasi. Mekanisme tubuh harus mempertahankan hubungan antara
produksi panas dan kehilangan panas agar suhu tubuh tetap konstan dan
normal.Hubungan ini di atur oleh mekanisme neurologis dan kardiovaskuler
(Aziz, 2009: 35).
b. Suhu tubuh
Perbedaan antara jumlah panas yang di hasilkan tubuh dengan jumlah panas yang
hilang ke lingkungan luar.Mekanisme kontrol tubuh pada manusia menjaga suhu
inti (suhu jaringan dalam) tetap konstan pada kondisi lingkungan dan aktivitas
fisik yang ekstrim, namun suhu permukaan berubah sesuai aliran darah ke kulit
dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Karena perubahan tersebut,
suhu normal pada manusia berkisar dari 36-38◦ C (96,8-100,4◦ F). pada rentang
ini, jaringan dan sel tubuh akan berfungsi secara optimal (Aziz, 2009: 35).
c. Neural vaskuler
Adalah suhu tubuh diatur oleh hipotalamus yang terletak diantara dua hermister
otak.fungsi hipotalamus adalah seperti temostat suhu yang nyaman merupakan
sel-poin untuk operasi sistem pemanans.penurunan suhu lingkungan akan
mengaktifkan pemanas sedangkan peningkatan suhu akan mematikan sistem
pemanas tersebut (Aziz, 2009: 35).
d. Hipotalamus
Mendeteksi perubhan kecil pada suhu tubuh.hipotalamus anterior mengatur
kehilangan panas,sedangkan hipotalamus posterior mengatur produksi panas.jika
sel saraf di hipotalamus anterior menjadi panas di luar batas titik pengaturan(sel
point),maka impuls dikirimkan untuk menurunkan suhu tubuh.mekanisme
kehilngan panas adalah keringat,vasodilatasi(pelebaran)pembulu darah,dan
hambatan produksi panas.tubuh akan mendistribusikan kepembulu darah
permukaan untuk menghilangkan panas (Aziz, 2009: 35).
e. Produksi panas
Adalah termoregilasi bergantungpada fungsi normal dari proses produksi
panas.panas yang dihasilkan tubuh adalah hasil sampingan metabolisme,yaitu
9
reaksi kimia dalam seluruh sel tubuh.makanan merupakan sumber utama bahan
bakar untuk metabolisme aktifitas yang membutuhkan reaksi kimia tambahan
yang meningkatkan laju metabolik yang juga akan menambahkan produksi
panas.saaat metabolisme menurun,panas yang dihasilkan juga lebih
sedikit.produksi panas terjadi saat istirahat gerakan voluter,mengigil
involunter,dan termogenesis tanpa mengigil (Aziz, 2009: 35).
a. Metabolisme basal berperang terhadap panas yang dihasilkan oleh tubuh
saat istirahat total.laju metabolik basal dan basal metabolik rate
(BMR)biasanya tergantung pada area permukaan tubuh.BMR juga
dipengaruhi oleh hormone tiroid.dengan merangsang penguraiaan glukosa
dan lemak hormone tiroid meningkatkan reaksi kimia dalam sel
tubuh.saaat hormon tiroid disekresikan dalam jumlah besar.BMR dapat
meningkatkan 100%.ketidak adaan hormone tiroid akan menurunkan BMR
menjadi setengahnya,sehinggan terjadi pengurangan produksi panas
hormone seks testosteron meningkatan BMR sehingga pria memiliki BMR
yang lebih tinggi daripada wanita.
b. Gerakan volunter seperti aktivitas otot pada olahraga membutuhkan energy
tambahan. Laju metabolic meningkat saat aktivitas, terkadang
meningkatkan produksi panas hingga 50 kali lipat.
c. Menggigil adalah respon tubuh involunter terhadap perbedaan suhu dalam
tubuh. Gerakan otot lurik saat menggigil membutuhkan energy yang cukup
besar. Menggigil menghasilkan produksi panas 4-5 kali lipat dari normal.
Panas ini akan membantu mnyeimbangkan suhu tubuh sehingga terjadi
menggigil akan berhenti. Pada klien yang rentan, menggigil akan
menghabiskan energy sehingga terjadi perburukan fisiologis lebih lanjut.
d. Termogenesis tanpa menggigil terjadi pada neonatus. Neonatus tidak dapat
menggigil sehingga jaringan coklat vascular yang ada saat lahir di
metabolisme untuk produksi panas. Jaringan tersebut sangat terbatas
jumlahnya.
f. Kehilangan Panas Tubuh
Panas hilang dari tubuh melalu 4 cara yaitu (Wahit Iqbal, 2007:56):
a. Radiasi
10
Radiasi adalah cara untuk mentransfer panas dari permukaan suatu objek
kepermukaan objek yang lain tanpa kotak diantara keduanya satu objek
yang lebih panas dari objek yang lain, maka ia akan kehilangan panasnya
melalui radiasi. Misalnya, seseorang yang berdiri di depan kulkas yang
terbuka, maka akan kehilangan pans tubuhnya melalui radiasi.
b. Konduksi
Konduksi adalah pemindahan panas dari satu molekul ke molekul yang
lain. Panas di pindahkan ke molekul yang suhunya lebih rendah.
Pemindahan melalui cara konduksi ini tidak dapat terjadi tanpa adanya
kontak di antara kedua molekul tersebut. Misalnya, seseorang akan
kehilangan panas tubuh bila direndam dalam air es selama waktu tertentu.
c. Konveksi
Kehilangan panas tubuh melalui konveksi terjadi karena adanya
pergerakan udara. Udara yang dekat dengan dengan tubuh yang menjadi
lebih hangat yang kemudian bergerak untuk dig anti dengan udara dingin.
Misalnya, udara akan terasa dingin dengan membuka pintu rumah.
d. Evaporasi
Kehilangan panas melalui evaporasi ini terus-menerus terjadi sepanjang
hidup. Kehilangan panas secara evaporasi terjadi melalui pernapasan dan
perspirasi kulit
g. Kulit pada regulasi suhu
Kulit mengatur suhu melalui insulasi /pembungkusan tubuh, vasokontriksi,
dengan sensasi suhu. Kulit, jaringan subkutan, dan lemak dapat menyimpan panas
di dalam tubuh.individu dengan lemak yang banyak akan memiliki insulasi alami
yang lebih banyak pula.tingkat vaso konstiksi akan menentukan jumlah aliran
darah dan panas yang hilang lewat kulit,jika suhu inti terlalu tinggi,maka
hepotalamus kakan menghambat vaso onstrisksi,akibatnya terjadi vaso dilatasi
yang membuat jumlah darah yang mencapai permukaan kulit bertambah.pada hari
yang panas dan lembab pembulu darah ditanggan akan berdilatasi dan tampak
jelas.sebaliknya,jika suhu inti terlalu rendah maka hipotalamus melalui vaso
konstriksi dan aliran darah kekulit berkurang.dengan ini panas tubuh akan
tersimpan (Wahit Iqbal, 2007:56)
h. Kontrol perilaku.
11
Individu yang sehat akan mampu mempertahankan suhu tubuh yang nyaman jika
terpapar kesuhu ekstrim.pada dewasa tua terkadang membutuhkan bantuan dalam
merasakan lingkungan yang dingin dan meminimalisasikan kehilangan panas
penyakit,penurunan kesadaran,atau gangguan proses piker dapat mengakibatkan
ketidak mampuan untuk mengenali kebutuhan mengubah perilaku demi
kepentingan kontrol suhu (Wahit Iqbal, 2007:56)
2. Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh Manusia
Ada beberapa faktor yang memepengaruhi suhu tubuh manusia (Wahit Iqbal,
2007:62) antara lain :
a. Umur
Pada bayi baru lahir,mekaisme pengaturan suhu tubuhnya belum sempurna oleh
karenanya suhu tubuh bayi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan harus
dilindungi dari perubahan-perubahan yang ekstrem.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin dapat mempengaruhi suhu tubuh.misalnya,terdapat peningkatan
suhu tubuh sebesar 0,3-0,5◦ C pada wanita yang sedang mengalami ovulasi.hal
tersebut karena selama ovulasi terjadi peningkatan hormon perogesteron
meningkatkan basal metabolisme rate.
c. Emosi
Keadaan emosi dan perilaku yang berlebihan dapat mempengahuri suhu tubuh
peningkatan emosi dapat meningkatkan suhu tubuh pada orang yang apatis,depresi
dapat menurunkan produksi panas, sehingga suhu tubuhnya pun dapat menurun.
d. Aktivitas fisik
Suhu tubuh dapat meningkat sebagai hasil dari aktivitas fisik, seperti olahraga.
Olahraga dapat meningkatkan metabolisme sel, sehingga produksi panas pun
meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan suhu tubuh. Aktifitas otot
membutuhkan lebih banyak darah serta peningkatan pemecahan korbohidrat dan
lemak.berbagai bentuk dan olahraga meningkatkan metabolisme dan dapat
meningkatkan produksi panas sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.olahraga
berat yang lama,seperti lari jarak jauh,meningkatkan suhu tubuh 41◦ C
e. Lingkungan
Lingkungan juga dapat mempengaruhi suhu tubuh seseorang. Lingkungan yang
suhunya panas dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.
12
3. Dampak peningkatan atau penurunan suhu tubuh
a. Jika terjadi penurunan suhu tubuh inti,maka akan terjadi mekanisme
homeostatis yang membantu memproduksi panas melalui mekanisme feed
beck negatif untuk dapat meningkatkan suhu tubuh kearah normal
theremeoseptor di kulit dan dihipotalamus serta sel neuresekretry hipotalamus
yang menghasilkan hormon,TRH (Thyrotropoin releasing hormon)sebagai
tanggapan hipotalamus menyalurkan implus saraf dan mengsekresi
TRH,yanmg sebaliknya merangsang Thyrotroph dikelenjar pituitary anterior
untuk melepaskan TSH (Thyroid stimulating hormon).influs saraf hipotalamus
dan TSH kemudian mengaktifkan beberapa organ efektor. Berbagai organ
efektor akan berupaya akan untuk meningkatkan suhu tubuh untuk mencapai
nilai normal (Wahit Iqbal, 2007:56),diantaranya adalah:
1) Implus saraf darin pusat peningkatan panas merangsang saraf hipatis
yang menyebabkan pembulu darah kulit akan mengalami vaso
konstriksi menurunkan aliran darah hangat,sehingga perpindahan
panas dari organ internal kekulit.melambatnya kecepatan hilangnya
panas menyebabkan temperatur tubuh internal meningkatnya reaksi
metabolik melanjutkan untuk produksi panas.
2) Implus saraf nervus simpatis menyebabkan medulla adrenal
merangsang perlepasan epinephrine dan norepinephrine kedalam
darah.hormon sebaliknya menghasilkan peningkatan metabolisme
seluler,dimana meningkatnya panas.
3) Pusat peningkatan panas merangsang bagian otak yang meningkatkan
tonus otot dan memperoduksi panas.tonus otot meningkat,dan terjadi
siklus berulang-ulang yang disebut mengigil. Selama mengigil
maksimum,produksi panas tubuh dapat meningkat 4x dari basal rate
hanya dalam waktu beberapa menit
4) Kelenjar tyroid
Memberikan reaksi terhadap TSH dengan melepaskan lebih hormon
tyroid kedalam darah.peningkatan kadar hormon tyroid secara
berlahan-lahan meningkatkan metabolisme rate,dan peningkatan suhu
tubuh.
b. Jika suhu tubuh meningkat diatas normal maka putaran mekanisme fitbek
negatif berlawanan. Tingginya suhu darah merangsang termoreseptor yang
13
mengirimkan inplus saraf ke area preoptik,dimana sebaliknya merangsang
pusat penurun panas dan menghambat pusat peningkatan panas.inplus menjadi
hangat dan kelebihan panas hilang kelingkungan melalui radiasi dan konjuksi
bersamaan dengan peningkatan volume aliran darah dari inti yang lebih hangat
ke kulit yang lebih tinggi pada waktu yang bersamaan,metabolisme rate
berkurang dan tidak terjadi mengigil. Tingginya suhu darah merangsang
kelenjar keringgat kulit melalui aktifitas saraf simpatis hipotalamik. Saat air
munguap melalui permukaan kulit,kulit menjadi lebih dingin. Respon ini
melawan efek penghasil panas dan membantu mengembalika suhu tubuh
kembali normal.
c. Gangguan akibat peningkatan dan penurunan suhu tubuh
1) Demam
Demam merupakan mekanisme pertahan yang penting.peningkatan
ringan suhu sampai 39ºC meningkatkan sistem imun tubuh
2) Kelelahan akibat panas
Terjadi bila diaforesis yang banyak mengakibtkan kehilangan cairan
dan elektrolit secara berlebihan.Disebabkan oleh lingkungan yang
terpapan panas.
3) Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh sebuhungan tidak mampuan dengan ketidak
mampuan tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas atau
menurunkan produksi panas.
4) Heat stroke
Paparan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan
suhu tinggi dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas.
5) Hipotermia
Pengeluaran panas akibat paparan terus menerus terhadap dingin
mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas sehingga
mengakibatkan hipotermia. (Perry Potter,2006)
14
4. Hipertemi
Menurut Wong (2008) terdapat empat jenis demam yang terjadi yaitu demam
intermiten, remiten , kambuhan dan konstan. selam demam intermiten , suhu
tubuh akan berubah-ubah dalam interval yang teratur, antara periode demam dan
periode suhu normal serta subnormal. selama demam remiten, terjadi fluktuasi
suhu dalam rentang yang luas (lebih dari 2oC) dan berlansung selama 24 jam, dan
selama itu suhu tubuh berada di atas normal. pada demam kambuhan, masa febril
yang pendek selama beberapa hari di selingi dengan periode suhu normal selama
1-2 hari. selama demam konstan, suhu tubuh akan sedikit berfluktuasi, tetapi
berada di atas suhu normal. Hipertemi merupakan keadaan individu mengalami
atau beresiko mengalami kenaikan suhu tubuh <37,8oC (100oF)peroral atau 38,8oC
(101 oF) per rectal yang sifatnya menetap karena faktor eksternal (Lynda
Juall,2012)
Berikut ini cara mengatasi demam pada anak berdasarkan usia dan suhu tubuhnya
(Wahit Iqbal, 2007:62):
1. Usia 0-3 bulan: Suhu 38 derajat walaupun suhu tubuhnya saat itu masih 38
derajat celcius, Anda harus segera menghubungi dokter meskipun tidak ada
gejala lain.
2. Usia 3-6 bulan: Suhu 38,8 derajat celcius, apabila anak demam tanpa
menunjukkan gejala lain, ajaklah anak Anda untuk beristirahat lebih banyak,
dan berikan ASI yang cukup agar anak tidak mengalami dehidrasi. Namun
apabila anak terlihat lesu dan tidak nyaman, Anda dapat segera menghubungi
dokter. Suhu di atas 38,9 derajat celcius: meski tanpa gejala, segera hubungi
dokter untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut.
3. Usia 6-24 bulan: Suhu 38 derajat celcius, apabila tidak disertai gejala seperti
lesu, tidak nafsu makan, dan merasa tidak nyaman, Anda tidak perlu
memberikan obat apapun. Anda cukup mengompres kepala anak Anda saat
sedang tidur. Saat mandi gunakanlah air hangat, saat air menguap dari kulitnya
itu akan membuat suhu tubuh turun. Jangan menggunakan air dingin karena itu
dapat membuat anak menggigil dan menyebabkan suhu tubuh meningkat.
Suhu di atas 38,9 derajat celcius: Anda dapat memberikan si kecil
acetaminophen atau ibuprofen. Bacalah label yang terdapat pada botol atau
kemasan obat dengan seksama, untuk mendapatkan takaran dosis yang tepat.
15
Jangan memberikan aspirin pada anak-anak. Segera hubungi dokter saat
demam tidak kunjung membaik setelah satu hari pemberian obat.
4. Usia 2-12 tahun: Suhu 38 derajat celcius, Ajaklah anak untuk berisitirahat
lebih banyak, berikan minum yang cukup, dan kompres saat sedang tidur.
Pengobatan belum dibutuhkan saat berada pada suhu ini. Jangan berikan anak
baju berlapis, sehingga anak dapat dengan mudah mengeluarkan panas melalui
kulitnya. Gunakan baju yang nyaman, bila anak menggigil berikan selimut
secukupnya sampai merasa hangat kembali. Segera hubungi dokter saat anak
menunjukkan gejala lain seperti lesu, sesak napas, dan saat anak mengeluhkan
rasa tidak nyaman. Suhu di atas 38,8 derajat celcius: Saat suhu anak mencapai
38,8 derajat atau lebih, Anda dapat memberikan acetaminophen atau
ibuprofen. Sekali lagi jangan lupa untuk membaca label aturan dosis yang
terdapat pada botol atau kemasan obat. Jangan berikan anak Anda lebih dari
satu jenis obat dan hindari pemberian aspirin. Segera hubungi dokter saat
demam tidak kunjung membaik setelah diberikan obat selama tiga hari.
16
Diantara penyakit yang pernah di derita dahulu, dengan penyakit DHF yang di
alami sekarang, tetapi kalau dahulu pernah menderita DHF penyakit itu
berulang. (Nursalam,2013:112)
c. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF di dalam keluarga yang lain, yang tinggal di
dalam satu rumah/beda rumah dengan jarak yang di berdekatan sangat
menentukan karena ditularkan melalui gigitan nyamuk. (Nursalam,2013:112)
d. Alergi
Pasien dengan DHF tidak memiliki alergi yang dapat memperberat
penyakitnya (Susilaningrum,2013:98)
e. Riwayat kesehatan lingkungan
DHF ditularkan oleh dua nyamuk yaitu: aedes aegepty dan aedes albopiehis,
hidup dan berkembang biak di dalam rumah yaitu pada tempat penampungan
air bersih seperti kaleng bekas, bak mandi yang jarang dibersihkan.
(Susilaningrum,2013:98)
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1) Kesadaran kompos mentis, lemah, nadi lemah (Grade I)
2) Kesedaran kompos metis, lemah, adanya perdarahan spontan petekia,
perdarahan gusi dan telinga, nadi lemah, kecil, tidak teratur (Grade II)
3) Kesadaran apatis, samnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil,
tidak teratur (Grade III)
4) Kesadaran koma, nadi tidak teraba, pernapasan tidak teratur, ektermitas
dingin, berkeringat dan tampak biru (Grade IV)
(Susilaningrum,dkk,2013:205)
b. Pemeriksaan Persistem
1) Sistem Persyarafan
Anamnesa pada derajat 1 dan 2 pasien gelisah, cengeng dan rewel karena
demam tinggi dan pada derajat 3 dan 4 terjadi penurunan tingkat
kesadaran. Pemeriksaan fisik : pada derajat 1 dan 2 konjungtiva
mengalami perdarahan, dan pada derajat 3 dan 4 terjadi penurunan
peningkatan kesadaran gelisah, GCSmenurun, pupil miosis atau midriasis,
reflek fisiologis atau patologis sering terjadi (Elyas,2013:213)
2) Sistem neurologi
17
a. Sistem Penglihatan
I: mata simetris, konjungtiva bisa berwarna pucat ataupun kemerahan
P: tidak ada nyeri tekan (Susilaningrum,dk,2013:201)
b. Sistem Penciuman
I: tidak ada pembengkokan septum nasi, bersih
P: tidak ada nyeri tekan (Susilaningrum,dkk,2013:201)
c. Sistem pengecapan
Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, dan nyeri telan
(Susilaningrum,dkk,2013:201)
3) Sistem pernapasan
Sesak, perdarahan melaui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis,
pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronci,
krakles. (Firdaus,2012:203)
I: pergerakan dada simetris, dispnea, pernapasan cepat dan dalam karena
asidosis metabolic dan akan tampak pucat
P: vocal fremitus terasa sama
P: sonor
A: Vesikuler, tidak ada bunyi nafas tambahan seperti wheezing dan ronchi
(Muttaqin dan Kumala,2013:109)
4) Sistem kardiovaskular
Pada grade I dapat hemokonsentrasi, uji tourniquet positif,
trombositopenia, pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi
cepat, lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada
grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur
(Firdaus,2012)
I : Ictus cordis tampak di ICS IV-V mid clavicula sianistra
P : Ictus cordis tampak di ICS IV-V mid clavicula sianistra, serta resiko
timbulnya gejala syok (CTR>2detik) pada klien karena respon akut akibat
kehilangan caitan tubuh yang mempengaruhi volume darah.
P : Pekak
A : S1 S2 tunggal, denyut nadi cepat.(Muttaqin & Kumala,2013:209)
5) Sistem Pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik,
pembesaran limpa, pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu
18
makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat hematamesis, melena
(Firdaus,2012:203).
I : Distensi abdomen
A : Peristaltik meningkat terdengar setiap 10-30 detik, karena mobilitas
usus dan peradangan pada saluran gastrointestinal
P : Turgor menurun >2 detik, terdapat nyeri tekan pada darah abdomen
P : Hipertympani (Muttaqin dan Kumala,2013:203)
6) Sistem Perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan
mengungkapkan nyeri saat kencing, kencing berwarna merah
(Firdaus,2012:203).
Anamnesa: derajat 3 dan 4 kencing sedikit bahkan tidak ada kencing.
Pemeriksaan fisik: produksi urin menurun ( Oliguria sampai anuria),
karena berubah pekat dan berwarna coklat tua pad derajat 3 dan 4
(Elyas,2013:189).
I: dilihat genetalia bersih atau tidak
P: tidak ada nyeri tekan
7) Sistem Integumen
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada Grade I terdapat positif
pada uji tourniquet, terjadi petekie, pada Grade III dapat terjadi perdarahan
spontan pada kulit.(Firdaus,2012:189)
I: kulit terdapat petekie
P: kulit teraba panas
8) Sistem Musculuskeletal
Anamnesa: pada derajat 1 dan 2 pasien mengeluh nyeri otot, persendian
dan punggung, pegal seluruh tubuh, mengeluh wajah memerah, pada
derajat 3 dan 4 terdapat kekakuan otot/ kelemahan otot dan tulang akibat
kejang atau tirah baring lama.
Pemeriksaan Fisik; pada derajat 1 dan 2 nyeri pada sendi, otot, punggung
dan kepala; kulit terasa panas, wajah tampak merah dapat di sertai tanda
kesakitan, sedangkan Derajat 3 dan 4 pasie mengalami parese atau
kekakuan bahkan kelumpuhan (Elyas,2013:189)
9) System endokrin
19
Pada penderita DHF biasanya tidak didapatkan adanya kelainan.
(Elyas,2013:189)
10) System Imunitas
Pada penderita DHF mengalami gangguan system imun karena adanya
kebocoran plasma akibat virus yang di bawa oleh nyamuk aedes aegepty .
(Firdaus,2012:203)
11) System Reproduksi
Pada pasien DHF biasanya tidak di dapatkan adanya kelainan dalam
system reproduksi.(Firdaus,2012:203)
4. Tes diagnostic
1) Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin diakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar
hemoglobin,hematokrit,jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk
melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma
biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR
(reserve transcriptase polymerase chain reaction ),namun karena teknik
yang lebih rumit,saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi
spesifik terhadap dengue berupa antibodi total,igM maupun igG-lebih
banyak
Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:
Leukosit :dapat normal atau menurun.mulai hari ke-3 dapat di
temui limfositosis relative (>45% dari total leukosit)disertai adanya
limfosit plasma biru (LPB) >15 % dari jumlah total leukosit yang
pada fase syok akan meningkat
Trombosit umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit awal,umumnya dimulai pada hari ke-3
demam
Hemostasis:dilakukan pemeriksaan PT,APIT fibrinogen,D-
Dimer,atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi pendarahan
20
atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumim : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran
plasma
SGOT/SGPT dapat meningkat
Ureum kreatinin : bila di dapatkan gangguan fungsi ginjal
Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi):bila akan
diberikan tranfusi darah atau komponen darah.
Imunoserologi dilakukan pemeriksaan igM dan igG terhadap
dengue.
igM:terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-
3,menghilang setengah 60-90 hari
igG: pada infeksi primer, igG mulai terdeteksi pada hari ke-
14,pada infeksi sekunder igG mulai terdeteksi hari ke-2
Uji Hi : dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat
pulang dari perawatan ,uji ini digunakan untuk kepentingan
surveilans
NS 1 : antigen NS 1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama
sampai hari ke depan.sensitivitas antigen NS 1 berkisar 63%-93,4%
dengan spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold
standard kultur virus. Hasil negative antigen NS1 tidak
menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.
2) Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada di dapatkan efusi pleura, terutama pada hemithoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat efusi pleura dapat di jumpai
pada kedua hemithoraks. Pemeriksaan foto ronsen dadasebaiknya dalam
posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan).
Asites dan efusi pleura dapat pula di deteksi d engan peeriksaan USG.
Masa ikubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentan 3-14 hari),
timbul gejala prodormal tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri tulang
belakang dan perasaan lelah.
21
Demam dengue (DD) probable dengue. Merupakan penyakit demam akut
selama 2-7 hari, di tandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis sebagai
berikut:
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Mialgia
Atralgia
Ruam kulit
Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif)
Leucopenia.(leuko<5000)
Trombosit <150.000
Hematokrit naik 5-10%
22
Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura,asites atau
hipoproteinemia.
23
(Hadinegoro dkk,2002:178)
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tegantung dari umur
dan BB pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat
hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak gemuk, kebutuhan caiaran
disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama.
3) Kebutuhan cairan rumatan
24
Perhimpunan dokter ahli penyakit dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan
divisi penyakit tropic dalam infeksi dan divisi hematologi dan onkologi medic
fakultas kedokteran univeritas Indonesia telah menyususn protocol
penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria.
a. Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat
sesuai atas indikasi.
b. Praktis dalam pelaksanaannya.
c. Mempertimbangkan cost eeffectiveness.(Siti Setiati,2014:543)
c. Pemberian Diet
Pemberian diet pada kasus demam berdarah dengue ini dilakukan secara
bertahap kemudian ditingkatkan sesuai dengan kemampuan penderita. Diet
Tahap I diberikan setelah fase akut teratasu dan dipastikan tidak ada
pendarahan gastrointestinal. Penderita diberikan makanan saring setiap tiga
jam dan tetap diberikan makanan parenteral untuk memenuhi kebutuhan cairan
dan energi. Diet Tahap II diberikan setelah suhu badan stabil. Makanan
diberikan dengan porsi kecil dan konsistensi lunak. Diet tahap III diberikan
setelah suhu badan stabil dan hepato-slenomegalia telah hilang. Konsistensi
makanan yang diberikan lunak atau biasa tergantung toleransi pasien, tetapi
kansungan serat tetap terbatas. Tujuan dari diat sendiri adalah untuk
memberikan makanan dan cairan secukupnya untuk memperbaiki jaringan
tubuh yang rusak serta mencegah komplikasi pendarahan. Secara umum,
syarat diet penderita DBD adalah (Almaitser, 2004) :
1. Mudah cerna, porsi kecil, dan sering diberikan
2. Energy dan protein cukup sesuai kemampuan pasien untuk menerimanya.
Faktor stress tergantung ada tidaknya komplikasi 1,4-1,6. Rasio kalori
berbanding nitrogen adalah 150:1.
3. Lemak rendah yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan
secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.
4. Rendah serat terutama serat tidak larut air. Pemberian serat ditingkatkan
secara bertahap.
5. Cukup cairan dan vitamin, terutama vitamin C untuk meningkatkan faktor
pembekuan.
25
6. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara
termis, mekanis maupun kimia (disesuaikan dengan daya terima
perorangan)
7. Makanan parenteral selalu diberikan pada fase akut, baik total, maupun
suplemen.
8. Bila terlihat tanda-tanda pendarahn saluran pencernaan penderita
dipuasakan.
9. Memberi tanda istirahat pada lambung.
6. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi.
Definisi: suhu tubuh di atas rentan normal.
1) Batasan karakteristik
Objektif
Kulit merah
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal
(frekuensi napas meningkat)
(kulit) teraba hangat
Taki kardia
Takipnea (Judith M. Wikinson dkk,2015:390)
2) Factor yang berhubugan
Dehidrasi
Penyakit atau trauma
Ketidakmampuan atau penurunan kemampuan untuk
berkeringat
Pakaian yang tidak tepat
Peningkatan laju metabolisme
Obat atau anastesia
Terpajang pada lingkungan yang panas (jangka panjang)
Aktivitas yang berlebihan (Judith M. Wikinson dkk,2015:390)
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
Definisi: penurunan cairan intravascular, interstisial, atau intrasel.
Diagnosis ini merujuk pada dehidrasi yang merupakan kehilangan cairan
saja tanpa perubahan kadar natrium.
26
1) Batasan Karakteristik
Subjektif
Haus
Objektif
Perubahan status mental
Penurunan turgor kulit dan lidah
Penurunan saluran urine
Penurunan pengisian vena
Kulit dan membrane mukosa kering
Hematokrit meningkat
Suhu tubuh meningkat
Peningkatan frekuensi nadi, penurunan tekanan darah,
penurunan volume atau tekanan nadi
Konsentrasi urine meningkat
Penurunan berat badan yang tiba-tiba ( kecuali pada ruang
ketiga)
Kelemahan(Judith M. Wikinson dkk,2015:309)
2) Factor yang berhubungan
Kehilangan volume cairan aktif
(konsumsi alcohol yang berlebihan secara terus-menerus)
Kegagalan mekanisme pengaturan ( seperti, dalam diabetes
militus, hiperaldosteronisme). (Judith M. Wilkinson
dkk,2015:310)
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,
muntah
Definisi: Asupan nutrisi tidak mencuupi untuk memenuhi kebutuhan
metabolic
1) Batasan Karakteristik
Penulis menyarankan penggunaan diagnosis ini jika terdapat satu
diantara tanda NANDA berikut :
Berat badan kurang dari 20% atau lebih berat badan ideal untuk tinggi
badan dan rangka tubuh.
27
Asupan makanan kurang dari kebutuhan metabolic, baik kalori total
maupun zat gizi tertentu (non-NANDA International)
Kehilangan berat badan dengan asupan makanan yang adekuat
Melaporkan asupan makanan yang tidak adekuat kurang dari
recommended daily allowance (RDA)
Subjektif
Kram abdomen
Nyeri abdomen (dengan atau tanpa penyakit)
Menolak makan
Indigesti ( non-NANDA Internasional)
Presepsi tidak mampu mencerna makanan
Melaporkan (kurangnya) makanan
Merasa cepat kenyang setelah mengkonsumsi makanan
Objektif
Pembuluh kapiler rapuh
Diare atau steatorol
(adanya bukti) kekurangan makanan
Kehilangan rambut yang berlebihan
Bisung usus hiperaktif
Kurang informasi, informasi yang salah
Kurangnya minat terhadap makanan
Salah paham
Membrane mukosa pucat
Tonus otot buruk
Menolak untuk makan (non NANDA internasional)
Rongga mulut terluka (inflamasi)
Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau
mengunyah(Judith M. Wikinson dkk,2015:504)
2) Factor yang berhubungan
Ketidak mampuan untuk menelan atau mecerna makanan atau
menyerap nutrien akibat faktor biologis, psikoligis atau ekonomi
termasuk beberapa contoh non-NANDA berikut ini :
28
Ketergantungan zat kimia
Penyakit kronis
Kesulitan mengunyah atau menelan
Factor ekonomi
Intoleransi makanan
Kebutuhan metabolic tinggi
Reflex mengisap pada bayi tidak adekuat
Kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
Askes terhadap makanan terbatas
Hilang nafsu makan
Mual dan muntah
Pengabaian oleh ruang tua gangguan psikologis (Judith M.
Wilkinson dkk, 2015:503-504)
d. Nyeri akut berhubungan dengan kurang pengetahuan
Definisi: Pengalaman sensoris dan emosi yang tidak menyenangkan akibat
adanya kerusakan jaringan yang actual atau potensia, atau di gambarkan
seperti tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat
dengan akhir uang dapat di antisipasi atau dapat di ramalkan dan durasinya
kurang dari 6 bulan
1) Batasan Karakteristik
Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melporkan (nyeri) dengan
isyarat
Objektif
Posisi untuk menghindari nyeri
Perubahan tonus otot ( dengan rengtang dari lemas tidak
bertenaga sampai kaku)
Respon autonomic (misalnya, diaphoresis, perubahan tekanan
darah, pernapasan, atau nadi, dilatasi pupil)
Perubahan selera makan
Perilaku distraksi (misalnya, mondar mandir, mencari orang
dan aktivitas lain, aktivitas berulang)
29
Perilaku ekspresif ( misalnya, gelisah, merintih, menangis,
kewaspadaan berlebihan, peka terhadap ransang, dan menghela
napas panjang
Wajah topeng (nyeri)
Perilaku menjaga atau sikap melindungi
Fokos menyempit (misalnya, gangguan presepsi waktu,
gangguan proses pikir, iteraksi dengan orang lain atau
lingkungan menurun
Bukti nyeri yang dapat di amati
Berfokus pada diri sendiri
Gangguan tidur ( mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau
tidak menentu, dan menyeringai)
2) Factor yang Berhubungan
Agen-agen penyebab cidera( misalnya, biologis, kimia, fisik, dan
psikologis). ( Judith M. Wilkinson dkk,2015:530-531)
7. Intervensi
a. Hipertemia berhungan dengan proses infeksi
1) Kriteria Hasil
Pasien dan keluarga akan:
Menunjukan metode yang tepat untuk mengukur suhu
Menjelaskan tidakan untuk menegah atau meminimalkan
peningkatan suhu tubuh
Melaporkan tanda dan gejala dini Hipertermi
Bayi akan:
30
Pantau hidrasi ( misalnya, tugor kulit,kelembapan membrane
mukosa)
Pabtau tekanan darah, denyut nadi, dan frekuensi pernapasan
Kaji ketetapan jenis pakaian yang digunakan,sesuai dengan suhu
lingkungan
Untuk pasien bedah:
Dapatkan riwayat hiperteria maligna, kematian akibat anestesi, atau
demam pasca bedah pada individu dan keluarga
Pantau tanda hipertermia maligna (misalnya, demam, takipnea,
aritmia, perubahan tekanan darah, bercak pada kulit, kekakuan, dan
berkeringat banyak)
Regulasi Suhu (NIC):
Pantau suhu mnimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan
pasang alat pantau suhu inti tubh kontinu, jika perlu pantau warna
kulit dan suhu
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
Ajarkan pasien atau keluarga dalam mengukur suhu untuk
mencegah dan mengenali secara dini hipertermia(misalnya,
sengatan panas, keletihan akibat panas)
Regulasi suhu (NIC): Ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan
tindakan kedaruratan yang diperlukan, jika perlu
Aktivitas kolaboratif
Regulasi Suhu (NIC):
Berikan obat antipiretik,jika perlu
Gunakan matras dingin dan mandi air hangat untuk mengatasi
gangguan suhu tubuh, jika perlu.
Aktivitas Lain
Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutui pasien dengan
selimut saja
Gunakan waslap dingin (atau kantong es yang dibalut dengan
kain)mdi axial, kening, tengkuk, dan lipat paha
31
Anjurkan asupan cairan oral, sedikinya 2 liter sehari, dengan
tambahan cairan selama aktivitas yang berlebihan atau aktivitas
sedang dalam cuaca panas
Gunakan kipas yang berputar di ruangan pasien
Gunakan selimut pebdingin
Untuk Hipermia maligna
Lakukan perawatan kedaruratan sesuai dengan protocol
Sediakan peralatan kedaruratan di area operasi sesuai dengan
protocol (Judith J. Wilkinson,2015:392)
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
1) Kriteria Hasil
Pasien akan:
Memiliki konsentrasi urine yang normal. Sebutkan nilai dasar
berat jenis urine.
Memiliki hemoglobin dan hemakokrit dalam batas normal untuk
pasien
Memiliki tekanan vena sentral dan pulmonal dalam rentang yang
diharapkan
Tidak mengalami haus yang tidak normal
Memiliki keseimbangan asupan dan haluran yang seimbang dalam
24 jam
Menampilkan hidrasi yang baik (membrane mukosa lembab,
mampu berkeringat)
Memiiki asupan cairan oral dan/atau intravena yang
adekuat(Judith J. Wilkinson,2015:311-312 )
2) Aktivitas Keperawatan
CATATAN 1: beberapa aktivitas ini spesifik untuk pasie yang
mengalami perdarahan. Rujuk ke “Saran Pengguna” terdahulu sebelum
memasukan aktivitas-aktivitas tersebut ke dalam rencana keperawatan
anda.
CATATAN 2: meskipun beberapa intervensi NIC berhubungan dengan
keseimbangan elektrolit dan asam-basa, focus intervensi diagnosis
keperawatan ini adalah volume cairan.
32
Pengkajian
Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
Observasinya khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi
elektrolit (misalnya, diare, drainase luka, penghisapan nasogratik,
diaphoresis, dan drainase ileostomi)
Pantau perdarahan (misalnya, periksa semua secret dari adanya
darah nyata atau darah samar)
Identifikasi faktor pengaruh terhadap bertambah buruknya
dehidrasi (misalnya, obat-obatan, demam, stress, dan program
pengobatan)
Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan
cairan (misalnya, kadar hematokrit,BUN, albumin, protein total,
osmolalitas serum, dan berat jenis urine)
Kaji adanya vertigo atai hipotensi postural
Kaji orientasi terhadap orang, tempat dan waktu
Cek arahan lanjut klien untuk menentukan apakah pergantian pada
cairan pada pasien sakit terminal tepat dilakukan
Manajemen Cairan (NIC):
Pantau status hidrasi (misalnya, kelembapan membrane mukosa,
keadekuatan nadi, dan tekanan darah ortostatik)
Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecenderungannya
Perthankan keakuratan catatan asupan dan haluaran
Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga
Anjurkan pasien untuk mengimformasikan perawat bila haus.
Aktivitas Kolaboratif
Laporkan dan catat haluran kurang dari__________ml
Laporkan dan catat haluaran lebih dari___________ml
Laporkan abnormalitas elektrolit
Manajemen Cairan (NIC)
Atur kesediaan produk darah untuk tranfusi, bila perlu
Berikan ketentuan penggantian nasogastrik berdasarkan haluaran,
sesuai dengan kebutuhan
Berikan terapi IV, sesuai program
33
Aktivitas Lain
Lakukan hygiene oral sering
Tentukan jumlah cairan yang masuk dalam 24 jam, hitung asupan
yang diinginkan sepanjang sif siang, sore, dan malam
Pastikan bahwa pasien terhidrasi dengan baik sebelum
pembedahan
Ubah posisi pasien trendelendurg atau tinggikan tungkai pasien
bila hipotensi, kecuali dikontraindikasikan
Manajemen Cairan (NIC)
Tingkatkan asupan oral (misalnya, sediakan sedotan, beri caian di
antara waktu makan, ganti air es secara rutin, buat es mambo dari
jus kesukaan anak, cetak agar-agar dalam bentuk yang lucu-lucu,
gunakan cangkir obat kecil), jika perlu
Pasang kateter urine, bila perlu
Berikan cairan, sesuai dengan kebutuhan(Judith J.
Wilkinson,2015:312-314 )
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,
muntah
1) Kriteria Hasil
Pasien akan:
Mempertahankan berat badan__________Kg atau
bertambah______Kg pada ________(sebutkan tanggalnya)
Menjelaskan komponen diet bergizi adekuat
Megungkapkan tekat untuk memetahui diet
Menoleransi diet yang di anjurkan
Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas
normal
Memiliki nilai laboratorium (misalnya, transferin, albumin, dan
elektrolit) dalam batas normal
Melaporkan tingkat energy yang adekuat (Judith J.
Wilkinson,2015: 506)
2) Aktivitas Keperawatan
Aktivitas umum untuk semua ketidakseimbangan Nutrisi
34
Pengkajian
Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan.
Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin, dan
eletrolit
Manajemen Nutrisi (NIC)
Ketahui makanan kesukaan pasien
Tetukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
Timbang pasie pada interval yang tepat
Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga
Ajarkan metode untuk perencanaan makan
Ajarkan pasien/kelurga tentang makanan yang bergizi dan tidak
mahal
Manajemen Nutrisi (NIC): berikan informasi yang tepat tentang
kebutuhan nutris dan bagaimana memenuhinya
Aktivitas Kolaboratif
Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein
pasien yang mengalami ketidakadekuatan asupan protein atau
kehilangan protein(missal, pasien anoreksia nervosa atau pasien
penyakit glomerular/dialysis peritoneal)
Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan,
makanan pelengkap, pemberian makanan melalui silang, atau
nutrisi pariental total agar asupan kalori yang adekuat dapat
dipertahankan
Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
Rujuk ke program gizi di komunitas yang tepat, jika pasien tidak
dapat membeli atau menyiapkan makanan yang adekuat
Manajemen Nutrisi (NIC): tentukan, dengan melakukan
kolaborasi bersama ahli gizi, jika diperlukan. Jumlah kalori dan
jenis zat giai yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
(khususnya untuk pasie dengan kebutuhan energy tinggi, seperti
pasie pasca bedah dan luka bakar, trauma, demam, dan luka)
Aktivitas Lain
35
Buat perencanaan makan dengan pasien yag masuk dalam jadwal
makan, kesukaan dan ketidaksukaan pasien, serta suhu makanan
Dung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan
pasien dari rumah
Bantu pasien menulis tujuan mingguan yang realistis untuk latiha
fisik dan asupan makanan
Anjurkan pasien untuk menampilakan tujuan makan dan latihan
fisik di lokasi yang terlihat jelas dan kaji ulang setiap hari
Tawarkan makanan porsi besar di siang hari ketika nafsu makan
tinggi
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan
(misalnya, pindahkan brang-barang dan cairan yang tidak sedap di
pandang)
Hindari prosedur invasive sebelum makan
Suapi pasien, kika perlu
Manajemen Nutrisi (NIC)
Berikan pasien minuman dan kudapan bergizi, tinggi protein,
tinggi kalori yang siap dikonsumsi, bila memungkinkan
Ajarkan pasien tentang cara membuat catatan harian makanan,
jika perlu (Judith J. Wilkinson,2015:507-509)
d. Nyerii akut berhubungan dengan kurang pengetahuan
1) Kriteria Hasil
Pasien akan:
Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif
untuk mencapai kenyamanan
Mempertahankan tingkat nyeri dada____atau kurang (dengan
skala 0-10)
Melaporkan kesejahteraan fiik dan psikologis
Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk
memodifikasi faktor tersebut
Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan
Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesic dan
non analgeik secara tepat
36
Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan,
frekuensi jantung, atau tekanan darah
Memperthankan selera makan yang baik
Melaporkan pola tidur yang baik
Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan performa peran
dan hubungan interpersonal (Judith J. Wilkinson,2015:533)
2) Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian
Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada
skala 0 sampai 10 (0= tidak nyeri atau ketidaknyamanan,10= nyeri
hebat)
Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaran nyeri oleh
analgesic dan kemungkinanan efek sampingnya.
Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan
terhadap nyeri dan respon pasien
Dampak mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuia
usia dan tingkat perkembangan pasien.
Manajemen Nyeri (NIC):
Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,
karateristik, awitan dan durasi, frekueni, kualitas, itensitas atau
keparahan nyeri, dan faktor presipitasinya
Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya mereka
yang tidak mampu berkomunikasi efektif.
37
Instruksikan pasien untuk mengimformasikan kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak dapat dicapai
Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang disarankan
Perbaiki kesalahn presepsi tentang analgesic nakotik atau opoid
(misalnya, resiko ketergantungan atau overdosis)
Manajemen Nyeri (NIC): berikan informasi tentang nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa lama akan berlansug, dan antisipasi
ketidaknyamanan akibat prosedur
Manajemen Nyeri (NIC):
Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (misalnya, umpan-
balik biologis, transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS),
hypnosis, relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi music, distraksi,
terapi bermain, terapi aktivitas, akupresur, kompres hangat atau
dingin, dan masase) sebelum, setelah, dan ,jika memungkinkan,
selama aktivitas yang menimbulkan nyeri, sebelum nyeri terjadi
atau meningkat, dan bersama peggunaan tindakan peredaaan nyeri
yang lain
Aktivitas Kolaboratif
Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang
terjadwal (misalnya, setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA
Manajemen Nyeri (NIC):
Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi
lebih berat
Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika
keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari
pengalaman nyeri pasien di masa lalu
Aktivitas Lain
Sesuaikan frekuensi dosis indikasi melalui pengkjian nyeri dan
efek samping
Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif
di masa lalu, seperti, distraksi, relaksasi, atau kompres
hangat/dingin
38
Hadir di dekat pasie untuk memnuhi kebutuhan rasa nyaman dan
aktivitas lain untuk membantu relaksasi, meliputi tindakan sebagai
berikut:
Lakukan perunahan posisi, masase punggung, dan relaksasi
Ganti linen tempat tidur, bila diperlukan
Berikan perawatan dengan tidak terburu-buru, dengan sikap yang
mendukung
Libatka pasien dalam pengambilan keputusan yang menyangkut
aktivitas perawatan
Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada
nyeri dan rasa tidak nyaman dengan melakukan pengalihan
melalui televise, radio, tape, dan interaksi dengan pengunjung
Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respon
pasien terhadap analgesik (misalnya, “obat ini akan mengurangi
nyeri anda”)
Eksplorasi perasaan takut ketagihan. Untuk meyakinkan pasien,
tanyakan “jika tidak mengalami nyeri, apakah anda akan tetap
membutuhkan obat ini?”
Manajemen Nyeri (NIC) :
Libatkan pasien dalam modalitas peredaan nyeri, jika
memungkinkan
Kendalikan faktor lingkungan yang dapat memengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan (misalnya, suhu ruangan,
pencahayaan, dan kegaduhan)
Pastikan pemberian analgesic terapi atau strategi nonfarmakologis
sebelum melakukan prosedur yang menimbulkan nyeri.(Judith J.
Wilkinson,2015:534-536)
39
Daftar Putaka
Bibliography
Huda Nurarif, A dan Hardhi Kusum. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosis
Medis dan nanda . Jogjakarta: Mediaction jogja, 2013.
Setiati, Siti. Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 2014.
Tanto, Chris dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid II. Jakarta: Media Aesculpaius,
2014.
Wilkinson M., Judith dan Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9
Nanda NIC NOC. Jakarta: EGC, 2015.
40